bmpk bu se71405dpnp

42
No. 7 / 14 / DPNP Jakarta, 18 April 2005 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ________________________________________________________________ Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4472), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Salah satu penyebab kegagalan Bank adalah Penyediaan Dana yang tidak didukung oleh kemampuan Bank mengelola konsentrasi portofolio Penyediaan Dana. Konsentrasi tersebut selain ditimbulkan oleh eksposur kredit, juga dapat ditimbulkan oleh eksposur yang berlebihan terhadap faktor pasar tertentu atau eksposur yang timbul dari kegiatan pendanaan dimana suatu Bank secara khusus bergantung pada segmen peminjam atau sumber pendanaan tertentu. B. Seiring

Upload: virzatc

Post on 14-Jun-2015

292 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BMPK BU se71405dpnp

No. 7 / 14 / DPNP Jakarta, 18 April 2005

SURAT EDARAN

Kepada

SEMUA BANK UMUM

DI INDONESIA

Perihal : Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum ________________________________________________________________

Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia

Nomor 7/3/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2005 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4472), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank

Indonesia sebagai berikut:

I. UMUM

A. Salah satu penyebab kegagalan Bank adalah Penyediaan Dana yang

tidak didukung oleh kemampuan Bank mengelola konsentrasi portofolio

Penyediaan Dana. Konsentrasi tersebut selain ditimbulkan oleh eksposur

kredit, juga dapat ditimbulkan oleh eksposur yang berlebihan terhadap

faktor pasar tertentu atau eksposur yang timbul dari kegiatan pendanaan

dimana suatu Bank secara khusus bergantung pada segmen peminjam

atau sumber pendanaan tertentu.

B. Seiring …

Page 2: BMPK BU se71405dpnp

B. Seiring dengan pesatnya inovasi dan perkembangan jenis produk

perbankan, Bank harus mengembangkan teknik pengukuran terhadap

beberapa bentuk risiko konsentrasi yang timbul dari Penyediaan Dana.

Hal ini khususnya terdapat pada bentuk Penyediaan Dana tidak langsung

ataupun Penyediaan Dana yang dikaitkan dengan tagihan yang diperkuat

dengan jaminan ataupun agunan dalam berbagai bentuk.

C. Dengan semakin kompleksnya hubungan antara perseorangan dengan

suatu perusahaan, dan atau suatu perusahaan dengan perusahaan lain

maka Bank harus dapat secara akurat mengidentifikasi dan menentukan

pihak lawan transaksi (counterparty) dalam kaitannya dengan

pengukuran eksposur risiko konsentrasi tersebut.

II. MANAJEMEN RISIKO

A. Dalam melakukan Penyediaan Dana, Bank wajib menerapkan prinsip

kehati-hatian serta mengelola risiko yang timbul sebagai akibat

Penyediaan Dana tersebut. Penerapan prinsip kehati-hatian dan

pengelolaan risiko ini antara lain dilakukan dengan menetapkan batas

(limit) Penyediaan Dana. Penetapan batas (limit) Penyediaan Dana

tersebut harus dilakukan berdasarkan analisis dampak Penyediaan Dana

terhadap struktur neraca dan profil risiko Bank, yaitu dengan

mempertimbangkan besaran, jenis, jangka waktu Penyediaan Dana

maupun dampak Penyediaan Dana terhadap kebijakan dan strategi

diversifikasi portofolio Bank secara menyeluruh. Selain penetapan limit

terhadap eksposur kepada pihak tertentu, maka untuk keperluan internal,

Bank dapat menetapkan limit berdasarkan area geografis (geographic

limits) dan sektor industri tertentu (certain industries).

B. Analisa …

Page 3: BMPK BU se71405dpnp

B. Analisa dampak Penyediaan Dana terhadap struktur neraca dan profil

risiko tersebut dilakukan antara lain dengan cara mengukur risiko kredit

terhadap sekumpulan Penyediaan Dana (pools of provision of funds)

yang memiliki karakteristik yang serupa, dari sisi besaran, jenis, dan

atau jangka waktu. Risiko kredit tersebut diukur antara lain berdasarkan

data historis tingkat kegagalan (historical default rate) dan perpindahan

kualitas Penyediaan Dana (credit rating migration) selama periode

tertentu.

C. Analisa terhadap risiko konsentrasi tersebut selanjutnya dijabarkan

dalam suatu batas (limit) maksimum Penyediaan Dana yang dapat

diberikan untuk Peminjam. Batas (limit) maksimum Penyediaan Dana

tersebut pada umumnya ditentukan berdasarkan kerugian maksimum

dari Penyediaan Dana yang dapat ditolerir oleh permodalan Bank

(maximum loss rate as percentage of capital).

D. Selain melakukan analisa terhadap konsentrasi Penyediaan Dana kepada

Peminjam dan sekumpulan Penyediaan Dana sebagaimana dijelaskan

diatas, Bank juga harus melakukan analisa terhadap alokasi yang

ditetapkan untuk masing-masing komponen portofolio Penyediaan Dana.

Hal ini dimaksudkan agar Bank dapat memiliki komposisi portofolio

yang optimum dari struktur neraca Bank secara keseluruhan. Dalam

menentukan alokasi tersebut, Bank harus mempertimbangkan korelasi

risiko antara komponen portofolio Penyediaan Dana maupun tingkat

volatilitas dari masing-masing komponen portofolio.

III. PIHAK …

Page 4: BMPK BU se71405dpnp

III. PIHAK TERKAIT DAN KELOMPOK PEMINJAM

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, dengan berkembangnya

struktur kelompok usaha, konsepsi dasar dalam menentukan pihak lawan

transaksi (counterparty) untuk pengukuran eksposur risiko konsentrasi juga

mengalami perubahan yang cukup signifikan. Oleh karena itu sebagaimana

diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 12 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, dilakukan penyempurnaan

terhadap konsepsi dasar penentuan Pihak Terkait dan kelompok Peminjam

dengan menggunakan unsur “pengendalian” baik secara langsung maupun

tidak langsung sebagai faktor penentu. Unsur pengendalian dapat dianalisa

berdasarkan hubungan kepemilikan, kepengurusan dan atau keuangan.

Adapun cara-cara perseorangan atau perusahaan/badan melakukan

pengendalian dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Pengendalian tersebut antara lain melalui kepemilikan saham secara

langsung, hak opsi, maupun acting in concert. Walaupun tidak memiliki

saham, pengendalian juga dapat dilakukan melalui kemampuan dalam

penentuan kepengurusan maupun kemampuan dalam menentukan kebijakan

operasional atau kebijakan keuangan Bank.

A. Kepemilikan Saham.

Hubungan pengendalian antara lain dapat timbul sebagai akibat

kepemilikan saham suatu pihak, baik itu berbentuk perseorangan atau

perusahaan/badan terhadap suatu perusahaan/badan. Kepemilikan ini

dijabarkan dalam bentuk kepemilikan saham yang memiliki hak suara

pada suatu perusahaan/badan. Dalam menentukan kepemilikan saham,

termasuk didalamnya kepemilikan saham secara bersama-sama atau

melalui …

Page 5: BMPK BU se71405dpnp

melalui pihak lain, seperti saham dari Pihak Terkait/anggota kelompok

lainnya ataupun saham dari keluarganya.

1. Pihak Terkait dengan Bank

a. Pengendali Bank Berdasarkan Kepemilikan Saham

Suatu pihak dianggap mempunyai hubungan pengendalian

dengan Bank apabila pihak tersebut memiliki 10% (sepuluh

perseratus) atau lebih saham Bank.

Apabila pihak yang menjadi pengendali Bank dikendalikan

oleh pihak lain, baik berbentuk perseorangan atau

perusahaan/badan, maka pengendali dari pengendali

ditetapkan pula sebagai pengendali Bank. Dalam menentukan

pengendali dari pengendali tersebut tidak ada batas jenjang

tertentu, sehingga penentuan pengendali dari pengendali

hendaknya ditelusuri sampai dengan pengendali akhir.

Apabila pengendali Bank adalah perorangan, maka pihak yang

mempunyai hubungan keluarga baik vertikal maupun

horisontal dari perseorangan tersebut juga merupakan

pengendali Bank. Adapun pihak-pihak yang mempunyai

hubungan keluarga dimaksud termasuk suami atau istri dari

saudara kandung/tiri/angkat perseorangan yang bersangkutan.

Pengendalian terhadap Bank sebagaimana dijelaskan diatas

dapat dicontohkan dengan struktur kepemilikan sebagaimana

digambarkan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2.

b. Perusahaan/Badan Dimana Bank Bertindak Sebagai

Pengendali

Sesuai …

Page 6: BMPK BU se71405dpnp

Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf b PBI Nomor 7/3/PBI/2005

tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum,

antara lain diatur bahwa suatu perusahaan/badan dianggap

dibawah pengendalian Bank apabila Bank memiliki 10%

(sepuluh perseratus) atau lebih saham perusahaan/badan

tersebut.

Sebagaimana dalam menentukan pengendali dari pengendali

Bank, tidak ada batas jenjang tertentu untuk menentukan

perusahaan/badan yang berada dibawah pengendalian Bank.

Penelusuran perusahaan/badan yang berada dibawah

pengendalian Bank dilakukan sampai dengan

perusahaan/badan terakhir (ultimate subsidiary). Hal ini antara

lain dicontohkan dalam Lampiran 3.

c. Pengendali Lain Dari Perusahaan/Badan Yang Dibawah

Pengendalian Bank

Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf c PBI Nomor 7/3/PBI/2005

tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum,

antara lain diatur bahwa pengendali lain dari

perusahaan/badan yang dibawah pengendalian Bank dengan

kepemilikian 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham,

dianggap sebagai Pihak Terkait. Hal ini antara lain

dicontohkan pada Lampiran 4.

d. Perusahaan/Badan Dibawah Pengendalian Pihak-Pihak Dalam

Huruf a dan Huruf c

Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) huruf d PBI Nomor

7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit

Bank …

Page 7: BMPK BU se71405dpnp

Bank Umum, perusahaan/badan lain yang dikendalikan

oleh pengendali Bank serta perusahaan/badan yang

dikendalikan oleh pengendali lain dari anak perusahaan Bank

juga ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Dalam menentukan

parameter pengendalian dari sisi kepemilikan saham,

persentase yang digunakan adalah sebesar:

1) 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dan porsi kepemilikan

tersebut merupakan porsi terbesar; atau

2) 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih kepemilikan

atas saham perusahaan/badan tersebut.

Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 5.

e. Kontrak Investasi Kolektif (KIK)

Kontrak investasi kolektif secara umum didefinisikan sebagai

suatu kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian

yang mengikat pemegang efek dimana manajer investasi

diberi wewenang untuk mengelola portfolio investasi kolektif

dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan

penitipan kolektif. Dalam konteks BMPK, manajer investasi

KIK ditetapkan sebagai subjek untuk menentukan hubungan

pengendalian. Apabila Bank dan atau Pihak Terkait dengan

Bank memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih saham

pada suatu manajer investasi KIK maka penanaman dana pada

KIK yang dikelola manajer investasi tersebut dan atau

Penyediaan Dana kepada manajer investasi tersebut ditetapkan

sebagai Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait. Hal ini antara

lain dicontohkan dalam Lampiran 6.

2. Kelompok …

Page 8: BMPK BU se71405dpnp

2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak Terkait.

Dari sisi kepemilikan saham, untuk menentukan hubungan

pengendalian antara 1 (satu) Peminjam dengan Peminjam lain

adalah sebagai berikut:

a. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung,

memiliki saham sebesar 10% (sepuluh perseratus) atau lebih

saham Peminjam lain dan porsi kepemilikan tersebut adalah

porsi terbesar; atau

b. Peminjam, baik secara langsung maupun tidak langsung,

memiliki saham sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau

lebih saham Peminjam lain.

Apabila 1 (satu) Peminjam memiliki saham Peminjam lain dengan

persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a atau huruf b, maka

kedua Peminjam tersebut digolongkan sebagai 1 (satu) kelompok

Peminjam. Penggolongan kelompok Peminjam berlaku pula apabila

1 (satu) pihak yang sama menjadi pengendali beberapa Peminjam,

yaitu apabila pihak tersebut memiliki saham di beberapa Peminjam

dengan persentase sebagaimana dijelaskan pada huruf a dan atau

huruf b. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 7.

B. Kepengurusan

Hubungan pengendalian dapat timbul sebagai akibat hubungan

kepengurusan.

1. Pihak …

Page 9: BMPK BU se71405dpnp

1. Pihak Terkait.

a. Sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf e dan Pasal 8 ayat (1) huruf f

angka 2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum, Komisaris, Direksi dan atau

Pejabat Eksekutif Bank beserta keluarganya ditetapkan sebagai

Pihak Terkait. Adapun yang dimaksud dengan keluarga disini

termasuk suami/istri dari saudara kandung/tiri/angkatnya. Hal

ini antara lain dapat dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam

bentuk garis putus-putus yang melingkari Bank.

b. Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif dari pihak-pihak

yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait termasuk juga

sebagai Pihak Terkait dengan Bank sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang

Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Hal ini antara

lain dicontohkan dalam Lampiran 8 dalam bentuk garis putus-

putus yang melingkari pengendali Bank dan pihak-pihak yang

dikendalikan oleh Bank.

c. Pasal 8 ayat (1) huruf i PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum lebih lanjut

menyatakan bahwa perusahaan/badan dimana Komisaris,

Direksi dan atau Pejabat Eksekutif yang telah ditetapkan

sebagai Pihak Terkait memiliki pengendalian, maka

perusahaan/badan tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait.

Hal ini dapat dicontohkan dalam Lampiran 8.

d. Pasal …

Page 10: BMPK BU se71405dpnp

d. Pasal 8 ayat (1) huruf h PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum menyatakan pula

bahwa apabila Komisaris, Direksi dan atau Pejabat Eksekutif

yang telah ditetapkan sebagai Pihak Terkait merangkap jabatan

pada suatu perusahaan/badan lain, maka perusahaan/badan

tersebut ditetapkan pula sebagai Pihak Terkait.

e. Selain dari pengaturan yang terdapat dalam PBI Nomor

7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank

Umum, hubungan kepengurusan diatur pula dalam Pasal 11

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Dalam undang-undang tersebut antara lain diatur pula bahwa

perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan

dari keluarga Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat

Eksekutif Bank termasuk dalam pengertian Pihak Terkait. Oleh

karena itu, perusahaan-perusahaan dimana keluarga dari Dewan

Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif Bank bertindak

sebagai Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif

ditetapkan sebagai Pihak Terkait dengan Bank. Selain itu,

keluarga dari pengendali perseorangan Bank merupakan Pihak

Terkait dengan Bank. Dengan demikian, perusahaan-

perusahaan dimana keluarga dari pengendali tersebut bertindak

sebagai Dewan Komisaris, Direksi, dan atau Pejabat Eksekutif

juga merupakan Pihak Terkait dengan Bank.

Hal-hal tersebut diatas antara lain dicontohkan dalam

Lampiran 8.

2. Kelompok …

Page 11: BMPK BU se71405dpnp

2. Kelompok Peminjam Bukan Pihak terkait

Unsur dasar penentu hubungan pengendalian melalui kepengurusan

antara beberapa Peminjam bukan Pihak Terkait, secara umum sama

dengan Pihak Terkait.

Dalam hal Direksi, Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam

juga mendapatkan Penyediaan Dana dari Bank, maka eksposur

Penyediaan Dana baik kepada Peminjam serta kepada Direksi,

Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam tersebut

diperhitungkan sebagai satu kesatuan dan Peminjam beserta Direksi,

Komisaris, dan atau Pejabat Eksekutif Peminjam ditetapkan sebagai

1 (satu) kelompok Peminjam.

Sebagaimana halnya dengan perlakuan untuk Pihak Terkait apabila

terdapat beberapa perusahaan yang Komisaris, Direksi, dan atau

Pejabat Eksekutifnya merupakan pihak yang sama, maka

perusahaan-perusahaan tersebut ditetapkan sebagai 1 (satu)

kelompok Peminjam.

C. Keuangan.

Hubungan pengendalian dapat pula diakibatkan melalui hubungan

keuangan. Hubungan keuangan itu sendiri ditetapkan berdasarkan

beberapa unsur sebagai berikut:

1. Ketergantungan keuangan (financial interdependence)

Salah satu faktor yang digunakan untuk menentukan adanya

ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah dengan

melihat nilai transaksi antara kedua belah pihak tersebut. Dalam hal

terdapat transaksi yang materiil antara 1 (satu) pihak dengan pihak

lain …

Page 12: BMPK BU se71405dpnp

lain yang mengakibatkan kesehatan keuangan pihak tersebut

dipengaruhi secara langsung oleh pihak lain lain, maka antara pihak-

pihak tersebut ditetapkan memiliki ketergantungan keuangan

(financial interdependence). Beberapa faktor yang dapat digunakan

dalam menganalisa hubungan transaksi antar pihak yang dapat

menyebabkan ketergantungan keuangan antara lain adalah

ketergantungan penjualan pada pihak tertentu dan atau

ketergantungan terhadap pinjaman maupun sumber dana dari pihak

tertentu. Analisa ketergantungan keuangan sebagaimana dijelaskan

diatas dititikberatkan hanya kepada hubungan transaksional antara

1 (satu) pihak secara langsung dengan pihak lain. Pihak-pihak

tersebut dapat digolongkan kedalam satu kelompok Peminjam

apabila cash flow dari satu pihak akan terganggu secara signifikan

akibat gangguan cash flow dari pihak lain, sehingga secara

signifikan mempengaruhi kemampuan masing-masing pihak dalam

membayar kewajibannya kepada Bank.

2. Pengalihan Risiko Melalui Penjaminan

Faktor lain yang digunakan untuk menentukan adanya

ketergantungan keuangan antara 2 (dua) pihak adalah adanya

pengalihan risiko kredit melalui penjaminan dimana pihak yang

menjamin akan mengambil alih sebagian atau keseluruhan risiko

keuangan dari pihak yang dijamin.

Bentuk penjaminan yang diberikan dalam menentukan hubungan

keuangan dapat terdiri dari berbagai bentuk seperti: personal

guarantee, corporate guarantee, dan atau aval.

Hubungan …

Page 13: BMPK BU se71405dpnp

Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas berlaku baik untuk

Pihak Terkait dengan Bank maupun bukan. Dalam penentuan Pihak

Terkait, apabila diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan

keuangan merupakan Pihak Terkait dengan Bank maka keseluruhan

pihak yang mempunyai hubungan keuangan tersebut ditetapkan sebagai

Pihak Terkait dengan Bank.

Hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas tidak berlaku untuk

fasilitas Penyediaan Dana yang diberikan Bank kepada debiturnya

dalam rangka kegiatan usaha Bank pada umumnya seperti pinjaman dan

atau penjaminan yang diberikan dalam berbagai bentuk seperti;

performance bond, bid bonds, atau akseptasi. Tidak termasuk pula

dalam pengertian hubungan keuangan sebagaimana dijelaskan diatas

adalah hubungan penjaminan karena kegiatan perasuransian oleh

perusahaan asuransi dan jaminan yang diberikan oleh pemerintah, baik

itu Pemerintah Republik Indonesia atau pemerintah negara lain.

IV. PERHITUNGAN BMPK

Bank dinyatakan melakukan pelanggaran BMPK, apabila terdapat selisih

lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase

Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada saat pemberian

Penyediaan Dana. Bank dinyatakan melakukan pelampauan BMPK apabila

terdapat selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan

persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank yang terjadi pada

tanggal laporan.

A. Batas …

Page 14: BMPK BU se71405dpnp

A. Batas (limit) Penyediaan Dana

1. Pihak Terkait dengan Bank

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, seluruh portofolio

Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait dengan Bank ditetapkan

paling tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank. Hal ini

berarti setiap Penyediaan Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang

ditetapkan sebagai Pihak Terkait dan total Penyediaan Dana kepada

pihak-pihak yang ditetapkan sebagai Pihak Terkait ditetapkan paling

tinggi 10% (sepuluh perseratus) dari Modal Bank.

2. Peminjam Bukan Pihak Terkait Dengan Bank.

PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian

Kredit Bank Umum mengatur Penyediaan Dana untuk Peminjam

yang bukan merupakan Pihak Terkait dengan Bank sebagai berikut:

a. 1 (satu) Peminjam secara individu ditetapkan paling tinggi

20% (dua puluh perseratus) dari Modal Bank; dan

b. 1 (satu) kelompok Peminjam ditetapkan paling tinggi 25%

(dua puluh lima perseratus) dari Modal Bank.

Dalam hal pada satu kelompok Peminjam terdapat pelanggaran

terhadap BMPK kelompok Peminjam serta pelanggaran terhadap

salah satu Peminjam yang merupakan anggota kelompok Peminjam

tersebut, maka perhitungan pelanggaran hanya terhadap kelompok

Peminjam, namun action plan penyelesaian pelanggaran hendaknya

dilakukan untuk kedua pelanggaran BMPK tersebut. Contoh

perhitungan BMPK untuk kelompok Peminjam dapat digambarkan

dalam Lampiran 9.

B. Modal …

Page 15: BMPK BU se71405dpnp

B. Modal

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, yang dimaksud dengan

Modal Bank adalah:

1. untuk Bank yang berkantor pusat di Indonesia adalah modal inti dan

modal pelengkap;

2. untuk Unit Usaha Syariah dari Bank yang melakukan kegiatan usaha

konvensional adalah modal inti dan modal pelengkap yang dihitung

secara konsolidasi dari unit yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional dan unit usaha syariah Bank.

3. untuk kantor cabang bank asing adalah dana bersih kantor pusat dan

kantor-kantor cabang lainnya di luar negeri atau yang dikenal

dengan Net Head Office Funds.

Modal sebagaimana dimaksud diatas tidak termasuk modal pelengkap

tambahan dan tidak dikurangi penyertaan.

Penempatan yang dilakukan kantor cabang bank asing pada kantor-

kantor cabang dan kantor pusatnya di luar negeri merupakan komponen

pengurang Net Head Office Funds. Oleh karena itu sesuai Pasal 9 PBI

Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank

Umum, bagi kantor cabang bank asing, penempatan pada kantor-kantor

cabang dan kantor pusatnya diluar negeri tidak termasuk Penyediaan

Dana dalam perhitungan BMPK. Adapun Penyediaan Dana dari kantor

cabang bank asing kepada Pihak Terkait dengan kantor pusat dari

kantor cabang bank asing tersebut, termasuk Penyediaan Dana kepada

Pihak Terkait.

Untuk …

Page 16: BMPK BU se71405dpnp

Untuk menentukan jumlah modal dalam perhitungan pelanggaran

BMPK, modal yang digunakan adalah posisi modal bulan terakhir

sebelum realisasi Penyediaan Dana.

C. Penyediaan Dana

1. Kredit

Sesuai PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum, Kredit adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan

pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya

setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Termasuk

dalam pengertian Kredit adalah:

a. Cerukan (overdraft) yaitu saldo negatif pada rekening giro

nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

b. Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;

c. Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

Penyediaan Dana berupa Kredit ditetapkan sebagai eksposur

terhadap Peminjam atau debitur Kredit tersebut. Sementara itu untuk

menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Kredit dihitung

berdasarkan baki debet. Hal ini antara lain dicontohkan dalam

Lampiran 10.

2. Surat Berharga

Penyediaan Dana berupa Surat Berharga ditetapkan sebagai

eksposur terhadap penerbit Surat Berharga tersebut. Sementara itu

untuk menghitung BMPK, Penyediaan Dana berupa Surat Berharga

dihitung …

Page 17: BMPK BU se71405dpnp

dihitung berdasarkan harga beli Surat Berharga. Kecuali ditetapkan

tersendiri kedua pengaturan diatas berlaku untuk Surat Berharga

secara umum.

a. Surat Berharga Yang Dibeli Dengan Janji Dijual Kembali

(reverse repurchase agreement).

Pembelian Surat Berharga secara repo bagi reverse party,

ditetapkan sebagai Penyediaan Dana terhadap pemilik Surat

Berharga yang dijual secara repo (repo party). Sementara itu,

bagi repo party, Surat Berharga yang direpokan tetap

diperhitungkan sebagai Penyediaan Dana kepada penerbit

Surat Berharga (issuer). Lampiran 11 merupakan contoh

umum mekanisme transaksi Surat Berharga secara repo.

b. Surat Berharga Yang Dihubungkan/Dijamin dengan aset

tertentu yang mendasari (underlying reference asset).

Yang dimaksud dengan Surat Berharga yang

dihubungkan/dijamin dengan aset tertentu yang mendasari

(underlying reference asset) adalah bentuk Surat Berharga

dimana harga/nilai dari Surat Berharga tersebut ditentukan

antara lain berdasarkan harga/nilai dari suatu instrumen

tertentu yang ditetapkan sebagai instrumen dasar seperti

reksadana atau efek beragun aset.

Pengaturan untuk Surat Berharga sebagaimana dimaksud

diatas dapat dibagi 2 sebagai berikut:

1) Pass-Through dan Non-Redemption

Yang dimaksud dengan pass-through adalah apabila

pembayaran kewajiban Surat Berharga sepenuhnya

terkait …

Page 18: BMPK BU se71405dpnp

terkait langsung dengan aset/instrumen yang mendasari

penerbitan Surat Berharga, yaitu apabila pembayaran

pokok dan bunga Surat Berharga tersebut sepenuhnya

berasal dan merupakan penerusan dari pembayaran

pokok dan bunga aset/instrumen yang mendasari.

Sementara itu yang dimaksud dengan non-redemption

adalah apabila:

a) Surat Berharga tersebut tidak dapat dicairkan

kepada penerbit sebelum Surat Berharga jatuh

tempo;

b) pada saat jatuh tempo, pembayaran/pencairan Surat

Berharga tersebut sepenuhnya bergantung pada

kualitas aset/instrumen yang mendasari Surat

Berharga tersebut. Risiko atas terjadinya

wanprestasi pembayaran dari aset/instrumen yang

mendasari yang menyebabkan terjadinya

wanprestasi pembayaran Surat Berharga,

sepenuhnya diambil alih oleh pembeli Surat

Berharga tersebut; dan

c) tidak dapat dibeli kembali oleh Penerbit Surat

Berharga.

Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin

dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari

(underlying reference asset) dan memenuhi kriteria

pass-through dan non-redemption sebagaimana

dijelaskan di atas ditetapkan sebagai Penyediaan Dana

kepada …

Page 19: BMPK BU se71405dpnp

kepada Reference Entity. Sementara itu, BMPK untuk

masing-masing Reference Entity tersebut dihitung

secara proporsional berdasarkan proporsi aset/instrumen

dasar dari masing-masing Reference Entity terhadap

Surat Berharga secara keseluruhan.

Lampiran 12 merupakan contoh transaksi efek

beragun aset.

2) Non-Pass Through dan atau Redemption

Pembelian Surat Berharga yang dihubungkan/ dijamin

dengan aset/instrumen tertentu yang mendasari

(underlying reference asset) dan tidak memenuhi

kriteria pass-through dan non-redemption sebagaimana

dijelaskan pada angka 1) diatas ditetapkan sebagai

Penyediaan Dana baik kepada Reference Entity maupun

kepada penerbit dari Surat Berharga tersebut. Lampiran

13 merupakan contoh transaksi reksadana.

3. Derivatif Kredit

BMPK untuk derivatif kredit ditetapkan sesuai dengan risiko kredit

yang melekat pada masing-masing instrumen derivatif kredit.

Berikut adalah contoh-contoh transaksi derivatif kredit.

a. Credit Default Swap

Dalam credit default swap, pihak yang mengambil alih

risiko/investor (protection seller) hanya memberikan

pembayaran kepada pihak yang mengalihkan risiko

(protection buyer) apabila terjadi suatu credit event

pada reference asset. Sementara itu, protection buyer hanya

melakukan …

Page 20: BMPK BU se71405dpnp

melakukan pembayaran terhadap jaminan yang diberikan

protection seller dalam bentuk premi. Mekanisme transaksi

credit default swap sebagaimana dijelaskan diatas antara lain

dapat dicontohkan dalam Lampiran 14.

Pembayaran oleh protection seller pada saat terjadi credit

event dapat dilakukan sebagai berikut:

1) sebesar nilai par (par value) yang ditukarkan dengan

pengiriman fisik (physical delivery) dari reference asset;

2) dalam bentuk kompensasi sebesar selisih antara nilai par

(par value) dan nilai pengembalian (recovery value) dari

reference asset pada saat terjadi credit event; atau

3) jumlah tetap yang telah diperjanjikan sebelumnya.

Bagi protection seller, yaitu pihak yang mengambil alih risiko

reference asset, jaminan yang diberikan atas reference asset

merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur

kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang

diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar

jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh

protection seller dalam hal terjadi credit event pada reference

asset, sebagaimana telah ditetapkan dalam kontrak/perjanjian

transaksi credit default swap dimaksud.

b. Total (rate of) Return Swap

Lampiran 15 merupakan contoh transaksi total (rate of) return

swap. Dalam contoh tersebut diatas, protection buyer

menukarkan (swap) pendapatan (return) yang diterima dari

reference …

Page 21: BMPK BU se71405dpnp

reference aset ditambah dengan margin tertentu (termasuk

kenaikan nilai reference asset), kepada protection seller.

Sebagai gantinya, protection seller akan memberi pembayaran

dalam jumlah tertentu kepada protection buyer ditambah

dengan kompensasi atas turunnya nilai dari reference asset.

Dengan pola transaksi total (rate of) return swap sebagaimana

dijelaskan diatas, maka protection seller mengambil alih

keseluruhan risiko kredit (dan risiko pasar) dari reference

asset selama periode transaksi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi protection seller,

yaitu pihak yang mengambil alih risiko reference asset,

jaminan yang diberikan atas kerugian nilai dari reference asset

merupakan subjek BMPK dan ditetapkan sebagai eksposur

kepada reference entity. Adapun nilai dari jaminan yang

diberikan tersebut diperhitungkan dalam BMPK sebesar

jumlah maksimum kerugian yang mungkin ditanggung oleh

protection seller, sebagaimana telah ditetapkan dalam

kontrak/perjanjian transaksi total (rate of) return) swap

dimaksud.

c. Credit Linked Notes

Credit linked notes atau CLN merupakan Surat Berharga yang

diterbitkan oleh protection buyer yang akan dibayarkan

sebesar nilai par pada saat jatuh tempo dengan persyaratan

tidak terjadi credit event terhadap reference aset sampai

dengan Surat Berharga tersebut jatuh tempo. Dalam hal terjadi

credit …

Page 22: BMPK BU se71405dpnp

credit event maka pemegang CLN mencairkan CLN tersebut

kepada penerbit CLN (dengan nilai antara lain sebesar selisih

antara nilai par (par value) dan nilai pengembalian (recovery

value) dari reference asset pada saat terjadi credit event).

Berdasarkan karakteristiknya CLN merupakan kombinasi

antara obligasi dan credit default swap, sehingga sebagaimana

halnya credit default swap, hanya risiko kredit dari reference

asset yang dijamin. Namun terdapat perbedaan antara CLN

dan credit default swap atau total (rate of) return swap yaitu

dalam hal CLN, pihak pembeli CLN atau protection seller

membeli/melakukan pembayaran dimuka sebesar nilai

reference asset yang mendasari CLN.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka eksposur yang timbul

dari pembelian CLN ditetapkan sebagai eksposur kepada 2

(dua) pihak, yaitu:

1) sebagai eksposur kepada penerbit CLN; dan

2) sebagai eksposur kepada reference entity,

dan masing-masing eksposur tersebut ditetapkan sebagai

subjek BMPK. BMPK kepada penerbit untuk pembelian CLN

dihitung sebagaimana halnya pembelian Surat Berharga pada

umumnya, yaitu sebesar harga beli. Sementara itu, BMPK

terhadap reference entity diperlakukan sebagaimana halnya

jaminan yang diberikan kepada reference entity dan dihitung

secara proporsional berdasarkan proporsi aset yang mendasari.

d. Lainnya …

Page 23: BMPK BU se71405dpnp

d. Lainnya

Untuk derivatif kredit yang mempunyai karakteristik yang

berbeda dengan ketiga bentuk yang telah dijelaskan pada huruf

a. sampai dengan huruf c., maka BMPK untuk derivatif kredit

tersebut ditetapkan berdasarkan risiko kredit yang melekat

serta besarnya risiko yang dialihkan/diambil alih dari

instrumen derivatif kredit tersebut. Dalam hal Bank akan

melakukan Penyediaan Dana dalam bentuk pembelian

derivatif kredit, Bank hendaknya mengacu pula pada PBI

Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko

Bank Umum, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan

risiko produk dan aktivitas baru. Sehubungan dengan itu,

sepanjang Penyediaan Dana dalam bentuk derivatif kredit

cukup signifikan dan mempengaruhi profil risiko Bank, Bank

harus melaporkannya kepada Bank Indonesia.

4. Tagihan Akseptasi

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana

berupa Tagihan Akseptasi ditetapkan sebagai eksposur kepada pihak

yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi tersebut.

Untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain without

recourse, pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi

tersebut adalah bank yang mengaksep tagihan tersebut. Sementara

itu, untuk Tagihan Akseptasi yang telah diaksep bank lain dengan

syarat with recourse atau tagihan akseptasi yang tidak diaksep oleh

bank …

Page 24: BMPK BU se71405dpnp

bank, maka pihak yang berkewajiban melunasi Tagihan Akseptasi

dalam kaitannya dengan perhitungan BMPK adalah nasabah tersebut

atau pihak lain yang wajib melunasi Tagihan Akseptasi. Adapun

BMPK, untuk Tagihan Akseptasi tersebut dihitung sebesar nilai

wesel yang diaksep yaitu sebesar nilai bruto tagihan terhadap pihak

yang menjamin.

5. Jaminan yang diterbitkan, letter of credit (L/C), standby letter of

credit (SBLC)

Penyediaan Dana berupa jaminan yang diterbitkan, letter of credit

(L/C), standby letter of credit (SBLC) atau instrumen serupa

lainnya, yang tercatat pada rekening administratif ditetapkan sebagai

Penyediaan Dana kepada pemohon (applicant) yaitu pihak yang

memperoleh fasilitas jaminan, letter of credit (L/C), standby letter of

credit (SBLC), dan atau fasilitas pengganti kredit (credit substitute)

lainnya. Sementara itu, BMPK untuk transaksi-transaksi diatas

dihitung sebesar nilai yang telah diterbitkan (outstanding).

6. Transaksi Derivatif

a. Penyediaan Dana berupa transaksi derivatif yang didasari oleh

suku bunga atau valuta asing ditetapkan sebagai eksposur

kepada pihak lawan transaksi (counterparty). Contoh transaksi

derivatif tersebut di atas antara lain seperti single currency

interest rate swap, forward rate agreements, cross currency

swap, cross currency interest rate swap, forward foreign

exchange contracts atau instrumen serupa lainnya. Tidak

termasuk dalam pengertian transaksi derivatif disini adalah

transaksi derivatif berupa derivatif kredit.

b. BMPK …

Page 25: BMPK BU se71405dpnp

b. BMPK untuk transaksi derivatif sebagaimana tersebut diatas

dihitung berdasarkan risiko kredit transaksi derivatif tersebut.

Risiko kredit transaksi derivatif adalah penjumlahan dari:

1) Tagihan derivatif yaitu jumlah positif potensi keuntungan

suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang diperoleh

dari proses mark to market dari perjanjian/kontrak transaksi

derivatif (selisih positif antara nilai kontrak dengan nilai

wajar transaksi derivatif); dan

2) Potential Future Credit Exposure yaitu seluruh potensi

keuntungan suatu perjanjian/kontrak transaksi derivatif

selama umur perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang

ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari nilai

nosional perjanjian/kontrak transaksi derivatif tersebut.

Besarnya persentase tertentu yang ditetapkan sebagai faktor

konversi untuk menentukan jumlah Potential Future Credit

Exposure ditentukan berdasarkan jangka waktu dan faktor

yang mendasari perjanjian/kontrak transaksi derivatif

sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini.

FAKTOR YANG MENDASARI TRANSAKSI MATRIKS FAKTOR KONVERSI suku bunga

(interest rate contracts) nilai tukar

(foreign exchange contracts) JANGKA WAKTU

(MATURITY)

0-1 Tahun 0.0 % 1,0 %

>1-5 Tahun 0,5 % 5,0 %

> 5 Tahun 1,5 % 7,5 %

Sementara …

Page 26: BMPK BU se71405dpnp

Sementara itu, yang dimaksud dengan nilai nosional dari

suatu perjanjian/kontrak adalah nilai nosional efektif yang

digunakan/ditetapkan untuk menentukan jumlah arus

pembayaran antara para pihak yang terlibat dalam transaksi.

c. Jangka waktu untuk menghitung Potential Future Credit

Exposure adalah jangka waktu perjanjian/kontrak transaksi

derivatif, kecuali ditetapkan tersendiri sebagai berikut:

1) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang secara

otomatis kembali menjadi 0 (nol) (automatically reset to

zero) setelah pembayaran, jangka waktu yang digunakan

adalah sisa jangka waktu sampai dengan pembayaran

berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi

derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu

lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang

ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima

perseratus) walaupun periode reset kurang dari 1 (satu)

tahun;

2) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang

melakukan penyesuaian tingkat bunga (interest rate

adjustment), jangka waktu yang digunakan adalah sisa

jangka waktu sampai dengan penyesuaian tingkat bunga

berikutnya. Dalam hal perjanjian/kontrak transaksi

derivatif berdasarkan suku bunga memiliki jangka waktu

lebih dari 1 (satu) tahun, maka persentase konversi yang

ditetapkan serendah-rendahnya 0.5% (nol koma lima

perseratus) walaupun periode penyesuaian tingkat bunga

kurang dari 1 (satu) tahun;

3) Untuk …

Page 27: BMPK BU se71405dpnp

3) Untuk perjanjian/kontrak transaksi derivatif yang

didasarkan pada suatu instrumen referensi yang

mempunyai jangka waktu, jangka waktu yang digunakan

adalah jangka waktu dari instrumen referensi tersebut.

d. Dalam hal transaksi derivatif merupakan transaksi yang berbasis

nilai tukar, maka Potential Future Credit Exposure dihitung

dengan menggunakan kurs yang telah diperjanjikan dalam

transaksi.

Lampiran 16 merupakan contoh perhitungan Potential Future Credit

Exposure.

e. Perhitungan risiko kredit beberapa transaksi derivatif yang

dilengkapi dengan perjanjian saling hapus antara pihak yang

melakukan transaksi (bilateral netting agreement), dilakukan

dengan menghitung eksposur bersih (net exposures) dari

masing-masing transaksi tersebut, baik untuk komponen

Potential Future Credit Exposure maupun komponen tagihan

derivatif. Perhitungan eksposur bersih untuk komponen

Potential Future Credit Exposure dalam menentukan risiko

kredit transaksi derivatif dilakukan dengan menggunakan rumus

sebagai berikut:

A net = [0,4 x A gross + (0,6 x NGR x A gross)],

dimana:

1) Anet adalah eksposur bersih (net exposure) Potential

Future Credit Exposure (adjusted sum Potential Future

Credit Exposure);

2) Agross …

Page 28: BMPK BU se71405dpnp

2) Agross adalah jumlah seluruh eksposur kotor (gross

exposure) Potential Future Credit Exposure dari masing-

masing transaksi derivatif; dan

3) NGR adalah rasio eksposur bersih terhadap eksposur kotor

(net to gross ratio)

Sementara itu, untuk menghitung eksposur bersih tagihan

derivatif untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling hapus

dilakukan dengan menjumlahkan jumlah positif dan jumlah

negatif nilai mark to market dari transaksi-transaki yang

dilengkapi dengan perjanjian saling hapus tersebut. Apabila

hasil penjumlahan tersebut adalah negatif, maka nilai yang

digunakan adalah 0 (nol).

Lampiran 17 merupakan contoh perhitungan Potential Credit

Exposure untuk transaksi yang dilengkapi perjanjian saling

hapus.

7. Penyertaan Modal

Penyediaan Dana berupa Penyertaan Modal ditetapkan sebagai

eksposur kepada perusahaan tempat Bank melakukan Penyertaan

(investee).

Sesuai PBI, definisi Penyertaan Modal adalah penanaman dana

Bank dalam bentuk saham pada bank atau perusahaan di bidang

keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang berlaku seperti perusahaan sewa guna usaha, modal

ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring

penyelesaian dan penyimpanan, termasuk penanaman dalam bentuk

surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham (equity

options …

Page 29: BMPK BU se71405dpnp

options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki

atau akan memiliki saham pada bank dan atau perusahaan yang

bergerak di bidang keuangan lainnya.

Adapun jumlah Penyediaan Dana dalam bentuk penyertaan saham

adalah sebesar harga perolehan, yakni seluruh biaya yang

dikeluarkan dalam rangka penyertaan. Untuk penanaman dalam

bentuk surat konversi utang (convertible bonds) dengan opsi saham

(equity options), yang diperhitungkan adalah sebesar nilai saham

atau penyertaan yang akan diperoleh Bank apabila surat konversi

utang (convertible bonds) dikonversi menjadi saham. Untuk jenis

transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki

saham seperti transaksi opsi saham, Penyediaan Dana yang

diperhitungkan dalam BMPK adalah sebesar nilai keseluruhan

saham yang akan dimiliki apabila opsi tersebut di-exercise.

Adapun transaksi opsi saham yang termasuk dalam Penyertaan

adalah opsi saham dimana Bank memiliki pengendalian berdasarkan

2 faktor sebagai berikut:

a. Faktor Potential Voting Rights yakni yang dilihat berdasarkan

1) hak atas keuntungan/laba yang diperoleh investee, 2) risiko

dalam menanggung kerugian investee dan atau 3) hak untuk

menggunakan hak suara atau mengurangi hak suara pemegang

saham lain; serta

b. Faktor waktu kepemilikan (presently exercisable) atas

Potential Voting Rights yakni apakah hak ataupun risiko

sebagaimana dijelaskan pada huruf a telah berada/dapat

digunakan investor pada saat transaksi opsi saham dilakukan.

Dalam …

Page 30: BMPK BU se71405dpnp

Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah opsi saham dapat di-

exercise sewaktu-waktu (exercise at any time); atau apakah

transaksi opsi saham distruktur sedemikian rupa sehingga

opsi tersebut wajib di-exercise (mandatory exercise), misalnya

penetapan strike price opsi yang sedemikian rupa sehingga

mengharuskan opsi di-exercise pada saat jatuh tempo atau

perpanjangan terus menerus dari opsi yang mengindikasikan

keinginan dari pihak pemegang opsi untuk meng-exercise opsi

tersebut. Adapun kemampuan keuangan (financial capability)

dari Bank untuk dapat menggunakan hak tersebut tidak

mempengaruhi penilaian faktor waktu kepemilikan

sebagaimana dijelaskan diatas.

Dalam melakukan transaksi opsi saham, Bank hendaknya mengacu

pula pada SK DIR Bank Indonesia Nomor 28/119/KEP/DIR

Tanggal 29 Desember 1995 tentang Transaksi Derivatif. Sesuai

ketentuan tersebut, transaksi derivatif yang diperkenankan adalah

transaksi derivatif yang didasarkan atas suku bunga dan nilai tukar.

Sementara itu, transaksi derivatif atas dasar saham hanya

diperkenankan apabila transaksi tersebut memenuhi persyaratan

yang diatur dalam ketentuan BMPK dan ketentuan prinsip kehati-

hatian dalam kegiatan penyertaan modal. Adapun transaksi derivatif

atas dasar saham yang diperuntukan untuk jual beli saham, yaitu

transaksi yang tidak memenuhi persyaratan dalam kedua ketentuan

diatas, tidak diperkenankan.

V. PELAMPAUAN …

Page 31: BMPK BU se71405dpnp

V. PELAMPAUAN BMPK

Sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyediaan Dana oleh Bank

dikategorikan sebagai Pelampauan BMPK apabila terdapat selisih lebih

antara persentase Penyediaan Dana terhadap Modal Bank dengan

persentase BMPK yang diperkenankan yang disebabkan oleh penurunan

Modal Bank, perubahan nilai tukar, perubahan nilai wajar, penggabungan

usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan

perubahan Pihak Terkait dan atau kelompok Peminjam, dan atau perubahan

ketentuan.

Perhitungan Pelampauan BMPK didasarkan pada nilai tercatat pada tanggal

laporan (carrying value) dari penyediaan dana yang dicatat sesuai Standar

Akuntansi Keuangan yang berlaku. Untuk transaksi derivatif, nilai tercatat

pada tanggal laporan termasuk Potential Future Credit Exposure yang telah

ditetapkan untuk transaksi tersebut.

A. Penurunan Modal Bank

Yang dimaksud dengan penurunan Modal Bank dalam kaitannya dengan

Pelampauan BMPK adalah penurunan modal inti dan atau modal

pelengkap atau NHOF, yang mengakibatkan Modal Bank, sebagai

faktor penyebut untuk perhitungan BMPK, menjadi lebih kecil.

B. Perubahan Nilai Tukar dan atau Nilai Wajar.

Perubahan nilai tukar dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan nilai

tercatat Penyediaan Dana dalam bentuk valuta asing, sehingga dapat

mengakibatkan Pelampauan BMPK. Sesuai standar akuntansi keuangan,

penyesuaian atas nilai tukar hanya dilakukan untuk akun-akun dalam

bentuk monetary asset, sehingga penyertaan modal dalam valuta asing

tidak disesuaikan dengan kurs pada tanggal laporan.

Yang …

Page 32: BMPK BU se71405dpnp

Yang dimaksud dengan perubahan nilai wajar adalah perubahan nilai

sesuai standar akuntansi keuangan yang berlaku, misalnya pencatatan

Surat Berharga sesuai nilai pasar dan pencatatan penyertaan dengan

menggunakan equity method. Sesuai PBI Nomor 5/10/PBI/2003 tentang

Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal, peningkatan

jumlah penyertaan akibat equity method yang belum melampaui jangka

waktu 1 (satu) tahun, tidak diperhitungkan sebagai pelampauan BMPK.

Penyertaan yang dikonsolidasi dan menghasilkan goodwill, dapat

diamortisasi dalam jangka waktu tertentu. Sejalan dengan itu, maka nilai

penyertaan dalam laporan keuangan bank secara individual juga

dianggap mengalami penurunan nilai (impairement) sebesar amortisasi

goodwill tersebut. Penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian atas

penurunan nilai penyertaan dan mengurangi nilai tercatat pada laporan

keuangan bank secara individual.

Untuk transaksi derivatif yang dinilai kembali (repricing), komponen

Potential Future Credit Exposure dihitung kembali pada waktu

dilakukannya penilaian kembali.

C. Penggabungan Usaha dan atau Perubahan Struktur Kepengurusan

Penggabungan usaha, baik dalam bentuk akuisisi, merger, atau

perubahan struktur kepemilikan lainnya, dan atau perubahan struktur

kepengurusan baik yang dilakukan oleh Bank penyedia dana maupun

oleh Peminjam dapat mengakibatkan berubahnya pihak-pihak yang

ditetapkan sebagai Pihak Terkait atau kelompok Peminjam. Sehubungan

dengan itu, sebagai akibat terjadinya penggabungan usaha dan atau

perubahan struktur kepengurusan tersebut, Bank harus mengevaluasi

ulang …

Page 33: BMPK BU se71405dpnp

ulang jumlah eksposur yang dimilikinya atas Peminjam berkaitan

dengan batasan (limit) yang ditetapkan PBI Nomor 7/3/PBI/2005

tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum untuk Pihak

Terkait dan atau kelompok Peminjam.

VI. PENGECUALIAN

A. Penyediaan Dana yang dijamin Agunan Tunai

Sesuai Pasal 27 ayat (1) huruf c angka 1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005

tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, bagian

Penyediaan Dana yang dijamin oleh agunan tunai dikecualikan dari

ketentuan BMPK. Latar belakang penggunaan agunan tunai sebagai

agunan yang dapat digunakan dalam pengecualian BMPK adalah bahwa

agunan tunai bersifat sangat likuid, mudah dicairkan, dan mempunyai

nilai yang relatif tetap. Oleh karena itu, risiko Penyediaan Dana yang

dijamin agunan tunai tersebut dapat dimitigasi secara menyeluruh.

Apabila fungsi mitigasi tersebut tidak dapat dipenuhi oleh agunan tunai

yang diberikan, antara lain disebabkan bahwa agunan tunai berasal dari

Penyediaan Dana yang diberikan Bank penyedia dana, maka agunan

tunai tersebut tidak dapat diakui sebagai agunan yang dapat digunakan

dalam pengecualian BMPK.

Agunan yang memenuhi syarat agunan tunai sesuai ketentuan tersebut

diatas adalah agunan tunai yang memenuhi persyaratan-persyaratan

yang ditetapkan dalam ketentuan termasuk jangka waktu pemblokiran

yang paling kurang sama dengan jangka waktu Penyediaan Dana serta

jangka waktu pengajuan klaim. Sehubungan dengan itu agunan tunai

tersebut …

Page 34: BMPK BU se71405dpnp

tersebut adalah agunan yang digunakan untuk menjamin Penyediaan

Dana yang bersifat sebagai utang piutang dan tidak termasuk

Penyediaan Dana dalam bentuk Penyertaan.

B. Penyediaan Dana yang dijamin Prime Bank serta Penempatan kepada

Prime Bank.

Sesuai Pasal 33 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum, bagian Penyediaan Dana kepada

Peminjam yang dijamin Standby Letter of Credit (SBLC) yang

diterbitkan prime bank dikecualikan dari perhitungan BMPK sepanjang

SBLC tersebut memenuhi persyaratan tertentu. Pengecualian tersebut

ditetapkan paling tinggi:

1. 90% (sembilan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk

Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait;

2. 80% (delapan puluh perseratus) dari modal Bank, untuk Penyediaan

Dana kepada 1 (satu) Peminjam yang bukan merupakan Pihak

Terkait;

3. 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari modal Bank, untuk

Penyediaan Dana kepada 1 (satu) kelompok Peminjam yang bukan

merupakan Pihak Terkait.

Sementara itu, Pasal 34 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum mengatur pula bahwa

Penempatan kepada setiap prime bank tidak diperhitungkan dalam

BMPK dengan jumlah paling tinggi masing-masing sebesar Modal

Bank. Hal ini antara lain dicontohkan dalam Lampiran 18.

C. Penempatan …

Page 35: BMPK BU se71405dpnp

C. Penempatan

Sesuai Pasal 30 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, diatur bahwa dalam hal

Penempatan tidak merupakan cakupan program penjaminan Pemerintah,

maka bagian dari Penempatan berupa Penempatan kepada Bank lain di

Indonesia melalui Pasar Uang Antar Bank (PUAB) untuk tujuan

manajemen likuiditas dengan jangka waktu sampai dengan 14 (empat

belas) hari dikecualikan dari BMPK.

Pengaturan ini berlaku untuk counterparty Bank yang merupakan Bank

lain di Indonesia baik yang merupakan peserta program penjaminan

Pemerintah ataupun tidak. Disamping itu, pengaturan dalam Pasal 30

ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian

Kredit Bank Umum berlaku pula untuk counterparty Bank yang

merupakan Bank lain di Indonesia dan tergolong Pihak Terkait dengan

Bank. Pasar Uang Antar Bank (PUAB) yang dimaksud dalam

pengaturan ini adalah PUAB di Indonesia sebagaimana diatur dalam

ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.

D. Penyertaan Modal.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang

Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, Penyertaan Modal

kepada bank lain di Indonesia dapat dikecualikan dari BMPK sepanjang

memenuhi persyaratan tertentu. Salah satu persyaratan yang wajib

dipenuhi untuk pengecualian Penyertaan Modal tersebut adalah Bank

dan investee bersedia memberikan komitmen secara tertulis kepada

Bank Indonesia untuk menerapkan pengawasan Bank dan investee

Secara …

Page 36: BMPK BU se71405dpnp

secara individual maupun konsolidasi. Adapun penerapan pengawasan

secara konsolidasi tersebut meliputi penerapan ketentuan kehati-hatian

yaitu kewajiban penyediaan modal minimum, batas maksimum

pemberian kredit, dan posisi devisa neto serta tindak lanjut pengawasan

dan penetapan status Bank. Rasio-rasio yang diperhatikan dalam

penetapan pengawasan khusus dan pengawasan intensif, antara lain

mencakup giro wajib minimum, rasio kredit bermasalah terhadap total

kredit, dan penilaian tingkat kesehatan. Penerapan pengawasan secara

individual maupun secara konsolidasi sebagaimana dimaksud diatas

diilustrasikan dalam Lampiran 19 dan Lampiran 20.

E. Penyediaan Dana kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Sesuai Pasal 40 ayat (1) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum diatur bahwa Penyediaan

Dana Bank kepada BUMN untuk tujuan pembangunan dan

mempengaruhi hajat hidup orang banyak ditetapkan paling tinggi

sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Bank.

Berkaitan dengan ketentuan tersebut di atas, yang dimaksud dengan

Penyediaan Dana untuk pembangunan dan mempengaruhi hajat hidup

orang banyak adalah pembiayaan untuk:

1. sektor pertanian yang berkaitan dengan pengadaan pangan oleh

Badan Usaha Logistik;

2. pengadaan rumah sangat sederhana antara lain oleh Perum

Perumnas;

3. pengadaan/penyediaan/pengelolaan bahan baku mentah minyak dan

gas bumi oleh PT. Pertamina dan Perusahaan Gas Negara;

4. pengadaan …

Page 37: BMPK BU se71405dpnp

4. pengadaan/penyediaan/pengelolaan air minum oleh Perusahaan Air

Minum (PT. PAM);

5. pengadaan/penyediaan/pengelolaan listrik oleh PT. Perusahaan

Listrik Negara (PLN); dan atau

6. pengadaan infrastruktur penunjang transportasi darat, laut dan/atau

udara berupa pembangunan jalan, jembatan, rel kereta api,

pelabuhan laut dan bandar udara, oleh PT.Jasa Marga, PT. Angkasa

Pura, PT. Pelabuhan Indonesia, dan PT. Kereta Api Indonesia.

Perhitungan Penyediaan Dana kepada 1 (satu) BUMN didasarkan pada

keseluruhan Penyediaan Dana yang telah diterima BUMN tersebut, baik

untuk tujuan sebagaimana dicantumkan pada angka 1 sampai dengan

angka 6 diatas, maupun untuk tujuan lainnya. Selain itu Penyediaan

Dana yang diperhitungkan selain Penyediaan Dana secara langsung

kepada BUMN yang bersangkutan, maupun kepada kelompok BUMN

tersebut. Hal ini dapat diilustrasikan pada Lampiran 21.

Batasan 30% (tiga puluh perseratus) sebagaimana dimaksud dalam PBI

Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank

Umum diberlakukan apabila antara Bank dengan BUMN yang

menerima Penyediaan Dana tidak mempunyai hubungan pengendalian.

Dalam hal terdapat hubungan pengendalian, selain karena adanya

kepemilikan pemerintah, maka BMPK untuk BUMN tersebut mengikuti

BMPK untuk Pihak Terkait dengan Bank.

F. Keterkaitan Bank-Bank yang dimiliki Pemerintah dengan Peminjam

Berbentuk BUMN dan BUMD.

Dalam Pasal 40 ayat (2) PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum, hubungan antara Bank yang

berbentuk BUMN dan atau BUMD dengan Peminjam yang berbentuk

BUMN dan atau BUMD dikecualikan dari pengertian Pihak Terkait.

Pengecualian …

Page 38: BMPK BU se71405dpnp

Pengecualian dari pengertian Pihak Terkait tersebut juga diberlakukan

untuk Bank non-BUMN/BUMD yang terdapat kepemilikan saham

Pemerintah Indonesia melalui PPA dengan jumlah 10% atau lebih,

sepanjang hubungan tersebut semata-mata disebabkan karena

kepemilikan langsung Pemerintah Indonesia. Dengan demikian apabila

antara Bank dengan BUMN/BUMD tersebut antara lain memiliki

hubungan kepengurusan, maka penyediaan dana kepada BUMN/BUMD

tersebut diperhitungkan BMPK kepada Pihak Terkait.

VII. LAIN – LAIN

A. Kelompok Peminjam

Dalam pengelompokan Peminjam, terdapat kemungkinan dimana

beberapa kelompok Peminjam memiliki pengendalian terhadap 1 (satu)

Peminjam. Dalam perhitungan BMPK, eksposur yang dimiliki Bank

terhadap Peminjam ditambahkan kedalam eksposur masing-masing

kelompok Peminjam tersebut, dan Peminjam tersebut ditetapkan

sebagai anggota masing-masing kelompok Peminjam tersebut di atas.

Perhitungan BMPK dan pengelompokan Peminjam sebagaimana

dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 22 dan

Lampiran 23.

Apabila hubungan pengendalian disebabkan semata-mata karena

hubungan keuangan yang disebabkan oleh adanya penjaminan,

maka eksposur BMPK bagi Peminjam di atas dihitung secara

proporsional untuk masing-masing kelompok Peminjam berdasarkan

proporsi …

Page 39: BMPK BU se71405dpnp

proporsi penjaminan yang diterima atas Penyediaan Dana Bank

kepada Peminjam. Sementara itu, bentuk jaminan yang diakui untuk

menghitung BMPK secara proporsional sebagaimana dijelaskan di atas

adalah jaminan berupa corporate guarantee. Apabila jaminan yang

diterima berbentuk selain corporate guarantee, maka BMPK tidak

dihitung secara proporsional.

Pengelompokan Peminjam karena adanya jaminan sebagaimana

dimaksud di atas dapat dicontohkan dalam Lampiran 23.

B. Penyediaan Dana kepada Pemeritah Daerah (Pemda)

Sesuai dengan PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum

Pemberian Kredit Bank Umum, kepemilikan saham 10% (sepuluh

perseratus) atau lebih pada Bank mengakibatkan pihak yang memiliki

saham tersebut ditetapkan sebagai Pihak Terkait. Ketentuan ini berlaku

pula untuk Pemda dimana apabila Pemda memiliki 10% (sepuluh

perseratus) atau lebih pada suatu Bank maka Pemda tersebut ditetapkan

sebagai Pihak Terkait dengan Bank.

Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku pinjaman

daerah dapat bersumber dari lembaga keuangan Bank. Dalam

memberikan Penyediaan Dana kepada Pemda bank wajib

memperhatikan prinsip kehati-hatian serta mematuhi ketentuan

mengenai persyaratan Pinjaman Daerah yang antara lain diatur dalam

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain;

1. Jumlah …

Page 40: BMPK BU se71405dpnp

1. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah dengan jumlah pinjaman

yang akan ditarik tidak melebihi dari 75% (tujuh puluh lima

perseratus) penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

(APBD) pada tahun sebelumnya;

2. Pemda memiliki rasio kemampuan daerah minimum sesuai yang

telah ditetapkan dalam ketentuan yang berlaku;

3. Tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang

berasal dari Pemerintah;

4. Telah tercantum dan dianggarkan dalam APBD pada tahun yang

bersangkutan;

5. Telah disetujui oleh DPRD; dan

6. Dilengkapi dengan surat otorisasi kepala daerah.

Dalam pengelompokan Peminjam, dapat dikemukakan pula bahwa

berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah, antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II, mempunyai

independensi yang antara lain dituangkan dalam bentuk

penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah

masing-masing, termasuk pengelolaan kekayaan dan APBD yang

terpisah, sehingga antara Pemda Tingkat I dan Pemda Tingkat II serta

antara masing-masing Pemda Tingkat II, tidak ditetapkan sebagai

kelompok Peminjam.

C. Daftar Rincian Pihak Terkait

Pasal 10 PBI Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian

Kredit Bank Umum mengatur bahwa Bank wajib memiliki dan

menatausahakan daftar rincian Pihak Terkait dengan Bank serta

menyampaikannya kepada Bank Indonesia, yaitu:

1. Direktorat …

Page 41: BMPK BU se71405dpnp

1. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta

10110,bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat

Bank Indonesia; atau

2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di

luar wilayah kantor pusat Bank Indonesia.

Daftar rincian Pihak Terkait tersebut ditandatangani oleh Direksi Bank.

Daftar rincian Pihak Terkait paling kurang memuat rincian pemegang

saham, pengurus, sektor bisnis/usaha, serta hubungan pengendalian dari

dan antara masing-masing Pihak Terkait. Dalam hal memungkinkan

penyusunan daftar rincian Pihak Terkait juga memuat diagram struktur

kelompok usaha (corporate tree) dari Pihak Terkait dengan Bank.

Dalam menyusun daftar rincian Pihak Terkait ini Bank mencantumkan

semua pihak-pihak yang termasuk dalam definisi Pihak Terkait, baik

pihak-pihak yang mempunyai eksposur secara langsung atau tidak

langsung, maupun tidak mempunyai eksposur pada Bank. Namun

demikian, khusus untuk keluarga dari Direksi, Komisaris, dan atau

Pejabat Eksekutif, yang dicantumkan pada daftar rincian Pihak Terkait

hanya pihak-pihak keluarga dimana Bank memiliki eksposur, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

VIII. PENUTUP

Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 31/16/UPPB tanggal 31 Desember 1998 perihal Batas

Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak

tanggal 18 April 2005.

Agar …

Page 42: BMPK BU se71405dpnp

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat

Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara

Republik Indonesia.

Demikian agar Saudara maklum.

BANK INDONESIA

MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR