file sama edit1

57
LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN DAN TEKNIK LABORATORIUM IPA “SPESIMEN AWETAN” oleh : Kelompok 3 Kumalasari Diah Ayu P. (12312241004) Listina Widiastuti (12312241009) Heru Khoirul Ummah (12312241036) Fauzia Budi Mariska (12312241038)

Upload: udin30uny

Post on 16-Feb-2016

421 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

lanjutan adari edit2

TRANSCRIPT

Page 1: file sama edit1

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN DAN TEKNIK LABORATORIUM IPA

“SPESIMEN AWETAN”

oleh :

Kelompok 3

Kumalasari Diah Ayu P. (12312241004)

Listina Widiastuti (12312241009)

Heru Khoirul Ummah (12312241036)

Fauzia Budi Mariska (12312241038)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2013

Page 2: file sama edit1

HALAMAN PENGESAHAN

SPESIMEN AWETAN

Oleh :

Kelompok 3

Yogyakarta, 11-25November 2013

Anggota :

Nama NIM Tanda tangan

Kumalasari Diah Ayu P. (12312241004) 1.

Listina Widiastuti (12312241009) 2.

Heru Khoirul Ummah (12312241036) 3.

Fauzia Budi Mariska (12312241038) 4.

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

(Ir. Ekosari Roektiningroem, M.Pd)NIP. 19611031 198902 2 001

SPESIMEN AWETAN

Diserahkan pada tanggal 16 Desember 2013 pukul 07.30 WIB.

Page 3: file sama edit1

A. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengetahui cara pengeringan spesimen tumbuhan secara alami.

2. Mengetahui cara pembuatan label.

3. Mengetahui cara pembuatan spesimen awetan tumbuhan (herbarium) basah dan

kering.

4. Mengetahui cara pembuatanspesimen awetan binatang (insektarium).

5. Mengetahui cara pembuatan spesimen awetan dengan bahan bioplastik.

B. KAJIAN PUSTAKA

Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen

secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama untuk spesimen-

spesimen yang sulit di temukan di alam. Pengawetan dapat dengan cara basah ataupun

kering. Cara dan bahan pengawetnya bervariasi, tergantung sifat objeknya. Untuk organ

tumbuhan yang berdaging seperti buah, biasanya dilakukan dengan awetan basah.

Sedang untuk daun, batang dan akarnya, umumnya dengan awetan kering berupa

herbarium (Suyitno, 2004). Herbarium merupakan suatu bukti autentik perjalanan dunia

tumbuh-tumbuhan selain berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis

pohon. Istilah Herbarium adalah pengawetan spesimen tumbuhan dengan berbagai

cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan. Koleksi spesimen herbarium

biasanya disimpan pada suatu tempat yang diberi perlakuan khusus pula yang dikenal

dengan laboratorium herbarium (Balai Diklat Kehutanan Makassar, 2011).

Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani yang

dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang

telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi (Onrizal, 2005).

Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan

dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-data mengenai

tumbuhan tersebut. Membuat herbarium yaitu pengumpulan tanaman kering untuk

keperluan studi maupun pengertian, tidaklah boleh diabaikan. Yaitu melalui

pengumpulan, pengeringan, pengawetan, dan dilakukan pembuatan herbarium (Steenis,

2003).

Page 4: file sama edit1

1. Herbarium Kering

Cara menggunakan pengawetan dengan pengeringan, memerlukan 2 macam

proses, yaitu :

a. Pengeringan langsung

Yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di

dalam sasak, untuk mendpatkan hasil yang optimum sebaiknya di pres dalam

waktu dua minggu kemudian dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan

panas yang diatur di dalam oven. Pengeringan harus segera dilakukan karena

jika terlambat akan mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan cepat

menjadi busuk.

b. Pengeringan bertahap

Yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air mendidih

selama 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas

koran. Selanjutnya, ditempuk dan dipres, dijemur atau dikeringkan di atas

tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus

sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringan nya merata. Setelah kering,

material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi

diganti dengan kertas baru. Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk

diidentifikasi (Onrizal, 2005).

Herbarium kering yang baik adalah herbarium yang lengkap organ vegetatif

dan organ generatifnya. Selain itu kerapian herbarium juga akan menentukan nilai

estetikanya serta faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium adalah lama

pembuatan herbarium, tempat penyimpanan dan faktor lingkungan seperti suhu

(Subrahmanyam, 2002).

Contoh herbarium kering pada tumbuhan :

Page 5: file sama edit1

Gambar 1. Contoh herbarium kering

2. Herbarium Basah

Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah

diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen tumbuhan yang

telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen macam

zat dengan komposisi yang berbeda-beda. (Gembong, 2005).

Contoh herbarium basah pada hewan :

Gambar 2. Contoh herbarium basah

Kelebihan dari herbarium kering dibandingkan dengan herbarium basah adalah

dapat bertahan lama hingga ratusan tahun. Terdapat beberapa kelemahan pada

herbarium yaitu; spesimen mudah mengalami kerusakan akibat perawatan yang kurang

memadai maupun karena frekuensi pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan

pengecekan data secara manual, tidak bisa diakses secara bersama-sama oleh berberapa

orang, biaya besar,tidak bisa diakses sewaktu-waktu dan tidak dapat diakses dari jarak

jauh (Wibobo dan Abdullah, 2007).

Sedangkan pada hewan, juga dapat dilakukan proses pengawetan, baik kering

maupun basah. Pengawetan hewan kering dengan cara /istilah taksidermi merupakan

proses pengawetan dengan cara mengelurkan organ dalam dari hewan tersebut dan yang

dibentuk adalah kulit dari hewan itu sendiri. Pengawetan ini dilakukan pada hewan yang

memiliki kerangka luar keras dan tidak mudah rusak akibat proses pengeringan.

Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah terik matahari

hingga kadar airnya sangat rendah. Tahap-tahap pengawetan hewan avertebrata, yaitu :

1. Kegiatan mematikan hewan, yaitu dengan cara memasukkan hewan avertebrata ke

dalam larutan pembunuh seperti alkohol pekat atau larutan formalin 3%. Pada

hewan yang melakukan gerakan-gerakan yang kuat sebaiknya tidak langsung

Page 6: file sama edit1

dimatikan tapi dilakukan anastesi dahulu. Untuk melakukan anastesi dapat

dilakukan dengan menggunakan zat-zat sebagai berikut :

a. Menthol, dengan cara menaburkan kristal-kristal menthol pada permukaan air

tempat hewan tersebut mengembang.

b. Magnesium sulfat, kristal magnesium langsung ditaburkan pada permukaan

hewan yang masih basah.

c. Magnesium chlorida, larutan chlorida 7,5% (dilarutkan air yang telah mendidih)

kemudian hewan seperti plankton dimasukkan ke dalam larutan tersebut selama

30 detik.

d. Chloral hydrate, digunakan untuk melakukan anastesi hewan air tawar

e. Propylene phenoxetol, dengan cara merendam hewan-hewan yang mau

dianastesi lalu ditetesi larutan propylene phenoxetol yang kadarnya tidak

melebihi 1%.

f. Ethyl alkohol, untuk anastesi hewan air tawar dengan kadar 10%.

2. Fiksasi

Fiksasi adalah suatu proses yang menstabilkan protein penyusun jaringan,

sehingga setelah hewan mati jaringan masih tetap seperti kondisi hewan masih

hidup. Zat kimia yang umum digunakan untuk fiksasi adalah formaldehyde,

ethanol, asam asetat.

3. Pengawetan.

Hewan yang telah diawetkan disebut spesimen tidak akan mengalami

pengkerutan atau rusaknya penyusunnya karena terbebas dari bakteri dan jamur.

Pada proses pembuatan awetan basah, selain menggunakan organisme berupa

tanaman, dapat juga dilakukan pada jenis hewan yaitu dengan merendam seluruh

spesimen dalam larutan formalin 4%.

Selain membuat awetan baik basah maupun kering pada hewan dan tumbuhan,

untuk pengawetan juga bisa dilakukan dengan cara awetan bioplastik. Bioplastik atau

yang sering disebut plastik biodegradable, merupakan salah satu jenis plastik yang

hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak

nabati, dan mikrobiota. Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah dengan

keragaman struktur tidak beracun. Bahan yang dapat diperbarui ini memiliki

biodegradabilitas yang tinggi sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pembuat

bioplastik (Stevens, 2002).

Page 7: file sama edit1

Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok

resin untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Spesimen hewan atau tumbuhan

dalam blok resin selain berfungsi sebagai media pembelajaran, juga dapat berfungsi

sebagai ornamen. Sebelum dicetak, resin berupa cairan yang kental. Resin merupakan

senyawa organik hasil metabolisme sekunder, tersusun atas karbon. Senyawa ini akan

mengalami polimerisasi dalam kondisi yang tepat. Pengawetan dengan menggunakan

poliester resin ini dapat dilakukan pada bahan segar, awetan kering, dan atau awetan

basah. Pengawetan ini bisa untuk mengamati aspek morfologi, anatomi, jaringan,

perbandingan, atau siklus hidupnya. Reaksi polimerisasi bersifat eksoterm sehingga

akan menimbulkan panas. Untuk mempercepat polimerisasi digunakan katalis. Jumlah

cairan katalis yang ditambahkanakan mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya

proses polimerisasi, efeknya adalah jumlah panas yang dikeluarkan. Semakin banyak

katalis yang ditambahkan akan semakin cepat dan semakin panas.

Teknik pengawetan hewan/tumbuhan dengan bioplastik ini memiliki beberapa

keunggulan antara lain : kuat dan tahan lama, murah, menarik dan praktis dalam

penyimpanan. Tetapi, teknik ini juga memiliki kelemahan yaitu objek asli tidak bisa

disentuh/ diraba.

C. METODE PRAKTIKUM1. Tempat dan Waktu Praktikum

a. Tempat : Laboratorium IPA 2b. Waktu : 11 – 25 November 2013

2. Alat dan BahanAlat :1. Kertas Koran2. Kertas label3. Kantong plastik4. Gelas Ukur

Page 8: file sama edit1

5. Tissue6. Double tip7. Selotip8. Gunting9. Kapas

10. Jarum pentul11. Jarum suntik12. Botol kaca13. Kertas kado14. Kertas Samson15. Plastik16. Botol bekas17. Pengaduk

Bahan

1. Tanaman sirih merah2. Tanaman bayam3. Tanaman bunga pukul empat4. Jenis beberapa kaktus5. Jenis beberapa ikan koi6. Jenis beberapa ikan7. Ampal8. Yuyu sawah9. Formalin

10. Akuades11. Kloroform12. Resin13. Alkohol

3. Prosedur Kerjaa. Awetan kering tumbuhan

Menyiapkan alat dan bahan.

Menyiapkan tumbuhan segar, yaitu tanaman bayam, sirih merah, dan tanaman bunga pukul empat.

Page 9: file sama edit1

Meletakkan tanaman- tanaman yang akan digunakan di atas koran.

Mencuci tanaman-tanaman tersebut dengan bersih menggunakan air.

Mengatur posisi ketiga tanaman yang dipakaisedemikian rupa sehingga nampak rata dan rapi di atas koran.

Menunggu beberapa hari hingga awetan benar benar kering.

Meletakkan tanaman- tanaman yang telah terbungkus koran di bawah kardus yang berisi tumpukan buku.

Menutup tanaman- tanaman tersebut menggunakan koran kembali dengan baik dan rapi.

Memotong karton yang disesuaikan dengan ukuran tanaman yang digunakan sebanyak 3 buah potong karton.

Mengeringkan bagian-bagian tanaman yang dicuci dengan menggunakan tissue hingga kering.

Memberi olesan alkohol 70% di bagian organ- organ tanaman yang akan digunakan, misal pada batang yang memiliki ketebalan lebih dibanding dengan

organ yang lainnya.

Menutup bagian organ-organ tertentu dengan menggunakan tissue tipis dan memberinya selotip agar organ yang digunakan tidak ikut rusak terkena perekat

selotip.

Page 10: file sama edit1

b. Awetan kering hewan

Melepaskan spesimen awetan tumbuhan dari koran dengan hati- hati.

Meletakkan tanaman- tanaman yang sudah kering di atas karton dan mengatur posisi sedemikian rupa agar terlihat rapi dan menarik.

Memberi label pada masing- masing tanaman di karton.

Menutup karton yang berisi awetan kering beberapa tumbuhan dengan menggunakan plastik dan memberi amplop sebagai tempat penyimpanan.

Menyiapkan hewan hidup, yaitu capung.

Memasukkancapung ke dalam kantong plastik.

Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastiktersebut.

Jika spesimen sudah terbius, menata spesimen di atas kardus dengan jarum pentul.

Menyuntik badan spesimen yaitu capung dengan formalin 4%.

Mengeringkan capung dengan cara meletakkannya di dalam ruangan relatif kering.

Menata capung hingga posisinya rapi ke dalam kotak insektarium.

Memberi label spesimen tersebut.

Page 11: file sama edit1

c. Awetan tumbuhan basah

d. Awetan hewan basah

Mencuci spesimen tersebut hingga bersih.

Menyiapkan larutan formalin yang telah diencerkan

Menutup rapat toples tersebut dan memberi label spesimen tersebut.

Memasukkan spesimen tersebut ke dalam toples dan menatanya hingga posisinya rapi.

Menuangkan larutan formalin hingga semua bagian spesimen tersebut tercelup dalam larutan formalin.

Menyiapkan tanaman segar yaitu beberapa jenis kaktus.

Menyiapkan hewan hidupyaitu beberapa jenis ikan.

Memasukkan beberapa jenis ikan ke dalam plastik.

Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastik tersebut

Jika spesimen sudah terbius, menyuntikkan badan spesimen dengan formalin 4 %.

Page 12: file sama edit1

e. Bioplastik

Memasukkan spesimen tersebut ke dalam toples dan menatanya hingga posisinya rapi.

Menuangkan larutan formalin hingga semua bagian spesimen tersebut tercelup dalam larutan formalin.

Menutup rapat toples tersebut dan memberi label spesimen tersebut.

Menyiapkan hewan hidup, yaitu ampal dan yuyu sawah.

Memasukkan ampal dan yuyusawah dalam plastik.

Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastik tersebut.

Jika spesimen sudah terbius, menata spesimen di atas kardus dengan jarum pentul.

Menyuntik badan spesimen yaitu ampal dan yuyusawah dengan formalin 4%.

Mengeringkan ampal dan yuyusawah dengan cara meletakkannya di dalam ruangan dalam suhu kamar beberapa hari.

Setelah spesimen kering, membuat campuran resin dengan katalis dengan perbandingan yang tepat, yaitu 1 : 5.

Sembari menunggu kering, membuat label spesimen tersebut dengan mika bening.

Page 13: file sama edit1

D. DATA HASIL PENGAMATAN

No Jenis Awetan Nama Spesimen1 Awetan tumbuhan

(kering )Gambar 3. Awetan Kering Serih Merah

Gambar 4. Awetan Kering Bayam

Meletakkan label di atas resin yang sudah kering dan menutupnya dengan resin tipis.

Setelah resin kering, meletakkan ampal ataupun yuyu di atas resin dan menutupnya dengan resin kembali.

Melepaskan hasil bioplastik dari cetakan setelah kering dan mengamplasnya agar terlihat lebih menarik dan rapi.

Page 14: file sama edit1

Gambar 5. Awetan Kering Bunga Pukul Empat

2Awetan hewan (kering)

Gambar 6. Awetang Kering Capung

3 Awetan tumbuhan (basah)

Gambar 7. Awetan Basah Kaktus “Mamill cactus”

Page 15: file sama edit1

Gambar 8. Awetan Basah Kaktus Mini

Gambar 9. Awetan Basah Kaktus “Lobivia oganmaru”

4 Awetan hewan (basah)

Gambar 10. Awetan Basah Ikan Koki“Carassius auratus”

Page 16: file sama edit1

Gambar 11. Awetan Basah Ikan Koki “Carassius auratus”

Gambar 12. Awetan Basah IkanCupang

5 Bioplastik Gambar 13. Bioplastik Ampal

Page 17: file sama edit1

Gambar 14. Bioplastik Yuyu Sawah

E. PEMBAHASAN

Dalam percobaan yang berjudul Pembuatan Spesimen Awetan Tumbuhan dan

Hewan yang dilakukan pada hari Senin, tanggal 11, 18 dan 25 November 2013 di

Laboratorium IPA 2, FMIPA, UNY ini mengetahui cara pengeringan spesimen tumbuhan

secara alami, mengetahui cara pembuatan label, mengetahui cara pembuatan spesimen

awetan tumbuhan (herbarium) basah dan kering, mengetahui cara pembuatan spesimen

awetan binatang (insektarium), mengetahui cara pembuatan spesimen awetan dengan

bahan bioplastik, dan mengetahui perbandingan resin dan katalis yang paling pas untuk

pembuatan spesimen awetan. Dari tujuan tersebut akan dibagi dalam 3 jenis kelompok

besar kegiatan yang akan dilakukan praktikan, yaitu herbarium meliputi herbarium kering

dan basah, insectarium meliputi insectarium kering dan basah, dan bioplastik. Berikut

adalah penjelasannya.

1. Spesimen awetan tumbuhan

Dalam pembuatan spesimen awetan tumbuhan (herbarium), praktikan

melakukan pengawetan dengan 2 teknik pengawetan yaitu, awetan basah dan kering.

Dalam percobaan pertama, praktikan membuat spesimen awetan tumbuhan yang di

awetkan menggunakan teknik pengeringan alami. Spesimen tumbuhan yang di

awetkan oleh praktikan antara lain tumbuhan sirih merah, tumbuhan bunga pukul

empat dan tumbuhan bayam.

Page 18: file sama edit1

Dalam membuat spesimen awetan kering pada tumbuhan ini praktikan

menggunakan beberapa alat antara lain kertas koran, tissue, selotip, dan gunting.

Bahan yang digunakan yaitu macam-macam tumbuhan yang akan di awetkan dan

alkohol. Adapun cara membuat spesimen awetan yang dilakukan oleh praktikan yaitu

praktikan membersihkan tumbuhan yang masih terdapat sisa tanah seperti pada bagian

akar. Kemudian melapisi bagian batang dari tumbuhan tersebut dengan alkohol pada

bagian batang yang di rasa keras dan lama kering. Bagian batang tersebut seperti pada

bagian percabangan yang tebal. Setelah terlapisi, praktikan menggelar kertas koran,

dan meletakkan tumbuhan yang akan di awetkan di atas kertas koran. Dalam

pengawetan ini, perlu di perhatikan dalam menyusun daun dari tumbuhan tersebut.

Dalam penyusunan pengawetan bagian daun, praktikan membuat daun tertelungkup

dan terlentang agar terlihat perbedaan pada pengeringan daun bagian atas dan bawah.

Kemudian menyelotip setiap bagian dari tumbuhan agar ketika kering, terutama

bagian daun tidak menggulung. Pada penyelotipan bagian-bagian dari tumbuhan ini,

praktikan menggunakan teknik dengan melapisi terlebihi dahulu bagian tumbuhan

dengan tissue kemudian menempeli dengan selotip. Hal tersebut dilakukan agar ketika

kering praktikan tidak kesulitan dalam melepas selotip yang menempel, sebab ketika

dilakukan pelepasan selotip pada bagian tumbuhan yang telah kering terasa susah dan

dapat merusak bagian tumbuhan yang telah kering tersebut. Setelah semua bagian

terselotip dengan rapi, praktikan membungkus spesimen tumbuhan tersebut

menggunakan kertas koran. Dalam proses pengeringan ini praktikan tidak

menggunakan ancak untuk pengepres, namun praktikan hanya meletakkan tumbuhan

tersebut di bawah tumpukan buku yang tebal.

Langkah percobaan tersebut digunakan untuk semua jenis tumbuhan yang

akan diawetkan, baik tumbuhan sirih merah, tumbuhan bunga pukul empat dan

tumbuhan bayam.Berdasarkan hasil pengeringan spesimen tumbuhan yang telah

dilakukan praktikan, adalah sebagai berikut :

Page 19: file sama edit1

Gambar 15. Hasil produk spesimen herbarium kering dari ke-3 spesimen yang

digunakan

1. Tumbuhan sirih merah (keterangan dari gambar, berada di tengah)

Klasifikasi tanaman sirih merah adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Maqnoliophyta

Kelas : Maqnoliopsida

Ordo : Piperales

Famili : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum Ruiz dan Pav(Juliantina dkk, (2009) (Backer, 1965))

Pada spesimen awetan kering pada tanaman sirih merah, praktikan

melakukan pelabelan dengan mencantumkan klasifikasi dan deskripsi secara garis

besarnya. Beriku adalah penjelasannya:

Tanaman sirih merah ini memiliki cirri cirri morfologi sebagai berikut,

pertama mengenai batang. Batang tanaman sirih merah ini bulat berwarna hijau

keunguan dan tidak berbunga. Permukaanya kasar dan bila terkena cahaya akan

cepat mengering. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm. Di

setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo, 2010). Kemudian daunnya bertangkai

membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan

permukaannya mengilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20

cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian

bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit,

Page 20: file sama edit1

dan beraroma wangi khas sirih (Sudewo, 2010).Akar dari daun sirih merah (Piper

crocatum Ruiz dan Pav) adalah akar tunggang yang bentuknya bulat dan berwarna

coklat kekuningan (Sudewo, 2010).Tanaman sirih merah tergolong langka karena

tidak tumbuh di setiap atau daerah. Srih merah tidak dapat tumbuh sebur di daerah

panas. Sementara itu, di tempat berhawa dingin sirih merah dapat tumbuh dengan

baik. Jika terlalu banyak terkena sinar matahari, batangnya cepat mengering, tetapi

jika disiram secara berlebihan akar batang cepat membusuk. Tanaman sirih merah

akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan 60-70% cahaya matahari (Sudewo,

2010).

2. Tumbuhan bunga pukul empat(keterangan dari gambar, berada di sebelah

kiri)

Klasifikasi bunga pukul empat :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Nyctaginaceae

Genus : Mirabilis

Spesies : Mirabilis jalapa L.

Pada spesimen awetan kering pada tanaman bunga pukul empat, praktikan

melakukan pelabelan dengan mencantumkan klasifikasi dan deskripsi secara garis

besarnya. Beriku adalah penjelasannya:

Bunga pukul empat merupakan tanaman hias, pada umur 3 bulan tanaman ini

baru mulai berbunga Bunga pukul empat termasuk dalam suku kampah –

kampahan. Bunganya seperti terompet kecil, warna bunga tergantung jenisnya, ada

yang merah, putih, kuning, bahkan kadang-kadang dalam satu pohon terdapat

warna campuran. Batangnya tebal dan tegak tidak berbulu dan banyak bercabang-

cabang. Daunnya berbentuk seperti gambar hati berujung runcing dan panjangnya

3 – 15 cm. lebarnya 2 – 9 cm. Bijinya bulat berkerut, jika sudah masak berukuran

Page 21: file sama edit1

8 mm. Pada waktu muda bijinya berwarna hijau, kemudian berubah menjadi hitam

kehitaman. Akhirnya pada saat matang bewarna hitam sepenuhnya. Buahnya

keras, berwarna hitam, berbentuk telur dan bila sudah tua di dalamnya terdapat zar

tepung yang mengandung lemak. Tanaman ini biasanya tumbuh liar tidak

terpelihara.

Ciri-ciri morfologi dari bunga pukul empat antara lain, daun Mirabilis jalapa

L termasuk daun yang tidak lengkap karena hanya memiliki helaian daun, dan

tangkai daunnya saja. tepi daun rata (integer),letaknya berhadapan. Termasuk daun

majemuk menyirip genap. Mirabilis jalapa L memiliki bangun daun atau bentuk

daun yaitu banguns egitiga (triangularis), yaitu bangun segitiga yang sama ketiga

sisinya. Bentuk pangkal daun pada Mirabilis jalapa L yaitu rompang atau

rata(truncatus), ini terdapat pada bangun segitiga, delta, dan tombak. Susunan

tulang daun pada tanaman Mirabilis jalapa L yaitu susunannya menyirip

(penninervis), daun yang seperti ini mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari

pangkal ke ujung, dan merupakan terusan pangkal daun.Dari ibu tulang ini ke

samping keluar cabang-cabang seperti mengingatkan kita pada susunan sirip pada

ikan. Ujung daun pada Mirabilis jalapa L yaitu meruncing (acuminatus), seperti

pada ujung yang runcing, tetapi titik pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih

tinggi dari dugaan, hingga ujung daunnya nampak sempit panjang dan runcing.

Daging daun pada Mirabilis jalapa L, daging daunnya tipis seperti selaput

(membranaceus). Sifat lainnya pada daun adalah warnanya yaitu hijau,

danpermukaannya gundul (glaber). Tata letak daun pada batang pada tanaman

Mirabilis jalapa L, yaitu berhadapan bersilangan (opposite decussata). Batang

pada Mirabilis jalapa L merupakan batang basah (herbaceus), yaitu batang yang

lunak dana berair. Bentuk batang pada Mirabilis jalapa L yaitu bulat (teres). Arah

tumbuh batang pada Mirabilis jalapa L yaitu tegak lurus (erectus), yaitu jika

arahnya lurus keatas. Sistem perakaran pada Mirabilis jalapa L merupakan sistem

akar tunggal, yaitu jika akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang

bercabang- cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil. Warnanya berwarna putih.

3. Tumbuhan bayam(keterangan dari gambar, berada di sebelah kanan)

Klasifikasi tumbuhan bayam

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Page 22: file sama edit1

Divisi : Magnoliophyta

Super divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliophyta

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus tricolor L.

Pada spesimen awetan kering pada tanaman bayam, praktikan melakukan

pelabelan dengan mencantumkan klasifikasi dan deskripsi secara garis besarnya.

Beriku adalah penjelasannya:

Ciri-ciri morfologi tanaman bayam, antara lain akar tanaman bayam

memiliki sistem perakaran tunggal.Batang tanaman bayam berbentuk bulat, berair,

lunak serta kurang berkayu. Warna batang bayam tergantung dari jenis bayam

tersebut bayam hijau memiliki batang berwarna hijau, begitu juga bayam merah

juga memiliki batang berwarna merah.Daun bayam termasuk daun tunggal

bertangkai. Warna daun mengikuti jenis bayam. Bentuk daun bundar telur

memanjang. Panjang daun 1,5 cm sampai 6,0m cm. Lebar daun 0,5 cm hingga 3,2

cm. Tangkai daun berbentuk bulat, dengan bentuk permukaan opacus. Panjang

tangkai daun 0,5 cm sampai 9,0 cm.Bunga bayam merupakan bunga berkelamin

tunggal, tersusun majemuk tipe tukal yang rapat, berwarna hijau. Memiliki 5

mahkota dengan panjang 1,5 sampai 2,5 mm. Bunga jantan memiliki bentuk bulir,

untuk bunga betina berbentuk bulat yang terdapat pada ketiak batang. Buah bayam

berbentuk lonjong berwarna hijau dengan panjang 1,5 mm.Biji bayam berwarna

hitam mengkilat dengan panjang antara 0,8 sampai 1 mm.

Dalam percoban yang kedua, praktikan membuat spesimen awetan

tumbuhan menggunakan teknik awetan basah. Tumbuhan yang digunakan dalam

pembuatan spesimen awetan basah ini adalah macam-macam jenis tumbuhan kaktus,

yaitu kaktus mini, kaktus Lobivia Oganmaru, dan kaktus Mamill cactus.

Dalam pembuatan spesimen awetan basah ini, praktikan membutuhkan

beberapa alat antara lain, toples yang digunakan untuk wadah atau menyimpan

tumbuhan yang akan di awetkan dan label penamaan. Kemudian bahan yang dgunakan

Page 23: file sama edit1

antara lain larutan formalin dan spesimen tumbuhan yang akan digunakan. Adapun

cara pengawetan dalam pengawetan dasah yaitu pertama tumbuhan di cuci hingga

bersih dan tidak ada lagi sisa tanah yang berada di akar, kemudian memasukkan

tumbuhan ke dalam toples dan mengisi toples tersebut dengan larutan formalin.

Larutan yang digunakan untuk pengawetan sebenarnya tidak hanya dengan larutan

formalin saja, namun juga dapat digunakan larutan alkohol 70%. Tetapi dalam

pengawetan yang dilakukan oleh praktikan, praktikan menggunakan larutan formalin

untuk mengawetkan spesimen tanaman.

Berdasarkan awetan yang telah di lakukan praktikan, hasil pengawetan

adalah sebagai berikut,

1. Kaktus Mini

Gambar 16. Kaktus mini sebelum di awetkan

Ciri morfoloi kaktus mini antara lain, tinggi tanaman ini sekitar 6 cm.

Panjang masing-masing tunas 3-4 cm. Unik, cantik,look fresh, cocok untuk ditaruh

di atas meja kerja,tamu dan ruangan indoor atau outdoor. Berikut adalah keadaan

setelah kaktus mini diawetkan :

Page 24: file sama edit1

Gambar 17. Kaktus mini setelah diawetkan

Dalam pelabelan, praktikan mencantumkan klasifikasi dari kaktus mini,

yaitu :

Kingdom : Plantae

Filum :Magnoliophyta

Kelas : Manoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Family : Cactaceae

Genus : Echinopsis

Spesies : Echinopsis mamilosa

2. Kaktus Lobivia oganmaru

Gambar 17. Kaktus Lobivia oganmaru sebelum diawetkan

Cirri morfologi kaktus Lobivia Oganmaru, yaitu memiliki bunga yang

berwarna kuning dengan duri yang banyak dan juga berwarna kuning, bentuk

kaktus lonjong dengan panjang sekitar 7cm yang tidak terlalu besar.

Berikut adalah keadaan setelah kaktus Lobivia oganmaru diawetkan :

Page 25: file sama edit1

Gambar 18. Kaktus Lobivia oganmaru setelah diawetkan

Dalam pelabelan, praktikan mencantunkan nama kelompok dan klasifikasi

dari kaktus ini. Berikut adalah klasifikasinya :

Kingdom : Plantae

Filum :Magnoliophyta

Kelas : Manoliopsida

Ordo :Caryophyllales

Family :Cactaceae

Genus :Opuntia

Spesies :Lobivia oganmaru

3. Kaktus Mamill cactus

Gambar 19. Kaktus Mamill cactus sebelum diawetkan

Ciri morfologi kaktus Mamill cactusyaitu,memiliki banyak duri pendek

yang berwarna putih, Bunganya berwarna hijau tua berbentuk bulat dengan batang

yang panjangnya sekitar 5cm dan tidak terlalu besar. Tidak terlalu banyak diburu

orang karena bentuknya yang tidak menarik.

Berikut adalah keadaan setelah kaktus Mamill cactus diawetkan :

Page 26: file sama edit1

Gambar 20. Kaktus Mamilla cactus setelah diawetkan

Berdasarkan gambar di atas, untuk pelabelan, praktikan mencantunkan

nama kelompok dan klasifikasi dari kaktus ini. Berikut adalah klasifikasinya :

Kingdom : Plantae

Filum :Magnoliophyta

Kelas : Manoliopsida

Ordo :Caryophyllales

Family :Cactaceae

Genus :Carica

Spesies :Mamill cactus

Berdasarkan literatur, kaktus termasuk ke dalam golongan tanaman sukulen

karena mampu menyimpan persediaan air di batangnya. Batang tanaman ini mampu

menampung volume air yang besar dan memiliki bentuk yang bervariasi. Untuk dapat

bertahan di daerah gurun yang gersang, kaktus memiliki metabolisme tertentu.

Tumbuhan ini membuka stomatanya di malam hari ketika cuaca lebih dingin

dibandingkan siang hari yang terik. Pada malam hari, kaktus juga mengambil CO2 dari

lingkungan dan menyimpannya di vakuola untuk digunakan ketika fotosintesis

berlangsung (terutama pada siang hari). Banyak spesies dari kaktus yang memiliki

duri yang panjang serta tajam. Duri tersebut merupakan modifikasi dari daun dan

dimanfaatkan sebagai proteksi terhadap herbivora. Bunga kaktus yang berfungsi

dalam reproduksi tumbuh dari bagian ketiak atau areola dan melekat pada tumbuhan

serta tidak memiliki tangkai bunga.

2. Spesimen awetan hewan

Dalam pembuatan spesimen awetan hewan, praktikan melakukan pengawetan

dengan 3 teknik pengawetan yaitu, awetan kering, awetan basah dan dengan teknik

bioplastik.

Pertama, praktikan melakukan pengawetan hewan dengan cara awetan kering

yang disebut dengan insektarium. Dalam teknik insektarium ini, praktikan

menggunakan hewan insekta yaitu capung untuk di awetkan. Alat yang digunakan

untuk pengawetan insektarium ini antara lain, suntikan, plastik, kapas kardus dan

jarum pentul. Suntikan digunakan untuk menyuntikkan formalin yang akan digunakan

Page 27: file sama edit1

untuk mengawekan, sedangkan kapas digunakan untuk mengambil kloroform dan di

masukkan ke dalam plastik yang telah berisi hewan agar hewan tersebut pingsan,

sehingga mudah untuk dilakukan penyuntikan. Sedangkan bahan yang digunakan

untuk pengawetan ini adalah formalin dan kloroform. Adapun cara yang dilakukan

praktikan dalam melakukan teknik pengawetan herbarium ini antara lain pertama

praktikan mengambil kloroform menggunakan kapas, kemudian memasukkan ke

dalam plastik serta memasukkan hewan ke dalam plastik pula. Hal tersebut bertujuan

untuk membuat capung pingsan. Setelah capung pingsan dan tidak bergerak lagi,

ptakrikan meletakkan capung di atas kardus dan menelentangkanya. Kemudian,

praktikan mengambil formalin menggunakan suntikan dan menyuntikkan formalin ke

dalam tubuh capung secara perlahan. Setelah itu praktikan menggunakan kertas untuk

menjapit sayap dan ekor capung dengan menusukkan jarum pentul agar sayap capung

yang diawetkan tetap lurus. Setelah capung terjapit dengan rapi mendiamkan capung

tersebut hingga kering.

Berdasarkan insektarium yang praktikan telah lakukan, didapatkan hasil

sebagai berikut:

Gambar 21. Capung setelah diawetkan

Pada hasil pengawetan, dalam pelabelan, praktikan hanya mencantumkan nama lokal

dan nama ilmiahnya. Hal ini dikarenakan dalam pelabelan pembuatan insektarium

tidak mencukupi space yang ada.

Berikut adalah klasifikasi capung hijau :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Order : Odonata

Suborder : Anisoptera

Page 28: file sama edit1

Superfamily : Libelluloidea

Family : Libellulidae

Genus : Orthetrum

Species : Orthetrum sabina

Capung merupakan serangga yang menarik, memiliki 4 sayap yang berselaput

dan banyak sekali urat sayapnya. Bentuk kepala besar dengan mata yang besar pula.

Antena berukuran pendek dan ramping. Capung ini memiliki toraks yang kuat dan

kaki yang sempurna. Abdomen panjang dan ramping, tidak mempunyai ekor, tetapi

memiliki berbagai bentuk umbai ekor yang telah berkembang dengan baik.Mata

capung sangat besar dan disebut mata majemuk, terdiri dari banyak mata kecil yang

disebut ommatidium. Dengan mata ini capung mampu melihat ke segala arah dan

dengan mudah dapat mencari mangsa atau meloloskan diri dari musuhnya, bahkan

dapat mendeteksi gerakan yang jauhnya lebih dari 10 m dari tempatnya berada.Tubuh

capung tidak berbulu dan biasanya berwarna-warni. Beberapa jenis capung ada yang

mempunyai warna tubuh mengkilap (metalik).Kedua pasang sayap capung berurat-

urat. Kaki capung tidak terlalu kuat, oleh karena itu capung menggunakan kakiknya

bukan untuk berjalan, melainkan untuk berdiri (hinggap) dan menangkap mangsanya.

Kaki-kaki capung yang ramping itu juga dapat membentuk kurungan untuk membawa

mangsanya. Capung biasa dapat menangkap mangsa dan memakannya sambil terbang.

Kedua, praktikan melakukan pengawetan hewan dengan teknik awetan basah.

Dalam teknik awetan basah ini, alat dan bahan yang digunakan sama dengan alat dan

bahan yang digunakan dalam teknik awetan basah tumbuhan. Cara dan langkah kerja

yang digunakan pun sama,. Namun dalam pengawertan hewan dengan teknik awetan

basah ini, hewan yang akan diawetkan harus di suntik degan formalin terlebih dahulu.

Hal tersebut di lakukan agar bagian dalam atau isi dari hewan tidak mengalami

pembusukan saat hewan telah di awetkan. Setelah di suntik dengan rapid dan benar,

hewan tersebut di masukkan ke dalam toples dan di isi dengan larutan formalin atau

larutan alkohol.

Dalam percobaan awetan basah ini, praktikan menggunakan 2 hewan, yaitu

ikan koki dan ikan cupang. Teknik pengawetan yang digunakan unruk membuat

awetan dari masing-masing hewan sama.

Berdasarkan hasil pengawetan yang telah di lakukan adalah sebagai berikut:

Page 29: file sama edit1

1. Ikan Koki

Pada hasil pengawetan, dalam pelabelan, praktikan hanya mencantumkan

klasifikasi beserta nama lokal dan nama ilmiahnya. Berikut adalah klasifikasi ikan

koki :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Osteichtyes

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Carassius

Spesies : Carassius auratus

Ciri morfologi ikan koki yaitu, bentuk kepala mas koki ditutupi jaringan

daging yang menebal di kepala dan pipi. Mata ikan koki memiliki iris mata yang

tidak dapat membuka dan menutup. Lensa matanya tidak dapat berkontraksi luas.

Jarak pandangnya sangat dekat dan terbatas. Ketika mencari makan, mas koki

lebih mengandalkan penciuman daripada penglihatan. Ikan koki mempunyai sirip

lengkap seperti sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor.

Selain itu juga mempunyai sisik yang berderet rapi.Sirip mas koki berfungsi

sebagai alat gerak. Sirip perut dan sirip dada yang bekerja sama dengan

gelembung udara, berfungsi sebagai kontrol terhadap gerakan ke atas dan ke

bawah. Jika gelembung udara penuh udara, sirip dada akan bergerak, otomatis mas

koki akan muncul ke permukaan air. Sebaliknya jika gelembung udara kosong dan

mengecil, sirip perut yang bergerak, dan mas koki pun menyelam ke bagian yang

lebih dalam. Selain bentuk siripnya menarik, keelokkan mas koki banyak

dipengaruhi oleh deretan sisik-sisik yang rapih seperti genteng penutup atap

rumah. Di bawah deretan sisik terdapat kelenjar lendir yang berfungsi sebagai

pelindung. Lendir mencegah tubuh dari luka karena gesekan dan melidungi luka

dari infeksi.

Berikut adalah keadaan ikan koki setelah diawetkan :

Page 30: file sama edit1

Gambar 21. Dua ikan koki yang telah diawetkan

2. Ikan Cupang

Klasifikasi ikan cupang

Fillum : Chordata

Subfilum : Craeniata

Kelas : Osteichthyes

Subkelas : Actinopterygii

Superordo : Teleostei

Ordo : Percomorphoidei

Subordo : Anabantoidei

Family : Anabantidae

Genus : Betta

Spesies : Betta sp.

Cupang (Betta sp.) awalnya merupakan cupang hasil persilangan genetik

antara spesies cupang alam yang berbeda-beda yang berasal dari perairan disekitar

asia tenggara, sebagian besar diantaranya berasal dari Thailand, Malaysia,

Indonesia dan Vietnam. Cupang juga dapat ditemukan diperairan Brunei, Filipina,

Myanmar, Laos, Kamboja dan sekitarnya namun tidak sebanyak 4 negara yang

telah disebutkan diatas.

Cupang hias mudah dikenali melalui keindahan warna yang bervariasi dan

siripnya yang panjang. Beberapa tipe cupang hias yang paling banyak digemari

adalah cupang hias Halfmoon (HM) yang memiliki sirip ekor lebar dan simetris

menyerupai bentuk setengah bulan (180'). Lalu Crowntail (CT) atau yang lebih

dikenal bernama Serit yang merupakan hasil tangkaran mutasi genetik dari

Indonesia. Adalah Henry yin yang pertama kali memperkenalkan serit kepada

dunia internasional yang akhirnya sempat menjadi fenomenal disekitar tahun 1998.

Sementara jenis yang terbaru dari cupang hias adalah jenis Giant, atau biasanya

dikenal sebagai cupang raksasa karena tubuhnya bisa mencapai 15cm atau lebih.

Berikut adalah keadaan ikan cupang setelah diawetkan :

Page 31: file sama edit1

Gambar 22. Ikan cupang setelah diawetkan

Ketiga, praktikan melakukan pengawetan hewan dengan teknik bioplastik.

Dalam teknik awetan bioplastik ini, alat yang digunakan antara lain, wadah untuk

membuat cetakan dan pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain, resin

yang digubakan untuk membuat awetan bioplastik, katalis untuk mencampuri resin

dan spesimen hewan yang akan di awetkan. Adapun cara yang dilakukan praktikan

dalam melakukan teknik awetan bioplastik yaitu pertama, praktikan mengambil resin

sebanyak yang dibutuhkan, selain itu juga mengambil katalis. Kemudian

mencampurkan resin dengan katalis dengan perbandingan yang pas untuk membuat

resin yang bagus, kemudan resin diaduk secara pelan-pelan dengan teknik satu arah

pengadukan agar tidak terjadi gelembung hingga semua rata. Setelah itu menuangkan

resin kedalam cetakan kurang lebih 1 cm dan menunggu hingga mengeras. Setelah di

rasa resin sudah mengeras, meletakkan spesimen hewan yang akan di awetkan dengan

bioplastik dan menuangkan kembali resin hingga resin menutup seluruh bagian dari

hewan tersebut. Kemudian di atas spesimen hewan di letakkan label yang berisi nama

ilmiah dan nama Indonesia spesimen tersebut. Kemudian menuangkan resin kembali

hingga label tertutup. Menunggu hingga resin mengera semua. Ketika resin telah

semuanya mongering dan mengeluarkan resin tersebut dari cetakan dan mengamplas

hingga permukaan licin.

Spesimen yang akan di awetkan menggunakan teknik bioplastik yaitu yuyu

sawah dan ampal. Berdasarkan teknik bioplastik yang telah dilakukan praktikan,

praktikan mendapatkan hasil sebagai berikut,

1. Yuyu Sawah

Kingdom : Animalia (kerajaan hewan)

Page 32: file sama edit1

Phylum : Artropoda (bintang beruas-ruas)

Clas : Crustacea (udang)

Ordo : Decapoda (kepiting)

Family : Parathelphusidae (yuyu-yuyuan)

Genus : Parathelphusa (yuyu)

Spesies : yuyu sawah (Parathelphusa convexa, de Man 1879)

Yuyuadalah sejenis kepiting air tawar. Kata ini diambil dari bahasa Jawa.

Ketam air tawar ini ada banyak jenisnya, dan kerap didapati di sungai-sungai,

danau, dan persawahan; termasuk di parit-parit dan tanah bencah di sekitarnya.

Dalam ilmu zoologi, jenis-jenis yuyu biasanya tergolong ke dalam suku

Parathelphusidae atau Gecarcinucidae, superfamilia Gecarcinucoidea. Yuyu tidak

jarang terlihat di luar air. Berbeda dengan kepiting laut yang sepasang kaki

belakangnya berbentuk pipih, kaki yuyu semuanya memiliki ujung lancip.

Tempurung punggung yuyu umumnya berwarna kecoklatan, kehitaman, hingga

ungu gelap; kerap memiliki lekukan seperti bekas terinjak tapak kaki kuda. Tepi

tempurungnya kadang-kadang ada yang memiliki beberapa duri kecil.

Berikut adalah awetan bioplastik dari yuyu sawah :

Gambar 23. Hasil produk bioplastik spesies yuyu sawah

2. Ampal

Phyllopoga postancensis atau orang sering menyebutnya ampal, termasuk

hewan avertebrata yang merupakan salah satu jenis dari kelas Insecta.

Klasifikasi

kingdom : animalia

filum : Arthropoda

Page 33: file sama edit1

kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Family : Scarabacidae

Genus : Phyllopoga

spesies : Phyllopoga postancensis

Ciri morfologi ampal yaitu, hewan ampal ini memiliki 2 pasang sayap,

sepasang tebal dan keras yang terdapat pada bagian luar dan sepasang sayap tipis

(bagian dalam). Kakinya ada 3 pasang, segmen tubuhnya ada 5 segmen.

Phyllopoga postancensis bersifat holometabola yang berarti mengalami

metamosfosis sempurna. Makanannya berupa buah dan serangga muda . Ampal ini

memiliki mulut tipe pengunyah. antena dan kakinya panjang. kepala memanjang,

tidak bersayap. Pada hewan jantan memilki organ penjepit yang terletak di ujung

posterior abdomen dan organ tersebut menyerupai organ penyengat pada

kalajengking. Ampal ditemukan di pohon - pohon serta hidup bebas. Tubuhnya

kokoh, oval atau memanjang, elytra tidak kasar. Beragam dalam ukuran dan

warna, tetapi umumnya berwarna abu - abu kehitaman.

Berikut adalah awetan bioplastik pada ampal :

Gambar 24. Hasil produk bioplastik spesimen ampal

Dari penjelasan jenis awetan yang dilakukan pada spesimen baik pada tumbuhan

maupun hewan, baik pula jenis awetan kering, basah, ataupun bioplastik, herbarium

kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeringan, namun tetapterlihat ciri-ciri

morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan padasaat

determinasi selanjutnya. (Ardiawan,1990).Sedangkan herbarium basah merupakan awetan

dari suatu hasil eksplorasi yang sudahdiidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat

Page 34: file sama edit1

aslinya. Spesiesmen tumbuhan yang telahdiawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di

buat dari komponen macam zat dengankomposisi yang berbeda-beda.

(Tjitoseopomo,2005).Pengawetan Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan

atau tumbuhan dalam blok resin untuk digunakan sebagai media/alat, baik itu untuk

kepentingan pendidikan atau komersial tertentu ataupun tujuan tertentu.

Berdasarkan hasil percobaan terdapat kelebihan dan kelemahan dari tiap produk

spesimenawetan praktikan, baik spesimen dengan awetan kering, awetan basah, maupun

bioplastik. Berikut adalah penjelasannya :

a. Awetan Kering

Kelebihan :

1. Hasil pengeringan, baik pada tumbuhan (bayam, sirih merah, dan bunga pukul

empat) maupun pada hewan (capung) berjalan maksimal. Dari spesimen yang

digunakan, secara keseluruhan organ- organ tidak mengalami kerusakan. Dari

spesimen yang digunakan, pada spesimen awetan tumbuhansirih merah warna

dari daun masih terlihat adanya perbedaan bagian warna daun yang berwarna

hijau dan merah. Sehingga struktur warnanya masih terlihat menarik.

2. Pengeringan tidak hanya dilakukan pada bagian- bagian organ seperti daun,

batang, akar, namun praktikan mengikutsertakan awetan dari bunga maupun

bijinya. Sehingga produk yang dibuat praktikan cukup lengkap.

3. Pelabelan pada spesimen awetan praktikan cukup jelas mewakili deskripsi

dari spesimen yang digunakan, sehingga akan memberikan informasi

mengenai spesimen tersebut.

4. Pengemasan dari masing- masing spesimen awetan cukup rapi dan menarik.

Kelemahan :

1. Spesimen awetan kering untuk hewan hanya menggunakan satu jenis capung.

Jika praktikan menggunakan beberapa jenis capung akan lebih menarik.

2. Pelabelan pada spesimen awetan kering pada hewan hanya mencantumkan

nama ilmiahnya saja. Hal ini dikarenakan, untuk spesimen awetan kering

hewan dijadikan satu melebur menjadi koleksi insectratium kering kelas.

Space kosong untuk pelabelan secara lengkapnya tidak ada.

b. Awetan Basah

Kelebihan :

1. Spesiemen awetan basah yang digunakan baik pada tumbuhan maupun hewan

tidak hanya 1, namun menggunakan spesies yang berbeda namun dalam jenis

Page 35: file sama edit1

yang sama. Hal ini akan membantu dalam koleksi beberapa jenis ikan ataupun

kaktus dalam jenis yang sama dan dalam spesies yang berbeda.

2. Wadah yang digunakan praktikan terbuat dari kaca bening. Sehingga memberi

keleluasaan bagi pembaca untuk melihat spesimen lebih jelas.

Kelemahan :

1. Ada bagian organ tertentu dari spesimen awetan yang digunakan tidak

tercelup semua dalam formalin.

2. Warna asli dari masing- masing spesimen awetan agak memudar. Hal ini

dikarenakan pada proses pembuatan praktikan kurang menambahkan

campuran larutan yang nantinya akan membantu agar warna asli pada

spesimen tidak pudar.

c. Bioplastik

Kelebihan :

1. Hasil resin yang mongering cukup baik untuk hasil bioplastik pada ampal dan

yuyu sawah.

2. Pelabelan yang dilakukan praktikan masih terlihat dan posisi peletakan sesuai

dengan tidak menghalangi pembaca untuk melihat bagian- bagai tertentu dari

ampal ataupun capung.

Kelemahan :

1. Masih terdapat gelembung- gelembung pada hasil cetakan bioplastik.

2. Deskripsi dari masing- masing spesimen kurang jelas karena ada keterbatasan

ruang peletakan label.

F. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa :

1. Cara pengeringan spesimen tumbuhan (bayam, sirih merah, dan bunga pukul empat)

secara alami adalah dengan cara diangin- anginkan di tempat yang kering atau

dibungkus koran dengan rapi dan diletakkan di bawah beban/ tumpukan sesuatu yang

rata dan berat.

2. Cara membuat label adalah secara sederhana, pelabelan pada spesimen yang

diawetkan adalah mencantumkan nama kelompok dan mencantumkan klasifikasi

serta nama ilmiah dan nama dalam kehidupan sehari- hari hewan/ tumbuhan yang

diawetkan. Cara lainnya adalah :

Page 36: file sama edit1

a. Mengobservasi tumbuhan/ hewan yang akan diawetkan, dari morfologinya

maupun klasifikasinya)

b. Membuat skema pelabelan dengan mencantumkan nomor koleksi (No), tanggal

pengambilan (dd), familia, genus, spesies, Nom. Indigo (nama local), tanggal

menmpel (dd), nama orang yang mengidentifikasi spesimen tersebut (Det), pulau

tempat pengambilan (insula), tempat pengambilan (loc), serta deskripsi spesimen

tersebut (annotatione).

c. Mencantumkan pelabelan tersebut di tempat dimana spesimen tersebut diawetkan.

3. Cara membuatspesimen awetan tumbuhan (herbarium) basah dan kering pada sirih

merah, bayam, bunga pukul empat, dan beberapa jenis kaktus adalah sebagai berikut :

Spesimen Awetan Tumbuhan Kering :

a. Mencari spesimen tumbuhan (tumbuhan lengkap) yang akan diawetkan, yaitu

tanaman sirih merah, bayam, dan bunga pukul empat.

b. Membersihkan sirih merah, bayam, dan bunga pukul empat yang akan diawetkan

dengan air

c. Mengoleskan organ-organ tumbuhan yang tebal (missal bagian batang tumbuhan

yang herba, yaitu tanaman bayam dan bunga pukul empat) dengan menggunakan

alkohol 70%.

d. Menempatkan bayam, sirih merah, dan bunga pukul empat di atas Koran dengan

baik dan rapi.

e. Menutup beberapa bagian organ tumbuhan dengan tissue

f. Memberi selotip pada bagian atas tissue

g. Menutup dengan koran kembali

h. Menyimpan/ meletakkan/ mengangin-anginkan di tempat kering (di bawah

tumpukan buku)

i. Menyimpan bayam, sirih merah, dan bunga pukul empat yang telah kering di atas

karton beserta labelnya dan melapisinya dengan plastik serta memberi amplop

sebagi tempat penyimpanan.

Spesimen Awetan Tumbuhan Basah :

a. Membawa tumbuhan segar (beberapa jenis kaktus)

b. Membersihan beberapa jenis kaktus dari debu/ kotoran yang menempel

c. Meletakkan beberapa jenis kaktus yang akan diawetkan ke dalam wadah/ toples

kaca.

Page 37: file sama edit1

d. Menuang formalin 4% ke dalam toples kaca hingga tumbuhan tersebut tercelup

ke dalam larutan formalin.

e. Menutup dengan rapat toples kaca yang didalamnya terdapat spesimen awetan

tumbuhan

f. Memberi label pada sisi luar toples

4. Cara membuatspesimen awetan binatang (insektarium)adalah sebagai berikut :

Awetan kering :

a. Mencari spesimen hewan (dengan morfologi lengkap) yang akan diawetkan yaitu

capung

b. Meletakkan capung yang akan diawetkan ke dalam plastik dan memberinya kapas

yang sebelumnya sudah diberi kloroform.

c. Setelah capung yang akan diawetkan dirasa sudah terbius, bagian tubuh capung

disuntik dengan formalin 4% tanpa merusak bagian sayapnya dengan

mengenainya dengan formalin.

d. Meletakkanya di atas potongan kardus dengan menggunakan jarum pentul

e. Membiarkannya beberapa hari di tempat yang kering dengan memakai suhu

ruangan.

f. Meletakkan capung ke tempat spesimen yang diawetkan, misal karton.

g. Memberi label tentang klasifikasi capung

h. Memberi lapisan plastik pada tempat pengawetan capung dengan baik dan rapi.

Awetan basah :

a. Membawa hewan hidup (beberapa jenis ikan)

b. Meletakkan beberapa jenis ikan yang akan diawetkan ke dalam wadah/ plastik

dengan memberinya kapas yang sebelumnya sudah diberi kloroform.

c. Menyuntikkan formalin 4% ke dalam tubuh spesimen ikan yang sudah tidak

sadarkan diri.

d. Meletakkan ke dalam toples kaca.

e. Menuang formalin 4% ke dalam toples kaca hingga ikan-ikan tersebut tercelup ke

dalam larutan formalin.

f. Menutup dengan rapat toples kaca yang didalamnya terdapat spesimen awetan

hewan jenis- jenis ikan.

g. Memberi label pada sisi luar toples.

5. Cara membuatspesimen awetan dengan bahan bioplastikadalah sebagai berikut :

Page 38: file sama edit1

a. Menyiapkan hewan hidup, missal ampal dan yuyu sawah

b. Memasukkan ampal dan yuyu sawah dalam plastik

c. Memasukkan kapas yang sebelumnya sudah diberi kloroform

d. Jika spesimen dudah terbius, menata ampal dan yuyu sawah di atas kardus dengan

jarum pentul

e. Menyuntik badan ampal ataupun yuyu sawah dengan formalin 4%

f. Mengeringkan ampal dan yuyu sawah beberapa hari di ruangan yang kering

g. Membuat campuran spesimen dan katalis dengan perbandingan yang tepat

h. Sembari menunggu kering, membuat label tentang klasisikasi ampal ataupun

yuyu sawah di mika bening.

i. Meletakkan ampal ataupun yuyu sawah di atas resin yang telah mengering pada

wadah yang disesuaikan dengan ukuran tubuh ampal ataupun yuyu sawah dan

menutupnya kembali dengan resin yang telah diberi katalis.

j. Menunggu beberapa hari hingga awetan bioplastik yang dibuat telah mongering

k. Melepaskan hasil bioplastik dari cetakan dan mengamplasnya agar terlihat

menarik dan rapi

G. DAFTAR PUSTAKA

Balai Diklat Kehutanan Makassar. 2011. Herbarium Sebagai Acuan Penanaman Pohon. Diakses dari http://www.badikhut.com. pada tanggal 10 Desember 2013.

Doloksaribu, Rianto. 2009. Isolasi Senyawa Flavonoid Dari Daun Tumbuhan Harimonting. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Juliantina R, Farida, Dewa Ayu Citra, Bunga Nirwani, Titia Nurmasitoh, Endarwati Tri Bowo. 2009. “Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram positif dan Gram Negatif”. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.

Manoi, Feri. 2007. “Sirih Merah Sebagai Tanaman Multi Fungsi”. Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri. Volume 13 Nomor 2. Agustus 2007.

Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Diakses darihttp://ocw.usu.ac.id. pada tanggal 10 Desember 2013.

Sofyan, Ahmad, Ahmad Jayanegara. 2008. “Penentuan Aktivitas Biologis Tanin Beberapa Hijauan Secara In Vitro Menggunakan ‘ Hohenheim Gas Test’ dengan Polietilen Glikon Sebagai Determinan”. Jurnal Media Peternakan Vol. 31 No. 1 tahun 2008.

Subrahmanyam, N.S. 2002. Laboratory Manual of Plant Taxonomy. New Delhi: University of Delhi.

Page 39: file sama edit1

Sudewo, Bambang. 2010. Basmi Penyakit Dengan Sirih Merah. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Susarla, S., Victor, F.M., dan Steven, C.M. 2002. Phytoremediation : An Ecological Solution to Organic Chemical Contamination. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id/8366/3/bab%202%20%2008307144019.pdf. Pada tanggal 13 Desember 2013.

Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Spesimen Awetan Objek Biologi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Gembong, Tjitrosoepomo. 2005. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: GadjahMada University.

Van Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.

Wibobo, A Abdulah, W. 2007. Desain Xml Sebagai Mekanisme PetukaranData dalam Herbarium Virtual. Diakses dari http//eprints.undip.ac.id/1855/1/3 Adi Wibowo%2B%2B%2B.doc pada tanggal 10 Desember 2013.

H. LAMPIRAN

Bioplastik Yuyu sawah Bioplastik Ampal

Page 40: file sama edit1

Awetan kering capung Awetan kering tanaman bunga pukul empat

Awetan kering tanaman sirih merah Awetan kering tanaman bayam

Awetan basah kaktus “Mamill cactus” Awetan basah ikan koki

Awetan basah ikan cupang Awetan basah kaktus mini

Page 41: file sama edit1

Awetan basah ikan koki Awetan basah kaktusLobivia oganmaru