re emerging

29
BAB I Emerging dan Re Emerging Disease Emerging disease adalah penyakit yang belum pernah menyerang manusia sebelumnya; penyakit yang pernah menyerang manusia sebelumnya namun hanya mengenai populasi kecil dan terisolasi; penyakit yang pernah menyerang manusia sebelumnya tapi baru teridentifikasi sebagai penyakit yg disebabkan oleh suatu agen infeksi. Re-emerging disease adalah penyakit yang sebelumnya pernah menjadi masalah kesehatan utama secara global atau di suatu negara, lalu menurun secara dramatis, tapi kembali menjadi masalah kesehatan yang cukup signifikan pada suatu populasi. Dalam bulan Desember tahun 2000, tercatat merebaknya wabah penyakit menular di beberapa negara dengan munculnya penyakit baru ataupun penyakit lama yang muncul kembali setelah puluhan tahun dapat dilenyapkan. Ini yang acapkali disebut sebagai emerging dan re emerging disease. Penyakit tersebut antara lain : Anthrax di Zimbabwe, Cholera di Marshal Island, Ebola Virus di Uganda, Listeriosis di USA, Malaria di Burundi, Meningococcal infeksi di Namibia, Measles atau Campak di India, dan Yellow Fever (Demam Kuning) di Guinea, Liberia.7 Di Indonesia sendiri, di beberapa Provinsi dan Kabupaten telah terjadi beberapa wabah, seperti : Demam Berdarah, Malaria, Anthrax, Diare, dan Demam Chikunguya Faktor-faktor yang mempengaruhi Emerging dan Reemerging Diseases : 1,2 1. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk dunia yang tidak dapat di prediksi.

Upload: pearlandgerms

Post on 15-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

.

TRANSCRIPT

Page 1: Re Emerging

BAB I

Emerging dan Re Emerging Disease

Emerging disease adalah penyakit yang belum pernah menyerang manusia sebelumnya; penyakit

yang pernah menyerang manusia sebelumnya namun hanya mengenai populasi kecil dan terisolasi;

penyakit yang pernah menyerang manusia sebelumnya tapi baru teridentifikasi sebagai penyakit yg

disebabkan oleh suatu agen infeksi.

Re-emerging disease adalah penyakit yang sebelumnya pernah menjadi masalah kesehatan utama

secara global atau di suatu negara, lalu menurun secara dramatis, tapi kembali menjadi masalah

kesehatan yang cukup signifikan pada suatu populasi.

Dalam bulan Desember tahun 2000, tercatat merebaknya wabah penyakit menular di beberapa

negara dengan munculnya penyakit baru ataupun penyakit lama yang muncul kembali setelah puluhan

tahun dapat dilenyapkan. Ini yang acapkali disebut sebagai emerging dan re emerging disease. Penyakit

tersebut antara lain : Anthrax di Zimbabwe, Cholera di Marshal Island, Ebola Virus di Uganda, Listeriosis

di USA, Malaria di Burundi, Meningococcal infeksi di Namibia, Measles atau Campak di India, dan Yellow

Fever (Demam Kuning) di Guinea, Liberia.7 Di Indonesia sendiri, di beberapa Provinsi dan Kabupaten

telah terjadi beberapa wabah, seperti : Demam Berdarah, Malaria, Anthrax, Diare, dan Demam

Chikunguya

Faktor-faktor yang mempengaruhi Emerging dan Reemerging Diseases :1,2

1. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk dunia yang tidak dapat di prediksi.

2. Meningkatnya mobilitas penduduk antar negara melalui travel internasional yang semakin mudah.

4. Meningkatnya impor-ekspor berbagai jenis produk makanan dan hewan antar negara.

5. Perubahan dan perkembangan pada proses pengolahan bahan makanan serta pendistribusiannya

keseluruh pelosok dunia.

6. Perubahan atau perkembangan dari kebiasaan hidup manusia (Human behaviour).

7. Meningkatnya perdagangan seks di berbagai Negara, bertambahnya Pekerja Seks Komersil, akanm

mempermudah meluasnya Penyakit Menular Seksual atau Sexual Transmitted Diseases (STD).

Page 2: Re Emerging

8. Perubahan lingkungan yang dilakukan manusia menyebabkan perubahan habitat dari makhluk hidup

lain, termasuk hewan sebagai vektor penyakit dan mikroorganisme sebagai penyebab penyakit.

Manajemen Emerging dan Reemerging Diseases :1

Manajemen terpadu dibutuhkan untuk penanganan penyakit infeksi menular, termasuk Emerging dan

Reemerging Diseases disetiap negara. Pada prinsipnya manajemen mencakup :

1. Survaillance : Diperlukan survey kesehatan, tidak saja kesehatan masyarakat, tetapi juga kesehatan

hewan, terutama hewan ternak yang lazim dikonsumsi masyarakat dan hewan piaraan yang dapat

menularkan penyakit zoonosis. Dengan surveillance yang baik akan dapat menemukan kasus dini

penyakit infeksi menular, sehingga penangannya dapat dilakukan dengan lebih mudah dan murah.

Untuk ini mutlak dibutuhkan sarana Laboratorium diagnostik yang menunjang. Selanjutnya,

terhadap kasus-kasus yang ditemukan dilakukan pengobatan yang tepat dan cepat dengan obat-

obatan yang tersedia dengan baik dan cukup. Selanjutnya dilakukan pengamatan lingkungan dan

behaviour untuk melakukan tindakan kontrol dan pencegahan.

Peningkatan dan penguatan di bidang pemantauan kesehatan masyarakat ( public health

surveillance) sangat penting dalam deteksi dini dan penatalaksaan emerging dan re-emerging

disease ini. Pemantauan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan fungsi laboratorium klinis dan

pathologis, pendekatan secara epidemiologi dan kesehatan masyarakat juga diperlukan dalam

deteksi cepat terhadapat emerging dan re-emerging disease ini. Adanya tindakan deteksi dini dan

penatalaksanaan emerging dan re-emerging disease dirasakan sangatlah penting. WHO telah

merekomendasikan sistem peringatan dini (early warning system) untuk wabah penyakit menular

dan sistem surveillance untuk emerging dan re-emerging disease khususnya untuk wabah penyakit

pandemik. Sistem surveillance merupakan proses pengumpulan, analisis dan interpretasi dari hasil

data terkait kesehatan yang dilakukan secara terus- menerus dan sistematis yang akan digunakan

sebagai rencana penatalaksaan (pandemic preparedness) dan evaluasi dalam praktek kesehatan

masyakarat dalam rangka menurunkan angka morbiditas dan meningkatkan kualitas

kesehatan(Center for Disease Control and Prevention/CDC).

Page 3: Re Emerging

Manfaat dan Fungsi utama sistem surveillance adalah :

a. Menyediakan informasi seperti pemantauan secara efektif terhadap distribusi geografis penyakit

dan angka prevalensi,

b. Menggambarkan riwayat perjalanan penyakit

c. Mendeteksi kejadian luar biasa

d. Memantau dan mendeteksi perubahan pada agen infeksi dan pelayanan kesehatan

e. Melakukan tindakan dan intervensi, serta evaluasi tindakan Dengan adanya sistem surveilans ini

diharapkan munculnya kejadian luar biasa yang bersifat endemik, epidemik dan pandemik dapat

dihindari dan mengurangi dampak merugikan akibat wabah penyakit tersebut.

Tindak lanjut dari hasil surveillance ini adalah pembuatan perencanaan atau yang lebih dikenal

dengan pandemic preparedness. WHO merekomendasikan prinsip-prinsip penatalaksaan pandemic

preparedness seperti yang tertera di bawah ini:

a. Perencanaan dan koordinasi antara sektor kesehatan, sektor nonkesehatan, dan komunitas

b. Pemantauan dan penilaian terhadap situasi dan kondisi secara berkelanjutan

c. Mengurangi penyebaran wabah penyakit baik dalam lingkup individu, komunitas dan internasional

d. Kesinambungan penyediaan upaya kesehatan melalui sistem kesehatan yang dirancang khusus

untuk kejadian pandemic.

e. Komunikasi dengan adanya pertukaran informasi-informasi yang dinilai relevan.

2. Research : Dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakit infeksi di masyarakat, peranan

penelitian/research sangat penting artinya dalam mencari tahu setiap akar permasalahan yang

dihadapai serta mencari solusi penyelesaiannya. Penelitian terhadap masyarakat tidak terbatas

hanya pada penelitian bidang kesehatan, seperti aspek klinis, diagnostik, pengobatan, vaksin,

ataupun biomedik, tetapi juga penting dilakukan penelitian aspek Antropologi, budaya, sosial,

lingkungan, dan behaviour, yang kesemuanya ini mempunyai peranan dalam memahami

epidemiologi penyakit menular. Dari hasil penelitian ini nantinya dapat disusun langkah-langkah

upaya pencegahan dan perencanaan tindakan selanjutnya.

3. Case Management : Mencakup diagnosa akurat dan pengobatan yang adekwat. Disini penting

ketrampilan klinis dari petugas kesehatan yang menangani langsung kasus penyakit infeksi dan

Page 4: Re Emerging

ketersediaan fasilitas penanganan kasus, terutama untuk kasus-kasus infeksi berat dengan

komplikasi. Juga diperlukan sistim rujukan yang mudah dan segera. Dengan Case Management yang

baik, akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

4. Man Power : Mencakup kualitas dan kuantitas dari sumber daya manusia serta pembinaan displin.

Dibutuhkan tenaga trampil dibidangnya yang mempunyai kemampuan dan kemauan dalam

mensukseskan program penanggulangan penyakit infeksi di masyarakat. Untuk itu, diperlukan

pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan terhadap personil yang bekerja di bidang

penyakit infeksi. Dibutuhkan pengkaderan tenaga ahli secara kontinu, dengan mengirim personil

yang terlibat di bidang penyakit tropik dan infeksi untuk belajar di sentra- sentra yang lebih maju,

baik di dalam negeri maupun luar negeri.

5. Prevention & Control : Ini dilaksanakan berdasarkan hasil surveillance dan research yang dilakukan.

Kegiatan dilakukan secara sistematis dengan kebijaksanaan dan strategi yang baik dengan

memanfaatkan teknologi baru yang tersedia. Dalam upaya Prevention & Control ini dilibatkan

peran serta masyarakat serta perluasan informasi dan penyuluhan kesehatan serta promosi

kesehatan melalui berbagai jenis media massa.

Page 5: Re Emerging

BAB II

Varicella Sebagai Re Emerging Disease

Varicella adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh varicella zoster virus (VZV).

Infeksi berulang dapat mengakibatkan terjadinya herpes zoster, dimana telah dikenal sejak lama.

Infeksi varicella primer (cacar air) susah dibedakan dengan cacar sampai akhir abad ke-19. Pada

tahun 1875, Steiner menunjukkan bahwa cacar air disebabkan oleh cairan vesikula yang berasal

dari pasien dengan akut varicella. Observasi klinis mengenai hubungan antara varicella dan

herpes zoster dibuat pada tahun 1888 oleh von Bokay, ketika anak-anak yang tidak terbukti

memiliki kekebalan terhadap varicella setelah kontak dengan herpes zoster. VZV diisolasi dari

kedua cairan vesikular yang berasal dari cacar air dan lesi zoster dalam kultur sel oleh Thomas

Weller pada tahun 1954. Penelitian laboratorium virus itu selanjutnya menyebabkan

pengembangan vaksin varicella hidup yang dilemahkan di Jepang pada 1970-an. Vaksin ini

berlisensi untuk digunakan di Amerika Serikat pada Maret 1995. Vaksin pertama untuk

mengurangi risiko herpes zoster ini dilisensikan pada Mei 2006.3

VZV adalah virus DNA yang termasuk dalam famili virus herpes. Seperti virus herpes

lainnya, VZV memiliki kapasitas untuk bertahan dalam tubuh setelah infeksi (pertama) primer

sebagai infeksi laten. VZV tetap dalam ganglia saraf sensorik. Infeksi primer menyebabkan

terjadinya varicella (cacar air), sementara herpes zoster (shingles) adalah akibat dari infeksi

berulang. Virus ini diyakini memiliki waktu kelangsungan hidup singkat di lingkungan. 3

2.1 Definisi

Infeksi akut primer oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis

terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.4

2.2 Epidemiologi

Usia

Pada orang yang belum mendapat vaksinasi, 90% kasus terjadi pada anak-anak dibawah

10 tahun, 5% terjadi pada orang yang berusia lebih dari 15 tahun. Sementara pada pasien yang

mendapat imunisasi, insiden terjadinya varicella secara nyata menurun.5

Page 6: Re Emerging

Insiden

Sejak diperkenalkan adanya vaksin varicella pada tahun 1995, insiden terjadinya varicella

terbukti menurun. Dimana sebelum tahun 1995, terbukti di Amerika terdapat 3-4 juta kasus

varicella setiap tahunnya.5

Transmisi

Transmisi penyakit ini secara aerogen maupun kontak langsung. Kontak tidak langsung

jarang sekali menyebabkan varicella. Penderita yang dapat menularkan varicella yaitu beberapa

hari sebelum erupsi muncul dan sampai vesikula yang terakhir. Tetapi bentuk erupsi kulit yang

berupa krusta tidak menularkan virus. 5

Musim

Di daerah metropolitan yang beriklim sedang, dimana epidemi varicella sering terjadi

pada musim musim dingin dan musim semi. 5

2.3 Patogenesa

Varicella disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus masuk

ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas dan orofaring. Multiplikasi virus di

tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe

( viremia primer ). Virus VZV dimusnahkan oleh sel sistem retikuloendotelial, yang merupakan

tempat utama replikasi virus selama masa inkubasi. Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat

sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon yang timbul.5,6

Pada sebagian besar individu replikasi virus dapat mengatasi pertahanan tubuh yang

belum berkembang sehingga dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah

yang lebih banyak. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki

siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas

humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada

limfosit. Bahkan pada varicella yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder

menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit.6

Page 7: Re Emerging

Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada

kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap varicella. Pada

orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah

terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama varicella,

berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang

berat.6

2.4 Gambaran Klinis

Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21

hari. Masa inkubasi dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang

telah menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap

varicella.6

Gejala prodromal

Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih besar

dan dewasa, ruam yang seringkali didahului oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise,

anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk

kering.5.6

Ruam pada varicella

Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan

kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-

turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil di

punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan lebih banyak terdapat pada

medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak

kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah

peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.4

Page 8: Re Emerging

Gambar 1 Infeksi VZV : Varicella 3

Page 9: Re Emerging

Gambar 2 Infeksi VZV : Varicella dengan imunisasi 3

Gambaran dari lesi varicella berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang 12 jam, dimana

mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel, pustul, dan

krusta. Vesikel dari varicella berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis panjangnya

sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi

daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “ embun di atas daun mawar”. Cairan vesikel

cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel menjadi pustul.

Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan umbilikasi dan

kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan bekas bekas

cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri

maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak

hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.4

Page 10: Re Emerging

Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran

cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat

sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm. 4

Gambar 3 Lesi dengan spektrum luas 4

Gambaran khas dari varicella adalah adanya lesi yang muncul secara simultan

( terus-menerus ), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus berkembang. Suatu prospective

study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat berkisar antara 250-500. Pada

kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer

karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan

lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak. 4

Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya

demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat

dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang

kambuh kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya.

Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler. 4

2.5 Diagnosa varicella

Varicella biasanya mudah didiagnosa berdasarkan penampilan dan perubahan pada

karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar varicella 2-3 minggu

sebelumnya. 4

Page 11: Re Emerging

2.6 Laboratorium

Lesi pada varicella dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi. Pada

pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan

inklusi intranuklear yang asidofilik. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pewarnaan Tzanck,

dimana bahan pemeriksaan dikerok dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian

diletakkan di atas object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan

pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon. 4

Gambar 4 Sel raksasa berinti banyak 4

Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah

metode pilihan untuk diagnosis varicella. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan,

meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Bahan

yang paling sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode

pilihan untuk diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan

merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam

beberapa jam. Jika real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat

digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen

yang lebih teliti.1

Page 12: Re Emerging

Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap varicella tersedia secara komersial

termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes (ELISA).

Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu mendeteksi

serokonversi terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki

kerentanan terhadap VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak

tersedia secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat

untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat

menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan untuk

mengidentifikasi orang-orang yang tidak terbukti memiliki imunitas terhadap varicella. Dimana

salah satu dari tes ini akan berguna untuk skrining kekebalan terhadap varicella.1

2.7 Komplikasi

Pada anak-anak, varicella jarang disertai komplikasi. Komplikasi tersering umumnya

disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh

stafilokokus atau streptokokus, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas,

tetapi jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi

jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi

bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.4

Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif terhadap

antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan berpotensi

mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.4

Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan berlangsung

lebih lama, ruam varicella lebih luas, dan komplikasi lebih sering terjadi. Pneumonia varicella

primer merupakan komplikasi tersering pada orang dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya

asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat berkembang mengenai sistem pernafasan dimana

gejalanya dapat lebih parah seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada

pleuritis, sianosis, dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 1-6 hari sesudah timbulnya

ruam. 4

Page 13: Re Emerging

Varicella pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang menyebar luas dan

varicella pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu, tetapi baik kejadian maupun

keparahan pneumonia varicella tampaknya meningkat secara signifikan pada kehamilan. Janin

dapat meninggal karena kelahiran prematur atau kematian ibu karena varicella pneumonia berat,

tetapi varicella selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial meningkatkan kematian

janin. Namun demikian, pada varicella yang tidak disertai komplikasi, viremia pada ibu dapat

menyebabkan infeksi intrauterin ( kongenital ), dan dapat menyebabkan abnormalitas kongenital.

Varicella perinatal ( varicella yang terjadi dalam waktu 10 hari dari kelahiran ) lebih serius

daripada varicella yang terjadi pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian. 4

Morbiditas dan mortalitas pada varicella secara nyata meningkat pada pasien dengan

defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas

mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang

semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran

visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan

kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan

komplikasi berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan

hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan varicella malignansi. 4

Komplikasi susunan saraf pusat pada varicella terjadi kurang dari 1 diantara 1000 kasus.

Varicella berhungan dengan sindroma Reye ( ensepalopati akut disertai degenerasi lemak di liver

) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus

sindroma Reye berhubungan dengan varicella, khususnya pada penderita yang diterapi dengan

aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum terjadi

daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1

diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan

kelainan neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap

jelas, dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA

pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara langsung pada

sistem saraf pusat. 4

Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi

ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan

Page 14: Re Emerging

iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim

secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi

kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.1,4

2.8 Terapi

Antivirus

Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin,

dan analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir

adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga

terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir

monofosfat menjadi trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA

polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir

dibandingkan HSV. 4

Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai

bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan

frekuensi pemberian obat berkurang. 4

Topikal

Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Untuk mengatasi

gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion

yang mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan.

Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian olongan salisilat sebaiknya dihindari karena

sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat

mencegah infeksi sekunder bakterial. 4

Anti virus pada anak

Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir ( dalam 24 jam setelah timbul

ruam ) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis 4x20 mg/kgBB/hari selama 5

hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan

Page 15: Re Emerging

timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila

pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal

ini disebabkan karena varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-anak dan

manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan pengobatan acyclovir

secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau

pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan menguntungkan pasien ( dalam 24

jam setelah timbul ruam ), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang

tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan. 4

Pada remaja dan dewasa

Pengobatan dini varicella dengan pemberian acyclovir dengan dosis 5x800 mg selama 5

hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan

timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. 4

Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada orang dewasa

muda yang sehat dengan varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam

setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral ( 5x800 mg selama 7 hari ) secara signifikan

mengurangi terbentuknya lesi yang baru, mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan

menurunkan gejala dan demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada orang

dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang

diberikan dengan dosis 500 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg

per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada remaja normal dan

dewasa, Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella selama kehamilan karena

risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui. Sementara dokter lain

merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada tri semester ketiga ketika

organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia

varicella, dan ketika infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir

intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan varicella yang disertai dengan

penyakit sistemik. 4

Page 16: Re Emerging

Komplikasi varicella pada orang normal

Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten dengan

pneumonia varicella menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah

sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi demam dan

takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi serius lainnya dari varicella di orang

dengant imunokompeten, seperti ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi

okular, sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena. 4

Pasien dengan defisiensi imun

Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela menunjukkan

bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden komplikasi yang mengancam

kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam.

Acyclovir intravena menjadi standar perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan

imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau

valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,

tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. 4

2.9 Pencegahan

Vaksin varicella

Karakteristik

Vaksin varicella (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan, yang

berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari

cairan vesikular yang berasal dari anak sehat dengan penyakit varicella. Vaksin varicella ini

dilisensikan untuk penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan

di Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orang-orang usia 12 bulan dan yang lebih tua. 1

Page 17: Re Emerging

Keefektifan vaksin

Setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin varicella antigen, 97% dari anak yang

berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer antibodi yang dapat terdeteksi.

Sedangkan lebih dari 90% dari responden vaksin mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6

tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah

vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90% terhadap infeksi,

dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.3,7

Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan yang lebih tua,

rata-rata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu dosis, dan 99% mengembangkan

antibodi setelah pemberian dosis kedua yang diberikan 4 sampai 8 minggu kemudian. Antibodi

bertahan selama minimal 1 tahun pada 97% dari pemberian vaksin varicella setelah dosis kedua

yang diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.3

Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian besar vaksin.

Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan lebih ringan, dengan lesi

sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang makulopapular daripada vesikuler. Dimana

kebanyakan orang yang pernah mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam. 3,7

Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan sebaliknya,

penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi sebagai faktor risiko untuk

terobosan varicella. Beberapa, tetapi tidak semua, penyelidikan baru-baru telah mengidentifikasi

adanya asma, penggunaan steroid, dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan usia sebagai faktor

risiko untuk terobosan varicella. Terobosan infeksi varicella bisa menjadi hasil dari beberapa

faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin impoten akibat

kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak akurat. 1

Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin varicella meningkatkan

kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anak-anak. 1

Jadwal vaksinasi dan penggunaan

Page 18: Re Emerging

Vaksin varicella dianjurkan untuk semua anak tanpa kontraindikasi yang berusia 12

sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua anak pada usia ini terlepas dari

riwayat varicella. 1

Dosis kedua vaksin varicella harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian . Dosis

kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu

setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin varicella untuk anak-anak

berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari

setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin varicella ini juga

dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin varicella diberikan kepada orang-orang 13

tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.. 1

Semua vaksin varicella harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin varicella telah

terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan pada saat yang sama sebagai

vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum suntik yang terpisah. Jika vaksin varicella dan

MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian harus dipisahkansetidaknya

28 hari. Vaksin varicella juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan jarum

suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya. 1

Profilaksis pasca terpapar

Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa

vaksin varicella ternyata efektif sekitar 70% sampai 100% dalam mencegah penyakit atau

terjadinya keparahan penyakit jika digunakan dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari,

setelah paparan. ACIP merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang tidak

terbukti memiliki kekebalan terhadap varicella atau pada orang yang terpapar varicella. Jika

paparan terhadap varicella tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca paparan harus diberikan

untuk memberi perlindungan terhadap paparan berikutnya. 1

Wabah varicella yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada tempat penitipan

anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin varicella diketahui telah

berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP merekomendasikan pemberian dosis

kedua vaksin varicella untuk pengendalian wabah. Jadi selama wabah varicella, orang-orang

yang telah menerima satu dosis vaksin varicella harus menerima dosis kedua, yang diberikan

Page 19: Re Emerging

sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan untuk orang

yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu untuk orang yang berusia 13

tahun dan lebih tua). 1

Kontraindikasi dan tindakan pencegahan untuk vaksinasi

Seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis) dengan komponen vaksin atau

setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin varicella. Orang dengan

imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi

imunosupresif tidak harus divaksinasi dengan vaksin varicella. Namun, pengobatan dengan dosis

rendah (kurang dari 2 mg / kg / hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol bukan merupakan

kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang diterapi dengan steroid telah

dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat divaksinasi.1,5

Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi human

immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis dengan acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima vaksin varicella. Anak yang

terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang

lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat

dipertimbangkan untuk vaksinasi. 1

Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak menerima

vaksin varicella. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan kehamilan atau janin yang

dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak sengaja menerima vaksin varicella sesaat

sebelum atau selama kehamilan. Tetapi ACIP merekomendasikan kehamilan harus dihindari

selama 1 bulan setelah menerima vaksin varicella. 1,5

Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya ditunda sampai

kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada penyakit yang cenderung ringan , seperti otitis

media dan infeksi saluran pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan paparan atau

pemulihan dari penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin varicella. Meskipun tidak ada

bukti bahwa baik varicella atau vaksin varicella memperburuk tuberkulosis, vaksinasi tidak

dianjurkan untuk orang-orang yang dikenal memiliki TB aktif. 1

Page 20: Re Emerging

DAFTAR PUSTAKA

1. Kingnate, D : Epidemiology of Emerging and Reemerging Infectious Diseases, DTM&H Course Lecture, 2002, Faculty of Tropical Medicine, Bangkok, Thailand.

2. Penyakit Tropis, http://satumed,com/index.html/pria/60/0.2598.0/

3. www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/varicella.pdf

4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Adhi, Edisi Enam Cetakan Kedua,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2010, hal 115

5. Wolff, Klaus. Johnson, Richard Allen. Fitzpatrick’s Color Atlas and Sypnosis of Clinical

Dermatology sixth edition, 2009, page 831-835

6. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Fitzpatrick’s Dermatology

in general medicine seventh edition, vol 1 and 2, 2008, page 1885-1895

7. Anonim, Varicella ( chickenpox ), 2009. ( http://www.ncirs.edu.au/immunisation/fact-

sheets/varicella-fact-sheet.pdf )