file sama edit1
DESCRIPTION
lanjutan adari edit2TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN DAN TEKNIK LABORATORIUM IPA
“SPESIMEN AWETAN”
oleh :
Kelompok 3
Kumalasari Diah Ayu P. (12312241004)
Listina Widiastuti (12312241009)
Heru Khoirul Ummah (12312241036)
Fauzia Budi Mariska (12312241038)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
SPESIMEN AWETAN
Oleh :
Kelompok 3
Yogyakarta, 11-25November 2013
Anggota :
Nama NIM Tanda tangan
Kumalasari Diah Ayu P. (12312241004) 1.
Listina Widiastuti (12312241009) 2.
Heru Khoirul Ummah (12312241036) 3.
Fauzia Budi Mariska (12312241038) 4.
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
(Ir. Ekosari Roektiningroem, M.Pd)NIP. 19611031 198902 2 001
SPESIMEN AWETAN
Diserahkan pada tanggal 16 Desember 2013 pukul 07.30 WIB.
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui cara pengeringan spesimen tumbuhan secara alami.
2. Mengetahui cara pembuatan label.
3. Mengetahui cara pembuatan spesimen awetan tumbuhan (herbarium) basah dan
kering.
4. Mengetahui cara pembuatanspesimen awetan binatang (insektarium).
5. Mengetahui cara pembuatan spesimen awetan dengan bahan bioplastik.
B. KAJIAN PUSTAKA
Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan spesimen
secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru. Terutama untuk spesimen-
spesimen yang sulit di temukan di alam. Pengawetan dapat dengan cara basah ataupun
kering. Cara dan bahan pengawetnya bervariasi, tergantung sifat objeknya. Untuk organ
tumbuhan yang berdaging seperti buah, biasanya dilakukan dengan awetan basah.
Sedang untuk daun, batang dan akarnya, umumnya dengan awetan kering berupa
herbarium (Suyitno, 2004). Herbarium merupakan suatu bukti autentik perjalanan dunia
tumbuh-tumbuhan selain berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis
pohon. Istilah Herbarium adalah pengawetan spesimen tumbuhan dengan berbagai
cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan. Koleksi spesimen herbarium
biasanya disimpan pada suatu tempat yang diberi perlakuan khusus pula yang dikenal
dengan laboratorium herbarium (Balai Diklat Kehutanan Makassar, 2011).
Herbarium berasal dari kata “hortus dan botanicus”, artinya kebun botani yang
dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium adalah koleksi spesimen yang
telah dikeringkan, biasanya disusun berdasarkan sistim klasifikasi (Onrizal, 2005).
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan
dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi dengan data-data mengenai
tumbuhan tersebut. Membuat herbarium yaitu pengumpulan tanaman kering untuk
keperluan studi maupun pengertian, tidaklah boleh diabaikan. Yaitu melalui
pengumpulan, pengeringan, pengawetan, dan dilakukan pembuatan herbarium (Steenis,
2003).
1. Herbarium Kering
Cara menggunakan pengawetan dengan pengeringan, memerlukan 2 macam
proses, yaitu :
a. Pengeringan langsung
Yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di
dalam sasak, untuk mendpatkan hasil yang optimum sebaiknya di pres dalam
waktu dua minggu kemudian dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan
panas yang diatur di dalam oven. Pengeringan harus segera dilakukan karena
jika terlambat akan mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan cepat
menjadi busuk.
b. Pengeringan bertahap
Yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air mendidih
selama 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas
koran. Selanjutnya, ditempuk dan dipres, dijemur atau dikeringkan di atas
tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus
sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringan nya merata. Setelah kering,
material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi
diganti dengan kertas baru. Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk
diidentifikasi (Onrizal, 2005).
Herbarium kering yang baik adalah herbarium yang lengkap organ vegetatif
dan organ generatifnya. Selain itu kerapian herbarium juga akan menentukan nilai
estetikanya serta faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium adalah lama
pembuatan herbarium, tempat penyimpanan dan faktor lingkungan seperti suhu
(Subrahmanyam, 2002).
Contoh herbarium kering pada tumbuhan :
Gambar 1. Contoh herbarium kering
2. Herbarium Basah
Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah
diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Spesiesmen tumbuhan yang
telah diawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di buat dari komponen macam
zat dengan komposisi yang berbeda-beda. (Gembong, 2005).
Contoh herbarium basah pada hewan :
Gambar 2. Contoh herbarium basah
Kelebihan dari herbarium kering dibandingkan dengan herbarium basah adalah
dapat bertahan lama hingga ratusan tahun. Terdapat beberapa kelemahan pada
herbarium yaitu; spesimen mudah mengalami kerusakan akibat perawatan yang kurang
memadai maupun karena frekuensi pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan
pengecekan data secara manual, tidak bisa diakses secara bersama-sama oleh berberapa
orang, biaya besar,tidak bisa diakses sewaktu-waktu dan tidak dapat diakses dari jarak
jauh (Wibobo dan Abdullah, 2007).
Sedangkan pada hewan, juga dapat dilakukan proses pengawetan, baik kering
maupun basah. Pengawetan hewan kering dengan cara /istilah taksidermi merupakan
proses pengawetan dengan cara mengelurkan organ dalam dari hewan tersebut dan yang
dibentuk adalah kulit dari hewan itu sendiri. Pengawetan ini dilakukan pada hewan yang
memiliki kerangka luar keras dan tidak mudah rusak akibat proses pengeringan.
Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah terik matahari
hingga kadar airnya sangat rendah. Tahap-tahap pengawetan hewan avertebrata, yaitu :
1. Kegiatan mematikan hewan, yaitu dengan cara memasukkan hewan avertebrata ke
dalam larutan pembunuh seperti alkohol pekat atau larutan formalin 3%. Pada
hewan yang melakukan gerakan-gerakan yang kuat sebaiknya tidak langsung
dimatikan tapi dilakukan anastesi dahulu. Untuk melakukan anastesi dapat
dilakukan dengan menggunakan zat-zat sebagai berikut :
a. Menthol, dengan cara menaburkan kristal-kristal menthol pada permukaan air
tempat hewan tersebut mengembang.
b. Magnesium sulfat, kristal magnesium langsung ditaburkan pada permukaan
hewan yang masih basah.
c. Magnesium chlorida, larutan chlorida 7,5% (dilarutkan air yang telah mendidih)
kemudian hewan seperti plankton dimasukkan ke dalam larutan tersebut selama
30 detik.
d. Chloral hydrate, digunakan untuk melakukan anastesi hewan air tawar
e. Propylene phenoxetol, dengan cara merendam hewan-hewan yang mau
dianastesi lalu ditetesi larutan propylene phenoxetol yang kadarnya tidak
melebihi 1%.
f. Ethyl alkohol, untuk anastesi hewan air tawar dengan kadar 10%.
2. Fiksasi
Fiksasi adalah suatu proses yang menstabilkan protein penyusun jaringan,
sehingga setelah hewan mati jaringan masih tetap seperti kondisi hewan masih
hidup. Zat kimia yang umum digunakan untuk fiksasi adalah formaldehyde,
ethanol, asam asetat.
3. Pengawetan.
Hewan yang telah diawetkan disebut spesimen tidak akan mengalami
pengkerutan atau rusaknya penyusunnya karena terbebas dari bakteri dan jamur.
Pada proses pembuatan awetan basah, selain menggunakan organisme berupa
tanaman, dapat juga dilakukan pada jenis hewan yaitu dengan merendam seluruh
spesimen dalam larutan formalin 4%.
Selain membuat awetan baik basah maupun kering pada hewan dan tumbuhan,
untuk pengawetan juga bisa dilakukan dengan cara awetan bioplastik. Bioplastik atau
yang sering disebut plastik biodegradable, merupakan salah satu jenis plastik yang
hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat diperbarui, seperti pati, minyak
nabati, dan mikrobiota. Ketersediaan bahan dasarnya di alam sangat melimpah dengan
keragaman struktur tidak beracun. Bahan yang dapat diperbarui ini memiliki
biodegradabilitas yang tinggi sehingga sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pembuat
bioplastik (Stevens, 2002).
Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan atau tumbuhan dalam blok
resin untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Spesimen hewan atau tumbuhan
dalam blok resin selain berfungsi sebagai media pembelajaran, juga dapat berfungsi
sebagai ornamen. Sebelum dicetak, resin berupa cairan yang kental. Resin merupakan
senyawa organik hasil metabolisme sekunder, tersusun atas karbon. Senyawa ini akan
mengalami polimerisasi dalam kondisi yang tepat. Pengawetan dengan menggunakan
poliester resin ini dapat dilakukan pada bahan segar, awetan kering, dan atau awetan
basah. Pengawetan ini bisa untuk mengamati aspek morfologi, anatomi, jaringan,
perbandingan, atau siklus hidupnya. Reaksi polimerisasi bersifat eksoterm sehingga
akan menimbulkan panas. Untuk mempercepat polimerisasi digunakan katalis. Jumlah
cairan katalis yang ditambahkanakan mempengaruhi terhadap cepat atau lambatnya
proses polimerisasi, efeknya adalah jumlah panas yang dikeluarkan. Semakin banyak
katalis yang ditambahkan akan semakin cepat dan semakin panas.
Teknik pengawetan hewan/tumbuhan dengan bioplastik ini memiliki beberapa
keunggulan antara lain : kuat dan tahan lama, murah, menarik dan praktis dalam
penyimpanan. Tetapi, teknik ini juga memiliki kelemahan yaitu objek asli tidak bisa
disentuh/ diraba.
C. METODE PRAKTIKUM1. Tempat dan Waktu Praktikum
a. Tempat : Laboratorium IPA 2b. Waktu : 11 – 25 November 2013
2. Alat dan BahanAlat :1. Kertas Koran2. Kertas label3. Kantong plastik4. Gelas Ukur
5. Tissue6. Double tip7. Selotip8. Gunting9. Kapas
10. Jarum pentul11. Jarum suntik12. Botol kaca13. Kertas kado14. Kertas Samson15. Plastik16. Botol bekas17. Pengaduk
Bahan
1. Tanaman sirih merah2. Tanaman bayam3. Tanaman bunga pukul empat4. Jenis beberapa kaktus5. Jenis beberapa ikan koi6. Jenis beberapa ikan7. Ampal8. Yuyu sawah9. Formalin
10. Akuades11. Kloroform12. Resin13. Alkohol
3. Prosedur Kerjaa. Awetan kering tumbuhan
Menyiapkan alat dan bahan.
Menyiapkan tumbuhan segar, yaitu tanaman bayam, sirih merah, dan tanaman bunga pukul empat.
Meletakkan tanaman- tanaman yang akan digunakan di atas koran.
Mencuci tanaman-tanaman tersebut dengan bersih menggunakan air.
Mengatur posisi ketiga tanaman yang dipakaisedemikian rupa sehingga nampak rata dan rapi di atas koran.
Menunggu beberapa hari hingga awetan benar benar kering.
Meletakkan tanaman- tanaman yang telah terbungkus koran di bawah kardus yang berisi tumpukan buku.
Menutup tanaman- tanaman tersebut menggunakan koran kembali dengan baik dan rapi.
Memotong karton yang disesuaikan dengan ukuran tanaman yang digunakan sebanyak 3 buah potong karton.
Mengeringkan bagian-bagian tanaman yang dicuci dengan menggunakan tissue hingga kering.
Memberi olesan alkohol 70% di bagian organ- organ tanaman yang akan digunakan, misal pada batang yang memiliki ketebalan lebih dibanding dengan
organ yang lainnya.
Menutup bagian organ-organ tertentu dengan menggunakan tissue tipis dan memberinya selotip agar organ yang digunakan tidak ikut rusak terkena perekat
selotip.
b. Awetan kering hewan
Melepaskan spesimen awetan tumbuhan dari koran dengan hati- hati.
Meletakkan tanaman- tanaman yang sudah kering di atas karton dan mengatur posisi sedemikian rupa agar terlihat rapi dan menarik.
Memberi label pada masing- masing tanaman di karton.
Menutup karton yang berisi awetan kering beberapa tumbuhan dengan menggunakan plastik dan memberi amplop sebagai tempat penyimpanan.
Menyiapkan hewan hidup, yaitu capung.
Memasukkancapung ke dalam kantong plastik.
Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastiktersebut.
Jika spesimen sudah terbius, menata spesimen di atas kardus dengan jarum pentul.
Menyuntik badan spesimen yaitu capung dengan formalin 4%.
Mengeringkan capung dengan cara meletakkannya di dalam ruangan relatif kering.
Menata capung hingga posisinya rapi ke dalam kotak insektarium.
Memberi label spesimen tersebut.
c. Awetan tumbuhan basah
d. Awetan hewan basah
Mencuci spesimen tersebut hingga bersih.
Menyiapkan larutan formalin yang telah diencerkan
Menutup rapat toples tersebut dan memberi label spesimen tersebut.
Memasukkan spesimen tersebut ke dalam toples dan menatanya hingga posisinya rapi.
Menuangkan larutan formalin hingga semua bagian spesimen tersebut tercelup dalam larutan formalin.
Menyiapkan tanaman segar yaitu beberapa jenis kaktus.
Menyiapkan hewan hidupyaitu beberapa jenis ikan.
Memasukkan beberapa jenis ikan ke dalam plastik.
Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastik tersebut
Jika spesimen sudah terbius, menyuntikkan badan spesimen dengan formalin 4 %.
e. Bioplastik
Memasukkan spesimen tersebut ke dalam toples dan menatanya hingga posisinya rapi.
Menuangkan larutan formalin hingga semua bagian spesimen tersebut tercelup dalam larutan formalin.
Menutup rapat toples tersebut dan memberi label spesimen tersebut.
Menyiapkan hewan hidup, yaitu ampal dan yuyu sawah.
Memasukkan ampal dan yuyusawah dalam plastik.
Memasukkan kloroform yang diteteskan pada sebuah kapas ke dalam plastik tersebut.
Jika spesimen sudah terbius, menata spesimen di atas kardus dengan jarum pentul.
Menyuntik badan spesimen yaitu ampal dan yuyusawah dengan formalin 4%.
Mengeringkan ampal dan yuyusawah dengan cara meletakkannya di dalam ruangan dalam suhu kamar beberapa hari.
Setelah spesimen kering, membuat campuran resin dengan katalis dengan perbandingan yang tepat, yaitu 1 : 5.
Sembari menunggu kering, membuat label spesimen tersebut dengan mika bening.
D. DATA HASIL PENGAMATAN
No Jenis Awetan Nama Spesimen1 Awetan tumbuhan
(kering )Gambar 3. Awetan Kering Serih Merah
Gambar 4. Awetan Kering Bayam
Meletakkan label di atas resin yang sudah kering dan menutupnya dengan resin tipis.
Setelah resin kering, meletakkan ampal ataupun yuyu di atas resin dan menutupnya dengan resin kembali.
Melepaskan hasil bioplastik dari cetakan setelah kering dan mengamplasnya agar terlihat lebih menarik dan rapi.
Gambar 5. Awetan Kering Bunga Pukul Empat
2Awetan hewan (kering)
Gambar 6. Awetang Kering Capung
3 Awetan tumbuhan (basah)
Gambar 7. Awetan Basah Kaktus “Mamill cactus”
Gambar 8. Awetan Basah Kaktus Mini
Gambar 9. Awetan Basah Kaktus “Lobivia oganmaru”
4 Awetan hewan (basah)
Gambar 10. Awetan Basah Ikan Koki“Carassius auratus”
Gambar 11. Awetan Basah Ikan Koki “Carassius auratus”
Gambar 12. Awetan Basah IkanCupang
5 Bioplastik Gambar 13. Bioplastik Ampal
Gambar 14. Bioplastik Yuyu Sawah
E. PEMBAHASAN
Dalam percobaan yang berjudul Pembuatan Spesimen Awetan Tumbuhan dan
Hewan yang dilakukan pada hari Senin, tanggal 11, 18 dan 25 November 2013 di
Laboratorium IPA 2, FMIPA, UNY ini mengetahui cara pengeringan spesimen tumbuhan
secara alami, mengetahui cara pembuatan label, mengetahui cara pembuatan spesimen
awetan tumbuhan (herbarium) basah dan kering, mengetahui cara pembuatan spesimen
awetan binatang (insektarium), mengetahui cara pembuatan spesimen awetan dengan
bahan bioplastik, dan mengetahui perbandingan resin dan katalis yang paling pas untuk
pembuatan spesimen awetan. Dari tujuan tersebut akan dibagi dalam 3 jenis kelompok
besar kegiatan yang akan dilakukan praktikan, yaitu herbarium meliputi herbarium kering
dan basah, insectarium meliputi insectarium kering dan basah, dan bioplastik. Berikut
adalah penjelasannya.
1. Spesimen awetan tumbuhan
Dalam pembuatan spesimen awetan tumbuhan (herbarium), praktikan
melakukan pengawetan dengan 2 teknik pengawetan yaitu, awetan basah dan kering.
Dalam percobaan pertama, praktikan membuat spesimen awetan tumbuhan yang di
awetkan menggunakan teknik pengeringan alami. Spesimen tumbuhan yang di
awetkan oleh praktikan antara lain tumbuhan sirih merah, tumbuhan bunga pukul
empat dan tumbuhan bayam.
Dalam membuat spesimen awetan kering pada tumbuhan ini praktikan
menggunakan beberapa alat antara lain kertas koran, tissue, selotip, dan gunting.
Bahan yang digunakan yaitu macam-macam tumbuhan yang akan di awetkan dan
alkohol. Adapun cara membuat spesimen awetan yang dilakukan oleh praktikan yaitu
praktikan membersihkan tumbuhan yang masih terdapat sisa tanah seperti pada bagian
akar. Kemudian melapisi bagian batang dari tumbuhan tersebut dengan alkohol pada
bagian batang yang di rasa keras dan lama kering. Bagian batang tersebut seperti pada
bagian percabangan yang tebal. Setelah terlapisi, praktikan menggelar kertas koran,
dan meletakkan tumbuhan yang akan di awetkan di atas kertas koran. Dalam
pengawetan ini, perlu di perhatikan dalam menyusun daun dari tumbuhan tersebut.
Dalam penyusunan pengawetan bagian daun, praktikan membuat daun tertelungkup
dan terlentang agar terlihat perbedaan pada pengeringan daun bagian atas dan bawah.
Kemudian menyelotip setiap bagian dari tumbuhan agar ketika kering, terutama
bagian daun tidak menggulung. Pada penyelotipan bagian-bagian dari tumbuhan ini,
praktikan menggunakan teknik dengan melapisi terlebihi dahulu bagian tumbuhan
dengan tissue kemudian menempeli dengan selotip. Hal tersebut dilakukan agar ketika
kering praktikan tidak kesulitan dalam melepas selotip yang menempel, sebab ketika
dilakukan pelepasan selotip pada bagian tumbuhan yang telah kering terasa susah dan
dapat merusak bagian tumbuhan yang telah kering tersebut. Setelah semua bagian
terselotip dengan rapi, praktikan membungkus spesimen tumbuhan tersebut
menggunakan kertas koran. Dalam proses pengeringan ini praktikan tidak
menggunakan ancak untuk pengepres, namun praktikan hanya meletakkan tumbuhan
tersebut di bawah tumpukan buku yang tebal.
Langkah percobaan tersebut digunakan untuk semua jenis tumbuhan yang
akan diawetkan, baik tumbuhan sirih merah, tumbuhan bunga pukul empat dan
tumbuhan bayam.Berdasarkan hasil pengeringan spesimen tumbuhan yang telah
dilakukan praktikan, adalah sebagai berikut :
Gambar 15. Hasil produk spesimen herbarium kering dari ke-3 spesimen yang
digunakan
1. Tumbuhan sirih merah (keterangan dari gambar, berada di tengah)
Klasifikasi tanaman sirih merah adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Maqnoliophyta
Kelas : Maqnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper crocatum Ruiz dan Pav(Juliantina dkk, (2009) (Backer, 1965))
Pada spesimen awetan kering pada tanaman sirih merah, praktikan
melakukan pelabelan dengan mencantumkan klasifikasi dan deskripsi secara garis
besarnya. Beriku adalah penjelasannya:
Tanaman sirih merah ini memiliki cirri cirri morfologi sebagai berikut,
pertama mengenai batang. Batang tanaman sirih merah ini bulat berwarna hijau
keunguan dan tidak berbunga. Permukaanya kasar dan bila terkena cahaya akan
cepat mengering. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm. Di
setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo, 2010). Kemudian daunnya bertangkai
membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan
permukaannya mengilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20
cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian
bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit,
dan beraroma wangi khas sirih (Sudewo, 2010).Akar dari daun sirih merah (Piper
crocatum Ruiz dan Pav) adalah akar tunggang yang bentuknya bulat dan berwarna
coklat kekuningan (Sudewo, 2010).Tanaman sirih merah tergolong langka karena
tidak tumbuh di setiap atau daerah. Srih merah tidak dapat tumbuh sebur di daerah
panas. Sementara itu, di tempat berhawa dingin sirih merah dapat tumbuh dengan
baik. Jika terlalu banyak terkena sinar matahari, batangnya cepat mengering, tetapi
jika disiram secara berlebihan akar batang cepat membusuk. Tanaman sirih merah
akan tumbuh dengan baik jika mendapatkan 60-70% cahaya matahari (Sudewo,
2010).
2. Tumbuhan bunga pukul empat(keterangan dari gambar, berada di sebelah
kiri)
Klasifikasi bunga pukul empat :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Nyctaginaceae
Genus : Mirabilis
Spesies : Mirabilis jalapa L.
Pada spesimen awetan kering pada tanaman bunga pukul empat, praktikan
melakukan pelabelan dengan mencantumkan klasifikasi dan deskripsi secara garis
besarnya. Beriku adalah penjelasannya:
Bunga pukul empat merupakan tanaman hias, pada umur 3 bulan tanaman ini
baru mulai berbunga Bunga pukul empat termasuk dalam suku kampah –
kampahan. Bunganya seperti terompet kecil, warna bunga tergantung jenisnya, ada
yang merah, putih, kuning, bahkan kadang-kadang dalam satu pohon terdapat
warna campuran. Batangnya tebal dan tegak tidak berbulu dan banyak bercabang-
cabang. Daunnya berbentuk seperti gambar hati berujung runcing dan panjangnya
3 – 15 cm. lebarnya 2 – 9 cm. Bijinya bulat berkerut, jika sudah masak berukuran
8 mm. Pada waktu muda bijinya berwarna hijau, kemudian berubah menjadi hitam
kehitaman. Akhirnya pada saat matang bewarna hitam sepenuhnya. Buahnya
keras, berwarna hitam, berbentuk telur dan bila sudah tua di dalamnya terdapat zar
tepung yang mengandung lemak. Tanaman ini biasanya tumbuh liar tidak
terpelihara.
Ciri-ciri morfologi dari bunga pukul empat antara lain, daun Mirabilis jalapa
L termasuk daun yang tidak lengkap karena hanya memiliki helaian daun, dan
tangkai daunnya saja. tepi daun rata (integer),letaknya berhadapan. Termasuk daun
majemuk menyirip genap. Mirabilis jalapa L memiliki bangun daun atau bentuk
daun yaitu banguns egitiga (triangularis), yaitu bangun segitiga yang sama ketiga
sisinya. Bentuk pangkal daun pada Mirabilis jalapa L yaitu rompang atau
rata(truncatus), ini terdapat pada bangun segitiga, delta, dan tombak. Susunan
tulang daun pada tanaman Mirabilis jalapa L yaitu susunannya menyirip
(penninervis), daun yang seperti ini mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari
pangkal ke ujung, dan merupakan terusan pangkal daun.Dari ibu tulang ini ke
samping keluar cabang-cabang seperti mengingatkan kita pada susunan sirip pada
ikan. Ujung daun pada Mirabilis jalapa L yaitu meruncing (acuminatus), seperti
pada ujung yang runcing, tetapi titik pertemuan kedua tepi daunnya jauh lebih
tinggi dari dugaan, hingga ujung daunnya nampak sempit panjang dan runcing.
Daging daun pada Mirabilis jalapa L, daging daunnya tipis seperti selaput
(membranaceus). Sifat lainnya pada daun adalah warnanya yaitu hijau,
danpermukaannya gundul (glaber). Tata letak daun pada batang pada tanaman
Mirabilis jalapa L, yaitu berhadapan bersilangan (opposite decussata). Batang
pada Mirabilis jalapa L merupakan batang basah (herbaceus), yaitu batang yang
lunak dana berair. Bentuk batang pada Mirabilis jalapa L yaitu bulat (teres). Arah
tumbuh batang pada Mirabilis jalapa L yaitu tegak lurus (erectus), yaitu jika
arahnya lurus keatas. Sistem perakaran pada Mirabilis jalapa L merupakan sistem
akar tunggal, yaitu jika akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang
bercabang- cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil. Warnanya berwarna putih.
3. Tumbuhan bayam(keterangan dari gambar, berada di sebelah kanan)
Klasifikasi tumbuhan bayam
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Super divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliophyta
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Famili : Amaranthaceae
Genus : Amaranthus
Spesies : Amaranthus tricolor L.
Pada spesimen awetan kering pada tanaman bayam, praktikan melakukan
pelabelan dengan mencantumkan klasifikasi dan deskripsi secara garis besarnya.
Beriku adalah penjelasannya:
Ciri-ciri morfologi tanaman bayam, antara lain akar tanaman bayam
memiliki sistem perakaran tunggal.Batang tanaman bayam berbentuk bulat, berair,
lunak serta kurang berkayu. Warna batang bayam tergantung dari jenis bayam
tersebut bayam hijau memiliki batang berwarna hijau, begitu juga bayam merah
juga memiliki batang berwarna merah.Daun bayam termasuk daun tunggal
bertangkai. Warna daun mengikuti jenis bayam. Bentuk daun bundar telur
memanjang. Panjang daun 1,5 cm sampai 6,0m cm. Lebar daun 0,5 cm hingga 3,2
cm. Tangkai daun berbentuk bulat, dengan bentuk permukaan opacus. Panjang
tangkai daun 0,5 cm sampai 9,0 cm.Bunga bayam merupakan bunga berkelamin
tunggal, tersusun majemuk tipe tukal yang rapat, berwarna hijau. Memiliki 5
mahkota dengan panjang 1,5 sampai 2,5 mm. Bunga jantan memiliki bentuk bulir,
untuk bunga betina berbentuk bulat yang terdapat pada ketiak batang. Buah bayam
berbentuk lonjong berwarna hijau dengan panjang 1,5 mm.Biji bayam berwarna
hitam mengkilat dengan panjang antara 0,8 sampai 1 mm.
Dalam percoban yang kedua, praktikan membuat spesimen awetan
tumbuhan menggunakan teknik awetan basah. Tumbuhan yang digunakan dalam
pembuatan spesimen awetan basah ini adalah macam-macam jenis tumbuhan kaktus,
yaitu kaktus mini, kaktus Lobivia Oganmaru, dan kaktus Mamill cactus.
Dalam pembuatan spesimen awetan basah ini, praktikan membutuhkan
beberapa alat antara lain, toples yang digunakan untuk wadah atau menyimpan
tumbuhan yang akan di awetkan dan label penamaan. Kemudian bahan yang dgunakan
antara lain larutan formalin dan spesimen tumbuhan yang akan digunakan. Adapun
cara pengawetan dalam pengawetan dasah yaitu pertama tumbuhan di cuci hingga
bersih dan tidak ada lagi sisa tanah yang berada di akar, kemudian memasukkan
tumbuhan ke dalam toples dan mengisi toples tersebut dengan larutan formalin.
Larutan yang digunakan untuk pengawetan sebenarnya tidak hanya dengan larutan
formalin saja, namun juga dapat digunakan larutan alkohol 70%. Tetapi dalam
pengawetan yang dilakukan oleh praktikan, praktikan menggunakan larutan formalin
untuk mengawetkan spesimen tanaman.
Berdasarkan awetan yang telah di lakukan praktikan, hasil pengawetan
adalah sebagai berikut,
1. Kaktus Mini
Gambar 16. Kaktus mini sebelum di awetkan
Ciri morfoloi kaktus mini antara lain, tinggi tanaman ini sekitar 6 cm.
Panjang masing-masing tunas 3-4 cm. Unik, cantik,look fresh, cocok untuk ditaruh
di atas meja kerja,tamu dan ruangan indoor atau outdoor. Berikut adalah keadaan
setelah kaktus mini diawetkan :
Gambar 17. Kaktus mini setelah diawetkan
Dalam pelabelan, praktikan mencantumkan klasifikasi dari kaktus mini,
yaitu :
Kingdom : Plantae
Filum :Magnoliophyta
Kelas : Manoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Family : Cactaceae
Genus : Echinopsis
Spesies : Echinopsis mamilosa
2. Kaktus Lobivia oganmaru
Gambar 17. Kaktus Lobivia oganmaru sebelum diawetkan
Cirri morfologi kaktus Lobivia Oganmaru, yaitu memiliki bunga yang
berwarna kuning dengan duri yang banyak dan juga berwarna kuning, bentuk
kaktus lonjong dengan panjang sekitar 7cm yang tidak terlalu besar.
Berikut adalah keadaan setelah kaktus Lobivia oganmaru diawetkan :
Gambar 18. Kaktus Lobivia oganmaru setelah diawetkan
Dalam pelabelan, praktikan mencantunkan nama kelompok dan klasifikasi
dari kaktus ini. Berikut adalah klasifikasinya :
Kingdom : Plantae
Filum :Magnoliophyta
Kelas : Manoliopsida
Ordo :Caryophyllales
Family :Cactaceae
Genus :Opuntia
Spesies :Lobivia oganmaru
3. Kaktus Mamill cactus
Gambar 19. Kaktus Mamill cactus sebelum diawetkan
Ciri morfologi kaktus Mamill cactusyaitu,memiliki banyak duri pendek
yang berwarna putih, Bunganya berwarna hijau tua berbentuk bulat dengan batang
yang panjangnya sekitar 5cm dan tidak terlalu besar. Tidak terlalu banyak diburu
orang karena bentuknya yang tidak menarik.
Berikut adalah keadaan setelah kaktus Mamill cactus diawetkan :
Gambar 20. Kaktus Mamilla cactus setelah diawetkan
Berdasarkan gambar di atas, untuk pelabelan, praktikan mencantunkan
nama kelompok dan klasifikasi dari kaktus ini. Berikut adalah klasifikasinya :
Kingdom : Plantae
Filum :Magnoliophyta
Kelas : Manoliopsida
Ordo :Caryophyllales
Family :Cactaceae
Genus :Carica
Spesies :Mamill cactus
Berdasarkan literatur, kaktus termasuk ke dalam golongan tanaman sukulen
karena mampu menyimpan persediaan air di batangnya. Batang tanaman ini mampu
menampung volume air yang besar dan memiliki bentuk yang bervariasi. Untuk dapat
bertahan di daerah gurun yang gersang, kaktus memiliki metabolisme tertentu.
Tumbuhan ini membuka stomatanya di malam hari ketika cuaca lebih dingin
dibandingkan siang hari yang terik. Pada malam hari, kaktus juga mengambil CO2 dari
lingkungan dan menyimpannya di vakuola untuk digunakan ketika fotosintesis
berlangsung (terutama pada siang hari). Banyak spesies dari kaktus yang memiliki
duri yang panjang serta tajam. Duri tersebut merupakan modifikasi dari daun dan
dimanfaatkan sebagai proteksi terhadap herbivora. Bunga kaktus yang berfungsi
dalam reproduksi tumbuh dari bagian ketiak atau areola dan melekat pada tumbuhan
serta tidak memiliki tangkai bunga.
2. Spesimen awetan hewan
Dalam pembuatan spesimen awetan hewan, praktikan melakukan pengawetan
dengan 3 teknik pengawetan yaitu, awetan kering, awetan basah dan dengan teknik
bioplastik.
Pertama, praktikan melakukan pengawetan hewan dengan cara awetan kering
yang disebut dengan insektarium. Dalam teknik insektarium ini, praktikan
menggunakan hewan insekta yaitu capung untuk di awetkan. Alat yang digunakan
untuk pengawetan insektarium ini antara lain, suntikan, plastik, kapas kardus dan
jarum pentul. Suntikan digunakan untuk menyuntikkan formalin yang akan digunakan
untuk mengawekan, sedangkan kapas digunakan untuk mengambil kloroform dan di
masukkan ke dalam plastik yang telah berisi hewan agar hewan tersebut pingsan,
sehingga mudah untuk dilakukan penyuntikan. Sedangkan bahan yang digunakan
untuk pengawetan ini adalah formalin dan kloroform. Adapun cara yang dilakukan
praktikan dalam melakukan teknik pengawetan herbarium ini antara lain pertama
praktikan mengambil kloroform menggunakan kapas, kemudian memasukkan ke
dalam plastik serta memasukkan hewan ke dalam plastik pula. Hal tersebut bertujuan
untuk membuat capung pingsan. Setelah capung pingsan dan tidak bergerak lagi,
ptakrikan meletakkan capung di atas kardus dan menelentangkanya. Kemudian,
praktikan mengambil formalin menggunakan suntikan dan menyuntikkan formalin ke
dalam tubuh capung secara perlahan. Setelah itu praktikan menggunakan kertas untuk
menjapit sayap dan ekor capung dengan menusukkan jarum pentul agar sayap capung
yang diawetkan tetap lurus. Setelah capung terjapit dengan rapi mendiamkan capung
tersebut hingga kering.
Berdasarkan insektarium yang praktikan telah lakukan, didapatkan hasil
sebagai berikut:
Gambar 21. Capung setelah diawetkan
Pada hasil pengawetan, dalam pelabelan, praktikan hanya mencantumkan nama lokal
dan nama ilmiahnya. Hal ini dikarenakan dalam pelabelan pembuatan insektarium
tidak mencukupi space yang ada.
Berikut adalah klasifikasi capung hijau :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Odonata
Suborder : Anisoptera
Superfamily : Libelluloidea
Family : Libellulidae
Genus : Orthetrum
Species : Orthetrum sabina
Capung merupakan serangga yang menarik, memiliki 4 sayap yang berselaput
dan banyak sekali urat sayapnya. Bentuk kepala besar dengan mata yang besar pula.
Antena berukuran pendek dan ramping. Capung ini memiliki toraks yang kuat dan
kaki yang sempurna. Abdomen panjang dan ramping, tidak mempunyai ekor, tetapi
memiliki berbagai bentuk umbai ekor yang telah berkembang dengan baik.Mata
capung sangat besar dan disebut mata majemuk, terdiri dari banyak mata kecil yang
disebut ommatidium. Dengan mata ini capung mampu melihat ke segala arah dan
dengan mudah dapat mencari mangsa atau meloloskan diri dari musuhnya, bahkan
dapat mendeteksi gerakan yang jauhnya lebih dari 10 m dari tempatnya berada.Tubuh
capung tidak berbulu dan biasanya berwarna-warni. Beberapa jenis capung ada yang
mempunyai warna tubuh mengkilap (metalik).Kedua pasang sayap capung berurat-
urat. Kaki capung tidak terlalu kuat, oleh karena itu capung menggunakan kakiknya
bukan untuk berjalan, melainkan untuk berdiri (hinggap) dan menangkap mangsanya.
Kaki-kaki capung yang ramping itu juga dapat membentuk kurungan untuk membawa
mangsanya. Capung biasa dapat menangkap mangsa dan memakannya sambil terbang.
Kedua, praktikan melakukan pengawetan hewan dengan teknik awetan basah.
Dalam teknik awetan basah ini, alat dan bahan yang digunakan sama dengan alat dan
bahan yang digunakan dalam teknik awetan basah tumbuhan. Cara dan langkah kerja
yang digunakan pun sama,. Namun dalam pengawertan hewan dengan teknik awetan
basah ini, hewan yang akan diawetkan harus di suntik degan formalin terlebih dahulu.
Hal tersebut di lakukan agar bagian dalam atau isi dari hewan tidak mengalami
pembusukan saat hewan telah di awetkan. Setelah di suntik dengan rapid dan benar,
hewan tersebut di masukkan ke dalam toples dan di isi dengan larutan formalin atau
larutan alkohol.
Dalam percobaan awetan basah ini, praktikan menggunakan 2 hewan, yaitu
ikan koki dan ikan cupang. Teknik pengawetan yang digunakan unruk membuat
awetan dari masing-masing hewan sama.
Berdasarkan hasil pengawetan yang telah di lakukan adalah sebagai berikut:
1. Ikan Koki
Pada hasil pengawetan, dalam pelabelan, praktikan hanya mencantumkan
klasifikasi beserta nama lokal dan nama ilmiahnya. Berikut adalah klasifikasi ikan
koki :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Ostariophysi
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus
Ciri morfologi ikan koki yaitu, bentuk kepala mas koki ditutupi jaringan
daging yang menebal di kepala dan pipi. Mata ikan koki memiliki iris mata yang
tidak dapat membuka dan menutup. Lensa matanya tidak dapat berkontraksi luas.
Jarak pandangnya sangat dekat dan terbatas. Ketika mencari makan, mas koki
lebih mengandalkan penciuman daripada penglihatan. Ikan koki mempunyai sirip
lengkap seperti sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor.
Selain itu juga mempunyai sisik yang berderet rapi.Sirip mas koki berfungsi
sebagai alat gerak. Sirip perut dan sirip dada yang bekerja sama dengan
gelembung udara, berfungsi sebagai kontrol terhadap gerakan ke atas dan ke
bawah. Jika gelembung udara penuh udara, sirip dada akan bergerak, otomatis mas
koki akan muncul ke permukaan air. Sebaliknya jika gelembung udara kosong dan
mengecil, sirip perut yang bergerak, dan mas koki pun menyelam ke bagian yang
lebih dalam. Selain bentuk siripnya menarik, keelokkan mas koki banyak
dipengaruhi oleh deretan sisik-sisik yang rapih seperti genteng penutup atap
rumah. Di bawah deretan sisik terdapat kelenjar lendir yang berfungsi sebagai
pelindung. Lendir mencegah tubuh dari luka karena gesekan dan melidungi luka
dari infeksi.
Berikut adalah keadaan ikan koki setelah diawetkan :
Gambar 21. Dua ikan koki yang telah diawetkan
2. Ikan Cupang
Klasifikasi ikan cupang
Fillum : Chordata
Subfilum : Craeniata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Superordo : Teleostei
Ordo : Percomorphoidei
Subordo : Anabantoidei
Family : Anabantidae
Genus : Betta
Spesies : Betta sp.
Cupang (Betta sp.) awalnya merupakan cupang hasil persilangan genetik
antara spesies cupang alam yang berbeda-beda yang berasal dari perairan disekitar
asia tenggara, sebagian besar diantaranya berasal dari Thailand, Malaysia,
Indonesia dan Vietnam. Cupang juga dapat ditemukan diperairan Brunei, Filipina,
Myanmar, Laos, Kamboja dan sekitarnya namun tidak sebanyak 4 negara yang
telah disebutkan diatas.
Cupang hias mudah dikenali melalui keindahan warna yang bervariasi dan
siripnya yang panjang. Beberapa tipe cupang hias yang paling banyak digemari
adalah cupang hias Halfmoon (HM) yang memiliki sirip ekor lebar dan simetris
menyerupai bentuk setengah bulan (180'). Lalu Crowntail (CT) atau yang lebih
dikenal bernama Serit yang merupakan hasil tangkaran mutasi genetik dari
Indonesia. Adalah Henry yin yang pertama kali memperkenalkan serit kepada
dunia internasional yang akhirnya sempat menjadi fenomenal disekitar tahun 1998.
Sementara jenis yang terbaru dari cupang hias adalah jenis Giant, atau biasanya
dikenal sebagai cupang raksasa karena tubuhnya bisa mencapai 15cm atau lebih.
Berikut adalah keadaan ikan cupang setelah diawetkan :
Gambar 22. Ikan cupang setelah diawetkan
Ketiga, praktikan melakukan pengawetan hewan dengan teknik bioplastik.
Dalam teknik awetan bioplastik ini, alat yang digunakan antara lain, wadah untuk
membuat cetakan dan pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan antara lain, resin
yang digubakan untuk membuat awetan bioplastik, katalis untuk mencampuri resin
dan spesimen hewan yang akan di awetkan. Adapun cara yang dilakukan praktikan
dalam melakukan teknik awetan bioplastik yaitu pertama, praktikan mengambil resin
sebanyak yang dibutuhkan, selain itu juga mengambil katalis. Kemudian
mencampurkan resin dengan katalis dengan perbandingan yang pas untuk membuat
resin yang bagus, kemudan resin diaduk secara pelan-pelan dengan teknik satu arah
pengadukan agar tidak terjadi gelembung hingga semua rata. Setelah itu menuangkan
resin kedalam cetakan kurang lebih 1 cm dan menunggu hingga mengeras. Setelah di
rasa resin sudah mengeras, meletakkan spesimen hewan yang akan di awetkan dengan
bioplastik dan menuangkan kembali resin hingga resin menutup seluruh bagian dari
hewan tersebut. Kemudian di atas spesimen hewan di letakkan label yang berisi nama
ilmiah dan nama Indonesia spesimen tersebut. Kemudian menuangkan resin kembali
hingga label tertutup. Menunggu hingga resin mengera semua. Ketika resin telah
semuanya mongering dan mengeluarkan resin tersebut dari cetakan dan mengamplas
hingga permukaan licin.
Spesimen yang akan di awetkan menggunakan teknik bioplastik yaitu yuyu
sawah dan ampal. Berdasarkan teknik bioplastik yang telah dilakukan praktikan,
praktikan mendapatkan hasil sebagai berikut,
1. Yuyu Sawah
Kingdom : Animalia (kerajaan hewan)
Phylum : Artropoda (bintang beruas-ruas)
Clas : Crustacea (udang)
Ordo : Decapoda (kepiting)
Family : Parathelphusidae (yuyu-yuyuan)
Genus : Parathelphusa (yuyu)
Spesies : yuyu sawah (Parathelphusa convexa, de Man 1879)
Yuyuadalah sejenis kepiting air tawar. Kata ini diambil dari bahasa Jawa.
Ketam air tawar ini ada banyak jenisnya, dan kerap didapati di sungai-sungai,
danau, dan persawahan; termasuk di parit-parit dan tanah bencah di sekitarnya.
Dalam ilmu zoologi, jenis-jenis yuyu biasanya tergolong ke dalam suku
Parathelphusidae atau Gecarcinucidae, superfamilia Gecarcinucoidea. Yuyu tidak
jarang terlihat di luar air. Berbeda dengan kepiting laut yang sepasang kaki
belakangnya berbentuk pipih, kaki yuyu semuanya memiliki ujung lancip.
Tempurung punggung yuyu umumnya berwarna kecoklatan, kehitaman, hingga
ungu gelap; kerap memiliki lekukan seperti bekas terinjak tapak kaki kuda. Tepi
tempurungnya kadang-kadang ada yang memiliki beberapa duri kecil.
Berikut adalah awetan bioplastik dari yuyu sawah :
Gambar 23. Hasil produk bioplastik spesies yuyu sawah
2. Ampal
Phyllopoga postancensis atau orang sering menyebutnya ampal, termasuk
hewan avertebrata yang merupakan salah satu jenis dari kelas Insecta.
Klasifikasi
kingdom : animalia
filum : Arthropoda
kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Scarabacidae
Genus : Phyllopoga
spesies : Phyllopoga postancensis
Ciri morfologi ampal yaitu, hewan ampal ini memiliki 2 pasang sayap,
sepasang tebal dan keras yang terdapat pada bagian luar dan sepasang sayap tipis
(bagian dalam). Kakinya ada 3 pasang, segmen tubuhnya ada 5 segmen.
Phyllopoga postancensis bersifat holometabola yang berarti mengalami
metamosfosis sempurna. Makanannya berupa buah dan serangga muda . Ampal ini
memiliki mulut tipe pengunyah. antena dan kakinya panjang. kepala memanjang,
tidak bersayap. Pada hewan jantan memilki organ penjepit yang terletak di ujung
posterior abdomen dan organ tersebut menyerupai organ penyengat pada
kalajengking. Ampal ditemukan di pohon - pohon serta hidup bebas. Tubuhnya
kokoh, oval atau memanjang, elytra tidak kasar. Beragam dalam ukuran dan
warna, tetapi umumnya berwarna abu - abu kehitaman.
Berikut adalah awetan bioplastik pada ampal :
Gambar 24. Hasil produk bioplastik spesimen ampal
Dari penjelasan jenis awetan yang dilakukan pada spesimen baik pada tumbuhan
maupun hewan, baik pula jenis awetan kering, basah, ataupun bioplastik, herbarium
kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeringan, namun tetapterlihat ciri-ciri
morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan padasaat
determinasi selanjutnya. (Ardiawan,1990).Sedangkan herbarium basah merupakan awetan
dari suatu hasil eksplorasi yang sudahdiidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat
aslinya. Spesiesmen tumbuhan yang telahdiawetkan disimpan dalam suatu larutan yang di
buat dari komponen macam zat dengankomposisi yang berbeda-beda.
(Tjitoseopomo,2005).Pengawetan Bioplastik merupakan pengawetan spesimen hewan
atau tumbuhan dalam blok resin untuk digunakan sebagai media/alat, baik itu untuk
kepentingan pendidikan atau komersial tertentu ataupun tujuan tertentu.
Berdasarkan hasil percobaan terdapat kelebihan dan kelemahan dari tiap produk
spesimenawetan praktikan, baik spesimen dengan awetan kering, awetan basah, maupun
bioplastik. Berikut adalah penjelasannya :
a. Awetan Kering
Kelebihan :
1. Hasil pengeringan, baik pada tumbuhan (bayam, sirih merah, dan bunga pukul
empat) maupun pada hewan (capung) berjalan maksimal. Dari spesimen yang
digunakan, secara keseluruhan organ- organ tidak mengalami kerusakan. Dari
spesimen yang digunakan, pada spesimen awetan tumbuhansirih merah warna
dari daun masih terlihat adanya perbedaan bagian warna daun yang berwarna
hijau dan merah. Sehingga struktur warnanya masih terlihat menarik.
2. Pengeringan tidak hanya dilakukan pada bagian- bagian organ seperti daun,
batang, akar, namun praktikan mengikutsertakan awetan dari bunga maupun
bijinya. Sehingga produk yang dibuat praktikan cukup lengkap.
3. Pelabelan pada spesimen awetan praktikan cukup jelas mewakili deskripsi
dari spesimen yang digunakan, sehingga akan memberikan informasi
mengenai spesimen tersebut.
4. Pengemasan dari masing- masing spesimen awetan cukup rapi dan menarik.
Kelemahan :
1. Spesimen awetan kering untuk hewan hanya menggunakan satu jenis capung.
Jika praktikan menggunakan beberapa jenis capung akan lebih menarik.
2. Pelabelan pada spesimen awetan kering pada hewan hanya mencantumkan
nama ilmiahnya saja. Hal ini dikarenakan, untuk spesimen awetan kering
hewan dijadikan satu melebur menjadi koleksi insectratium kering kelas.
Space kosong untuk pelabelan secara lengkapnya tidak ada.
b. Awetan Basah
Kelebihan :
1. Spesiemen awetan basah yang digunakan baik pada tumbuhan maupun hewan
tidak hanya 1, namun menggunakan spesies yang berbeda namun dalam jenis
yang sama. Hal ini akan membantu dalam koleksi beberapa jenis ikan ataupun
kaktus dalam jenis yang sama dan dalam spesies yang berbeda.
2. Wadah yang digunakan praktikan terbuat dari kaca bening. Sehingga memberi
keleluasaan bagi pembaca untuk melihat spesimen lebih jelas.
Kelemahan :
1. Ada bagian organ tertentu dari spesimen awetan yang digunakan tidak
tercelup semua dalam formalin.
2. Warna asli dari masing- masing spesimen awetan agak memudar. Hal ini
dikarenakan pada proses pembuatan praktikan kurang menambahkan
campuran larutan yang nantinya akan membantu agar warna asli pada
spesimen tidak pudar.
c. Bioplastik
Kelebihan :
1. Hasil resin yang mongering cukup baik untuk hasil bioplastik pada ampal dan
yuyu sawah.
2. Pelabelan yang dilakukan praktikan masih terlihat dan posisi peletakan sesuai
dengan tidak menghalangi pembaca untuk melihat bagian- bagai tertentu dari
ampal ataupun capung.
Kelemahan :
1. Masih terdapat gelembung- gelembung pada hasil cetakan bioplastik.
2. Deskripsi dari masing- masing spesimen kurang jelas karena ada keterbatasan
ruang peletakan label.
F. KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa :
1. Cara pengeringan spesimen tumbuhan (bayam, sirih merah, dan bunga pukul empat)
secara alami adalah dengan cara diangin- anginkan di tempat yang kering atau
dibungkus koran dengan rapi dan diletakkan di bawah beban/ tumpukan sesuatu yang
rata dan berat.
2. Cara membuat label adalah secara sederhana, pelabelan pada spesimen yang
diawetkan adalah mencantumkan nama kelompok dan mencantumkan klasifikasi
serta nama ilmiah dan nama dalam kehidupan sehari- hari hewan/ tumbuhan yang
diawetkan. Cara lainnya adalah :
a. Mengobservasi tumbuhan/ hewan yang akan diawetkan, dari morfologinya
maupun klasifikasinya)
b. Membuat skema pelabelan dengan mencantumkan nomor koleksi (No), tanggal
pengambilan (dd), familia, genus, spesies, Nom. Indigo (nama local), tanggal
menmpel (dd), nama orang yang mengidentifikasi spesimen tersebut (Det), pulau
tempat pengambilan (insula), tempat pengambilan (loc), serta deskripsi spesimen
tersebut (annotatione).
c. Mencantumkan pelabelan tersebut di tempat dimana spesimen tersebut diawetkan.
3. Cara membuatspesimen awetan tumbuhan (herbarium) basah dan kering pada sirih
merah, bayam, bunga pukul empat, dan beberapa jenis kaktus adalah sebagai berikut :
Spesimen Awetan Tumbuhan Kering :
a. Mencari spesimen tumbuhan (tumbuhan lengkap) yang akan diawetkan, yaitu
tanaman sirih merah, bayam, dan bunga pukul empat.
b. Membersihkan sirih merah, bayam, dan bunga pukul empat yang akan diawetkan
dengan air
c. Mengoleskan organ-organ tumbuhan yang tebal (missal bagian batang tumbuhan
yang herba, yaitu tanaman bayam dan bunga pukul empat) dengan menggunakan
alkohol 70%.
d. Menempatkan bayam, sirih merah, dan bunga pukul empat di atas Koran dengan
baik dan rapi.
e. Menutup beberapa bagian organ tumbuhan dengan tissue
f. Memberi selotip pada bagian atas tissue
g. Menutup dengan koran kembali
h. Menyimpan/ meletakkan/ mengangin-anginkan di tempat kering (di bawah
tumpukan buku)
i. Menyimpan bayam, sirih merah, dan bunga pukul empat yang telah kering di atas
karton beserta labelnya dan melapisinya dengan plastik serta memberi amplop
sebagi tempat penyimpanan.
Spesimen Awetan Tumbuhan Basah :
a. Membawa tumbuhan segar (beberapa jenis kaktus)
b. Membersihan beberapa jenis kaktus dari debu/ kotoran yang menempel
c. Meletakkan beberapa jenis kaktus yang akan diawetkan ke dalam wadah/ toples
kaca.
d. Menuang formalin 4% ke dalam toples kaca hingga tumbuhan tersebut tercelup
ke dalam larutan formalin.
e. Menutup dengan rapat toples kaca yang didalamnya terdapat spesimen awetan
tumbuhan
f. Memberi label pada sisi luar toples
4. Cara membuatspesimen awetan binatang (insektarium)adalah sebagai berikut :
Awetan kering :
a. Mencari spesimen hewan (dengan morfologi lengkap) yang akan diawetkan yaitu
capung
b. Meletakkan capung yang akan diawetkan ke dalam plastik dan memberinya kapas
yang sebelumnya sudah diberi kloroform.
c. Setelah capung yang akan diawetkan dirasa sudah terbius, bagian tubuh capung
disuntik dengan formalin 4% tanpa merusak bagian sayapnya dengan
mengenainya dengan formalin.
d. Meletakkanya di atas potongan kardus dengan menggunakan jarum pentul
e. Membiarkannya beberapa hari di tempat yang kering dengan memakai suhu
ruangan.
f. Meletakkan capung ke tempat spesimen yang diawetkan, misal karton.
g. Memberi label tentang klasifikasi capung
h. Memberi lapisan plastik pada tempat pengawetan capung dengan baik dan rapi.
Awetan basah :
a. Membawa hewan hidup (beberapa jenis ikan)
b. Meletakkan beberapa jenis ikan yang akan diawetkan ke dalam wadah/ plastik
dengan memberinya kapas yang sebelumnya sudah diberi kloroform.
c. Menyuntikkan formalin 4% ke dalam tubuh spesimen ikan yang sudah tidak
sadarkan diri.
d. Meletakkan ke dalam toples kaca.
e. Menuang formalin 4% ke dalam toples kaca hingga ikan-ikan tersebut tercelup ke
dalam larutan formalin.
f. Menutup dengan rapat toples kaca yang didalamnya terdapat spesimen awetan
hewan jenis- jenis ikan.
g. Memberi label pada sisi luar toples.
5. Cara membuatspesimen awetan dengan bahan bioplastikadalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan hewan hidup, missal ampal dan yuyu sawah
b. Memasukkan ampal dan yuyu sawah dalam plastik
c. Memasukkan kapas yang sebelumnya sudah diberi kloroform
d. Jika spesimen dudah terbius, menata ampal dan yuyu sawah di atas kardus dengan
jarum pentul
e. Menyuntik badan ampal ataupun yuyu sawah dengan formalin 4%
f. Mengeringkan ampal dan yuyu sawah beberapa hari di ruangan yang kering
g. Membuat campuran spesimen dan katalis dengan perbandingan yang tepat
h. Sembari menunggu kering, membuat label tentang klasisikasi ampal ataupun
yuyu sawah di mika bening.
i. Meletakkan ampal ataupun yuyu sawah di atas resin yang telah mengering pada
wadah yang disesuaikan dengan ukuran tubuh ampal ataupun yuyu sawah dan
menutupnya kembali dengan resin yang telah diberi katalis.
j. Menunggu beberapa hari hingga awetan bioplastik yang dibuat telah mongering
k. Melepaskan hasil bioplastik dari cetakan dan mengamplasnya agar terlihat
menarik dan rapi
G. DAFTAR PUSTAKA
Balai Diklat Kehutanan Makassar. 2011. Herbarium Sebagai Acuan Penanaman Pohon. Diakses dari http://www.badikhut.com. pada tanggal 10 Desember 2013.
Doloksaribu, Rianto. 2009. Isolasi Senyawa Flavonoid Dari Daun Tumbuhan Harimonting. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Juliantina R, Farida, Dewa Ayu Citra, Bunga Nirwani, Titia Nurmasitoh, Endarwati Tri Bowo. 2009. “Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram positif dan Gram Negatif”. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Manoi, Feri. 2007. “Sirih Merah Sebagai Tanaman Multi Fungsi”. Warta Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Industri. Volume 13 Nomor 2. Agustus 2007.
Onrizal. 2005. Teknik Pembuatan Herbarium. Diakses darihttp://ocw.usu.ac.id. pada tanggal 10 Desember 2013.
Sofyan, Ahmad, Ahmad Jayanegara. 2008. “Penentuan Aktivitas Biologis Tanin Beberapa Hijauan Secara In Vitro Menggunakan ‘ Hohenheim Gas Test’ dengan Polietilen Glikon Sebagai Determinan”. Jurnal Media Peternakan Vol. 31 No. 1 tahun 2008.
Subrahmanyam, N.S. 2002. Laboratory Manual of Plant Taxonomy. New Delhi: University of Delhi.
Sudewo, Bambang. 2010. Basmi Penyakit Dengan Sirih Merah. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Susarla, S., Victor, F.M., dan Steven, C.M. 2002. Phytoremediation : An Ecological Solution to Organic Chemical Contamination. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id/8366/3/bab%202%20%2008307144019.pdf. Pada tanggal 13 Desember 2013.
Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Spesimen Awetan Objek Biologi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Gembong, Tjitrosoepomo. 2005. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: GadjahMada University.
Van Steenis, C.G.G.J. 2003. Flora. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.
Wibobo, A Abdulah, W. 2007. Desain Xml Sebagai Mekanisme PetukaranData dalam Herbarium Virtual. Diakses dari http//eprints.undip.ac.id/1855/1/3 Adi Wibowo%2B%2B%2B.doc pada tanggal 10 Desember 2013.
H. LAMPIRAN
Bioplastik Yuyu sawah Bioplastik Ampal
Awetan kering capung Awetan kering tanaman bunga pukul empat
Awetan kering tanaman sirih merah Awetan kering tanaman bayam
Awetan basah kaktus “Mamill cactus” Awetan basah ikan koki
Awetan basah ikan cupang Awetan basah kaktus mini
Awetan basah ikan koki Awetan basah kaktusLobivia oganmaru