bu yudani full

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai institusi pemberi pelayanan harus mampu merespon tuntutan yang berkembang agar mampu bersaing dengan institusi pemberi pelayanan yang lain. Untuk memenangkan persaingan, rumah sakit harus mampu memberikan kepuasan kepada pasien misalnya dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan harganya lebih murah daripada para pesaingnya (Supranto, 2001). Tingkat kepuasan pasien tergantung pada mutu pelayanan yang diberikan rumah saklt kepada pasien. (Supranto,2001). Ada tiga tingkat kepuasan, bila penampilan kurang dari harapan pasien tidak dipuaskan. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pasien puas. Apabila penampilan melebihi harapan, pasien amat puas atau senang (Wijono, 2002). Perawat sebagai petugas yang selalu berhubungan dengan pasien harus memiliki banyak ketrampilan, salah satunya adalah ketrampilan interpersonal yaitu ketrampilan dalam berkomunikasi dengan pasien. Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan

Upload: widanjaya-made

Post on 23-Dec-2015

36 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

perawat

TRANSCRIPT

Page 1: Bu Yudani Full

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai institusi pemberi pelayanan harus mampu merespon

tuntutan yang berkembang agar mampu bersaing dengan institusi pemberi pelayanan

yang lain. Untuk memenangkan persaingan, rumah sakit harus mampu memberikan

kepuasan kepada pasien misalnya dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan

harganya lebih murah daripada para pesaingnya (Supranto, 2001). Tingkat kepuasan

pasien tergantung pada mutu pelayanan yang diberikan rumah saklt kepada pasien.

(Supranto,2001). Ada tiga tingkat kepuasan, bila penampilan kurang dari harapan

pasien tidak dipuaskan. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pasien puas.

Apabila penampilan melebihi harapan, pasien amat puas atau senang (Wijono, 2002).

Perawat sebagai petugas yang selalu berhubungan dengan pasien harus

memiliki banyak ketrampilan, salah satunya adalah ketrampilan interpersonal yaitu

ketrampilan dalam berkomunikasi dengan pasien. Komunikasi merupakan proses

kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan

dengan orang lain dan dunia sekitarnya (Potter dan Perry, 2005). Perawat yang

memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik (menyembuhkan) tidak saja

akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya

masalah illegal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan

meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit,

Selain komunikasi yang efektif, perilaku yang baik yang dicerminkan melalui

perilaku caring seorang perawat juga sangat diperlukan pasien dalam pelayanan

keperawatan. Caring merupakan proses interpersonal yaitu hubungan yang terjadi

antara perawat dengan klien yang merupakan bagian dari intervensi yang membantu

Page 2: Bu Yudani Full

dalam pemenuhan kebutuhan manusia dalam meningkatkan kesehatan,

mengembalikan klien pada kondisi sehat dan mencegah kesakitan Watson (1979,

dikutip dari Potter & Perry, 2005).

Caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik

keperawatan. Leinenger (1984) menyatakan care berasal dari dalam hati danutama

dalam keperawatan yang dimanifestasikan melalui caring yang merupakan ciri yang

dominan, khusus, serta tidak terpisahkan dalam keperawatan. Leinenger mengatakan,

tidak ada cure tanpa caring, tapi dapat ada caring tanpa curing. Ia menekankan bahwa

human caring merupakan fenomena yang universal, memiliki ekspresi, proses dan

pola yang berbeda antar budaya (Synder, 2011).

Watson (1979) juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin

sepuluh faktor caratif yang berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu

pengetahuan dasar. caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam

melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan

menerima kelebihan maupun kekurangan klien. Watson juga mengemukakan bahwa

respon setiap individu terhadap suatu masalah kesehatan unik, artinya perawat harus

mampu memahami setiap respon yang berbeda dari klien terhadap penderitaan yang

dialaminya dan memberikan pelayanan kesehatan yang tepat dalam setiap respon

yang berbeda Watson (1979, dikutip dari Sartika, 2011).

Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik,

psikologis, spiritual, dan sosial (Tomey &Alligood, 2006). Dalam memberikan

asuhan, perawat menggunakan kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan

harapan, selalu berada disamping klien, semangat caring harus tumbuh dalam diri

setiap perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Cooper (1999 dikutip dari

Dwiyanti, 2010).

Page 3: Bu Yudani Full

Perilaku caring sangat penting karena akan memberikan kepuasan pada klien

sehingga diharapkan setiap perawat memahami konsep caring dan mengaplikasikan

dalam asuhan keperawatan. Selain itu perilaku caring dapat mempengaruhi kualitas

layanan kesehatan dan kepuasan klien di rumah sakit, dimana kualitas pelayanan

menjadi penentu citra institusi pelayanan yang dapat meningkatkan kepuasan pasien

dan mutu pelayanan (Saputri, 2010).

Hasil penelitian yang dilakukan Ariani (2006) yang bertujuan

mengidentifikasi perilaku caring perawat dalam melakukan askep pada klien di ruang

rawat inap Rindu B2 RSUP H. Adam Malik Medan menunjukkan bahwa (88,6%)

perawat sudah berperilaku caring dan (11,4%) perawat tidak berperilaku caring

berdasarkan sepuluh faktor-faktor caratif yang diungkapkan oleh Watson faktor

caratif yang banyak dilakukan perawat adalah menggunakan problem solving dalam

pengambilan keputusan (80%) dan faktor yang paling sedikit dilakukan perawat

adalah peningkatan belajar mengajar interpersonal (69,52%), berarti perawat telah

menunjukkan perilaku caring dalam memberian askep pada klien.

Namun penelitian oleh suwardi (2008) terhadap komunikasi terapeutik

perawat di RSU Pandan Arang Boyolali yang dijumpai masih ada perawat yang

cenderung emosi saat menerima keluhan dari klien, perawat yang hanya dudukduduk

di ruang perawat, perawat yang cenderung tidak tahu mengenai kondisi klien, dan

perawat kurang memahami keluhan yang dirasakan klien ini menunjukkan bahwa

masih ada perawat yang belum caring.

Kepuasan pasien merupakan faktor yang sangat penting untuk mengevaluasi

mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di rumah sakit dan

perilaku caringperawat adalah salah satu aspek yang berhubungan dengan pelayanan

keperawatan, karena caring mencakup hubungan antar manusia dan berpengaruh

Page 4: Bu Yudani Full

terhadap mutu pelayanan dan kepuasan pasien. Kepuasan pasien dapat dinilai dari

beberpa dimensi yang meliputi: tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan

emphaty (Kotler, 2003). Hal ini didukung oleh penelitian Shirley dkk., (2012) tentang

tingkat kepuasan pasien dibangsal orthopedi dengan kepedulian perawat di Rumah

Sakit Universitas Sains Malaysia, didapatkan bahwa 82,7% merasa puas dengan

pelayanan perawat seperti menghargai pasien, tenang, lemah lembut, perhatian, kasih

sayang dan empati.

Penelitian dibeberapa rumah sakit Indonesia terkait kepuasan pasien antara

lain yang dilakukan oleh Mustofa., (2008) tentang hubungan antara persepsi pasien

terhadap dimensi mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien rawat inap di

RSU Muhammadiyah Temanggung, menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara persepsi pasien terhadap dimensi mutu pelayanan keperawatan

dengan kepuasan pasien.

RSUP Sanglah Denpasar merupakan Rumah Sakit Pusat Rujukan di wilayah

Bali dan Indonesia Timur, berdasarkan studi pendahuluan terhadap 10 orang pasien di

Ruang Irna C RSUP Sanglah Denpasar yang merupakan ruangan dengan sebagian

besar pasien kelas III menunjukkan bahwa 5 orang pasien mengatakan masih kurang

puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat, dan 3 orang mengatakan masih

ada perawat yang judes atau tidak memberikan jawaban yang memuaskan ketika

pasien bertanya tentang penyakit atau terapi yang diberikan. Selain itu, pada tahun

2014, berdasarkan hasil survey kepuasan di RSUP Sanglah Denpasar pada periode

Januari – Desember 2014 diperoleh bahwa sejak bulan Januari – Desember 2014

pencapaian cenderung belum tercapai (Indikator pencapaian ≥90%) Bulan Januari

tampak hanya 80,5%, kemudian Februari 80,6%, Maret 78,6%, April 80,6%, Mei

78,9%, Juni 79,1%, Juli 79,5%, Agustus 79,6%, September 80,9%. Triwulan IV

Page 5: Bu Yudani Full

Oktober 80.2%, November 78.3% dan Desember 82.3%. Beberapa keluhan pelayanan

yang spesifik seperti penilaian kamar mandi, keramahan petugas dan lain lain.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan

antara komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat dengan tingkat kepuasan

pasien di Ruang Irna C RSUP Sanglah Denpasar.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut : “Adakah hubungan antara

komunikasi terapeutik dan perilaku caring yang dilakukan perawat dengan tingkat

kepuasan pasien di ruang Irna C RSUP Sanglah Denpasar?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara komunikasi terapeutik dan perilaku caring dengan

tingkat kepuasan pasien di Ruang Irna C RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat di ruangan

Irna C RSUP Sanglah Denpasar

b. Mengidentifikasi perilaku caring yang dilakukan oleh perawat di ruangan Irnca C

RSUP Sanglah Denpasar

c. Mengidentifikasi tingkat kepuasan pasien di Ruang Irna C RSUP Sanglah

Denpasar

d. Menganalisis hubungan antara komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien di

Ruang Irna C RSUP Sanglah Denpasar

Page 6: Bu Yudani Full

e. Menganalisis hubungan antara perilaku caring dengan kepuasan pasien di Ruang

Irna C RSUP Sanglah Denpasar

1.4 Manfaat Penelitian

2. Teoritis

Dapat digunakan sebagai bahan oleh peneliti selanjutnya dalam mengembangkan

perilaku caring, komunikasi terapeutik perawat untuk meningkatkan mutu pelayanan

di rumah sakit.

3. Praktis

Dapat digunakan oleh manajemen untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di

rumah sakit melalui peningkatan perilaku caring dan komunikasi terapeutik pasien

selama di rumah sakit.

Page 7: Bu Yudani Full

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Caring

2.1.1.1 Pengertian Caring

Caring adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga pertanggungjawaban

hubungan antara perawat-klien, dimana perawat membantu berpartisipasi, membantu

memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kesehatan. Caring adalah esensi dari

keperawatan yang merupakan fokus dan sentral dari praktik keperawatan (Barnum,

1998). Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar. Caring

merupakan “heart” profesi, artinya sebagai komponen yang fundamental dari fokus

sentral serta unik dari keperawatan (Barnum, 1994). Meskipun perkataan caring telah

digunakan secara umum, tetapi tidak terdapat definisi dan konseptualisasi yang

universal mengenai caring itu sendiri (Swanson, 1991, dalam Leddy, 1998).

Setidaknya terdapat lima perspektif atau kategori mengenai caring, yaitu caring

sabagai sifat manusia (Benner & Wrubel, Leininger), caring sebagai intervensi

terapeutik (Orem), dan caring sebagai bentuk kasih sayang (Morse et al., 1990, dalam

Leddy, 1998).

Caring sulit untuk didefinisikan karena memilki makna banyak : sebagai kata benda

atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, sebagai sikap atau perilaku

(Berger & Williams, 1992). Meskipun demikian, pakar-pakar keperawatan banyak

yang telah melakukan pendekatan-pendekatan untuk mendefinisikan dan menjabarkan

perilaku caring. Sedangkan perilaku caring perawat adalah suatu perilaku yang

meliputi seperti : mendengarkan penuh perhatian, hiburan, kejujuran, kesabaran,

tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat membuat keputusan

Page 8: Bu Yudani Full

(Watson, 2007).

Pada tahun 1970 Wiedenbach menyatakan bahwa tujuan dari seseorang pereawat

adalah bagian dari efektifitasnya, dimana pekerjaan yang sama akan memiliki hasil

yang berbeda apabila dilakukan dengan atau tanpa caring. Seni dari keperawatan

terletak pada pemikiran dan perasaan yang digunakan perawat dalam mengobservasi

pasiennya, mengidentifikasi dan melayani kebutuhannya, dan memvalidasi bahwa

pertolongan yang diberikannya bermanfaat bagi pasien (Wiedenbach, 1963, dalam

Barnum, 1994).

Leininger pada tahun 1981 berpendapat bahwa caring adalah komponen umum dalam

keseluruhan pelayanan keperawatan, dan tanpa perilaku ekspresi, dan aktifitas

terapeutik caring, pelayanan keperawatan menjadi tidak lengkap, tidak adekuat dan

dapat dipertanyakan (Leininger, 1981, dalam Berger & Williams, 1992). Pada tahun

1984 Leininger kembali mendefinisikan caring yaitu merujuk kepada pemberian

asuhan yang langsung (maupun tidak langsung) dan aktifitas yang memerlukan

keterampilan penuh, proses, dan keputusan dalam mendampingi seseorang dengan

cara yang merefleksikan atribut-atribut perilaku seperti empati, suportif, perasaan

haru, melindungi, memberi pertolongan, edukasi dan lainnya tergantung pada

kebutuhan, masalah, nilai dan tujuan dari orang atau kelompok yang didampingi

tersebut (Leininger, 1984, dalam Kozier & Erb, 1985)

Pakar keperawatan yang dianggap telah membawa paradigma baru mengenai caring

adalah Jean Watson yang pada tahun 1988 mengemukakan asumsi-asumsi mendasar

mengenai caring di dalam bukunya yang pertama, Nursing : The Philosophy and

Science of Caring, yaitu :

1. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan interpersonal.

2. Caring terdiri dari faktor-faktor carative yang menghasilkan kepuasan di dalam

Page 9: Bu Yudani Full

pemenuhan kebutuhan manusia.

3. Caring yang efektif akan meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu

maupun keluarga.

4. Respon-respon caring tidak hanya menerima keadaan seseorang saat itu, tetapi juga

keadaan selanjutnya.

5. Lingkungan perawatan adalah lingkungan yang memacu pengembangan potensi

dan kemungkinan seseorang untuk memilih kegiatan yang terbaik bagi dirinya.

6. Caring bersifat lebih “healthogenic” daripada “curing”. Artinya bahwa caring lebih

menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di dalam praktiknya

caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan pengetahuan perilaku manusia

untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk menyediakan pelayanan bagi

mereka yang sakit.

7. Caring merupakan sentral bagi keperawatan (Watson, 1988, dalam Dwidiyanti,

1998; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994).

Pada tahun 1988 di dalam bukunya yang kedua, Nursing Human Science and Human

care: A Theory of Nursing. Watson mengemukakan 11 asumsi yang berhubungan

dengan caring :

1. Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan universal.

2. Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan, tetapi

sering diabaikan dalam hubungan antar sesama.

3. Kemampuan untuk menyokong ideologi dan ideal caring di dalam praktik

keperawatan akan mempengaruhi perkembangan dari peradaban dan menentukan

kontribusi keperawatan pada masyarakat.

4. Caring terhadap diri sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang lain.

5. Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam berhubungan dengan orang

Page 10: Bu Yudani Full

lain dalam rentang sehat-sakit.

6. Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama dalam praktik

keperawatan.

7. Praktik keperawatan secara signifikan telah menekankan pada Human care.

8. Fondasi caring keperawatan dipengaruhi oleh teknologi medis dan birokrasi

institusi.

9. Penyediaan dan perkembangan dari Human care menjadi isu yang hangat bagi

keperawatan untuk saat ini maupun masa yang akan datang.

10. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan

interpersonal.

11. Kontribusi keperawatan kepada masyarakat terletak pada komitmen pada Human

care. (dikutip dari Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; Boyd & Mast,

1989 dalam Fitzpatrick & Whall, 1989).

Berbagai penelitian telah menyatakan tentang caring sebagai fokus sentral

keperawatan (Wolf, et al., 2003). Stanizewska & Ahmed (1998) menyatakan di dalam

penelitiannya bahwa harapan pasien akan asuhan keperawatan adalah asuhan

keperawatan yang mencakup perilaku caring perawat di dalamnya (Stanizewska &

Ahmed, 1998, dalam Wolf, et al., 2003; Redman & Lynn, 2005).

Valentine (1997) menyatakan bahwa perilaku caring perawat adalah bagian dari

praktik keperawatan profesional yang holistik / menyeluruh. Di dalam penelitiannya

ia mengemukakan bahwa pilihan pasien dalam mencari pusat pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh pengalaman positif terhadap perilaku caring perawat (Valentine,

1997, dalam Wolf, Miller, & Devine, 2003). Felgen (2003) juga menyatakan bahwa

pasien / konsumen dari pusat pelayanan kesehatan mengharapkan perawat memiliki

perilaku caring dalam memberikan pelayanan kesehatan.

Page 11: Bu Yudani Full

2.1.1.2 Faktor-faktor Pembentuk Caring

Menurut Watson (2007), fokus utama dari keperawatan adalah faktor-faktor carative

yang bersumber dari perspektif humanistik yang dikombinasikan dengan dasar

pengetahuan ilmiah. Watson kemudian mengembangkan sepuluh faktor carative

tersebut untuk membantu kebutuhan tertentu dari pasien dengan tujuan terwujudnya

integritas fungsional secara utuh dengan terpenuhinya kebutuhan biofisik, psikososial

dan kebutuhan interpersonal (dikutip dari Dwidiyanti, 1998).

Kesepuluh faktor carative tersebut adalah :

1. Pendekatan humanistik dan altruistik.

Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik mulai berkembang di usia dini

dengan nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini menjembatani

pengalaman hidup seseorang dan mengantarkan ke arah kemanusiaan. Perawatan

yang berdasarkan nilai-nilai humanistik dan altruistik dapat dikembangkan melalui

penilaian terhadap pandangan diri seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai

kebudayaan dari pengalaman pribadi. Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan

diri perawat yang kemudian akan meningkatkan sikap altruistik (Dwidiyanti, 1998).

Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini perawat menumbuhkan rasa puas

karena mampu memberikan sesuatu kepada klien (Nurachmah, 2001; Barnhart, et al.,

1994 dalam Mariner-Tomey, 1994, Kozier & Erb, 1985).

2. Menanamkan sikap penuh harapan.

Perawat memberikan kepercayaan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan

asuhan keperawatan yang holistik. Dalam hubungan perawat-klien yang efektif,

perawat memfasilitasi perasaan optimis, harapan, dan kepercayaan. Di samping itu,

Page 12: Bu Yudani Full

perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan

(Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Marimer-Tomey. 1994; Kozier &

Erb, 1985).

Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi proses karatif maupun kuratif.

Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien jika pengobatan modern

tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan spiritual. Dengan

menggunakan faktor karatif iniakan tercipta perasaan lebih baik melalui kepercayaan

dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang secara individu (Dwidiyanti,

1998).

3. Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Pengembangan perasaan iniakan membawa pada aktualisasi diri melaluio penerimaan

diri antara perawat dan klien (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994;

Kozier & Erb, 1985). Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien,

sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan , murni dan bersikap wajar pada

orang lain (Nurachmah, 2001). Perawat yang mampu untuk mengenali dan

mengekspresikan perasaannya akan lebih mampu untuk membuat orang lain

mengekspresikan perasaan mereka (Kozier & Erb, 1985). Pengembangan kepekaan

terhadap diri dan orang lain, mengeksplorasi kebutuhan perawat untuk mulai

merasakan suatu emosi yang muncul dengan sendirinya. Hal itu hanya dapat

berkembang melalui perasaan diri seseorang yang peka dalam berinteraksi dengan

orang lain. Jika perawat berusaha meningkatkan kepekaan dirinya, maka ia akan lebih

autentik (tampil apa adanya). Autentik akan menambah pertumbuhan diri dan

aktualisasi diri baik bagi perawat sendiri maupun bagi orang-orang yang berinteraksi

dengan perawat itu (Dwidiyanti, 1998).

4. Hubungan saling percaya dan saling membantu.

Page 13: Bu Yudani Full

Pengembangan hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah sangat

krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya akan meningkatkan dan

menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Pengembangan hubungan saling

percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam

keperawatan. Karakteristik faktor ini adalah kongruen, empati, dan ramah. Kongruen

berarti menyatakan apa adanya dalam berrinteraksi dan tidak menyembunyikan

kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti

perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif

terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan

suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan lain-lain (Nurachmah, 2001; Dwidiyanti,

1998; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994;Kozier & Erb, 1985).

5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.

Perawat menyediakan dan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien

(Nurachmah, 2001). Berbagi perasaan merupakan pengalaman yang cukup beresiko

baik bagi perawat maupun klien. Perawat harus siap untuk ekspresi perasaan positif

maupun negatif bagi klien. Perawat harus menggunakan pemahaman intelektual

maupun emosional pada keadaan yang berbeda (Barnhart, et al., 1994, dalam

Mariner-Tomey, 1994; kozier & Erb, 1985).

6. Menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan.

Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan

asuhan kepada klien, sehingga akan mengubah gambaran tradisional perawat sebagai

“pembantu” dokter. Proses keperawatan adalah proses yang sistematis dan terstruktur,

seperti halnya proses penelitian (Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam

Mariner-Tomey, 1994; Kozier & Erb, 1985).

7. Peningkatan belajar mengajar interpersonal.

Page 14: Bu Yudani Full

Faktor ini adalah konsep yang penting dalam keperawatan, yang membedakan antara

caring dan curing. Perawat memberikan informasi kepada klien. Perawat

bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien. Perawat memfasilitasi

proses belajar mengajar yang didesain untuk memampukan klien memenuhi

kebutuhan pribadinya, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal

klien (Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; Kozier

& Erb, 1985).

8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, spiritual yang

mendukung.

Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap

kesehatan dan kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan terhadap lingkungan

internal yang mencakup kesejahteraan mental dan spiritual, dan kepercayaan

sosiokultural bagi seorang individu. Sedangkan lingkungan eksternal mencakup

variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan, kebersihan dan lingkungan

yang astetik. Karena klien bisa saja mengalami perubahan baik dari lingkungan

internal maupun eksternal, maka perawat harus mengkaji dan memfasilitasi

kemampuan klien untuk beradaptasi dengan perubahan fisik, mental, dan emosional

(Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994;Kozier & Erb,

1985).

9. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik,

psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yangh paling

mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya. Nutrisi,

eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang paling rendah.

Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi, dan

Page 15: Bu Yudani Full

aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi (Nurachmah,

2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994;Kozier & Erb, 1985).

10. Terbuka pada eksistensial fenomenologikal dan dimensi spiritual

penyembuhan.

Faktor ini bertujuan agar penyembuhan diri dan kematangaan diri dan jiwa klien dapat

dicapai. Terkadang klien perlu dihadapkan pada pengalaman / pemikiran yang bersifat

proaktif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam

tentang diri sendiri (Nurachmah, 2001; Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey,

1994; Kozier & Erb, 1985). Diakuinya faktor karatif ini dalam ilmu keperawatan

membantu perawat untuk memahami jalan hidup seseorang dalam menemukan arti

kesulitan hidup. Karena adanya dasar yang irrasional tentang kehidupan, penyakit dan

kematian, perawat menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh

kekuatan atau daya untuk menghadapi kehidupan atau kematian ( Dwidiyanti, 1998).

Watson menyadari bahwa faktor ini sedikit sulit untuk dipahami, tetapi hal ini akan

membawa perawat kepada pemahaman yang lebih baik mengenai diri sendiri dan

orang lain (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; Kozier & Erb, 1985).

2.1.1.3 Pengukuran Perilaku Caring

Pengukuran perilaku caring dengan mengacu pada pengembangan dari carative factor

Watson (1979 dalam Poter & Perry, 2009) yang mencakup membentuk sistem nilai

humanistic-altruistic, menanamkan keyakinan dan harapan, mengembangkan

sensitifitas untuk diri sendiri dan orang lain, membina hubungan saling percaya dan

saling bantu, meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif,

menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam pengambilan

keputusan, meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal, menyediakan

lingkungan yang mendukung, melindungi, memperbaiki mental dan sosiokultural,

Page 16: Bu Yudani Full

membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia serta mengembangkan faktor

eksistensial-fenomenologis.

2.1.2 Konsep Komunikasi Terapeutik

2.1.2.1 Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk

tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi

masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto

yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan

pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional

yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan

dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti

Fatmawati, (2010).

Menurut (Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan

interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh

pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.

Menurut (Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan

terencana dalam mempelajari klien.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah

komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu yang

mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara

untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi

yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan

yang lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam

Page 17: Bu Yudani Full

rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.

2.1.2.2 Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang

lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:

1. Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien.

Klien yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri,

setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.

2. Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung

dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana

menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan

menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien

dalam membina hubungan saling percaya .

3. Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta

mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan

yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.

4. Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang

mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya

diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan

perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri

yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan

klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu

meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani

2005).

Page 18: Bu Yudani Full

2.1.2.3 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam

membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:

1. Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling

menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip” humanity of nurse and

clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat

mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak

hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu,

hubungan antar manusia yang bermartabat.

2. Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai

karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan

perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan

keunikan tiap individu.

3. Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi

maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga

dirinya dan harga diri klien.

4. Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya

harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan

alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan

klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

2.1.2.4 Komunikasi Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat

Perawat disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar

pelayanan Rumah Sakit adalah pelayanan keperawatan. Perawat bekerja dan selalu

bertemu dengan pasien selama 24 jam penuh dalam satu siklus shift, karena itu

perawat menjadi ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan

Page 19: Bu Yudani Full

kesehatan kepada pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan

suatu komunikasi terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki

kemampuan khusus mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan

penuh kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus

memiliki tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh

kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien.

Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang

beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah

seorang pendosa apabila perawat mementingkan dirinya sendiri.

2.1.2.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan

Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:

1. Mendengarkan (listening)

Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik ( Keliat

1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta penelaahan

reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam Suryani, (2005).

Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara, maka perawat

harus menjadi pendengar yang aktif. Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti

apa yang dibicarakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan

dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa

perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.

Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:

a. Pandang klien ketika sedang bicara

b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan

c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau

Page 20: Bu Yudani Full

tangan

d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu

e. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan

balik

f. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).

2. Bertanya

Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk

mengungkapkan perasaan dan pikirannya.

Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:

a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)

Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat

sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan

masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah

pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada

masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian

terhadap klien Gerald, D dalam Suryani,(2005).

b. Pertanyaan terbuka atau tertutup

Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan

jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu

mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005).

Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan

jawaban yang singkat.

3. Penerimaan

Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan

Page 21: Bu Yudani Full

ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan

berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau

tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh

yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan

kepala seakan tidak percaya.

4. Mengulangi (restating)

Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien

maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan

menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan

member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan

mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).

5. Klarifikasi (clarification)

Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang

tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d dan

Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien

malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau

mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh

menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan

informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada

perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami

klien.

6. Refleksi ( reflection )

Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi

pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian perawat

tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan

Page 22: Bu Yudani Full

terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).

Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan

perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang

harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab;

bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat

klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal

tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai

kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai

bagian dari orang lain.

7. Memfokuskan (focusing)

Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien

untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian

tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan

membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan

dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.

8. Diam ( silence )

Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab

pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien

untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani,

(2005).

9. Memberikan Informasi ( informing )

Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk

klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan

pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan

klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan

Page 23: Bu Yudani Full

pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta

membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).

10. Menyimpulkan (summerizing)

Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point

penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank lien untuk

memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.

11. Mengubah Cara Pandang (reframing)

Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak

melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani,

(2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik

dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

12. Eksplorasi

Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami

klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi.

Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail

tentang masalah yang dialami klien.

13. Membagi Persepsi (Sharing perception)

Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing

perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau

pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan

antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.

14. Identifikasi tema

Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu

menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan

Page 24: Bu Yudani Full

pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani,

2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan

pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien.

15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang

mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik

dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan

dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

16. Humor

Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang

produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat,

meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi

relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak

enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

17. Memberikan Pujian

Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang

didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk

meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani,

(2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui inyarat

nonverbal.

18. Menawarkan Diri

Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal

dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.

Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons yang diharapkan.

19. Memberikan Penghargaan

Page 25: Bu Yudani Full

Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan

kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga

sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya

sendiri sebagai individu.

20. Asertif

Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk

mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain.

2.1.2.6 Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik

Elsa Roselina, 2009 mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk dapat

menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik:

1. Berhadapan

Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda

2. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan

keinginan untuk tetap berkomunikasi

3. Membungkuk kearah klien

Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan

sesuatu

4. Memperlihatkan sikap terbuka

Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk menyatakan atau

mendengarkan sesuatu

5. Tetap rileks

Tetap dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan relaksasi dalam

memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang

menyenangkan.

Page 26: Bu Yudani Full

2.1.2.7 Memberikan Umpan Balik

Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat dalam

melakukan umpan balik sebagai berikut:

1. Pelajari hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu diperbaiki

2. Ketika menyampaikan umpan balik perhatikan contoh-contoh dari kesalahan

yang telah dibuat

3. Kembangkan argument mengenai dampak negative yang biasa muncul dari

kesalahan yang dibuat

4. Pastikan penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau

kesalahan

5. Gali lebih dalam lagi mengenai hambatan yang ditemui

6. Dorong penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan langkah-

langkah untuk memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya

7. Buat kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan.

2.1.2.8 Sikap Perawat dalam Memberikan Umpan Balik

1. Jangan bersikap seperti hakim yang mengadili

2. Mulai dengan hal-hal yang positif

3. Jangan mengungkapkan kebaikan dan kelemahan secara bersamaan

4. Sampaikan fakta, tunjukkan dimana letak kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan

5. Berikan pujian dengan tulus

6. Jangan memanipulasi fakta

7. Jangan memberikan komentar, tetapi langsung berikan saran.

2.1.2.9 Isi Pesan

Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide,

Page 27: Bu Yudani Full

pendapat, pikiran dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan

oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi

pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku

komunikan, (Ernawati Dalami, 2009). Menurut Arita Murwani, isi pesan harus dirasa

penting dan berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau informasi

berupa pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan

melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka,

dan dapat pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan memenuhi

beberapa syarat sebagai berikut:

a. Pesan harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan

b. Penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dimengerti

oleh kedua belah pihak

c. Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan

kepuasan, ( Mundakir 2006).

2.1.3 Konsep Kepuasan

2.1.3.1 Pengertian Kepuasan

Menurut Kotler (dalam Purwanto, 2008) kepuasan adalah tingkat keadaan

yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan

atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.

Menurut Oliver (dalam Supranto, 2008) kepuasan adalah perasaan seseorang setelah

membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya.

Definisi kepuasan/ketidakpuasan pelanggan menurut Day (dalam Tse dan

Wilton,1988) adalah “respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian

(disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja

Page 28: Bu Yudani Full

lainnya) dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya”. Engel

(1990) dalam Fandy Tjiptono (1996) mengungkapkan bahwa Kepuasan pelanggan

merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya

memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan

ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan

pelanggan. Sedangkan Wilkie (1990) dalam Fandy Tjiptono (1995)

mendefinisikannya sebagai “suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap

pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa”. Kotler (1997) memberikan arti dari

kepuasan konsumen yaitu tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan

performansi (atau hasil) yang ia rasakan dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan

merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapannya.

Apabila kinerja dibawah harapan, maka konsumen akan kecewa. Bila kinerja sesuai

dengan harapan, konsumen akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan,

konsumen akan sangat puas. Harapan konsumen dapat dibentuk oleh pengalaman

masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan

saingannya. Konsumen yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap

harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan.

2.1.3.2 Tingkat Kepuasan

Terdapat tiga tingkat kepuasan yaitu bila penampilan kurang dari harapan

maka pelanggan tidak puas, bila penampilan sebanding dengan harapan maka

pelanggan puas, dan apabila penampilan melebihi harapan maka pelanggan merasa

sangat puas atau senang. Puas atau tidak puas tergantung pada sikap terhadap ketidak

sesuaian (rasa senang atau tidak senang) dan tingkatan dari pada evaluasi (baik atau

tidak) untuk dirinya, melebihi, atau di bawah standar (Wijono,1999).

Page 29: Bu Yudani Full

2.1.3.3 Komponen Tingkat Kepuasan

Lima komponen atau dimensi yang menentukan kualitas mutu pelayanan

(dimensi kepuasan) dikenal sebagai SERVQUAL (Wahyu dan Mansor, 2008). Adapun

konsep tersebut adalah sebagai berikut:

a. Berwujud (Tangible)

Adalah semua hal yang terlihat nyata, yaitu perlengkapan fasilitas dan alat

kerja, kondisi fasilitas dan alat kerja, serta penampilan staf.

b. Keandalan (Reliability)

Adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera,

akurat dan memuaskan.

c. Kesigapan (Responsiveness)

Adalah respon atau kesigapan petugas dalam menangani kasus dan

memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, meliputi kesigapan petugas

menangani kasus, kecepatan petugas dalam menangani transaksi dan penanganan

keluhan pengguna.

d. Keyakinan (Assurance)

Adalah kemampuan petugas terhadap hasil kerja secara tepat, ramah,

perhatian, dan sopan dalam memberikan pelayanan serta menanamkan kepercayaan

kepada pengguna.

e. Empati (Emphaty)

Adalah perhatian secara individu yang diberikan oleh petugas kepada

pengguna jasa, kemampuan komunikasi untuk menyampaikan informasi pada

pengguna sehingga pengguna merasa yakin terhadap pelayanan yang telah diberikan.

2.1.3.4 Pengukuran Kepuasan.

Page 30: Bu Yudani Full

Dalam penelitian ini, kepuasan responden diukur dengan menggunakan

kuesioner pengalaman (kualitas pelayanan) dan kuesioner harapan. Kuesioner

pengalaman atau kualitas pelayanan telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya.

Selanjutnya untuk kuesioner harapan, juga menggunakan skala likert namun setiap

jawaban dihubungan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap dengan kata-kata

sebagai berikut :

Sangat Penting : 5

Penting : 4

Cukup Penting : 3

Kurang Penting : 2

Tidak Penting : 1

Setelah hasil kuesioner pengalaman dan harapan selesai dikumpulkan

selanjutnya dilakukan tabulasi data dan dilakukan analisis dengan menggunakan

metode gap dan analisis kuadran yang akan dijelaskan pada bahasan selanjutnya.

2.1.4 Teknik Analisa Tingkat Kepuasan

2.1.4.1 Metode Servqual

Servqual memiliki aplikasi skala pengukuran yang disebut multi-item scale

yang merupakan hasil penelitian Parasuraman,Zeithamal dan Berry (Wahyu dan

Mansor, 2008). Caranya dengan merata-ratakan perbedaan nilai yang dihasilkan dari

masing-masing bagian yang membentuk kelima dimensi seperti yang telah dikemukan

diatas.

Lima jenis kesenjangan/gap yang dikemukakan Parasuraman et.al (dalam

Wahyu dan Mansor, 2008) adalah:

(1) Gap 1 (Gap Persepsi Manajemen)

Gap 1 yaitu kesenjangan antara harapan konsumen dan pandangan

Page 31: Bu Yudani Full

manajemen, dimana pihak manajemen tidak selalu merasakan dengan tepat apa

yang diinginkan konsumen atau bagaimana penilaian konsumen terhadap

komponen pelayanan.

(2) Gap 2 (Gap Spesifikasi Kualitas)

Gap 2 yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan

pengguna jasa dan spesifikasi kualitas jasa.

(3) Gap 3 (Gap Penyampaian Pelayanan)

Gap 3 yaitu kesenjangan antara mutu pelayanan dan penyampaian pelayanan

(service delivery).

(4) Gap 4 (Gap Komunikasi Pemasaran) yaitu kesenjangan antara penyajian

pelayanan dan komunikasi eksternal.

(5) Gap 5 (Gap dalam Pelayanan yang Dirasakan)

Gap 5 yaitu kesenjangan antara pelayanan yang diterima dan yang diharapkan

oleh konsumen.

Penelitian ini dipusatkan pada pendekatan gap/kesenjangan kualitas

jasa/pelayanan yang ke-5 yaitu kesenjangan antara pelayanan yang diterima dan yang

diharapkan oleh konsumen. Metode Servqual ini mendefinisikan bahwa

kesenjangan/gap (G) untuk faktor kualitas jasa/pelayanan tertentu adalah:

G = P (Perceptions) – E(Expectations) …………. (2. 1)

Kesenjangan yang bernilai negatif menunjukkan bahwa harapan konsumen

tidak terpenuhi, semakin besar kesenjangan terjadi, maka semakin lebar jurang

pemisah antara keinginan pengguna dengan sesuatu yang mereka peroleh sebenarnya

(Duffy, dalam Wahyu dan Mansor, 2008).

Setelah penghitungan gap dilakukan, untuk mengetahui besaran nilai kesesuaian

antara harapan dan pengalaman dapat dilakukan dengan menghitung nilai kesesuaian.

Page 32: Bu Yudani Full

Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja pelaksanaan dengan skor

harapan/kepentingan. Tingkat kesesuaian menentukan urutan prioritas peningkatan

factor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) buah variabel yang diwakilkan oleh huruf X dan

Y, dimana X merupakan tingkat kinerja perusahaan yang dapat memberikan kepuasan

pelanggan, sedangkan Y merupakan tingkat kepentingan pelanggan. Adapun rumus

yang digunakan adalah :

…………………………. (2.2)

Dimana :

Tki = Tingkat kesesuaian responden

Xi = Skor penilaian kinerja perusahaan

Yi = Skor penilaian harapan pelanggan

2.1.4.2 Analisa Kuadran (Importance Performance Analysis)

Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian

yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y),

dimana X adalah rata-rata dari rata-rata skor tingkat kinerja dan Y merupakan rata-

rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh factor yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan (Wahyu dan Mansor, 2008). Dalam hal ini digunakan skala lima

tingkat likert untuk tingkat kepentingan/harapan pengguna terdiri dari sangat penting,

penting, cukup penting, kurang penting, dan tidak penting, sedangkan untuk

kinerja/pengalaman diberikan lima penilaian yaitu sangat baik, baik, cukup baik,

kurang baik, dan tidak baik. Kelima penilaian tersebut diberikan bobot sebagai

berikut:

1. Jawaban sangat penting/sangat baik diberi bobot 5

Page 33: Bu Yudani Full

2. Jawaban penting/ baik diberi bobot 4

3. Jawaban cukup penting/cukup baik diberi bobot 3

4. Jawaban kurang penting/kurang baik diberi bobot 2

5. Jawaban tidak penting/tidak baik diberi bobot 1

Berdasarkan hasil penilaian tingkat pengalaman/kinerja dan hasil penilaian

tingkat harapan maka akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kepuasan

antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya.

Menurut Kotler (dalam Purwanto, 2008), kepuasan adalah tingkat kepuasan

seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan

dengan harapannya. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas

peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Selanjutnya sumbu mendatar (X) akan diisi oleh rerata skor tingkat

pengalaman/kinerja, sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh rerata skor tingkat

harapan/kepentingan. Selanjutnya hasil perhitungan rata-rata skor tersebut diplot

nilainya pada Diagram Kartesius seperti di bawah ini.

Gambar 2.2. Diagram Kartesius

Keterangan:

Page 34: Bu Yudani Full

A. Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi keputusan

pengguna, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun

manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pengguna sehingga

mengecewakan/tidak puas.

B. Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan,

untuk itu wajib dipertahankan. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.

C. Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan,

pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan

kurang memuaskan.

D. Menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi

pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan.

2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

adalah variabel yang diteliti

adalah variabel yang tidak diteliti

Perilaku Caring PerawatKomunikasi Terapeutik

Kepuasan Pasien

Kualitas Pelayanan

Dimensi Kualitas Pelayanan

Page 35: Bu Yudani Full

2.3 Hipotesa Penelitian

Menurut Riwidikdo (2009), hipotetis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal

yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut yang sering dituntut untuk melakukan

pengecekannya. Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Arikunto (2002), yang

menyatakan hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

.Ha1 :: Terdapat hubungan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kepuasan

pasien

.Ha2 :: Terdapat hubungan antara komunikasi terapeutik dengan tingkat kepuasan

pasien

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelatif yaitu

peneliti mencoba mencari hubungan atau korelasi antar variabel. Penelitian ini

Page 36: Bu Yudani Full

melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan, serta seberapa besar hubungan

antar variabel yang ada (Setiadi, 2007).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu variabel

sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara

simultan, sesaat dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan), pada studi ini

tidak ada follow up (Setiadi, 2007).

3.2 Kerangka Kerja

Adapun kerangka kerja penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

PopulasiPasien di Ruang Irna C RSUP Sanglah Denpasar

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Page 37: Bu Yudani Full

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Ruang Angsoka I, II dan III pada Bulan April 2015 – Mei

2015.

3.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

SampelPasien yang dirawat pada bulan April-Mei 2014

dikumpulkan dengan teknik concecutive sampling

Penyajian hasil penelitian

Analisis Data

Hipotesis I : Uji Rank SpearmanHipotesis II : Uji Rank Spearman

(Tk. Kepercayaan 95%, P ≤0,05)

Pengumpulan Kuesioner

Pengurusan ijin penelitian, ethical clearance, informed consent

Penyebaran kuesioner perilaku caring perawat , komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien

Melakukan tabulasi Data kuesioner perilaku caring, komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien

Page 38: Bu Yudani Full

3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2001).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di Ruang

Angsoka I, II dan III RSUP Sanglah Denpasar dari tanggal 1 April sampai 31

Mei 2015.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di Ruang

Angsoka I, II dan III RSUP Sanglah Denpasar dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi

1) Bersedia menjadi responden

2) Berumur 20-45 tahun

3) Mendapat perawatan >2 hari

b. Kriteria eksklusi

1) .Memiliki penyakit terminal

2) Mengalami gangguan jiwa

3) Pasien kurang kooperatif

4) Pasien asing (dari negara lain)

3.4.3 Besar sampel

Banyaknya sampel yang dipakai dalam peenelitian ini tidak dapat

ditentukan dengan pasti, karena jumlah populasi dalam penelitian ini tidak

dapat ditentukan secara pasti, namun jumlah sampel yang dipakai adalah

Page 39: Bu Yudani Full

jumlah sampel minimal yaitu sebanyak 30 orang. Menurut Sugiyono (2001),

sampel yang representatif tidak kurang dari 30 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik concecutive

sampling. Sampling dilakukan berdasarkan kurun waktu yang ditentukan oleh

peneiti. Besar sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditemui waktu pengumpulan data.

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel penelitian

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku caring

perawat dan komunikasi terapeutik, sedangkan variabel terikat yaitu kepuasan

pasien.

3.5.2 Definisi operasional

Tabel 2. Definisi Operasional variabel

No Variabel penelitian

Definisi Operasional

Indikator Skala pengukuran

Hasil Ukur

1 Perilaku caring perawat

Perilaku caring yakni kegiatan atau tindakan memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan faktor carative yang bersumber pada persepektif humanistik dan hubungan sesama manusia dan hubungan sesama manusia yang dikombinasikan dengan dasar pengetahuan ilmiah.

1. Memperlakukan manusia secara wajar

2. Memiliki kepercayaan diri

3. Sensitifitas, simpati empati

4. Hubungan saling mempercayai, tulus, tidak pura-pura

5. Membangkitkan klien mengekpresikan perasaan

6. Memecahkan masalah klien

7. Menciptakan lingkungan terapeutik

8. Kesiapan fisik9. Memenuhi kebutuhan

klien10. Kekuatan spiritual

Ordinal 0-23 : perilaku

caring yang buruk

24-47 : perialku caring yang baik

2 Komunikasi terapeutik

Komunikasi yang dilakukan oeleh

Komponen komunikasi terapeutik

Ordinal Baik : 76-100%

Page 40: Bu Yudani Full

perawat baik verba maupun non verbal selama melakukan kontak dan perawatan terhadap pasien yang dinilai oleh pasien selama perawatan

Cukup : 56-75%

Kurang : <56%

3 Kepuasan Pasien

Kepuasan klien dalam pelayanan keperawatan adalah kesesuaian antara harapan klien tentang pelayanan keperawatan yang bermutu dan berkualitas dengan kenyataan yang diterima.

1. Aspek kinerja teknik2. Aspek perawatan

interpersonal atau sikap professional

3. Aspek – aspek organisasi

Ordinal 0-15 : tidak puas16-30 : puas

3.6 Jenis dan Cara Pengumpulan data

3.6.1 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang berupa data

primer yaitu melalui pedoman observasi yang meliputi suhu badan pelaksana

KMC, suhu badan kuesioner tentang perilaku caring, komunikasi terapeutik

dan kepuasan pasien.

3.6.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan

data (Hidayat, 2009). Peneliti dalam penelitian ini melakukan langkah

pengumpulan data sebagai berikut :

a. Mengajukan permohonan ijin penelitian yang telah

dipersiapkan oleh institusi ke kantor Kesbang Pol dan Linmas Pemerintah

Provinsi Bali dan Libang RSUP Sanglah Denpasar.

b. Setelah mendapat surat rekomendasi dari Kesbang Pol dan

Linmas Pemerintah Provinsi Bali dan ethical clearance dari Litbang RSUP

Page 41: Bu Yudani Full

Sanglah Denpasar, dilakukan pemberitahuan kepada Direktur RSUP

Sanglah Denpasar dan selanjutnya melakukan pendekatan formal terhadap

Kepala Ruang Angsoka I, II dan III untuk meminta ijin dan bantuan dalam

pengumpulan data.

c. Penelitian ini menggunakan enumerator penelitian/peneliti

akan dibantu oleh beberapa orang yang telah dilakukan diskusi dan

penyamaan persepsi cara pengambilan data.

d. Melakukan pendekatan terhadap responden dengan

memberikan informed consent untuk dilakukan penelitian untuk

menghindari adanya kemungkinan miskomunikasi antara responden dan

peneliti saat akan dilakukan penelitian

e. Setelah informed consent dilakukan, selanjutnya peneliti

memberikan kuesioner untuk diisi oleh responden

f. Peneliti mengumpulkan data yang telah didapat

g. Melakukan tabulasi dan analisis data

3.6.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yaitu

kuesioner perilaku caring, komunikasi terapeutik dan kepuasan yang

merupakan kuesioner yang telah digunakan sebelumnya oleh peneliti lain.

Namun dilakukan beberapa modifikasi dan akan dilakukan uji validitas dan

reliabitlitas instrument di Ruang IRNA B RSUP Sanglah Denpasar sebanyak

30 orang pasien..

3.7 Pengolahan dan Teknik Analisa Data

3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Page 42: Bu Yudani Full

Pengolahan data merupakan salah satu upaya untuk meprediksi data dan

menyiapkan data sedemikian rupa agar dapat dianalisis lebih lanjut dan

mendapatkan data siap untuk disajikan. Menurut Setiadi (2012), langkah-langkah

pengolahan data yang akan dilakukan yaitu :

a. Editing

Langkah-langkah yang dilakukan dalam editing adalah memeriksa kembali

identitas responden pada lembar observasi yang telah terkumpul.

b. Scoring dan coding

Lembar observasi yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapannya, kemudian

memberikan kode pada tiap responden dengan nomor 1, dan seterusnya untuk

memudahkan dalam mengkategorikan sampel.

c. Entry

Kegiatan memasukkan data ke dalam program komputer untuk mencegah risiko

kehilangan data.

d. Cleaning

Data yang sudah dientry dicocokkan kembali kesesuainnya dengan data yang

diperoleh dari lembar observasi.

3.7.2 Teknik Analisis Data

Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dari

analisis univariat dan bivariat yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Analisis Univariat

Analisa univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti (Nursalam, 2002). Analisis ini

disajikan dalam bentuk piechart sebagai informasi untuk mendeskripsikan semua

variabel penelitian yaitu perilaku caring perawat, komunikasi terapeutik dan

Page 43: Bu Yudani Full

kepuasan pasien. Analisis univariat dilakukan dengan menghitung presentase dari

masing-masing variabel yang diteliti yaitu menghitung presentase sebaran data

perilaku caring perawat, komunikasi terapeutik dan kepuasan pasien.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau korelasi (Nursalam, 2002). Dalam penelitian ini analisa

bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen yaitu

perilaku caring perawat dan komunikasi terapeutik dengan variabel dependen yaitu

kepuasan pasien..

Penerapan uji statistik dilakukan dengan uji Rank Spearman. Adapun rumus

uji korelasi rank spearman yang digunakan adalah:

Rho = 6Σd²/N (N²-1)

Keterangan:

Rho : nilai korelasi sperman rank

d² : selisih setiap pasangan rank

N : Jumlah pasangan rank untuk spearman

Korelasi rank spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel

dengan skala ordinal yang tidak berdistribusi normal dengan batas kemaknaan p <

0,05. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai p (probability/ probabilitas), jika

nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara perilaku

caring perawat atau komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien dan jika nilai p >

0,05 maka Ho diterima dan Ha di tolak, artinya tidak ada hubungan antara perilaku

caring perawat atau komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien.

Correlation coefficient kedua variabel ini adalah -0,253. Yaitu masih menjauhi 1,

berarti kedua variabel memiliki hubungan yang tidak signifikan. Tanda negatif berarti

Page 44: Bu Yudani Full

hubungan kedua variabel berlawanan arah. Jadi apabila perilaku caring atau

komunikasi terapeutik baik, maka kepuasan pasien akan tinggi. Begitu pula

sebaliknya (perilaku caring atau komunikasi terapeutik buruk, maka kepuasan pasien

rendah).

Setelah diketahui hubungan antara kedua variabel, selanjutnya dicari tingkat

hubungan dengan menggunakan tabel hubungan rho spearman. Menurut Sugiyono

(2010) untuk membuktikan penafsiran terhadap yang ditentukan apakah besar atau

kecil tingkat hubungannya, maka digunakan pedoman sebagai berikut.

Tabel 4. Tingkat Hubungan Dua Variabel berdasarkan nilai rho spearman

Interval koefisien Tingkat hubungan

0,00 – 0,1990,20 – 0,3990,40 – 0,5990,60 – 0,7990,80 – 1,000

Sangat rendahRendahSedangKuat

Sangat kuat

3.8 Etika Penelitian

Untuk memperlancar penambilan data pada sampel penelitian, dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengurusan ijin penelitian

Pengurusan ijin penelitian dilakukan melalui Badan pengurusan ijin ke

Litbang RSUP Sanglah Denpasar. Setelah proposal penelitian dinyatakan

layak untuk diteliti selanjutnya diterbitkan surat ijin penelitian yang ditujukkan

ke Ruang IRNA C RSUP Sanglah Denpasar untuk diinformasikan kepada

masing-masing Kepala Ruangan.

2. Informed Consent

Setelah ijin diberikan, maka selanjutnya adalah melakukan

pengumpulan sampel. Dalam menjaga etika penelitian, maka dalam penelitian

Page 45: Bu Yudani Full

ini menggunakan informed consent melalui pemberian lembar permohonan

dan penandatangan lembar persetujuan jika yang bersangkutan bersedia

menjadi responden. Responden yang telah bersedia digunakan sebagai sampel

dijamin kerahasian data yang diberikan dengan tidak mencantumkan nama

responden, tetapi hanya mencantumkan inisial responden.

Informed consent merupakan lembar persetujuan untuk menjadi

responden yang diedarkan sebelum melakukan penelitian pada subyek. Jika

subyek bersedia diteliti maka seubyek harus mencantumkan tanda tangan pada

lembar persetujuan menjadi responden dengan terlebih dahulu membaca isinya

dan jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan

tetap mnghormati hak-hak subyek.

3. Anonimisty

Anonymisty artinya menjaga kerahasiaan identitas subyek. Peneliti

tidak mencantumkan nama subyek pada lembar observasi, tetapi hanya diberi

kode tertentu.

4. Confidentiality

Confidentiality berarti kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan

dari subyek dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Data yang diperoleh dari

responden hanya untuk dilaporkan atau disajikan dalam bentuk kelompok

yang berhubungan dengan penelitian.

Page 46: Bu Yudani Full