referat bu biantivfrr

76
PERANAN AUDIT MEDIK DAN AUDIT KEPERAWATAN DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RUMAH SAKIT Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Disusun Oleh : Anak Agung Gede Anom 0861050172 Debby Seresthia Silaban 1220221128 Fransiska Sutrisno 22010112210021 Patricia Feliani Situmorang 0961050114 Rizki Arya Widi Maza Lufi 0961050121 Selvandega Widi Pramana 22010112220207 Dosen Penguji : dr. Arif Rahman Sadad, Sp. F, M.Si.Med, SH 1

Upload: rizky-fauzi

Post on 23-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wfe

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Bu Biantivfrr

PERANAN AUDIT MEDIK DAN AUDIT KEPERAWATAN DALAM

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RUMAH SAKIT

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun Oleh :Anak Agung Gede Anom 0861050172

Debby Seresthia Silaban 1220221128

Fransiska Sutrisno 22010112210021

Patricia Feliani Situmorang 0961050114

Rizki Arya Widi Maza Lufi 0961050121

Selvandega Widi Pramana 22010112220207

Dosen Penguji : dr. Arif Rahman Sadad, Sp. F, M.Si.Med, SHResiden Pembimbing : dr. Bianti H Machroes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN

MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

RSUP. DR. KARIADI SEMARANG

Periode 21 Oktober-16 November 2013

1

Page 2: Referat Bu Biantivfrr

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui oleh konsulen penilai, referat dari :

Nama NRP

Anak Agung Gede Anom 0861050172

Debby Seresthia Silaban 1220221128

Fransiska Sutrisno 22010112210021

Patricia Feliani Situmorang 0961050114

Rizki Arya Widi Maza Lufi 0961050121

Selvandega Widi Pramana 22010112220207

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Diponegoro Semarang

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Dosen Pembimbing : dr. Arif Rahman Sadad Sp.F, M.Si.Med, SH

Residen Pembimbing : dr. Bianti H Machroes

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Semarang, November 2013

Dosen Penguji, Residen Pembimbing,

dr. Arif Rahman Sadad Sp.F, M.Si.Med, SH dr. Bianti H Machroes

2

Page 3: Referat Bu Biantivfrr

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, referat berjudul

“PERANAN AUDIT MEDIK DAN AUDIT KEPERAWATAN DALAM PENINGKATAN

MUTU PELAYANAN DI RUMAH SAKIT” selesai disusun. Referat ini dibuat untuk

memenuhi tugas referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dokter Kariadi Semarang.

Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk memperdalam pengetahuan peranan

audit medik dan audit keperawatan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit khususnya bagi

dokter-dokter muda yang sedang menjalankan kepaniteraan klinik di rumah sakit.

Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah banyak mendukung

dan membantu hingga selesainya referat ini.

1. Dr. Arif Rahman Sadad Sp.F, M.Si.Med, SH, selaku konsulen penguji referat.

2. Dr. Bianti H Machroes selaku pembimbing referat yang senantiasa meluangkan waktu

dan dan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyelasaikan referat ini.

3. Segenap staf Instalasi Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro/RSUP Dokter kariadi Semarang.

4. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan baik material maupun spiritual.

5. Rekan-rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dokter Kariadi Semarang yang telah

memberikan bantuan baik secara material maupun spiritual bagi penulis.

Penulis menyadari pembuatan referat ini memiliki keterbatasan dan

ketidaksempurnaan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk memperbaiki mutu penyusunan referat ini di masa yang akan datang.

Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan semua pihak yang

memerlukan.

Semarang, November 2013

Tim Penulis

3

Page 4: Referat Bu Biantivfrr

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan................................................................................................................i

Kata Pengantar ......................................................................................................................ii

Daftar Isi...............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1.Latar Belakang............................................................................................................1

1.2. Perumusan Masalah...................................................................................................2

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................2

1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................4

2.1 Rumah Sakit...............................................................................................................4

2.1.1 Definisi Rumah Sakit........................................................................................4

2.1.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit........................................................................4

2.1.3 Indikator Pelayanan Rumah Sakit..................................................................5

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit................................................................................ 5

2.1.5 Akreditasi Rumah Sakit................................................................................ 6

2.1.6 Mutu Pelayanan Rumah Sakit........................................................................9

2.1.7. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit................................................... 10

2.2 Komite Medik........................................................................................................16

2.2.1 Konsep Dasar Komite Medik......................................................................... 20

2.2.2 Peranan Komite Medik Dalam Menegakkan Profesionalisme ……………21

2.2.3 Tugas Komite Medik …………………………………………………….... 22

2.2.4 Pengorganisasian Komite Medik ………………………………………..... 22

2.2.5 Subkomite Kredensial ………………………………………………………24

2.2.6 Subkomite Mutu Profesi …………………………………………………...25

2.2.6.1 Audit Medik ……………………………………………………….. 26

2.2.6.2 Audit Keperawatan ……………………………………………….. 30

2.2.7 Subkomite Etika dan Disiplin Profesi …………………………………….. 35

2.2.8 Peranan Audit Medik dan Audit Keperawatan dalam Peningkatan Mutu

Pelayanan di Rumah Sakit ………………………………………………….38

BAB III PEMBAHASAN.............................................................................................40

3.1 Kasus ……………………………………………………………………………. 40

4

Page 5: Referat Bu Biantivfrr

3.2 Analisa Kasus …………………………………………………………………….40

BAB IV PENUTUP .......................................................................................................42

4.1 Kesimpulan............................................................................................................42

4.2 Saran ..................................................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 44

5

Page 6: Referat Bu Biantivfrr

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor kunci dalam pengembangan pelayanan di rumah sakit adalah

bagaimana meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan

telah menjadi isu utama dalam pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun

global. Hal ini di dorong karena semakin besarnya tuntutan terhadap organisasi pelayanan

kesehatan untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan secara prima terhadap konsumen.

Dalam pengembangan masyarakat yang semakin kritis, maka mutu pelayanan akan menjadi

sorotan baik mutu pelayanan medis maupun bentuk pelayanan yang lainnya. Mutu pelayanan

medis sangatlah penting karena menyangkut baik buruknya suatu pelayanan di rumah sakit.

Di sisi yang lain, mutu pelayanan medis juga terkait dengan safety (keselamatan), karena itu

upaya pencegahan medical error juga sangatlah penting.

Di luar negeri, masalah medical error masih menjadi masalah yang serius, karena

terdapat semakin banyak data yang berkaitan dengan medical error tersebut. Di Amerika

Serikat, 1 di antara 200. Salah satu faktor kunci dalam pengembangan pelayanan rumah sakit

adalah bagaimana meningkatkan mutu pelayanan medik. Karena mutu pelayanan medik

merupakan indikator penting, balk buruknya pelayanan di rumah sakit. Di sisi lain mutu

sangat terkait dengan safety (keselamatan), karena itu upaya pencegahan medical error

sangatlah penting.

Di Iuar negeri, masalah medical error merupakan masalah yang serius. Di Amerika

Serikat, 1 diantara 200 orang menghadapi resiko medical error di rumah sakit, apabila

dibandingkan dengan resiko naik pesawat terbang yang hanya 1 per 2.000.000 maka resiko

mendapatkan medical error di rumah sakit Iebih tinggi. Institute of Medicine (IOM) pada

tahun 1999, melaporkan bahwa diperkirakan per tahun 44.000 –98.000 pasien rawat inap

meninggal karena medical error. Studi di NewYork, Colorado, Utah dan Australia

menjelaskan bahwa pelayanan yang tidak menyenangkan karena kurangnya manajemen

rumah sakit untuk pasien rawat inap sekitar 3,7 – 10,6%.

E.A. McGlynn, 1998 (President's Advisory Commission on Consumer Protection and

Quality in Health Care Industry) melaporkan terkait dengan overuse pelayanan dan under use

pelayanan. Over use pelayanan terjadi pada CABG dimana 14% tidak sesuai dengan

6

Page 7: Referat Bu Biantivfrr

prosedur, di Inggris angka tersebut 21% dan di Canada 9%. Sedangkan URTI, 30-70%

pemberian resep antibiotik tidak sesuai untuk infeksi virus dan untuk NSAID 42%

mendapatkan resep yang tidak diperlukan.Namun di sisi lain, under use pelayanan juga

terjadi. Hanya 76% anak yang mendapat imunisasi lengkap dan hanya 16% pasien DM yang

diperiksa HbAIC. Pasien CAD yang perlu dilakukan intervensi hanya 42 -61% yang

dilaksanakan.

Medical error sering berakhir dengan tuntutan pasien. Laporan dari NHS di Inggris

pada tahun 1998, dana yang terkait dengan tuntutan pasien berjumlah 380 juta Pound setiap

tahunnya atau sekitar 5,3 triliun rupiah, dimana 325 juta Pound hanya untuk medical error.

Di Indonesia data secara pasti belum ada, namun beberapa kasus mencuat seperti

ketinggalan gunting di dalam perut, kesalahan obat dan lain sebagainya, karena kasus-kasus

tersebut menjadi masalah hukum akibat terjadinya tuntutan dari pasien.

Salah satu sebab lemahnya data medical error di Indonesia adalah belum berjalannya

audit medik dan keperawatan secara maksimal di rumah sakit sehingga rumah sakit tidak

mempunyai data secara pasti berapa angka medical error yang terjadi. Karena itu perlu

diketahui peranan audit medik dan keperawatan dalam hubungannya dengan mutu pelayanan

di rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan audit medik?

2. Apakah yang dimaksud dengan audit keperawatan?

3. Bagaimana peranan audit medik dan audit keperawatan dalam peningkatan mutu

pelayanan di rumah sakit?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan audit medik dan audit keperawatan dalam peningkatan

mutu pelayanan di rumah sakit.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui definisi audit medik.

Untuk mengetahui definisi audit keperawatan.

Mengetahui peranan audit medik terhadap peningkatan mutu pelayanan di rumah

sakit.

7

Page 8: Referat Bu Biantivfrr

Mengetahui peranan audit keperawatan terhadap peningkatan mutu pelayanan di

rumah sakit.

1.4 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi mengenai peranan audit medik dan audit keperawatan dalam

peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit.

Menjadi bahan informasi untuk tenaga kesehatan sehingga mutu pelayanan di rumah

sakit diharapkan menjadi lebih baik.

8

Page 9: Referat Bu Biantivfrr

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan

berkesinambungan (Siregar,2004).

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang

Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, tugas rumah sakit adalah mengutamakan upaya

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya

peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk melaksanakan

tugasnya, rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan

medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan,

pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta

administrasi umum dan keuangan. Menurut Siregar, 2004, rumah sakit mempunyai 4 fungsi

dasar yaitu :

1. Pelayanan Penderita

Pelayanan penderita yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan medis, pelayanan

farmasi, dan pelayanan keperawatan. Di samping itu, untuk mendukung pelayanan medis,

rumah sakit juga mengadakan pelayanan berbagai jenis laboratorium.

2. Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan fungsi penting dari rumah sakit modern, baik yang

berafiliasi atau tidak dengan suatu universitas.

3. Penelitian

Kegiatan penelitian dalam rumah sakit mencakup merencanakan prosedur diagnosis yang

baru, melakukan percobaan laboratorium dan klinik, pengembangan dan menyempurnakan 9

Page 10: Referat Bu Biantivfrr

prosedur pembedahan yang baru, mengevaluasi obat investigasi dan penelitian formulasi obat

yang baru.

4. Kesehatan masyarakat

Tujuan utama dari fungsi rumah sakit ini adalah membantu komunitas dalam mengurangi

timbulnya kesakitan dan meningkatkan kesehatan umum penduduk. Contoh kegiatan

kesehatan masyarakat adalah partisipasi dalam program deteksi penyakit, seperti

tuberkulosis, diabetes, hipertensi, dan kanker.

2.1.3 Indikator Pelayanan Rumah Sakit

Program akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan sejak tahun 1995 diawali dengan

lima jenis pelayanan, yaitu pelayanan medis, pelayanan keperawatan, rekam medis,

administrasi dan manajemen, dan pelayanan gawat darurat. Pada tahun 1997, program

diperluas menjadi 12 pelayanan, yaitu kamar oeprasi, pelayanan perinatal resiko tinggi,

pelayanan radiologi, pelayanan farmasi, pelayanan laboratorium, pengendalian infeksi, dan

kecelakaan keselamatan dan kewaspadaaan bencana. Pada tahun 2000, dikembangkan

instrumen 16 bidang pelayanan untuk menilai ke-20 proses pelayanan di rumah sakit. Untuk

membantu proses persiapan akreditasi, dilakukan berbagai pelatihan akreditasi rumah sakit

oleh Balai Pelatihan Kesehatan. Di samping akreditasi, penerapan sistem manajemen mutu

mengikuti ISO 9001:2000 mulai dilakukan juga di puskesmas dan rumah sakit sejak 2003

untuk menjawab tuntutan global.

2.1.4 Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria (Siregar dan Lia, 2004)

sebagai berikut:

1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan, terdiri dari:

a. Rumah sakit pemerintah, terdiri dari:

• Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan

• Rumah sakit pemerintah daerah

• Rumah sakit militer

• Rumah sakit Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

b. Rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat (swasta)

10

Page 11: Referat Bu Biantivfrr

2. Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit umum, memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai

penyakit.

b. Rumah sakit khusus, memberi pelayanan diagnosa dan pengobatan untuk penderita dengan

kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, contoh: rumah sakit kanker maupun

rumah sakit jantung.

3. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan, terdiri dari 2 jenis:

a. Rumah sakit pendidikan, yaitu rumah sakit yang menyelenggarakan program latihan untuk

berbagai profesi.

b. Rumah sakit nonpendidikan, yaitu rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan

profesi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas.

4. Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah, dibagi menjadi:

a. Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

b. Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik

terbatas.

c. Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

d. Rumah Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik dasar.

2.1.5 Akreditasi Rumah Sakit 

Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada

manajemen rumah sakit, karena telah memenuhi standar yang ditetapkan. Adapun tujuan

akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga sangat

dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan

pelayanan yang bermutu. Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat

mengurangi minat masyarakat untuk berobat keluar negeri.

Sesuai dengan Undang-undang No.44 Tahun 2009, pasal, 40 ayat 1, menyatakan

bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi

secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali.

11

Page 12: Referat Bu Biantivfrr

Meskipun akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis

pelayanan, yaitu 5 pelayanan, 12 pelayanan dan 16 pelayanan, namun dengan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya masyarakat Indonesia

dalam menilai mutu pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu dilakukannya perubahan

yang bermakna terhadap mutu rumah sakit di Indonesia.

Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan pembaharuan standar akreditasi

rumah sakit yang lebih berkualitas dan menuju standar Internasional. Dalam hal ini

Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan memilih

dan menetapkan sistem akreditasi yang mengacu pada Joint Commission International (JCI).

Standar akreditasi ini selain sebagian besar mengacu pada sistem JCI, juga dilengkapi dengan

muatan lokal berupa program prioritas nasional yang berupa program Millenium

Development Goals (MDG’s) meliputi PONEK, HIV dan TB DOTS dan standar-standar

yang berlaku di Kementerian Kesehatan RI.Target yang telah direncanakan pada akhir tahun

2011 hampir mencapai 60% dan diharapkan pada tahun 2014 target Kementerian Kesehatan

RI terhadap akreditasi rumah sakit ini diharapkan mencapai 90%.

Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan di rumah sakit dan menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 44

tahun 2009 tentang rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi

dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit minimal dalam jangka waktu 3

(tiga) tahun sekali. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut maka diperlukan suatu standar

yang dapat dijadikan acuan bagi seluruh rumah sakit dan stake holder terkait dalam

melaksanakan pelayanan di rumah sakit melalui proses akreditasi. Di samping itu sistem

akreditasi yang pernah dilaksanakan sejak tahun 1995 dianggap perlu untuk dilakukan

perubahan mengingat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

dibutuhkannya standar akreditasi rumah sakit ini.

Perubahan tersebut menyebabkan ditetapkannya kebijakan akreditasi rumah sakit

menuju standar Internasional. Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan memilih akreditasi

dengan sistem Joint Commission International (JCI) karena lembaga akreditasi tersebut

merupakan badan yang pertama kali terakreditasi oleh International Standart Quality (ISQua)

selaku penilai lembaga akreditasi. Standar ini akan dievaluasi kembali dan akan dilakukan

perbaikan bila ditemukan hal-hal yang tidak sesuai lagi dengan kondisi di rumah

sakit.Akreditasi rumah sakit di Indonesia telah dilaksanakan sejak tahun 1995, yang dimulai

hanya 5 (lima) pelayanan, pada tahun 1998 berkembang menjadi 12 (dua belas) pelayanan

12

Page 13: Referat Bu Biantivfrr

dan pada tahun 2002 menjadi 16 pelayanan. Namun rumah sakit dapat memilh akreditasi

untuk 5 (lima), 12 (duabelas) atau 16 (enam belas) pelayanan, sehingga standar mutu rumah

sakit dapat berbeda tergantung berapa pelayanan akreditasi yang diikuti.

Hal ini dilakukan sejalan dengan visi KARS untuk menjadi badan akreditasi

berstandar internasional, serta untuk memenuhi tuntutan Undang Undang no 44 Tahun 2009

Tentang Rumah Sakit yang mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk

meningkatkan mutu pelayanannya melalui akreditasi. Standar akreditasi baru tersebut terdiri

dari 4 (empat ) kelompok sebagai berikut :

Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien

Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit

Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien

Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development

Jadi pada kesimpulannya akreditasi rumah sakit merupakan suatu proses dimana suatu

lembaga, yang independen, melakukan asesmen terhadap rumah sakit. Tujuannya adalah

menentukan apakah rumah sakit tersebut memenuhi standar yang dirancang untuk

memperbaiki keselamatan dan mutu pelayanan. Standar akreditasi sifatnya berupa suatu

persyaratan yang optimal dan dapat dicapai. Akreditasi menunjukkan komitmen nyata sebuah

rumah sakit untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas asuhan pasien, memastikan bahwa

lingkungan pelayanannya aman dan rumah sakit senantiasa berupaya mengurangi risiko bagi

para pasien dan staf rumah sakit. Dengan demikian akreditasi diperlukan sebagai cara efektif

untuk mengevaluasi mutu suatu rumah sakit, yang sekaligus berperan sebagai sarana

manajemen. Proses akreditasi dirancang untuk meningkatkan budaya keselamatan dan

budaya kualitas di rumah sakit, sehingga senantiasa berusaha meningkatkan mutu dan

keamanan pelayanannya. Melalui proses akreditasi rumah sakit dapat :

Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit menitikberatkan sasarannya

pada keselamatan pasien dan mutu pelayanan

Menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien sehingga staf merasa puas

Mendengarkan pasien dan keluarga mereka, menghormati hak-hak mereka, dan

melibatkan mereka sebagai mitra dalam proses pelayanan

Menciptakan budaya mau belajar dari laporan insiden keselamatan pasien

Membangun kepemimpinan yang mengutamakan kerja sama. Kepemimpinan ini

menetapkan prioritas untuk dan demi terciptanya kepemimpinan yang berkelanjutan

untuk meraih kualitas dan keselamatan pasien pada semua tingkatan

13

Page 14: Referat Bu Biantivfrr

Standar akreditasi rumah sakit ini merupakan upaya Kementerian Kesehatan

menyediakan suatu perangkat yang mendorong rumah sakit senantiasa meningkatkan mutu

dan keamanan pelayanan. Dengan penekanan bahwa akreditasi adalah suatu proses belajar,

maka rumah sakit distimulasi melakukan perbaikan yang berkelanjutan dan terus menerus.

Standar ini yang titik beratnya adalah fokus pada pasien disusun dengan mengacu pada

sumber-sumber antara lain sebagai berikut :

International Principles for Healthcare Standards, A Framework of requirement for

standards, 3rd Edition December 2007, International Society for Quality in Health Care (

ISQua )

Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th Edition, 2011

Instrumen Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2007, Komisi Akreditasi Rumah Sakit ( KARS)

Standar-standar spesifik lainnya untuk rumah sakit.

Standar ini dikelompokkan menurut fungsi-fungsi dalam rumah sakit terkait dengan

pelayanan pasien, upaya menciptakan organisasi-manajemen yang aman, efektif, terkelola

dengan baik. Fungsi-fungsi ini juga konsisten, berlaku untuk dan dipatuhi oleh, setiap

unit/bagian/instalasi.Standar  adalah suatu pernyataan yang mendefinisikan harapan terhadap

kinerja, struktur, proses yang harus dimiliki RS untuk memberikan pelayanan dan asuhan

yang bermutu dan aman. Pada setiap standar disusun Elemen Penilaian, yaitu adalah

persyaratan untuk memenuhi standar  terkait. Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit mewajibkan rumah sakit menjalani akreditasi. Dengan demikian rumah sakit

harus menerapkan standar akreditasi rumah sakit, termasuk standar-standar lain yang berlaku

bagi rumah sakit sesuai dengan penjabaran dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit edisi

2011.

2.1.6 Mutu Pelayanan Rumah Sakit

Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang

berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat

memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah mempunyai

kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan

kekurangan gizi (Milton I Roemer dan C Montoya Aguilar, WHO, 1988).

14

Page 15: Referat Bu Biantivfrr

Arti Mutu Pelayanan Kesehatan dari beberapa sudut pandang, yaitu:

1. Pasien, Petugas Kesehatan dan Manajer

Mutu merupakan fokus sentral dari tiap upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan.

2. Pasien dan Masyarakat

Mutu pelayanan berarti suatu empathi, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan

harus sesuai dengan kebutuhan mereka diberikan dengan cara yang ramah pada waktu

mereka berkunjung.

3. Petugas Kesehatan

Mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk

meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan

keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang baik.

4. Kepuasan Praktisioner

Suatu ketetapan “kebagusan” terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerja praktisioner,

untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya sendiri.

2.1.7 Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

NoJENIS

PELAYANANINDIKATOR STANDAR

1 2 3 41 Gawat Darurat Kemampuan menangani life saving

anak dan dewasa100%

Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam

Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD

100 %

Kesediaan tim penanggulangan bencana

Satu tim

Waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat

≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang

Kepuasan pelanggan ≥ 70 %

Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka

100 %

Kematian pasien ≤ 24 jam ≤ dua per seribu (pindah ke pelayanan rawat inap setelah 8 jam)

Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka

100 %

15

Page 16: Referat Bu Biantivfrr

2 Rawat Jalan Dokter pemberi Pelayanan di Poliklinik Spesialis

100% Dokter Spesialis

Ketersediaan pelayanan a.Klinik Anakb. Klinik Penyakit

Dalamc.Klinik Kebidanand. Klinik Bedah

Jam buka pelayanan 08.00 s/d 13.00 Setiap hari kerja kecuali Jum’at : 08.00 - 11.00

Waktu tunggu di rawat jalan ≤ 60 menit

Kepuasan pelanggan ≥ 90 %

a. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB

b. Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di Rumah Sakit

a. ≥ 60%

b. ≥ 60 %

3 Rawat Inap Pemberi pelayanan di Rawat Inap a.Dokter spesialisb. Perawat minimal

pendidikan D3Dokter penanggung jawab pasien rawat inap

100 %

Ketersediaan Pelayanan Rawat Inap a.Anakb. Penyakit Dalamc.Kebidanand. Bedah

Jam Visite Dokter Spesialis 08.00 s/d 14.00 setiap hari kerja

Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5 %

Kejadian infeksi nosokomial ≤ 1,5 %

Tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakhir kecacatan / kematian

100 %

Kematian pasien > 48 jam ≤ 0,24 %

Kejadian pulang Paksa ≤ 5 %

Kepuasan pelanggan ≥ 90 %

Rawat inap TB :a.Penegakan Dianogsis TB melalui

pemeriksaan mikroskopis TB.b. Terlaksananya kegiatan

pencatatan dan pelaporan TB di rumah sakit

a.100%

b.100%

Ketersediaan pelayanan rawat inap di rumah sakit yang memberikan pelayanan jiwa

NAPZA,Gangguan psikotik, Gangguan Nerotik, dan Gangguan Mental Organik

Tidak adanya kejadian kematian 100%

16

Page 17: Referat Bu Biantivfrr

pasien gangguan jiwa karena bunuh diriKejadian re-admission pasien gangguan jiwa dalam waktu ≤ 1 bulan

100%

Lama hari perawatan pasien gangguan jiwa

≤ 6 minggu

4 Bedah Sentral (Bedah saja )

Waktu tunggu operasi elektif ≤ 2 hari

Kejadian Kematian di meja operasi ≤ 1 %

Tidak adanya kejadian operasi salah sisi

100 %

Tidak adanya kejadian operasi salah orang

100 %

Tidak adanya kejadian salah tindakan pada operasi

100 %

Tidak adanya kejadian tertinggalnya benda asing / lain pada tubuh pasien setelah operasi.

100 %

Komplikasi anastesi karena overdosis, reaksi anastesi, dan salah penempatan endotracheal tube.

≤ 6 %

5 Persalinan dan Perinatalogi (kecuali rumah sakit khusus diluar rumah sakit ibu dan Anak)

Kejadian kematian ibu karena persalinan

a.Perdarahan ≤ 1 %b. Pre –Eklamsia ≤

30%c.Sepsis ≤ 0,2 %

Pemberi pelayanan persalinan normal

a.Dokter Sp.OGb. Dokter Umum

terlatih (Asuhan Persalinan Normal )

c.BidanPemberi pelayanan dengan persalinan penyulit

Tim PONEK yang terlatih.

Pemberi pelayanan persalinan dengan tindakan operasi

a.Dokter Sp.OGb. Dokter Sp.Ac.Dokter Sp.An

Kemampuan menangani BBLR 1500 gr - 2500 gr

100%

Pertolongan Persalinan melalui seksio cesaria

≤ 20 %

Keluarga Berencana : Persentase KB (Vasektomi &

tubektomi) yang dilakukan oleh tenaga kompeten dr. Sp.OG, dr.Sp.B, dr.Sp.U, dokter umum terlatih.

Persentase peserta KB mantap

a.100%

b.100%

17

Page 18: Referat Bu Biantivfrr

yang mendapatkan konseling KB mantap oleh bidan terlatih.

Kepuasan Pelanggan ≥ 80 %

6 Intensif Rata-rata Pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus yang sama < 72 jam

≤ 3 %

Pemberi pelayanan Unit intensif a. Dokter Sp.Anestesi dan dokter spesialis sesuai dengan kasus yang di tangani

b. 100 % perawat minimal D3 dengan sertifikat Perawat mahir ICU/setara (D4)

7 Radiologi Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto.

≤ 3 jam

Pelaksana ekspertisi Dokter Spesialis Radiologi

Kejadian kegagalan pelayanan Rontgen

Kerusakan foto ≤ 2%

Kepuasan pelanggan. ≥ 80 %

8 Laboratorium Patologi Klinik

Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium.

≤ 140 menitKimia darah & darah rutin.

Pelaksana ekspertisi Dokter Spesialis Patologi Klinik

Tidak adanya kesalahan pemberian hasil pemeriksaan laboratorium.

100 %

Kepuasan pelanggan. ≥ 80 %

9 Rehabilitasi Medik

Kejadian Drop Out pasien terhadap pelayanan rehabilitasi medik yang direncanakan

≤ 50 %

Tidak adanya kejadian kesalahan tindakan rehabilitasi medik

100 %

Kepuasan pelanggan. ≥ 80 %

10 Farmasi Waktu tunggu pelayanana. Obat jadib. Obat Racikan

a. ≤ 30 menitb. ≤ 60 menit

Tidak adanya Kejadian kesalahan pemberian obat.

100%

18

Page 19: Referat Bu Biantivfrr

Kepuasan pelanggan. ≥ 80 %

Penulisan resep sesuai formularium 100 %

11 Gizi Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien

≥ 90 %

Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien.

≤ 20%

Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian diet

100 %

12 Tranfusi Darah Kebutuhan darah bagi setiap pelayanan tranfusi

100 % terpenuhi

Kejadian reaksi tranfusi ≤ 0,01 %

13 Pelayanan GAKIN

Pelayanan terhadap pasien GAKIN yang datang ke RS pada setiap unit pelayanan

100 % terpenuhi

14 Rekam Medik Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan

100%

Kelengkapan Informed Concent setelah mendapatkan informasi yang jelas.

100%

Waktu penyediaan dokomen rekam medik pelayanan rawat jalan

≤ 10 menit

Waktu penyediaan dokumen rekam medik rawat Inap

≤ 15 menit

15 Pengelolaan Limbah

Buku mutu limbah cair a. BOD < 30 mg/1b. COD < 80 mg/1c. TSS < mg/1d. PH 6-9

Pengelolaan limbah padat infeksius sesuai dengan aturan.

100 %

16 Administrasi dan manajemen

Tindak lanjut penyelesaian hasil pertemuan direksi

100 %

Kelengkapan laporan akuntabilitas kinerja

100 %

Ketepatan waktu pengusulan kenaikan pangkat

100 %

Ketepatan waktu pengurusan gaji berkala

100 %

Karyawan yang mendapat pelatihan minimal 20 jam setahun.

≥ 60 %

Cost recovery ≥ 40 %

Ketepatan waktu penyusunan 100 %

19

Page 20: Referat Bu Biantivfrr

laporan keuanganKecepatan waktu pemberian informasi tentang tagihan pasien rawat inap

≤ 2 jam

Ketepatan waktu pemberian imbalan (insentif ) sesuai kesepakatan waktu

100 %

17 Ambulance/ Kereta Jenazah

Waktu pelayanan ambulance / kereta jenazah

24 jam

Kecepatan memberikan pelayanan ambulance/kereta jenazah di rumah sakit

≤ 30 menit

Response time pelayanan ambulance oleh masyarakat yang membutuhkan

Sesuai ketentuan daerah

18 Pemulasaraan Jenazah

Waktu tanggap (response time) pelayanan pemulasaraan jenazah

≤ 2 jam

19 Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat

≤ 80 %

Ketepatan waktu pemeliharaan alat 100 %

Peralatan laboratorium dan alat ukur yang di gunakan yang digunakan dalam pelayanan terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan kalibrasi

100 %

20 Pelayanan Laundry

Tidak adanya kejadian linen yang hilang

100 %

Ketepatan waktu penyediaan linen untuk ruang rawat inap

100 %

21 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( PPI )

Adanya anggota tim PPI yang terlatih

≥ 75 %

Tersedia APD disetiap instalasi / departement

≥ 60 %

Kegiatan pencatatan dan pelaporan infeksi nosokomial / HAI (health care associated infections) di rumah sakit (minimum 1 parameter)

≥ 75 %

20

Page 21: Referat Bu Biantivfrr

2.2 Komite Medik

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

755/MENKES/PER/IV/2011 yang dimaksud dengan:

1. Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical

governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme

kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.

2. Staf medis adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigispesialis di rumah

sakit.

3. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,

dan gawat darurat.

4. Peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) adalah aturan dasar yang mengatur tata

cara penyelenggaraan rumah sakit meliputi peraturan internal korporasi dan peraturan internal

staf medis.

5. Peraturan internal korporasi (corporate bylaws) adalah aturan yang mengatur agar tata

kelola korporasi (corporate governance) terselenggara dengan baik melalui pengaturan

hubungan antara pemilik, pengelola, dan komite medik di rumah sakit.

6. Peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) adalah aturan yang mengatur tata

kelola klinis (clinical governance) untuk menjaga profesionalisme staf medis di rumah sakit.

7. Kewenangan klinis (clinical privilege) adalah hak khusus seorang staf medis untuk

melakukan sekelompok pelayanan medis tertentu dalam lingkungan rumah sakit untuk suatu

periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis (clinical appointment).

8. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan kepala/direktur rumah sakit

kepada seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan medis dirumah sakit

tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah ditetapkan baginya.

9. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan

diberikan kewenangan klinis (clinical privilege).

10. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang telah memiliki

kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan

klinis tersebut.

21

Page 22: Referat Bu Biantivfrr

11. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutupelayanan medis

yang diberikan kepada pasien dengan menggunakanrekam medisnya yang dilaksanakan oleh

profesi medis.

12. Mitra bestari (peer group) adalah sekelompok staf medis dengan reputasi dan kompetensi

profesi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan profesi medis.

Peraturan Menteri Kesehatan ini bertujuan untuk mengatur tata kelola klinis (clinical

governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien di rumah sakit

lebih terjamin dan terlindungi serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah

sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis.

Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik semua

pelayanan medis yang dilakukan oleh setiap staf medis di rumah sakit dilakukan atas

penugasan klinis kepala/direktur rumah sakit. Penugasan klinis berupa pemberian

kewenangan klinis (clinical privilege) oleh kepala/direktur rumah sakit melalui penerbitan

surat penugasan klinis (clinicalappointment) kepada staf medis yang bersangkutan. Surat

penugasan klinis (clinical appointment) diterbitkan oleh kepala/direktur rumah sakit setelah

mendapat rekomendasi dari komite medik. Dalam keadaan darurat kepala/direktur rumah

sakit dapat memberikan surat penugasan klinis (clinical appointment) tanpa rekomendasi

komite medik. Rekomendasi komite medik diberikan setelah dilakukan kredensial.

Komite medik dibentuk dengan tujuan untuk menyelenggarakan tata kelola klinis

(clinical governance) yang baik agar mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih

terjamin dan terlindungi.

Komite medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di rumah sakit oleh

kepala/direktur. Komite medik bukan merupakan wadah perwakilan dari staf medis.

Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit. Susunan organisasi komite

medik sekurang-kurangnya terdiri dari:

a. ketua;

b. sekretaris; dan

c. subkomite.

Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan organisasi komite medik

sekurang-kurangnya dapat terdiri dari:

a. ketua dan sekretaris tanpa subkomite; atau

b. ketua dan sekretaris merangkap ketua dan anggota subkomite.

22

Page 23: Referat Bu Biantivfrr

Keanggotaan komite medik ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakitdengan

mempertimbangkan sikap profesional, reputasi, dan perilaku. Jumlah keanggotaan komite

medik disesuaikan dengan jumlah staf medis di rumah sakit.

Ketua komite medik ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit dengan

memperhatikan masukan dari staf medis yang bekerja di rumah sakit. Sekretaris komite

medik dan ketua subkomite ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit berdasarkan

rekomendasi dari ketua komite medik dengan memperhatikan masukan dari staf medis yang

bekerja di rumah sakit. Anggota komite medik terbagi ke dalam subkomite. Subkomite terdiri

dari:

a. subkomite kredensial yang bertugas menapis profesionalisme staf medis;

b. subkomite mutu profesi yang bertugas mempertahankan kompetensi dan profesionalisme

staf medis; dan

c. subkomite etika dan disiplin profesi yang bertugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku

profesi staf medis.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja subkomite kredensial, subkomite mutu

profesi, dan subkomite etika dan disiplin profesi dilaksanakan dengan berpedoman pada

lampiran Peraturan Menteri Kesehatan. Komite medik mempunyai tugas meningkatkan

profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit dengan cara:

a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di

rumah sakit;

b. memelihara mutu profesi staf medis; dan

c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

Dalam melaksanakan tugas kredensial komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:

a. penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan masukan dari

kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang berlaku;

b. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian:

1. kompetensi;

2. kesehatan fisik dan mental;

3. perilaku;

4. etika profesi.

c. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan;

d. wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis;

e. penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat.

23

Page 24: Referat Bu Biantivfrr

f. pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi kewenangan klinis

kepada komite medik;

g. melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan klinis

dan adanya permintaan dari komite medik; dan

h. rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.

Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis komite medik

memiliki fungsi sebagai berikut:

a. pelaksanaan audit medis;

b. rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf

medis;

c. rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis

rumah sakit tersebut; dan

d. rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang membutuhkan.

Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf

mediskomite medik memiliki fungsi sebagai berikut:

a. pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;

b. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;

c. rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit; dan

d. pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan medis

pasien.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite medik berwenang:

a. memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege);

b. memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment);

c. memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis (clinical privilege) tertentu; dan

d. memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis (delineation of

clinical privilege);

e. memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;

f. memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan;

g. memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring); dan

h. memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin;

Personalia komite medik berhak memperoleh insentif sesuai dengan kemampuan

keuangan rumah sakit.Pelaksanaan kegiatan komite medik didanai dengan anggaran rumah

sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Pembinaan dan pengawasan penyelengaraan

24

Page 25: Referat Bu Biantivfrr

komite medik dilakukan oleh Menteri, Badan Pengawas Rumah Sakit, Dewan Pengawas

Rumah sakit, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,

dan perhimpunan/asosiasi perumah sakitan dengan melibatkan perhimpunan atau kolegium

profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

2.2.1 Konsep Dasar Komite Medik

Komite medik menjalankan fungsi untuk menegakkan profesionalisme dengan

mengendalikan staf medis yang melakukan pelayanan medis dirumah sakit. Pengendalian

tersebut dilakukan dengan mengatur secara rincikewenangan melakukan pelayanan medis

(delineation of clinical privileges). Pengendalian ini dilakukan secara bersama oleh

kepala/direktur rumah sakitdan komite medik. Komite medik melakukan kredensial,

meningkatkan mutuprofesi, dan menegakkan disiplin profesi serta merekomendasikan

tindaklanjutnya kepada kepala/direktur rumah sakit; sedangkan kepala/direkturrumah sakit

menindaklanjuti rekomendasi komite medik dengan mengerahkan semua sumber daya agar

profesionalisme para staf medisdapat diterapkan dirumah sakit.

Konsep profesionalisme di atas didasarkan pada kontrak sosial antaraprofesi medis

dengan masyarakat. Di satu pihak, profesi medis sepakat untuk memproteksi masyarakat

dengan melakukan penapisan (kredensial) terhadap staf medis yang akan menjalankan praktik

dalam masyarakat. Hanya staf medis yang baik (kredibel) sajalah yang diperkenankan

melakukan pelayanan pada masyarakat, hal ini dilakukan melalui mekanisme perizinan

(licensing). Sedangkan staf medis yang belum memenuhi syarat, dapat menjalani proses

pembinaan (proctoring) agar memiliki kompetensi yang diperlukan sehingga dapat

diperkenankan melakukan pelayanan pada masyarakat setelah melalui kredensial. Di lain

pihak, kelompok profesi staf medis memperoleh hak istimewa (privilege) untuk melakukan

praktik kedokteran secara eksklusif, dan tidak boleh ada pihak lain yang melakukan hal

tersebut. Dengan hak istimewa tersebut para staf medis dapat memperoleh manfaat ekonomis

dan prestise profesi. Namun demikian, bila ada staf medis yang melakukan pelanggaran

standar profesi maka dapat dilakukan tindakan disiplin profesi. Tindakan disiplin ini

berbentuk penangguhan hak istimewa tersebut (suspension of clinicalprivilege) agar

masyarakat terhindar dari praktisi medis yang tidak profesional.

Dalam dunia nyata, di banyak negara, kontrak sosial antara profesimedis dengan

masyarakat dituangkan dalam bentuk undang-undang praktik kedokteran (medical practice

act). Pelaksanaan pengendalian profesi medis dalam kehidupan sehari-hari dilaksanakan oleh

25

Page 26: Referat Bu Biantivfrr

suatu lembaga yang dibentuk oleh undang-undang praktik kedokteran (statutory body) yang

biasanya disebut sebagai konsil kedokteran (medical council atau medicalboard). Lembaga

tersebut selain memberikan izin untuk menjalankan profesi, juga berwenang menangguhkan

atau mencabut izin tersebut bila terjadi pelanggaran standar profesi. Tindakan disiplin profesi

tersebut dilakukan setelah melalui proses sidang disiplin profesi (disciplinary tribunal).

Dalam tataran rumah sakit, kontrak sosial terjadi antara para stafmedis yang

melakukan pelayanan medis dengan pasien. Kontrak tersebut dituangkan dalam dokumen

peraturan internal staf medis (medical staffbylaws). Pengendalian profesi medis dilaksanakan

melalui tata kelola klinis (clinical governance) untuk melindungi pasien yang dilaksanakan

oleh komite medik. Dengan demikian komite medik di rumah sakit dapat dianalogikan

dengan konsil kedokteran pada tataran nasional. Komite medic melaksanakan fungsi

kredensial, penjagaan mutu profesi dan disiplin profesi melalui tiga subkomite, yaitu

subkomite kredensial, subkomite mutu profesi,

dan subkomite etika dan disiplin profesi.

2.2.2 Peranan Komite Medik Dalam Menegakkan Profesionalisme

Komite medik memegang peran utama dalam menegakkanprofesionalisme staf medis

yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi pemberian izin melakukan

pelayanan medis di rumah sakit (clinical appointment) termasuk rinciannya (delineation of

clinicalprivilege), memelihara kompetensi dan etika profesi, serta menegakkan disiplin

profesi. Untuk itu kepala/direktur rumah sakit berkewajiban agar komite medis senantiasa

memiliki akses informasi terinci tentang masalah keprofesian setiap staf medis di rumah

sakit.

Mitra bestari (peer group) memegang peranan penting dalam dalam pelaksanaan

fungsi komite medik. Mitra bestari (peer group) adalah sekelompok staf medis dengan

reputasi dan kompetensi profesi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan

profesi medis, termasuk evaluasi kewenangan klinis (clinical privilege). Staf medis dalam

mitra bestari tersebut berasal tidak terbatas dari staf medis yang telah ada di rumah sakit

tersebut saja, tetapi dapat juga berasal dari luar rumah sakit, misalnya perhimpunan spesialis,

kolegium, atau fakultas kedokteran. Komite medikbersama kepala/direktur rumah sakit

membentuk panitia adhoc yang terdiri dari bestari tersebut untuk menjalankan fungsi

kredensial, penjagaan mutu profesi, maupun penegakan disiplin dan etika profesi di rumah

sakit.

26

Page 27: Referat Bu Biantivfrr

Selain itu, disadari bahwa rumah sakit dapat membutuhkan beberapapanitia lain

dalam rangka tata kelola klinis yang baik seperti panitia infeksi nosokomial, panitia rekam

medis, dan sebagainya. Panitia-panitia tersebutperlu dikoordinasikan secara fungsional oleh

sebuah komite tertentu yang bertanggung jawab pada kepala/direktur rumah sakit. Komite

tertentu tersebut berperan meningkatkan mutu rumah sakit yang tidak langsung berkaitan

dengan profesi medis, sehingga perlu dibentuk secara tersendiri agar dapat melakukan

tugasnya secara lebih terfokus.

2.2.3. Tugas Komite Medik

Komite medik bertugas menegakkan profesionalisme staf medis yangbekerja di

rumah sakit. Komite medik bertugas melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan

melakukan pelayanan medis di rumah sakit, memelihara kompetensi dan etika para staf

medis, dan mengambil tindakan disiplin bagi staf medis.

Tugas lain seperti pengendalian infeksi nosokomial, rekam medis, dansebagainya

dilaksanakan oleh kepala/direktur rumah sakit, dan bukan oleh komite medik.

Komite medik melaksanakan tugasnya melalui tiga hal utama yaitu:

1. Rekomendasi pemberian izin untuk melakukan pelayanan medis (entering to the

profession), dilakukan melalui subkomite kredensial;

2. Memelihara kompetensi dan perilaku para staf medis yang telah memperoleh izin

(maintaining professionalism), dilakukan oleh subkomite mutu profesi melalui audit medis

dan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing professional development);

3. Rekomendasi penangguhan kewenangan klinis tertentu hingga pencabutan izin melakukan

pelayanan medis (expelling from theprofession), dilakukan melalui subkomite etika dan

disiplin profesi.

Dengan demikian, tugas-tugas lain diluar tugas-tugas diatas yangterkait dengan

pelayanan medis bukanlah menjadi tugas komite medik, tetapi menjadi tugas kepala/direktur

rumah sakit dalam mengelola rumah sakit.

2.2.4 Pengorganisasian Komite Medik

Pada dasarnya komite medik bukan merupakan kumpulan atau himpunan kelompok

staf medis fungsional/departemen klinik sebuah rumah sakit. Para staf medis yang tergabung

dalam kelompok staf medis fungsional/departemen klinik di organisasi oleh kepala/direktur

rumah sakit.

27

Page 28: Referat Bu Biantivfrr

Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit dan bertanggung jawab

kepada kepala/direktur rumah sakit. Organisasi komite medik sekurang-kurangnya terdiri dari

ketua, sekretaris, dan anggota. Ketua komite medik ditetapkan oleh kepala/direktur rumah

sakit. Sekretaris dan anggota diusulkan oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh

kepala/direktur rumah sakit. Dalam hal wakil ketua komite medic diperlukan maka wakil

ketua diusulkan oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit.

Jumlah personalia komite medis yang efektif berkisar sekitar lima sampai sembilan

orang termasuk ketua dan sekretaris. Namun demikian, untuk rumah sakit dengan jumlah staf

medis terbatas dapat menyesuaikan dengan situasi sejauh tugas dan fungsi komite medis tetap

terlaksana. Walaupun rumah sakit memiliki staf medis yang terbatas jumlahnya, budaya

profesionalisme yang akuntabel harus tetap ditegakkan melalui penyelenggaraan tata kelola

klinis yang baik. Pasien harus tetap terlindungi tanpa melihat besar kecilnya jumlah staf

medis. Personalia tersebut dipilih dari staf medis yang memiliki reputasi baik dalam

profesinya yang meliputi kompetensi, sikap, dan hubungan interpersonal yang baik.

Mekanisme pengambilan keputusan dibidang keprofesian dalam setiapkegiatan

komite medis dilaksanakan secara sehat dengan memperhatikan asas–asas kolegialitas.

Peraturan internal staf rumah sakit (medical staffbylaws) akan menetapkan lebih rinci tentang

mekanisme tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya komite medik dibantu oleh subkomitekredensial,

subkomite mutu profesi dan subkomite etika dan di siplin profesi. Dalam hal terdapat

keterbatasan jumlah staf medis, fungsi subkomite ini dilaksanakan oleh komite medik.

Ketua subkomite kredensial, subkomite mutu profesi, dan subkomiteetika dan disiplin

profesi diusulkan oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit.

Di lain pihak, dalam pelaksanaan pelayanan medis sehari-hari di rumah sakit, kepala/direktur

rumah sakit dapat mengelompokkan staf medis berdasarkan disiplin/spesialisasi, peminatan,

atau dengan cara lain berdasarkan kebutuhan rumah sakit sesuai peraturan internal rumah

sakit (corporate bylaws).

Wakil ketua, sekretaris, dan ketua-ketua subkomite direkomendasikanoleh ketua

komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit dengan memperhatikan

masukan dari staf medis yang bekerja di rumah sakit. Selain itu, kepala/direktur rumah sakit

mengangkat beberapa staf medis di rumah sakit tersebut untuk menjadi anggota pengurus

komite medik dan anggota subkomite-subkomite di bawah komite medik.

28

Page 29: Referat Bu Biantivfrr

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, komite medik senantiasamelibatkan mitra

bestari untuk mengambil putusan profesional. Rumah sakit bersama komite medik

menyiapkan daftar mitra bestari yang meliputi berbagai macam bidang ilmu kedokteran

sesuai kebutuhannya. Mitra bestari tersebut akan dibutuhkan oleh setiap subkomite dalam

menjalankan tugasnya.

2.2.5 Subkomite Kredensial

1. Tujuan Umum

Untuk melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medis yang

akan melakukan pelayanan medis dirumah sakit kredibel.

2. Tujuan Khusus

a. Mendapatkan dan memastikan staf medis yang profesional dan akuntabel bagi

pelayanan di rumah sakit;

b. Tersusunnya jenis-jenis kewenangan klinis (clinical privilege) bagi setiap staf medis

yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit sesuai dengan cabang ilmu

kedokteran/kedokteran gigi yang ditetapkan oleh Kolegium Kedokteran/Kedokteran

Gigi Indonesia;

c. Dasar bagi kepala/direktur rumah sakit untuk menerbitkan penugasan klinis (clinical

appointment) bagi setiap staf medis untuk melakukan pelayanan medis di rumah sakit;

d. Terjaganya reputasi dan kredibilitas para staf medis dan institusi rumah sakit di

hadapan pasien, penyandang dana, dan pemangku kepentingan (stakeholders) rumah

sakit lainnya.

Mekanisme Kredensial

Mekanisme kredensial dan rekredensial dirumah sakit adalah tanggung jawab komite

medik yang dilaksanakan oleh subkomite kredensial. Proses kredensial tersebut dilaksanakan

dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur, dan terdokumentasi.

Dalam proses kredensial, subkomite kredensial melakukan serangkaian kegiatan termasuk

menyusun tim mitra bestari, dan melakukan penilaian kompetensi seorang staf medis yang

meminta kewenangan klinis tertentu. Selain itu subkomite kredensial juga menyiapkan

berbagai instrumen kredensial yang disahkan kepala/direktur rumah sakit. Instrumen tersebut

paling sedikit meliputi kebijakan rumah sakit tentang kredensial dan kewenangan klinis,

pedoman penilaian kompetensi klinis, formulir yang diperlukan. Pada akhir proses

29

Page 30: Referat Bu Biantivfrr

kredensial, komite medik menerbitkan rekomendasi kepada kepala/direktur rumah sakit

tentang lingkup kewenangan klinis seorang staf medis.

2.2.6 Subkomite Mutu Profesi

Subkomite mutu profesi berperan dalam menjaga mutu profesi medis dengan tujuan:

a. memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf medis

yang bermutu, kompeten, etis, dan profesional;

b. memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan memelihara

kompetensi (maintaining competence) dan kewenangan klinis (clinical privilege);

c. mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medical mishaps);

d. memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui upaya

pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan (on-going

professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi yang terfokus

(focused professional practice evaluation).

Mekanisme Kerja

Kepala/direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh mekanisme

kerja subkomite mutu profesi berdasarkan masukan komite medis. Selain itu Kepala/direktur

rumah sakit bertanggungjawab atas tersedianya berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar

kegiatan ini dapat terselenggara.

1. Merekomendasikan Pendidikan Berkelanjutan Bagi Staf Medis.

a. Subkomite mutu profesi menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang

harus dilaksanakan oleh masing-masing kelompok staf medis dengan pengaturan-pengaturan

waktu yang disesuaikan.

b. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus tersebut antara lain meliputi

kasus kematian (death case), kasus sulit, maupun kasus langka.

c. Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar hadir peserta

yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi.

d. Notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip dari subkomite mutu profesi.

e. Subkomite mutu profesi bersama-sama dengan kelompok staf medis menentukan kegiatan-

kegiatan ilmiah yang akan dibuat oleh subkomite mutu profesi yang melibatkan staf medis

rumah sakit sebagai narasumber dan peserta aktif.

30

Page 31: Referat Bu Biantivfrr

f. Setiap kelompok staf medis wajib menentukan minimal satu kegiatan ilmiah yang akan

dilaksanakan dengan subkomite mutu profesi per tahun.

g. Subkomite mutu profesi bersama dengan bagian pendidikan & penelitian rumah sakit

memfasilitasi kegiatan tersebut dan dengan mengusahakan satuan angka kredit dari ikatan

profesi.

h. Subkomite mutu profesi menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat diikuti oleh

masing-masing staf medis setiap tahun dan tidak mengurangi hari cuti tahunannya.

i. Subkomite mutu profesi memberikan persetujuan terhadap permintaan staf medis sebagai

asupan kepada direksi.

2. Memfasilitasi Proses Pendampingan (Proctoring) bagi Staf Medis yang

Membutuhkan

a. Subkomite mutu profesi menentukan nama staf medis yang akan mendampingi staf medis

yang sedang mengalami sanksi disiplin/mendapatkan pengurangan clinical privilege.

b. Komite medik berkoordinasi dengan kepala/direktur rumah sakit untuk memfasilitasi

semua sumber daya yang dibutuhkan untuk proses pendampingan (proctoring) tersebut.

2.2.6.1 Audit Medik

Arti kata “Audit” terus bertambah seiring dengan waktu dan kaitannya dengan

kualitas layanan kesehatan. Menurut Shaw dan Costain (1989) audit medis merupakan

pendekatan sistematis untuk menelaah pelayanan medis untuk mengidentifikasi peluang

peningkatan mutu dan menyediakan teknik yang tepat untuk mengidentifikasi peluang

tersebut. Audit medis ditekankan hanya untuk pelayanan medis, sementara audit klinis dapat

lebih luas dari audit medis karena dapat melibatkan pelayanan keperawatan dan profesi yang

lain. Dody Firmanda (2005) mengatakan audit medis merupakan salah satu suatu kegiatan

sistematik dari beberapa komponen yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan di dalam satu

sistem lingkaran Clinical Governance dalam rangka upaya meningkatkan mutu pelayanan

profesi medis di institusi pelayanan kesehatan. Audit medis menurut National Institute for

Clinical Excellence adalah suatu proses peningkatan mutu guna perbaikan perawatan kepada

pasien dan luarannya melalui kajian sistematis terhadap pelayanan berdasarkan kriteria yang

eksplisit, dan melakukan upaya-upaya perbaikan. Secara singkat, audit medis merupakan

metoda untuk mengevaluasi secara sistematis pelayanan medis. Tujuan audit medis terkait

dengan upaya peningkatan mutu dan standarisasi, adalah tercapainya pelayanan prima di

31

Page 32: Referat Bu Biantivfrr

rumah sakit. Kegiatan audit medis dilakukan untuk mengevaluasi mutu pelayanan medis,

untuk mengetahui penerapan standar pelayanan medis, untuk melakukan perbaikan-perbaikan

pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis.

Sesuai dengan Undang Undang no. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dalam

melaksanakan praktik kedokteran baik secara perorangan maupun berkelompok di institusi

sarana penyelenggara pelayanan kesehatan (pemerintah dan swasta), dalam memberikan

pelayanan medis harus sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional dan

wajib melakukan kendali mutu dan biaya melalui audit medis. Sedangkan standar prosedur

operasional itu sendiri dibuat oleh profesi di tempatnya melaksanakan praktik kedokteran

dengan mengacu kepada Standar Pelayanan Medis dari organisasi/perhimpunan profesi

masing-masing. Sebagai pedoman dan acuan awal dalam melakukan audit medis dapat

digunakan instrumen yang telah diterbitkan oleh pemerintah.

Dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan, pelaksanaan audit

medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka penerapan

tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk mencari ada

atau tidaknya kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus. Dalam hal terdapat laporan

kejadian dengan dugaan kelalaian seorang staf medis, mekanisme yang digunakan adalah

mekanisme disiplin profesi, bukannya mekanisme audit medis. Audit medis dilakukan

dengan mengedepankan respek terhadap semua staf medis (no blaming culture) dengan cara

tidak menyebutkan nama (no naming), tidak mempersalahkan (no blaming), dan tidak

mempermalukan (no shaming).

Audit medis yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi secara

sistemik yang melibatkan mitra bestari (peer group) yang terdiri dari kegiatan peer-review,

surveillance dan assessment terhadap pelayanan medis di rumah sakit. Dalam pengertian

audit medis tersebut di atas, rumah sakit, komite medik atau masing-masing kelompok staf

medis dapatmenyelenggarakan evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focusedprofessional

practice evaluation).

Secara umum, pelaksanaan audit medis harus dapat memenuhi 4 (empat) peran penting,

yaitu

a. Sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing staf

medis pemberi pelayanan di rumah sakit;

b. Sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai

kompetensi yang dimiliki;

32

Page 33: Referat Bu Biantivfrr

c. Sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan pencabutan atau

penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege); dan

d. Sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan perubahan/modifikasi

rincian kewenangan klinis seorang staf medis.

Audit medis dapat pula diselenggarakan dengan melakukan evaluasi berkesinambungan

(on-going professional practice evaluation), baik secara perorangan maupun kelompok. Hal

ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dapat merupakan kegiatan yang

berbentuk siklus sebagai upaya perbaikan yang terus menerus sebagaimana tercantum di

bawah ini:

Berdasarkan siklus di atas maka langkah-langkah pelaksanaan audit medis dilaksanakan

sebagai berikut:

a. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit.

Tahap pertama dari audit medis adalah pemilihan topik yang akan dilakukan audit. Pemilihan

topik tersebut bisa berupa penanggulangan penyakit tertentu di rumah sakit (misalnya :

33

Page 34: Referat Bu Biantivfrr

thypus abdominalis), penggunaan obat tertentu (misalnya: penggunaan antibiotik), tentang

prosedur atau tindakan tertentu, tentang infeksi nosokomial di rumah sakit, tentang kematian

karena penyakit tertentu, dan lain-lain. Pemilihan topik ini sangat penting, dalam memilih

topik agar memperhatikan jumlah kasus atau epidemiologi penyakit yang ada di rumah sakit

dan adanya keinginan untuk melakukan perbaikan.

Sebagai contoh di rumah sakit kasus typhus abdominalis cukup banyak dengan angka

kematian cukup tinggi. Hal ini tentunya menjadi masalah dan ingin dilakukan perbaikan.

Contoh lainnya : angka seksio sesaria yang cukup tinggi di rumah sakit yang melebihi dari

angka nasional. Untuk mengetahui penyebabnya sehingga dapat dilakukan perbaikan maka

perlu dilakukan audit terhadap seksio sesaria tersebut. Pemilihan dan penetapan topik atau

masalah yang ingin dilakukan audit dipilih berdasarkan kesepakatan komite medik dan

kelompok staf medis.

b. Penetapan standar dan kriteria.

Setelah topik dipilih maka perlu ditentukan kriteria atau standar profesi yang jelas, obyektif

dan rinci terkait dengan topik tersebut. Misalnya topik yang dipilih typhus abdominalis maka

perlu ditetapkan prosedur pemeriksaan, diagnosis dan pengobatan typhus abdominalis.

Penetapan standar dan prosedur ini oleh mitra bestari (peer group) dan/atau dengan ikatan

profesi setempat. Ada dua level standar dan kriteria yaitu must do yang merupakan absolut

minimum kriteria dan should do yang merupakan tambahan kriteria yang merupakan hasil

penelitian yang berbasis bukti.

c. Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit.

Dalam mengambil sampel bisa dengan menggunakan metode pengambilan sampel tetapi bisa

juga dengan cara sederhana yaitu menetapkan kasus typhus abdominalis yang akan diaudit

dalam kurun waktu tertentu, misalnya dari bulan Januari sampai Maret. Misalnya selama 3

bulan tersebut ada 200 kasus maka 200 kasus tersebut yang akan dilakukan audit.

d. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan.

Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit medis mempelajari rekam medis untuk

mengetahui apakah kriteria atau standar dan prosedur yang telah ditetapkan tadi telah

dilaksanakan atau telah dicapai dalam masalah atau kasus-kasus yang dipelajari. Data tentang

kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dipisahkan dan dikumpulkan

untuk di analisis. Misalnya dari 200 kasus ada 20 kasus yang tidak memenuhi kriteria atau

standar maka 20 kasus tersebut agar dipisahkan dan dikumpulkan.

34

Page 35: Referat Bu Biantivfrr

e. Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria.

Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit medis menyerahkan ke 20 kasus tersebut

pada mitra bestari (peer group) untuk dinilai lebih lanjut. Kasus-kasus tersebut di analisis dan

didiskusikan apa kemungkinan penyebabnya dan mengapa terjadi ketidaksesuaian dengan

standar. Hasilnya: bisa jadi terdapat (misalnya) 15 kasus yang penyimpangannya terhadap

standar adalah “acceptable” karena penyulit atau komplikasi yang tak diduga sebelumnya

(unforeseen). Kelompok ini disebut deviasi (yang acceptable). Sisanya yang 5 kasus adalah

deviasi yang unacceptable, dan hal ini dikatakan sebagai “defisiensi”. Untuk melakukan

analisis kasus tersebut apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau pakar dari

luar, yang biasanya dari rumah sakit pendidikan.

f. Menerapkan perbaikan.

Mitra bestari (peer group) melakukan tindakan korektif terhadap kelima kasus yang

defisiensi tersebut secara kolegial, dan menghindari “blamingculture”. Hal ini dilakukan

dengan membuat rekomendasi upaya perbaikannya, cara-cara pencegahan dan

penanggulangan, mengadakan program pendidikan dan latihan, penyusunan dan perbaikan

prosedur yang ada dan lain sebagainya.

g. Rencana reaudit.

Mempelajari lagi topik yang sama di waktu kemudian, misalnya setelah 6 (enam) bulan

kemudian. Tujuan reaudit dilaksanakan adalah untuk mengetahui apakah sudah ada upaya

perbaikan. Hal ini bukan berarti topik audit adalah sama terus menerus, audit yang dilakukan

6 (enam) bulan kemudian ini lebih untuk melihat upaya perbaikan. Namun sambil melihat

upaya perbaikan ini, Subkomite mutu profesi atau tim pelaksana audit dan mitra bestari (peer

group) dapat memilih topik yang lain.

2.2.6.2 Audit Keperawatan

Definisi standar audit klinik menurut National Institute for Clinical Excellence

(NICE) yakni merupakan proses peningkatan mutu dengan tujuan untuk meningkatkan

pelayanan kepada pasien dan luarannya, melalui kajian sistematis terhadap pelayanan

berdasarkan kriteria eksplisit dan upaya-upaya perbaikannya. Aspek struktur, proses dan hasil

pelayanan dipilih dan dievaluasi secara sistematis berdasarkan kriteria eksplisit. Jika

diindikasikan, upaya-upaya perbaikan diterapkan pada tim individu atau tingkat pelayanan

dan monitoring selanjutnya digunakan untuk memberi konfirmasi adanya perbaikan dalam

pemberian pelayanan.

35

Page 36: Referat Bu Biantivfrr

Audit klinik adalah suatu kegiatan berkesinambungan penilaian mutu pelayanan yang

dilakukan para pemberi jasa pelayanan kesehatan langsung (oleh dokter, perawat, dan atau

profesi lain) suatu Rumah Sakit untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan jika hasil penilaian

menunjukkan bahwa mutu pelayanan mereka ternyata dibawah optimal. Pengertian klinik

dalam konteks ini meliputi kelompok medik dan keperawatan, dengan demikian audit klinik

dapat merupakan audit medik, audit keperawatan, atau gabungan antara audit medik dan

keperawatan.

Menurut Elison, audit keperawatan secara khusus merujuk pada pengkajian kualitas

keperawatan klinis yang merupakan upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu

pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien, dengan menggunakan rekam

keperawatan dan dilaksanakan oleh profesi keperawatan. Audit keperawatan internal

dilakukan oleh organisasi profesi di dalam institusi tempat praktik keperawatan, audit

keperawatan eksternal dilakukan oleh organisasi profesi di luar institusi.

Kebijakan audit medis di Rumah Sakit didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor : 496/Menkes/SK/IV/2005 tanggal 5 April 2005 tentang Pedoman

Audit Medis di RS, sedangkan untuk audit keperawatan belum ada kebijakan yang

mengatur.Pelaksana Audit Keperawatan di Rumah Sakit :

Direktur RS membentuk tim pelaksana audit keperawatan beserta uraian tugasnya

Tim pelaksana dapat merupakan tim atau panitia yg dibentuk di bawah Komite

Keperawatan atau panitia khusus untuk itu pelaksana audit keperawatan di RS

dapat dilakukan oleh Komite Keperawatan, Sub Komite (Panitia) Peningkatan

Mutu Keperawatan atau Sub Komite (Panitia) Audit Keperawatan

Pelaksana audit keperawatan wajib melibatkan bagian rekam keperawatan

Pelaksana audit wajib melibatkan SMF mulai dari pemilihan topik, penyusunan

standar dan kriteria serta analisa hasil audit keperawatan

Apabila diperlukan dapat mengundang konsultan tamu atau organisasi profesi

terkait untuk melakukan analisa hasil audit keperawatan dan memberikan

rekomendasi khusus.

Tujuan Audit Keperawatan

Mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan

Menetapkan kelengkapan dan keakuratan pencatatan asuhan keperawatan.

36

Page 37: Referat Bu Biantivfrr

Langkah-langkah (Proses Audit)

1. Identifikasi masalah

Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam pemilihan topik adalah :

Adanya standar nasional dan pedoman yang menjadi rujukan praktik klinis

yang lebih efektif

Area yang menjadi masalah dapat dijumpai di lahan praktik

Rekomendasi dari pasien dan masyarakat

Berpotensi jelas untuk meningkatkan pemberian pelayanan

Kaitan dengan volume, risiko dan biaya tinggi jika upaya perbaikan diterapkan

2. Menetapkan kriteria dan standar

Kriteria adalah pernyataan eksplisit yang didefinisikan sebagai elemen

representatif dari pelayanan yang dapat diukur secara objektif.

Standar adalah aspek pelayanan yang dapat diukur, yang selalu didasarkan

pada hasil penelitian yang terbaik (ekspektasi tiap kriteria)

Standar & kriteria wajib (Must Do) merupakan kriteria minimum yang absolut

dibutuhkan utk menjalankan kegiatan sesuai kebutuhan & harus dipenuhi oleh

setiap dokter

Standar kriteria tambahan (Should do) à merupakan kriteria-2 dari hasil riset

yang dapat dibuktikan dan penting

3. Pengumpulan data

Untuk menjamin pengumpulan data tepat dan teliti, dan hanya informasi

penting yang dikumpulkan, tentunya detail dari hal-hal yang akan di audit ditetapkan

sejak awal. Diantaranya adalah :

Kelompok yang termasuk pengguna pelayanan, dengan tanpa perkecualian

Profesional kesehatan yang termasuk pemberi pelayanan

Periode penerapan dari kriteria

Ukuran sampel dapat ditentukan menggunakan statistik, data dapat

dikumpulkan baik dengan sistem informasi komputer maupun secara manual. Yang

terpenting adalah data apakah yang akan diambil?, dimanakah data dapat ditemukan?

Dan siapakan yang akan mengambil data?

4. Membandingkan hasil pengumpulan data dengan standar

37

Page 38: Referat Bu Biantivfrr

Tahap ini merupakan tahap analisis, dimana hasil dari pengumpulan datadibandingkan

dengan kriteria dan standar. Hasil akhir dari analisis adalah apakah standar sudah

sesuai, jika dapat diaplikasikan, identifikasi alasan ketidaksesuaian standar dengan

kasus.

5. Melakukan upaya perbaikan (melakukan analisa kasus yang tidak sesuai

dengan standard an kriteria)

Setelah hasil audit dipublikasikan dan didiskusikan, kesepakatan sebaiknya dibuat

sebagai rekomendasi perbaikan. Rencana kegiatan dilaporkan untuk menentukan

siapa yang akan menyetujui, apa yang akan dilakukan dan kapan akan dimulai. Tiap-

tiap poin sebaiknya didefinisikan dengan jelas termasuk nama-nama individu yang

akan bertanggung jawab dan target waktu pencapaian.

6. Tindakan korektif

7. Rencana re-audit

Persiapan Pelaksanaan Audit Keperawatan Di Rumah Sakit

Ditetapkan organisasi pelaksana audit keperawatan dengan SK Direktur RS

RS menyusun pedoman audit keperawatan RS, standar prosedur operasional,

standar, clinical pathway & kriteria jenis kasus/jenis penyakit yang akan

dilakukan audit

RS membudayakan PDCA (Plan, Do, Check, Action)

RS membuat ketentuan bahwa setiap perawat wajib membuat & melengkapi

rekam keperawatan tepat waktu

RS melakukan sosialisasi kepada seluruh perawat yang memberikan pelayanan

keperawatan tentang rencana pelaksanaan audit keperawatan

Persyaratan Pelaksanaan Audit Keperawatan DiRumah Sakit

1. Penuh tanggung jawab dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan, bukan untuk

menyalahkan atau menghakimi seseorang

2. Obyektif, independen & memperhatikan aspek kerahasiaan pasien & wajib

menyimpan rahasia keperawatan

38

Page 39: Referat Bu Biantivfrr

3. Analisa hasil audit keperawatan dilakukan oleh kelompok staf keperawatan terkait

yang mempunyai kompetensi, pengetahuan & keterampilan sesuai bidang pelayanan

atau kasus yang di audit

4. Publikasi hasil audit harus memperhatikan aspek kerahasiaan pasien & citra RS di

masyarakat

Cara Merencanakan Audit Keperawatan Di Rumah Sakit

1.Membuat design audit

2.Mengumpulkan data kasus yang akan dilakukan audit

3.Menindaklanjuti hasil audit

4.Melakukan re-audit (second audit cycle)

Desain Audit

1. Tujuan audit harus jelas

2. Standar & kriteria harus ditetapkan (kriteria wajib & kriteria tambahan)

3. Bagaimana melakukan pencarian literature

4. Pemilihan topik harus jelas sehingga output jelas

5. Strategi pengumpulan data

6. Penetapan sampel

7. Metode analisa data

8. Perkiraan waktu audit mulai dilaksanakan audit sampai audit selesai dilaksanakan

Pengumpulan Data

1. Perlu uji coba/pilot study untuk mengetahui mudah tidaknya data dikumpulkan &

dinilai

2. Dapat dengan komputer atau manual

3. Data yg dikumpulkan yg diperlukan saja

4. Menjamin untuk kerahasiaan pasien

Hasil Audit

- Hasil telah memenuhi standar atau belum

39

Page 40: Referat Bu Biantivfrr

- Rencana upaya perbaikan pelayanan keperawatan

Re-audit

Peningkatan mutu pelayanan yang bagaimana yang ingin dicapai pada audit ke dua

1. Perlu uji coba/pilot study untuk mengetahui mudah tidaknya data dikumpulkan &

dinilai

2. Dapat dengan komputer atau manual

3. Data yang dikumpulkan yang diperlukan saja

4. Menjamin untuk kerahasiaan pasien

2.2.7 Subkomite Etika Dan Disiplin Profesi

Subkomite etika dan disiplin profesi pada komite medik di rumah sakitdibentuk dengan

tujuan:

1. melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhi syarat

(unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk melakukan asuhan klinis

(clinical care).

2. memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medis di rumah sakit.

Mekanisme Kerja

Kepala/direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh mekanisme

kerja subkomite disiplin dan etika profesi berdasarkan masukan komite medis. Selain itu

Kepala/direktur rumah sakit bertanggung jawab atas tersedianya berbagai sumber daya yang

dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.

Penegakan disiplin profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh ketua

subkomite etika dan disiplin profesi. Panel terdiri 3 (tiga) orang staf medis atau lebih dalam

jumlah ganjil dengan susunan sebagai berikut.

1. 1 (satu) orang dari subkomite etik dan disiplin profesi yang memiliki disiplin ilmu

yang berbeda dari yang diperiksa;

2. 2 (dua) orang atau lebih staf medis dari disiplin ilmu yang sama dengan yang

diperiksa dapat berasal dari dalam rumah sakit atau luar rumah sakit, baik atas

permintaan komite medik dengan persetujuan kepala/direktur rumah sakit atau

kepala/direktur rumah sakit terlapor.

40

Page 41: Referat Bu Biantivfrr

Panel tersebut dapat juga melibatkan mitra bestari yang berasal dari luar rumah

sakit.Pengikutsertaan mitra bestari yang berasal dari luar rumah sakit mengikuti ketentuan

yang ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan rekomendasi komite medik.

1. Upaya Pendisiplinan Perilaku Profesional

Mekanisme pemeriksaan pada upaya pendisiplinan perilaku profesional adalah sebagai

berikut:

a. Sumber Laporan

1) Notifikasi (laporan) yang berasal dari perorangan, antara lain:

a) manajemen rumah sakit;

b) staf medis lain;

c) tenaga kesehatan lain atau tenaga non kesehatan;

d) pasien atau keluarga pasien.

2) Notifikasi (laporan) yang berasal dari non perorangan berasal dari:

a) hasil konferensi kematian;

b) hasil konferensi klinis.

b. Dasar Dugaan Pelanggaran Disiplin Profesi

Keadaan dan situasi yang dapat digunakan sebagai dasar dugaan pelanggaran disiplin

profesi oleh seorang staf medis adalah hal-hal yang menyangkut, antara lain:

1) kompetensi klinis;

2) penatalaksanaan kasus medis;

3) pelanggaran disiplin profesi;

4) penggunaan obat dan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan kedokteran di rumah sakit;

5) ketidakmampuan bekerja sama dengan staf rumah sakit yang dapat

membahayakan pasien.

c. Pemeriksaan

1) dilakukan oleh panel pendisiplinan profesi;

2) melalui proses pembuktian;

3) dicatat oleh petugas sekretariat komite medik;

4) terlapor dapat didampingi oleh personil dari rumah sakit tersebut;

5) panel dapat menggunakan keterangan ahli sesuai kebutuhan;

6) seluruh pemeriksaan yang dilakukan oleh panel disiplin profesi bersifat

tertutup dan pengambilan keputusannya bersifat rahasia.

41

Page 42: Referat Bu Biantivfrr

d. Keputusan

Keputusan panel yang dibentuk oleh subkomite etika dan disiplin profesi diambil

berdasarkan suara terbanyak, untuk menentukan ada atau tidak pelanggaran disiplin

profesi kedokteran di rumah sakit.

Bilamana terlapor merasa keberatan dengan keputusan panel, maka yang

bersangkutan dapat mengajukan keberatannya dengan memberikan bukti baru kepada

subkomite etika dan disiplin yang kemudian akan membentuk panel baru. Keputusan

ini bersifat fina dan dilaporkan kepada direksi rumah sakit melalui komite medik.

e. Tindakan Pendisiplinan Perilaku Profesional

Rekomendasi pemberian tindakan pendisiplinan profesi pada staf medis oleh

subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit berupa:

a. peringatan tertulis;

b. limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege);

c. bekerja dibawah supervisi dalam waktu tertentu oleh orang yang mempunyai

kewenangan untuk pelayanan medis tersebut;

d. pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) sementara atau selamanya.

f. Pelaksanaan Keputusan

Keputusan subkomite etika dan disiplin profesi tentang pemberian tindakan disiplin

profesi diserahkan kepada kepala/direktur rumah sakit oleh ketua komite medik

sebagai rekomendasi, selanjutnya kepala/direktur rumah sakit melakukan eksekusi.

2. Pembinaan Profesionalisme Kedokteran

Subkomite etika dan disiplin profesi menyusun materi kegiatan pembinaan profesionalisme

kedokteran. Pelaksanaan pembinaan profesionalisme kedokteran dapat diselenggarakan

dalam bentuk ceramah, diskusi, simposium, lokakarya, dsb yang dilakukan oleh unit kerja

rumah sakit terkait seperti unit pendidikan dan latihan, komite medik, dan sebagainya.

3. Pertimbangan Keputusan Etis

Staf medis dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis pada suatu kasus

pengobatan di rumah sakit melalui kelompok profesinya kepada komite medik. Subkomite

etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan pembahasan kasus dengan

mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk memberikan pertimbangan

pengambilan keputusan etis tersebut.

42

Page 43: Referat Bu Biantivfrr

2.2.8 Peranan Audit Medik dan Audit Keperawatan Dalam Peningkatan Mutu

Pelayanan Di Rumah Sakit

Audit medik merupakan suatu upaya evaluasi yang dilakukan secara profesional

terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam

medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis. Sedangkan audit keperawatan, menurut

Ellison, secara khusus merujuk pada pengkajian kualitas keperawatan klinis yang merupakan

upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan keperawatan yang diberikan

kepada pasien, dengan menggunakan rekam keperawatan dan dilaksanakan oleh profesi

keperawatan. Audit medikmaupun keperawatan sangat terkait dengan upaya peningkatan

mutu karena tujuan dilaksanakannya audit baik medik maupun keperawatan secara umum

adalah supaya tercapainya pelayanan medik dan keperawatan yang prima di rumah sakit,

serta tujuan khususnya adalah untuk melakukan evaluasi mutu pelayanan medik, untuk

mengetahui penerapan standar pelayanan medik, dan untuk melakukan perbaikan-

perbaikanpelayanan medik dan keperawatan sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan

medis. Dengan terlaksananya audit medik dan keperawatan, diharapkan mutu pelayanan di

rumah sakit menjadi lebih baik.

Salah satu peran utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan medis. Sedangkan

salah satu pasal dalam Kode Etik Kedokteran menyebutkan bahwa seorang dokter harus

senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan

agama, sesuai jenjangpelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, seorang dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib memberikan

pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar proseduroperasional serta

kebutuhan medis pasien. Karena itu setiap dokterdalammelaksanakan praktik kedokteran

wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya, dimana dalam rangkapelaksanaan

kegiatan tersebut dapat diselenggarakan audit medik. Berdasarkan hal tersebut maka audit

medik sangatlah penting untukmeningkatkan mutu pelayanan medis.

Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit pada saat ini

mengarahkepada patient safetyyaitu keselamatan dan keamanan pasien. Karenaitu, penerapan

patient safety sangat penting untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit dalam

43

Page 44: Referat Bu Biantivfrr

rangka globalisasi. DalamWorld Health Assembly pada tanggal 18Januari Januari 2002, WHO

Excecutive Board yang terdiri dari 32 wakil dari 191 negara anggota telah mengeluarkan

suatu resolusi yang disponsori oleh,pemerintah Inggris, Belgia, Italia dan Jepang untuk

membentuk program patient safetyyang terdiri dari 4 aspek utama yakni :

1. Penetapan norma, standar dan pedoman global mengenai pengertian,pengaturan dan

pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan danpenerapan aturan untuk

menurunkan resiko.

2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis bukti dengan

standar global, yang menitikberatkan terutama dalam aspek produk yang aman dan

praktek klinis yang aman sesuai dengan pedoman, medical product dan medical

devices yang aman digunakan serta mengkreasi budaya keselamatan dan keamanan

dalam pelayanan kesehatan dan organisasipendidikan.

3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karateristikprovider

pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk unggulan dalam

keselamatan dan keamanan pasien secara internasional.

4. Mendorong penelitian terkait dengan patient safety.

Keempat aspek diatas sangat erat kaitannya dengan globalisasi bidang kesehatan yang

menitikberatkan pada mutu pelayanan. Dengan adanya program keselamatan dan keamanan

pasien tersebut, diharapkan rumah sakit bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu

pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai dengan kondisi rumah sakit sehingga

terwujudnya pelayanan medis yang prima di rumah sakit. Untuk mewujudkan pelayanan

medis yang prima, maka rumah sakit harus melaksanakan audit medik dan keperawatan

secara maksimal karena keduanya mempunyai peranan di dalam meningkatkan mutu

pelayanan di rumah sakit.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Kasus

44

Page 45: Referat Bu Biantivfrr

Berikut ini merupakan salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan peranan audit

medik terhadap mutu pelayanan di sebuah rumah sakit. Kasus ini terjadi di Rumah Sakit

Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang, yaitu pada hari Kamis, 3 Oktober 2013, seorang anak

bernama AN, warga Sendang Pentul, Semarang, di bawa ke RSUP Dr. Kariadi karena di

diagnosis mengalami gangguan amandel sehingga harus menjalani operasi. Orang tua pasien

setuju akan dilakukan operasi pengangkatan amandel. Operasi semula dijadwalkan pada hari

Jumat, 4 Oktober 2013 pukul 10.00 WIB. Namun akhirnya operasi dimajukan menjadi pukul

07.00 WIB. Tidak berselang lama, orang tua pasien diberitahu oleh dokter bahwa anaknya

dalam keadaan kritis dan dimasukan ke ICU setelah dilakukan prosedur anestesi dan diduga

hal tersebut akibat alergi terhadap obat bius. Setelah menjalani perawatan di ICU, akhirnya

pasien tersebut meninggal dunia pada hari Sabtu, 5 Oktober 2013 pukul 19.45 WIB. Pihak

rumah sakit mengatakan bahwa telah melakukan tindakan sesuai dengan standar operasional

prosedur.

3.2 Analisa Kasus

Dari kasus di atas didapatkan adanya kemungkinan terjadinya kelalaian, medical

error, dan keamanan dalam melakukan tindakan medis yang kurang, meskipun bisa juga

disebabkan karena keadaan yang tidak bisa dikendalikan seperti misalnya karena pasien

tersebut alergi terhadap obat yang diberikan. Memang dari pihak rumah sakit telah

memberikan penjelasan bahwa mereka telah melakukan tindakan sesuai dengan standar

operasional prosedur namun tetap harus dipastikan penyebab utama dari kasus tersebut.

Untuk memastikan penyebab utama dari kasus tersebut, rumah sakit perlu melakukan audit

medik. Seperti pengertiannya, audit medik merupakan suatu upaya evaluasi yang dilakukan

secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikankepada pasien dengan

menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis. Dengan melakukan

audit medik, diharapkan tindakan-tindakan yang dilakukan di dalam kasus tersebut dapat di

evaluasi, apakah setiap tindakan yang telah dilakukan oleh tim dokter maupun perawat pada

kasus tersebut telah sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan dan

apakah setiap tindakan-tindakan medis yang telah dilakukan terdapat adanya unsur medical

error, kelalaian, ataupun keamaan yang masih kurang dalam melakukannya. Dengan

pelaksanaan audit medik, rumah sakit mendapatkan evaluasi dari kasus tersebut dan akhirnya

untuk hari ke depan, rumah sakit dapat mencegah kasus tersebut terjadi kembali sehingga

mutu pelayanan rumah sakit kepada pasien menjadi lebih baik. Apabila rumah sakit tersebut

45

Page 46: Referat Bu Biantivfrr

tidak melakukan audit medik maka penyebab utama dari kasus tersebut tidak dapat diketahui

dan penjelasan yang telah diberikan oleh rumah sakit tidak dapat dibuktikan. Pelaksanaan

audit medik sendiri memiliki peran di dalam meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit.

Pada kasus tersebut, dengan pelaksanaan audit medik akan memberikan evaluasi kepada

pihak rumah sakit tentang mutu pelayanan yang telah diberikan kepada pasien, apakah sudah

baik atau masih di bawah batas optimal.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

46

Page 47: Referat Bu Biantivfrr

Dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan, pelaksanaan audit

medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka penerapan

tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medis tidak digunakan untuk mencari ada

atau tidaknya kesalahan seorang staf medis dalam satu kasus. Audit medis yang dilakukan

oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi secara sistemik yang melibatkan mitra

bestari (peer group) yang terdiri dari kegiatan peer-review, surveillance dan assessment

terhadap pelayanan medis di rumah sakit. Dalam pengertian audit medis tersebut di atas,

rumah sakit, komite medik atau masing-masing kelompok staf medis dapatmenyelenggarakan

evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focusedprofessional practice evaluation).

Audit keperawatan secara khusus merujuk pada pengkajian kualitas keperawatan

klinis yang merupakan upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan

keperawatan yang diberikan kepada pasien, dengan menggunakan rekam keperawatan dan

dilaksanakan oleh profesi keperawatan.

Terjadi kasus di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang, yang

dimungkinkan terjadi akibat adanya kelalaian, medical error, dan safety yang kurang dalam

melakukan tindakan medis terhadap pasien. Rumah Sakit perlu melakukan audit medik

sebagai upaya untuk mengetahui penyebab utama dari kasus tersebut. Audit medik juga dapat

digunakan untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit karena dengan adanya audit

medik dapat mengevaluasi suatu kasus agar tidak terulang kembali dan pelayanan rumah

sakit menjadi lebih baik.

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang didapat, audit medis bertujuan meningkatkan

mutu pelayanan di rumah sakit, dimana setiap prosedur yang dilakukan dapat di evaluasi

kembali, kekurangan dapat dipelajari dengan tujuan memperbaiki mutu pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat agar semakin baik ke depannya. Serta dengan adanya audit

medis mengetahui penerapan standar pelayanan medis.

4.2. Saran

1. Bagi pemerintah

- Menindaklanjuti kasus-kasus medik yang tidak sesuai dengan undang-undang

dan hokum yang sudah berlaku saat ini

47

Page 48: Referat Bu Biantivfrr

- Melindungi masyarakat dengan undang-undang yang telah ditetapkan

khususnya masalah kesehatan

2. Bagi dokter

- Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang adanya peraturan dan undang-

undang yang mengatur tentang audit medik

- Meningkatkan pengetahuan untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah

sakit

DAFTAR PUSTAKA

48

Page 49: Referat Bu Biantivfrr

Kementrian Kesehatan. 2005. Kemenkes No 496/MENKES/SK/IV/2005 tentang

Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit.

Kementrian Kesehatan. 1992. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No. 983/B/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit

Umum, Depkes RI, Jakarta.

Kementrian Kesehatan. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan. 2012. PMK No. 755 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di

Rumah Sakit. Tersedia dalam : www.depkes.go.id (28 Oktober 2013).

Shaw CD, Costain DW, Guidelines for medical audit: seven principles, Br Med J

1989;299:498-9

National Institute for Clinical Excellence, 2002. Principles for Best Clinical Audit, Oxon :

Redcliffe Medical Press Ltd.

Firmanda D, 2006. Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan pada Hospital Management

Refreshing Course and Exhibition (HMRCE), Jakarta.

Siregar, Charles J.P, Lia Amalia, 2003, Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan, Penerbit

Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.

Anonym. 2012. Medical Audit : What Physicians Need to Know. A Publication of The

49

Page 50: Referat Bu Biantivfrr

Physicians Advocacy Institute Inc.

Djasri H. Audit Medik Sebagai Bagian dari Proses Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Pusat

Manajemen Pelayanan Kesehatan FK UGM. Yogyakarta. 2012.

Williams O. 1996. What is clinical audit. Ann R Coll Surg Eng 1996; 78: 406-411.

50