referat edit1
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kalimat “Satu Visi – Satu Identitas – Satu Komunitas” – menjadi visi dan
komitmen bersama yang hendak diwujudkan oleh ASEAN pada tahun 2020. Tetapi
mungkinkah cita-cita tersebut dapat dicapai oleh negara-negara ASEAN (Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, Thailan, Brunai Darussalam, Kamboja, VietNam,
Laos dan Myanmar) dalam waktu kurang dari satu dasawarsa lagi. Berdasarkan
catatan dan laporan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa cita-cita bersama yang
terintegrasi dalam suatu komunitas yang disebut Masyarakat ASEAN (ASEAN
Community) ini masih harus menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang
terdapat pada masing-masing negara anggota.
Beberapa tahapan awal mesti diwujudkan untuk merealisasikan target atau
sasaran bersama Masyarakat ASEAN tersebut, di antaranya adalah melalui penerapan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) pada tahun 2015.
Kesepakatan bersama untuk mengintegrasikan berbagai negara
ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam,
Kamboja, VietNam, Laos dan Myanmar) yang masing-masing memiliki latar-
belakang sosial-budaya, ideologi politik, ekonomi dan kepentingan berbeda ke dalam
suatu komunitas yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN ini masih menghadapi
sejumlah kendala besar, khususnya bagi Indonesia yang masih dihadapkan dengan
berbagai masalah multi dimensi yang sarat kepentingan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan sasarannya yang mengintegrasikan
ekonomi regional Asia Tenggara menggambarkan karakteristik utama dalam
bentuk pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang sangat kompetitif,
kawasan pengembangan ekonomi yang merata atau seimbang, dan kawasan yang
terintegrasi sepenuhnya menjadi ekonomi global. Sebagai pasar tunggal kawasan
terpadu ASEAN dengan luas sekitar 4,47 juta km persegi yang didiami oleh lebih dari
600 juta jiwa dari 10 negara anggota ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
memacu daya saing ekonomi kawasan ASEAN yang diindikasikan melalui terjadinya
arus bebas (free flow) : barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan modal.1
Keinginan ASEAN membentuk MEA didorong oleh perkembangan eksternal
dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan
ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN.
Sedangkan secara internal, kekuatan ekonomi ASEAN sampai tahun 2013 telah
menghasilkan GDP sebesar US$ 3,36 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 5,6
persen dan memiliki dukungan jumlah penduduk 617,68 juta orang. Tulisan ini secara
ringkas akan menganalisis peluang Indonesia menghadapi persaingan dalam MEA.2
Era globalisasi mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri. Peluang dan
tantangan yang menghadang harus diterobos (breakthrough) dengan peningkatan
mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan Indonesia yang hanya dapat dicapai bila
tenaga kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan Standar
Profesinya.
Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan
yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat diketahui
dari standar profesi yang harus dipatuhi terlebih lagi apabila dalam penyusunan
standar profesi tersebut disusun setelah mengadakan bedah buku dengan profesi yang
sama dari negara lain yang berstandar internasional.
I.2 Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan referat ini
adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
2. Siapa saja peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
3. Apa saja hak dan kewajiban peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
4. Darimanakah sumber dana Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
5. Apa dasar Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
6. Apa keuntungan Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA)?
7. Apa kerugian Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
8. Apa peran dokter Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?
I.3 Tujuan
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, referat ini bertujuan untuk
mendeskripsikan tentang:
1. Pengertian dari Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
2. Peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
3. Hak dan kewajiban peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
4. Sumber dana Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
5. Dasar Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
6. Keuntungan Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
7. Kerugian Indonesia menjadi peserta Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
8. Peran dokter Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
I.4 Manfaat
Dalam penyusunan referat ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak. Adapun manfaat yang diperoleh sebagai berikut:
1. Para pembaca dapat mengetahui dan memahami Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) terutama di bidang Kesehatan.
2. Melatih penulis untuk menyusun referat dalam upaya meningkatkan
pengetahuan dan wawasan tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
terutama di bidang Kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah bentuk integrasi ekonomi
ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara Negara-negara
ASEAN. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati
perjanjian MEA atau ASEAN Economic Community (AEC).3
Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN
memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan
sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan
bahwa MEA akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020,
ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang
tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja
secara yang kuat dalam membangun komunitas ASEAN pada tahun 2020 mendatang.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada
bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan MEA
dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan
komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN
pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan
menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas
ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat
pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah
ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga
kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan MEA ini nantinya
memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara
lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.4
B. KARAKTERISTIK MEA ( MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari
integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi
kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas
integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas.
dalam mendirikan MEA, ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip
terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten
dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan
pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan
basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan
mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada
inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas;
memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat
kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan MEA.
Pada saat yang sama, MEA akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan
mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam
melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
1. Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
2. Pengakuan kualifikasi profesional;
3. Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
4. Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
5. Meningkatkan infrastruktur
6. Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
7. Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber
daerah;
8. Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun MEA.
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk
Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan,
karakteristik utama MEA:
1. Pasar dan basis produksi tunggal,
2. Kawasan ekonomi yang kompetitif,
3. Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
4. Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang
dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan
keterpaduan dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling
mengkoordinasi di antara para pemangku kepentingan yang relevan.
C. PERUBAHAN – PERUBAHAN SETELAH ADA MEA
Perubahan-perubahan yang kemungkinan akan terjadi setelah dibentuknya
MEA antara lain:
1. Prosedur Bea Cukai Lebih Sederhana
MEA akan memiliki sistem yang dapat memantau pergerakan barang dalam
perjalanannya ke negara-negara ASEAN. Tidak hanya itu, izin barang ekspor pun
akan lebih cepat. Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
2. Adanya Sistem Self-Certification
Ini adalah sistem yang memungkinkan pengekspor menyatakan keaslian
produk mereka sendiri dan menikmati tarif preferensial di bawah skema ASEAN-
FTA (Free Trade Area). Tanggung jawab utama dari sertifikasi asal dilakukan
oleh perusahaan yang ikut berpartisipasi dengan menyertakan faktur komersial
dokumen seperti tagihan, delivery order, atau packaging list.
Fungsinya adalah memudahkan pebisnis dalam melakukan ekspansi ke
negara-negara anggota ASEAN lainnya.
3. Harmonisasi Standar Produk
Meski masih belum ditetapkan seperti apa standar dari masing-masing jenis
produk, namun ASEAN akan memberlakukan sistem yang meminta masing-
masing industri agar sesuai dengan standar kualitas mereka.
Hingga saat ini, terdapat 7 jenis produk yang menjadi prioritas mereka.
o Produk karet
o Obat tradisional
o Kosmetik
o Pariwisata
o Sayur dan buah segar
o Udang dan budidaya perikanan
o Ternak
Selain ketiga hal di atas, ada juga penjelasan bahwa pemerintah akan
mendukung program globalisasi Usaha Kecil Menengah (UKM), seperti:
Mencari pasar baru di luar negeri
Promosi ekspor
Delegasi promosi perdagangan
Mendorong spesialisasi dalam memperluas pasar luar negeri
Mendukung pencapaian standar internasional
Mendukung pengembangan global brand
Memberi bantuan kepada UKM yang memiliki prospek baik untuk
mengekspor produknya
Tugas utama kita sebagai warga Negara adalah bagaimana merubah image
terhadap barang - barang lokal dibawah standar kualitas yang mayoritas dengan
harga relatif mahal dari barang impor. Masih banyaknya anggapan tentang merek
luar lebih berkualitas ketimbang produk lokal akan mempersulit pelaku UKM,
padahal tidak sepenuhnya begitu.
Untuk itu, tiap UKM harus memperbaiki kualitas produknya agar semua
konsumen bisa bangga dengan kualitasnya. Pemerintah juga dirasa perlu untuk
terus mengedukasi masyarakat agar cinta terhadap produk lokal, dan masyarakat
juga perlu menghilangkan persepsi yang kerap menilai buruk merek lokal.
D. ELEMEN-ELEMEN UTAMA DALAM MEA 2015
Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat
dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia.
Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah
wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan
basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah
yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara
lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat
kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition
policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-
Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat
perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen;
mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang
efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan;
meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki
perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil
Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan
dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar,
pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan,
serta teknologi.
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian
global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi
terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-
negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui
pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang
kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri
dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada
skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
E. DAMPAK MEA 2015 BAGI INDONESIA
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena
hambatan perdagangan akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal
tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan
meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia
berupa permasalahan homogenitas komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk
komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso,
2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor
yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam
industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih
berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan
bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung
masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan
ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan
sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar
dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk.
Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat
menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber
daya alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang
memiliki jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya.
Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat
merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia
belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya
alam yang terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para
pencari kerja karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan
akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam
rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan
tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk
mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat
memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan
dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal
dari Malaysia, Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia
sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika
Online, 2013).
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk
memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam negeri sebagai basis memperoleh
keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan
risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu,
para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan
terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu,
kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan,
infrastrukur baik secara fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta
perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga kerja dan perusahaan
di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di
tahun 2015 mendatang.
F. PERSIAPAN MENGHADAPI MEA
Kesiapan Menjelang Pemberlakukan MEA
Meski tercatat sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
melimpah ruah dengan luas dan populasi terbesar di antara negara-negara lainnya di
ASEAN, Indonesia diperkirakan masih belum siap menghadapi MEA pada tahun
2015. Pernyataan bernada skeptis atas kesiapan Indonesia menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan
Industri Bidang Tenaga Kerja, Benny Soetrisno beberapa waktu lalu dalam Seminar
Kesiapan Tenaga Kerja dalam Menghadapi Pasar ASEAN.
Pernyataan tersebut adalah sangat beralasan mengingat bahwa masih ada
sejumlah masalah mendasar yang menimpa Indonesia dan harus segera diatasi
sebelum berlakunya MEA pada tahun 2015. Iklim investasi kurang kondusif yang
diindikasikan melalui masalah ruwetnya birokrasi, infrastruktur, masalah kualitas
sumber daya manusia dan ketenagakerjaan (perburuhan) serta korupsi merupakan
sebagian dari masalah yang saat ini masih menyandera pemerintah Indonesia.
Kendala-kendala tersebut di atas mengakibatkan Indonesia belum dapat
mensejajarkan diri untuk “tegak sama tinggi dan duduk sama rendah” di antara
negara-negara ASEAN lainnya. Kekhawatiran ini tercermin melalui pernyataan
Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan yang menyebutkan bahwa Indonesia
masih harus mengerjakan banyak hal untuk mempersiapkan diri menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN. Menteri ini juga mengakui bahwa Indonesia bukan
satu-satunya negara ASEAN yang masih memerlukan persiapan lebih banyak.
Kondisi serupa juga dialami oleh beberapa negara ASEAN lainnya. Myanmar,
misalnya, juga menghadapi kendala yang tidak jauh berbeda. Bahkan para pengusaha
Myanmar sendiri mengaku belum siap untuk bergabung dalam pasar MEA.
Kekhawatiran atas kesiapan semua negara anggota ASEAN untuk
pemberlakuan MEA juga terungkap melalui suvey yang dilakukan oleh Kamar
Dagang Amerika di Singapura. Survey yang melibatkan 475 pengusaha senior
Amerika tersebut mengungkapkan bahwa 52 persen responden tidak percaya MEA
dapat diwujudkan pada tahun 2015.
Adalah tidak berlebihan jika kemudian kita memunculkan suatu pertanyaan
besar : “Sudah siapkah Industri Nasional berkompetisi dalam Mayarakat Ekonomi
ASEAN yang lebih populer dengan istilah Pasar Bebas ASEAN ini pada akhir
tahun 2015 nanti?”
Langkah & Persiapan Menghadapi Era Pasar Bebas ASEAN
Berangkat dari pertanyaan tersebut di atas, pemerintah dituntut untuk segera
mempersiapkan langkah & strategi menghadapi ancaman hempasan gelombang
tsunami ekonomi “Masyarakat Ekonomi ASEAN” dengan menyusun dan menata
kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar dapat lebih mendorong
dan meningkatkan daya saing (competitiveness) sumber daya manusia dan industri di
Indonesia. Taraf daya saing nasional ini perlu segera ditingkatkan mengingat bahwa
berdasarkan Indeks Daya Saing Global 2010, tingkat daya saing Indonesia hanya
berada pada posisi 75 atau jauh tertinggal dibanding VietNam (posisi 53) yang baru
merdeka dan baru bergabung ke dalam ASEAN.
Dengan kata lain, pemerintah harus segera memperkuat kebijakan & langkah-
langkah yang pro-bisnis atau pro-job, bukan memperkuat kebijakan & langkah
populis seperti yang terjadi belakangan ini yang diindikasikan dengan adanya
kenaikan upah minimun regional (UMP/UMK) yang sangat drastis di beberapa
daerah pada awal tahun 2013 ini. Jika tidak, Indonesia bisa dipastikan hanya akan
menjadi pasar potensial bagi negara ASEAN lainnya, bukannya menjadi pemain
utama di kawasan ASEAN. Indonesia disebut-sebut sebagai negara paling menarik
bagi pengembangan usaha baru, yang kemudian disusul oleh VietNam, Thailan dan
Myanmar.
Keterlibatan berbagai pihak, mulai dari para pembuat kebijakan hingga
masyarakat umum sangatlah diperlukan untuk memastikan kesiapan seluruh elemen
bangsa dalam menghadapi pasar bebas yang disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN
ini. Berbagai diskusi atau seminar sudah dilakukan pemerintah dengan melibatkan
para pakar dari berbagai lembaga pemerintah maupun non-pemerintah guna
memastikan kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015
yang menuntut efisiensi dan keunggulan produk yang lebih kompetitif dan inovatif.
Meski Masyarakat Ekonomi ASEAN dipandang sebagai sebuah peluang positif bagi
perkembangan ekonomi nasional, namun sejumlah tantangan dan hambatan klasik
yang terus menghantui Indonesia dari waktu ke waktu mesti segera diatasi. Hambatan
dan tantangan mendasar yang perlu dibenahi pemerintah saat ini, antara lain,
mencakup masalah : infrastruktur, birokrasi, masalah kualitas sumber daya manusia
dan masalah perburuhan, sinergi kebijakan nasional dan daerah, daya saing
pengusaha nasional, korupsi dan pungutan liar yang mengakibatkan ekonomi biaya
tinggi (high-cost economy).
Dalam upaya mempersiapkan diri menghadapi perubahan dan sekaligus
mengatasi hambatan & tatangan tersebut, Pemerintah harus segera merumuskan dan
menetapkan langkah-langkah strategis terpadu dengan melibatkan seluruh komponen
bangsa dan pemangku kepentingan (stakeholder). Di samping itu, pembaruan dan
perubahan (changes)menjadi sebuah kata kunci yang mesti segera disosialisasikan
dan diimplementasikan secara gradual atau bertahap mengingat kemajukan dan
keanekaragaman kareakteristik kehidupan sosial dan ekonomi bangsa Indonesia
Akhirnya, seiring dengan semakin dekatnya tenggat waktu pembentukan MEA
2015, pemerintah juga harus semakin menggencarkan kegiatan sosialisasi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015 kepada seluruh masyarakat, termasuk jajaran birokrasi di
daerah dengan maksud agar tidak terjadinya tumpang-tindih (overlapping) antara
kebijakan nasional dengan kebijakan daerah yang selalu mendasarkan pengambilan
keputusan berbasis otonomi daerah.
Standar Profesi Tenaga Kesehatan
Era globalisasi mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri. Peluang dan
tantangan yang menghadang harus diterobos (breakthrough) dengan peningkatan
mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan Indonesia yang hanya dapat dicapai bila
tenaga kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan Standar
Profesinya.
Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan
yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat diketahui
dari standar profesi yang harus dipatuhi terlebih lagi apabila dalam penyusunan
standar profesi tersebut disusun setelah mengadakan bedah buku dengan profesi yang
sama dari negara lain yang berstandar internasional.
Profesi Kesehatan di Indonesia diharuskan memiliki standar profesi
sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996 pasa l21
dan 22 menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan dalam melaksanakan profesinya
berkewajiban untuk mematuhi standar profesi ditetapkan oleh Menteri.
Puspronakes LN (Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar
Negeri) sesuai dengan salah satu dari Tupoksinya yaitu Pemberdayaan Profesi telah
memfasilitasi 10 Organisasi Profesi untuk menyusun standar profesi mulai dari 2002-
2006 dan telah ditetapkan oleh menteri Kesehatan.
Ke 10 standar Profesi tersebut adalah:
1. Profesi Bidan
2. Sanitarian
3. Ahli Laboratorium Kesehatan
4. Rekam Medis
5. Keperawatan
6. Tekniker Gigi
7. Gizi
8. Radiologi
9. Elektro medik
10. Fisioteraspis
Pada tahun 2007 proses penyusunan standar profesi untuk Profesi Tenaga
kesehatan Teknik Wicara , Ahli Madya Farmasi, Okupasi Terapi dan Refraksionist
Optisien, Perawat dan Perawat Anaesthesi.
Pada tahun 2008 penyusunan standar Profesi akan difasilitasi oleh
Puspropnakes untuk profesi kesehatan Teknik Tranfusi, Teknik Instalasi Medik, Ahli
Kesehatan Masyarakat dan Kimia Klinik Indonesia.
Dengan ditetapkannya standar profesi oleh Menteri Kesehatan, maka uji kompetensi
untuk setiap jenis tenaga kesehatan dapat dilaksanakan sehingga kualitas tenaga
kesehatan sama baik di seluruh Indonesia.
Dunia Kesehatan (Rumah Sakit) terhadap MEA
ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam
rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN.
AFTA berpengaruh besar terhadap berbagai bidang. Bidang kesehatan adalah yang
paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, Pengaruh tersebut dapat dilihat di
bidang perumah sakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan, dan
asuransi kesehatan. Di bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam
kepentingan perdagangan internasional jasa melalui World Trade Organization
(WTO).5
China- ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA), ASEAN Framework
Agreement on Services (AFAS) dan perjanjian bilateral. Salah satu modal dalam
pasokan perdagangan jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia. Dalam
hubungan ini, melalui Sidang Umum Kesehatan Sedunia Tahun 2010, Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengadopsi Global Code of Practice on the
International Recruitment of Health Personnel . Walaupun bersifat sukarela,
Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut mendukung dan melaksanakan
prinsip-prinsip dan rekomendasi Global Code dalam migrasi internasional tenaga
kesehatan. Semua ini perlu dapat diakomodasikan dalam Rencana Pengembangan
Tenaga Kesehatan. Indonesia memerlukan standarisasi pelayanan kesehatan dalam
meningkatkan kualitas sistem pelayanan kesehatan di Indonesia dan menumbuhkan
kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan, untuk bersaing di AFTA 2010. Standar
yang diusulkan adalah sistem pelayanan terbaik, baik dari segi Sumber Daya Manusia
(SDM), administrasi, manajemen maupun prinsip pelayanan dan sudah selayaknya
orientasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia tidak hanya untuk orang sakit saja
(kuratif) melainkan juga untuk pemeliharaan kesehatan (preventif). Depkes RI
menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia sehingga setiap
masyarakat berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara adil, merata,
dan bermutu yang menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan hal
tersebut di atas dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berbagai upaya
dilakukan
pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar masyarakat
dapat meningkatkan akses pelayanan dan kualitas pelayanan kesehatan. Saat ini daya
apresiasi dan antisipasi bangsa Indonesia terhadap tantangan global di sektor
kesehatan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan, masih jauh dari memadai.
Padahal pengalaman mengajarkan bahwa membuka pasar tanpa persiapan yang
matang hanya akan membawa lebih banyak dampak negatif dibanding
manfaat positifnya. Prasyarat penting untuk memenangkan persaingan dalam era
globalisasi adalah tersedianya institusi kesehatan yang kuat, sumber daya manusia
yang bermutu dalam jumlah yang memadai, yang didukung oleh pembaharuan sistem
kesehatan, birokrasi pemerintah dan pengendalian atas pasar jasa pelayanan
kesehatan.
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang digunakan untuk upaya
penyelenggaraan dan pembangunan kesehatan harus dapat meningkatkan dan
mempertahankan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi pada tercapainya
kepuasan pasien. Hal ini juga bertujuan untuk mempertahankan eksistensi pelayanan
kesehatan di rumah sakit, sehingga mampu bersaing dengan rumah sakit lain dalam
era perdagangan bebas sekarang ini.
Menghadapi Liberalisasi Kesehatan
Melihat pembahasan yang telah di lakukan di tingkat ASEAN dalam persiapan
menuju Komunitas ASEAN 31 Desember 2015, terkait pembangunan kesehatan dan
liberalisasi barang dan jasa kesehatan yang menjadi bagian dari pembahasan
Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASCC) tentunya dinilai sangat postif serta tidak
berimplikasi kepada isu nasionalisme. Bagian yang menjadi perhatian serius justu
pembahasan terkait Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) atau MEA.
Pembahasan Mode 3 yang telah menyepakati penyertaan modal asing hingga
70% di fasilitas kesehatan tentu akan sedikit banyak berimplikasi kepada kebijakan
pelayanan di internal faskes. Persyaratan yang menyebutkan pendirian hanya terbatas
di ibukota provinsi di wilayah timur dikhawatirkan akan menimbulkan pandangan
diskriminasi di kalangan rakyat. Kewajiban menyediakan fasilitas kesehatan dan
layanan kesehatan oleh negara (dengan sumber daya yang dimiliki oleh bangsa ini)
yang tertuang dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, dapat
menimbulkan konsekuensi tuntutan terhadap pemenuhan hak konstitusi rakyat.
Terkait dengan Mode 4, Ikatan Dokter Indonesia sebagai organisasi profesi
dokter di Indonesia, dalam Rapat Pleno Diperluas tanggal 25 Agustus 2013
menyatakan bahwa keberadaaan dokter asing di Indonesia hanya bersifat sementara
(temporary) untuk keperluan alih teknologi berdasarkan ketentuan yang tercantum
dalam Peraturan Konsil Kedokteran Nomor 2 tahun 2014 tentang Persetujuan Alih
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran/Kedokteran Gigi.
Dr.Zaenal Abidin, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
menyatakan, di saat negara belum mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki oleh
bangsa ini dalam bidang kesehatan, kemudian pintu pasar bebas bidang kesehatan
dibuka selebar-lebarnya, sama seperti mendatangkan “malaikat maut” bagi sumber
daya kesehatan dalam negeri. Pemerintah harus terlebih dahulu memenuhi kewajiban
utamanya, yaitu: menyediakan/menyelenggarakan kesehatan yang berkualitas (high
quality), terjangkau (accessible), dan terbeli (affordable). Hal ini juga penting ketika
dikaitkan dengan Issue Health Tourism.
Berdasarkan Riset Fasilitas Kesehatan (Risfaskes) tahun 2011 didapati masih
terdapat 17,7% Puskesmas belum tersambung listrik 24 jam, 28% Puskesmas belum
memiliki sarana air bersih. Baru sekitar 37,6% Puskesmas memiliki ambulans. Dari
9.188 Puskesmas, masih terdapat 380 Puskesmas belum memiliki dokter, yang
dominan berada di wilayah Indonesia Timur. Kondisi mengangetkan, masih terdapat
4 Puskesmas di DKI Jakarta yang tidak ada tenaga dokter. Namun sekali lagi, data ini
adalah data tahun 2011, yang tentunya kita berharap tahun ini kekosongan tersebut
telah terisi.
Sedangkan untuk rumah sakit, sebanyak 18,5% RSU Pemerintah tidak memiliki
dokter spesialis penyakit dalam (SP.PD), 20,4% tidak memiliki dokter spesialis bedah
(SP.B), 24,5% tidak memiliki dokter spesialis anak (SP.A), dan 17,1% tidak memiliki
dokter spesialis kebidanan dan kandungan (Sp.OG).
Dengan keterbatasn di atas, memperlihatkan masing banyak kekurangan yang
harus menjadi prioritas negara sebagai bentuk upaya menunaikan kewajiban
konstitusi. Kekurangan tersebut bukanlah kekurangan dalam persepktif
ketidakmampuan. Kekurangan tersebut disebabkan kondisi yang berbeda negeri ini
yang tentunya jauh berbeda dengan negara lain, terutama di ASEAN. Singapura yang
hanya memiliki penduduk sekitar 4 juta jiwa dengan luas wilayah hanya 700 km2
tentu sangat jauh berbeda dengan jumlah penduduk dan luas wilayah Indonesia.
Belum kemudian membandingkan beragamnya suku serta budaya yang dimilikinya.
Kekurangan sumber daya kesehatan yang terjadi di bagian timur Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini harus tetap menjadi tanggung jawab
pemerintah agar saudara-saudara kita disana masih merasa sebagai bagian dari
Republik ini. Jika keberadaan mereka diserahkan kepada asing, maka sama saja
memberikan organ tubuh NKRI untuk “dipotong-potong” untuk selanjutnya dijadikan
“santapan” bagi singa-singa kekuasaan.
Dr. Ario Djatmiko, SpB, Ketua Bidang Globalisasi Praktik Kedokteran PB IDI
Periode 2012-2015 menyatakan, mekanisme pasar dalam bidang kesehatan akan
menyebabkan terjadinya gap derajat kesehatan di masyarakat, hight cost layanan
kesehatan dan mengundang masalah serius di sektor tenaga kerja medik. Bila peran
swasta tersebut dikendalikan oleh kepemilikan modal asing, sungguh ini merupakan
ancaman serius bagi kedaulatan Negara.
Demi keamanan negara dan masa depan bangsa Indonesia, pemerintah harus
menjaga empat (4) bidang strategis, yaitu: bidang keamanan, hukum, pendidikan dan
kesehatan agar diselenggarakan sepenuhnya demi kepentingan Negara. Untuk itu,
semua pekerjaan yang menyangkut keempat bidang diatas harus dilaksanakan oleh
tenaga kerja berbangsa Indonesia. Sungguh berbahaya jika ke-4 bidang tersebut
dilaksanakan dengan spirit “Profit Motive”. Hal ini juga telah dituangkan dalam surat
PB IDI Nomor 4467/PB/E.1/05/2014 yang ditujukan kepada Presiden RI saat itu,
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
Pandangan ini bisa dianggap pandangan skeptis ataupun hiperglobal, namun
ketika berbicara jati diri bangsa, semangat 100 tahun lalu ketika para dokter
mengobarkan semangat “Kebangkitan Bangsa” masih layak untuk dikobarkan
kembali, dan ini menjadi pandangan sebagian besar anak bangsa di bidang
kedokteran. Dr.Zaenal Abidin menyatakan “Indonesia tidak perlu gagah-gahan pro-
globalisasi tanpa mengukur kemampuan. Karena itu perlu mengukur diri, menyiasati,
memilih dan memilah mana saja yang perlu diikuti”.
Perbaikan mutu tenaga dokter di Indonesia tetap menjadi prioritas utama seiring
prioritas menyediakan layanan kesehatan bermutu bagi seluruh rakay Indonesia.
Perbaikan mutu juga harus seiring dengan perbaikan tingkat kesejahteraan seluruh
tenaga kesehatan. Jika ini terwujud maka negeri ini telah menunaikan amanah leluhur
untuk menjadi negeri yang adil, makmur, dan sejahtera.6
BAB III
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
III. 2 Saran
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. SEMINAR NASIONAL DAN KONFERENSI 2015. Available at:
http://skn.feunj.ac.id/latar-belakang. Accessed on: June 3, 2015.
2. Wangke, H. Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Vol.
VI, No. 10/II/P3DI/Mei/2014.
3. Sudah Siapkah Menghadapi MEA 2015. Available at:
http://sundanese-tech.com/articles/view/10/Sudah%2BSiapkah%2BMenghadapi
%2BMEA%2B2015%2B%3F. Accessed on: June 3, 2015.
4. Apa yang harus Anda ketahui tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN. Available at:
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/08/140826_pasar_tenaga_k
erja_aec. Accessed on: June 3, 2015.
5. Anabarja, S. Kendala dan Tantangan Indonesia dalam Mengimplementasikan
ASEAN Free Trade Area Menuju Terbentuknya ASEAN Economic Community.
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
6. Era Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Perdagangan Jasa Kesehatan 2015.
Available at: http://www.idingada.org/era-masyarakat-ekonomi-ASEAN/.
Accessed on: June 3, 2015.