red man syndrome
DESCRIPTION
freeTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit adalah eritroderma.
Eritroderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro- (red = merah) dan derma,
dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada
permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu
ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik,
pada mulanya tidak disertai skuama. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas
karena bercampur dengan hiperpigmentasi.
Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksfoliativa generalisata, meskipun
sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda. Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan
pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata
‘dermatitis’ digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus.
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan penyakit
yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang
sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang
terminology, dermatologi, morfologi serta diagnosis banding. Pengobatannya disesuaikan
dengan penyakit yang mendasarinya, namun tetap memperhatikan keadaan umum seperti
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuhm memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta
pengendalian infeksi sekunder.
Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah yang
ditimbulkannya cukup parah. Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta
penatalaksanaan yang tepat sangat memengaruhi prognosis penderita.
II. DEFINISI
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau
eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim
dengan eritroderma. Bagaimanapun, itu tidak dapat mendefinisikan, karena pada gambaran
klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya
kelainan kulit yang ada sebelumnya misalnya psoriasis atau dermatitis atopik. Meskipun
peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset
eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak
kelainan kulit.
Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat,
misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama.
Skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50%-
90% dinamakan pre-eritroderma.
III. EPIDEMIOLOGI
Insiden eritroderma berdasarkan beberapa studi sangat bervariasi antara 0,9-71 tiap
100.000 kasus. Rasio kejadian penyakit eritroderma pada laki-laki lebih tinggi dari pada
wanita yaitu 2:1 hingga 4:1. Eritroderma lebih banyak terjadi pada rentang usia antara 41-61
tahun. Lebih dari 50% kasus eritroderma dilatarbelakangi oleh penyakit yang mendasarinya
dimana psoriasis merupakan penyakit terbanyak yang dapat mendasari terjadinya eritroderma
yakni sebesar 25% kasus. Laporan terkini menyatakan 87 dari 160 kasus eritroderma didasari
oleh psoriasis berat.
Dasar terjadinya eritroderma adalah adanya penyakit yang mendasari. Penyakit yang
mendasari eritroderma ini bisa berupa penyakit yang terbatas pada kulit ataupun penyakit
yang bersifat sistemik. Dermatosis yang menyebabkan eritroderma merupakan penyakit yang
terbanyak mendasari timbulnya eritroderma yakni mencapai 52% dari kasus-kasus
eritroderma. 23% dari kasus-kasus eritroderma dicetuskan oleh psoriasis, spongiotic
dermatitis menyebabkan eritroderma sebesar 20%, eritroderma akibat reaksi obat sebesar
15% dan akibat cutaneous T cell lymphoma (CTCL) atau sezary syndrome sebesar 5%.
Sekitar 20% dari kasus-kasus eritroderma tidak dicetuskan oleh penyakit yang mendasarinya
dan diklasifikasikan sebagai eritroderma idiopatik.
IV. ETIOLOGI
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan
penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit kulit yang dapat
menimbulkan eritroderma di antaranya adalah psoriasis, dermatitis seboroik, alergi obat,
CTCL atau Sindrom Sezary.
Etiologi eritoderma dapat diklasifikasikan atas beberapa kelompok, yaitu: (1) akibat
perluasan penyakit yang sudah ada sebelumnya. (2) penyakit sistemik / keganasan. (3) alergi
obat. (4) idiopatik. Sedangkan klasifikasi lain berdasarkan natural history membagi
eritoderma menjadi 2, yaitu eritoderma primer dan eritoderma sekunder.
a) Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak
ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan
psoriasis yang terlalu kuat.
Dermatitis seboroik pada baik juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga
dikenal sebagai penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita
berkisar 4-20 minggu. Ptiriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu
dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah
pemfigus foliaseus, dermatitis atopic dan liken planus.
b) Eritroderma akibat penyakit sistemik
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat member
kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk
akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang
berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan foto
toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada
kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi
bacterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.
Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat eritroderma seperti
hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan dan albumin, dengan takikardia dan
kelainan jantung harus mendapatkan perawatan yang serius. Pada eritroderma kronik
dapat mengakibatkan kakesia, alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku
dan ektropion.
c) Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Berbagai obat yang dapat
menyebabkan eritoderma anatara lain: golongan antibiotic (Streptomisin, sefalosforin,
penisilin, trimetropin, dll), golongan obat diabetes (sulfoniurea, klorpropamid), obat
jantung (amiodaron, katopril, nifedipin, dll), obat kemoterapi (carboplatin, cisplatin,
doxorubicin, mitomycin C, dll), obat psikiatrik (klorpromazin, barbiturate, fenotiazid,
dll).
Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi, dapat
segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat
yang masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh, diduga sebagai penyebabnya
ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.
d) Eritoderma Idiopatik
Jika sudah dicari seoptimal mungkin (misalnya dengan melakukan biopsy
berulang, investigasi klinis mendalam dan riwayat medis yang mendalam) belum
diketahui juga penyebab yang mendasarinya, barulah dapat dianggap sebagai idiopatik.
Kelompok ini mencapai 1/4 – 1/3 kasus.
Kelompok ini terutama pada pria tua dengan eritoderma yang sering kambuh dan
berasosiasi dengan dermatopatik limfadenopati dan kerotoderma palmo plantar yang
berat. Keadaan ini dikenal sebagai sindroma red man.
V. PATOFISIOLOGI
Dalam mempelajari patogenis dari eritroderma membutuhkan pengetahuan biologi
normal dari epidermis. Seperti pada jaringan lainnya, epidermis melakukan regenerasi secara
rutin yang terjadi pada membrana basalis, dan sel-sel ini berubah menjadi struktur keratin
yang utuh melalui proses selama 10-12 hari. Pada umumnya, sel-sel ini membutuhkan
tambahan sekitar 12-14 hari lagi di stratum korneum sebelum sel ini dilepaskan.
Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal antara 500-
1000 mg/hari. Pengelupasan keratin paling banyak terjadi pada telapak tangan, kulit kepala,
dan dahi (kurang lebih 2-3,5 gr/m2 per 24 jam) dan paling sedikit pada dada, lengan bawah
dan tungkai bawah (0,1 gr/m2 per 24 jam). Karena Tubuh mengkatabolisme 50-60 gr protein
per hari, pengelupasan kulit yang fisiologis ini berperan penting dalam metabolisme protein
secara keseluruhan.
Pada eritroderma terjadi peningkatan laju pengelupasan epidermis. Meskipun
beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap harinya, tetapi pada
beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang hilang. Pada skuama penderita
eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam nukleat dan hasil metabolismenya,
penurunan jumlah asam amino, dan peningkatan jumlah protein bebas.
Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan, perluasan
penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran pembuluh darah kapiler
(eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah.
Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal
jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan
yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat,
kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas
menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal.
Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal.
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari
sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin
dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan kelainan yang khas.
Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang
ekstravaskuler.
Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan
rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma
yang telah berlangsung berbulan – bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang
progresif.
VI. MANIFESTASI KLINIS ERITODERMA
Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu. Kelainan
yang paling pertama muncul adalah eritema, yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh
darah, yang umumnya terjadi pada area genetalia, ekstremitas, atau kepala. Eritema ini akan
meluas sehingga dalam beberapa hari atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena,
yang akan menunjukan gambaran yang disebut “red man syndrome”.
Skuama muncul setelah eritema, biasanya setelah 2-6 hari. Skuama adalah lapisan
stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama berkonsistensi mulai dari halus sampai
kasar. Ukuran skuama bervariasi; pada proses akut akan berukuran besar, sedangkan pada
proses kronis akan berukuran kecil. Warna skuama juga bervariasi, dari putih hingga
kekuningan. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh.
Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit
kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Pada
eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik,
pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan
timbul.
Gambar 1. Eritema disertai Skuama
Sumber: www.your-doctor.net/dermatology_atlas
Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke folikel rambut dan matriks kuku.
Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada banyak kasus, kuku akan
mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya. Telapak tangan dan kaki biasanya ikut
terlibat, namun jarang mengenai membran mukosa. Sering terjadi pula bercak hiper dan
hipopigmentasi. Pada eritroderma kronis, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan
hiperpigmentasi
Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat dan terasa
tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta berwarna kekuningan yang
disebabkan serum yang mengering dan kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada beberapa
kasus, manifestasi klinis yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis
epidermal toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda.
Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat-obatan, sering
dijumpai kelainan-kelainan yang mendasarinya, yang membantu dalam menegakan
diagnosis. Sering ditemukan plak psioriasis yang masih tersisa; papul atau lesi oral
likenplanus; gambaran pulau yang khas dari pitiriasis rubra; dan lesi papular dari drug
eruption. Gejala dari penyakit yang mendasari ini sering sulit ditemukan dan harus diperiksa
dengan cermat.
Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang,
sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien
menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik. Eritroderma akibat alergi obat secara
sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi
timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah
penyembuhan barulah timbul skuama. Pada eritroderma akibat alergi obat, dapat disertai
edema pada wajah dan leher.
Gambar 2. Eritroderma karena alergi obat (gambar kiri); Red Man Syndrome (gambar kanan)
Sumber: www.your-doctor.net/dermatology_atlas
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan dermatitis seboroik
bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu: karena penyakitnya sendiri
atau karena pengobatan yang terlalu kuat. Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya
akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang
disebabkan oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya
infeksi.
VII. RED MAN SYNDROME
Red man syndrome yang juga dikenal sebagai Eritroderma adalah penyakit kulit yang
menyebabkan peradangan parah dan mempengaruhi hampir seluruh permukaan kulit dengan
eritema dan skuama.
VIII. GEJALA KLINIS RED MAN SYNDROME
Skuama biasanya lebih sering dimulai dari daerah lipatan dan biasanya disertai dengan
pengelupasan kulit yang berat.
Adanya eritema yang luas
Peningkatan kehilangan cairan dari tubuh dengan pengeluaran keringat karena regulasi
suhu tubuh
Ekskoriasi karena pruritus
Terdapat edema tungkai
Bentuk persisten sindrom dapat menyebabkan kerontokan rambut
Demam, malaise dan menggigil.
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan
gammaglobulin, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis,
maupun anemia ringan.
b) Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit
dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses
inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada
stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan
mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrate
di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuclear atipikal dan Pautrier’s
microabscesses. Pada pasien dengan Sindrom Sezary ditemukan limfosit atipik yang
disebut sel Sezary. Biopsi pada kulit juga memberi kelainan yang agak khas, yakni
terdapat infiltrat pada dermis bagian atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom
Sezary, jika jumlah sel Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-
sel yang beredar. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm3 dinamai sindrom pre-
Sezary.
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan
permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang
pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran
clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial
juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang
dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya.
X. DIAGNOSIS
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada
sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-kemerahan di pilaris
rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di
dermatitis atopik dan eksema menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis
rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat
menegakkan diagnosis
+
-
+ +
- --
mencari tanda dari etiologi dari riwayat dan pemeriksaan fisik
terlihat multiple pada biopsy punch; diulangi biopsy 3-6 bulan untuk menentukan diagnosis pasti
dilakukan pemeriksaan tambahan : biopsy untuk immunofluorescence, CBC, CD4: ratio CD8, CXR, biopsy kelenjar limfa
diagnosis pasti dan pengobatan yang tepat
+
-
XI. DIAGNOSIS BANDING
Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma :
a) Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan epidermis
dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga asma bronchial,
rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi diantara 15-25% populasi, berkembang dari
satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih
banyak karena alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin
terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada
tiga tahap: balita, anak-anak dan dewasa.
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang dewasa
dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing, pruritus yang parah,
likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis
ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis.
b) Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang
terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi
eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.
Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak
dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak
menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seseorang orang
tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 – 39%.
pikirkan DD lain
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan
skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz,
dan Kobner.
c) Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak
eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar
sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung,
ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan
meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada
wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum
alcohol.
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman Pityrosporum ovale
yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan
skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan
skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. (3) DS
dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal
ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada
orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh
faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi imun.
XII. PENATALAKSANAAN
Terapi yang optimal untuk eritroderma tergantung pada penegakan penyebab
penyakit. Pada eritroderma karena alergi obat, penghentian dari obat-obat yang menyebabkan
alergi atau berpotensi menyebabkan alergi memberikan hasil yang baik. Pada eritroderma
karena penyakit kulit, penyakit yang mendasari harus diatasi.
Karena terdapat peningkatan kehilangan cairan transepidermal, dehidrasi sering
ditemukan sebagai komplikasi. Input dan output cairan harus dipantau secara hati-hati.
Pemberian kortikosteroid topikal efektif dalam mengatasi inflamasi pada kulit. Pemberian
antihistamin ditujukan untuk mengatasi pruritus.
Pada eritroderma idiopatik, pemberian steroid diindikasikan apabila pengunaan terapi
konservatis tidak menunjukan perbaikan. Rata-rata 100-300 mg kortison diberikan perhari
dan biasanya digunakan sebagai terapi awal, walaupun dosis rumatan harian hanya 50 mg
kortison. Pemberian kortikosteroid harus dipantau secara ketat dalam hal efek samping,
terutama pada pasien usia lanjut.
Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misal: dehidrasi, gagal
jantung, dan infeksi).
XIII. KOMPLIKASI
Banyak sistem organ selain epidermis dan dermis juga terlibat pada eritroderma.
Limpadenopati terjadi pada 60% dari sebagian besar kasus. Hepatomegali ditemukan pada
20% kasus (Abrahams et al.). Spenomegali ditemukan pada 3% kasus (kesemuanya
mengalami limpoma) baik pada stadium awal dan pada hampir 20% stadium akhir.
Rusaknya barier kulit pada eritroderma menyebabkan peningkatan extrarenal water
lost (karena penguapan air berlebihan melalui barrier kulit yang rusak). Peningkatan
extrarenal water lost ini menyebabkan kehilangan panas tubuh yang menyebabkan
hipotermia dan kehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi.2,6 Respon tubuh terhadap
dehidrasi dengan meningkatkan cardiac output, yang bila terus berlanjut akan menyebabkan
gagal jantung, dengan manifestasi klinis seperti takikardia, sesak, dan edema. Oleh karena itu
evaluasi terhadap balans cairan sangatlah penting pada pasien eritroderma.
Pasien dengan eritroderma yang luas dapat ditemukan tanda-tanda dari
ketidakseimbangan nitrogen: edema, hipoalbuminemia, dan hilangnya masa otot. Pada
eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia, palmoplantar keratoderma,
kelainan pada kuku and ektropion.
XIV. PROGNOSIS
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Prognosis
pada kasus alergi obat adalah baik setelah obat dihentikan. Penyembuhan golongan ini adalah
yang tercepat dibandingkan dengan golongan lain. Prognosis kasus akibat gangguan sistemik
seperti limfoma akan tergantung pada keberhasilan pengobatan penyakitnya itu sendiri.
Kasus idiopatik adalah kasus yang sulit diramalkan, dapat bertahan dalam waktu yang lama,
dan seringkali disertai dengan keadaan umum yang lemah.
Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid
hanya mengurangi gejalanya, danpasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid.
XV. KESIMPULAN
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/ hampir
seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada pria,
terutama pada usia rata-rata 40-60 tahun. Penyebab tersering eritroderma adalah akibat
perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat, dan akibat penyakit sistemik
termasuk keganasan.
Etiologi dari eritoderma dapat disebabkan karena perluasan penyakit sebelumnya,
keudian bias dikarenakan karena alergi dari obat-obatan, dapat juga disebabkan karena
penyakit sistemik, dan yang terakhir berupa eritoderma yang idiopatik, yaitu yang masih
belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Yang gambaran khasnya itu adalah red man
syndrome.
Red man syndrome yang juga dikenal sebagai Eritroderma adalah penyakit kulit yang
menyebabkan peradangan parah dan mempengaruhi hampir seluruh permukaan kulit dengan
eritema dan skuama.
Gambaran klinik berupa eritema dan skuama yang bersifat generalisata, terdapat
edema, pruritus, demam dan menggigil. Penatalaksanaan eritroderma yaitu dengan
pemberian kortikosteroid dan pengobatan topikal dengan pemberian emolien serta pemberian
cairan dan perawatan di ruangan yang hangat.
Prognosis eritroderma yang disebabkan obat-obatan relatif lebih baik, sedangkan
eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idiopatik, dermatitis dapat berlangsung berbulan-
bulan bahkan bertahun-tahun dan cenderung untuk kambuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmadja SM. Anatomi kulit. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.p;3-5.
2. Champion RH. Eczema, Lichenification, prurigo, and erythroderma. In: Champion RH
eds. Rook’s, textbook of dermatology, 5th ed. Washington; Blackwell Scientific
Publications. 1992.p;17.48-17.52.
3. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p;197-200.
4. Kartowigno S. Dermatosis eritroskuamosa. Sepuluh besar kelompok penyakit kulit. 2th ed.
Palmebang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2012. p: 67-100.
5. Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido: Nakayama Shoten
Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101.
6. Freederg IM. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick et all. Fitzpatrick’s dermatology in
general medicine. 4th ed. Newyork: Mcgraw-Hill. 1996. Chapter-41.p; 527-531.
7. Kefei K et all. Atopic Dermatitis. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses.
Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat
JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003.
Chapter-13.
8. Siregar RS. Dermatosis eritroskuamosa. Saripati penyakit kulit. 2nd ed. Jakarta: EGC.
2005.p; 94-106,236-238.
9. Imtikhananik. Dermatitis Exfoliativa. Cermin Dunia Kedokt 1992;74:16-18.
10. Utama HW, Kurniawan D. Erupsi alergi obat. Tesis. Palembang: Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.2007.p; 11.
11. Schön MP, Boehncke WH. Psoriasis. N Engl J Med 2005;352:1899-912.
12. Gupta S et al. Allergic contact dermatitis with exfoliation secondary to
calamine/diphenhydramine lotion in a 9 year old girl. Journal of clinical and diagnostic
research [serial online] 2007 june [cited: 10 Feb 2012]; 1:147-150. Available from: URL:
http://www.jcdr.net/back_issues.asp?issn=0973-
709x&year=2007&month=june&volume=1&issue=3&page=147-150&id=72