rasa global - ftp.unpad.ac.id filengan bordir sulam, kebaya kar-tini kutu baru dengan bawa-han...

1
S TY LE | MINGGU, 22 MEI 2011 | HALAMAN 13 DONOR DARAH GAYA HIDUP BARU Donor darah berkesan menyeramkan. Namun, itu menolong banyak orang dan bermanfaat bagi kesehatan kita. Move, Hlm 17 FOTO-FOTO: MI/ PANCA SYURKANI Indonesia Rasa Global SISKA NURIFAH Makin banyak desainer yang tidak hanya mengangkat satu jenis kain adati, tapi saling campur beberapa budaya. MI/ADINDA ASA gaan yang bertajuk ‘Putri Tiong Hoa’ Tribute to Robby Tumewu ini mengawinkan budaya China dan Jawa. Kebaya-kebaya organdi de- ngan bordir sulam, kebaya kar- tini kutu baru dengan bawa- han berbelahan paha tinggi dan Cheongsam terusan dengan kerah berdiri (kerah mandarin) berbahan batik lawasan menjadi inspirasi barunya. Anne mengatakan mode akul- turasi itu terinspirasi dari etnik Tionghoa yang bermigrasi ke Pulau Jawa, termasuk di daerah asalnya sendiri, Semarang. “Ini juga sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya minoritas dan meminimalkan perbedaan latar belakang budaya,” ungkapnya. Sesuai dengan tajuknya, pera- gaan ini juga merupakan persem- bahan yang lebih personal, yakni dari Anne untuk sang sahabat Robby Tumewu. Peragaan itu kemudian diikuti penggalangan dana untuk Robby yang malam itu hadir di atas kursi roda. Akul- turasi budaya juga diha- dirkan Stephanus Hamy. Ia mengola- borasikan kain tenun ikat Jambi dengan songket Bali. Dalam show bertajuk ‘Jambi To Bali’ ini Hamy mengha- dirkan 30 koleksi yang bergaya muda, modern, dan eksi- bel. Tampilannya berupa tenun seba- gai jaket, blazer, dan celana capri. “Saya buat tidak su- lit supaya masyarakat banyak tahu bahwa masih ba- nyak kain di daerah lain yang juga bisa dieksplor. Meng- ingat juga batik Cire- bon dan lainnya yang banyak beredar, mulai membuat masyarakat bosan,” ungkapnya. Memang, setelah cu- kup banyak eksploitasi motif-motif batik, terasa cukup me- nyegarkan melihat motif kapal karam, angsio duo , tapis lam, dan batang hari yang meru- pakan asli buatan tangan (handmade) para perajin lokal Jambi. Di sini pula Hamy mendo- brak kebiasaan warna kain Jam- bi. Bersama para perajin, ia meng- ganti warna umum biru tua dan merah ma- run dengan warna- warna stabilo. Tak mau keting- galan, desainer muda Barli Asmara meng- angkat kain tradisional, tenun sutra Makasar atau dikenal sebagai sutra Bugis (lippa sabe). Kain ini memiliki ciri khas motif yang menarik seperti ikat cora bombang yang menggambarkan gelombang air laut, jum- putan, liris, hingga barong. Kain ini juga memiliki warna yang menarik lewat 3 hingga 5 variasi warna dalam tiap lembar kainnya. “Menggunakan kain sutra Makasar ini, dapat memberikan inspirasi bagi wanita modern masa kini, dan memberikan tampilan yang ceria, chic, dan feminin,” ujar Barli. Kain-kain minoritas Salah satu daya tarik lain di JFFF tahun ini adalah meng- angkat kain yang selama ini belum banyak diekspos. Salah satu contohnya adalah tenun Badui dan tenun Garut motif geometris yang diangkat oleh Era Soekamto. Tenun ini tampil menjadi baju- baju yang sangat kini dan feminin lewat warna-warna lembut dan siluet bervolume seper- ti puff skirt, bell skirt, dan drapery skirt. Dengan ditam- bah bahan yang tampak bergerak lembut dan paduan kain mene rawang berbordir maka penampilan keseluruhan adalah bu- sana roman- tik dan mo- dern. Jika saja Era tidak menjelaskan asal kain, rasanya sulit menebak kain itu dari budaya asli Tanah Air. Berlangsung ber- iringan, peragaan yang menarik juga dihadirkan Ari Se- putra. Kain yang dipilih Ari bukanlah dari daerah adat tertentu melainkan kain sarung dari brand di pasar ritel, yakni kain sa- rung Gajah Duduk. Ya, kain sarung tersebut ternyata juga banyak mem- produksi motif di luar mo- tif khas kotak-ko- tak. Warna yang dibuat juga sangat beragam, termasuk warna-warna terang. “Kain sarung tidak diterjun- kan ke market karena pimpinan brand takut pemasaran tidak jalan. Tapi, menurut saya, war- na-warna itu berkemenarikan tersendiri,” kata Ari. Selain busana kasual, kebaya dan busana malam, peragaan busana JFFF juga menghadirkan busana muslim dan busana pria. Beberapa koleksi busana muslim itu juga menghadirkan perpa- duan budaya lokal. Event JFFF sendiri masih ber- langsung hingga 29 Mei dengan peragaan-peragaan tunggal dari desainer ternama, seperti Sebas- tian Gunawan, Didi Budiardjo, dan Adrian Gan. (Big/M-7) miweekend@ mediaindonesia.com SEBUAH ajang peragaan busana pada akhirnya tidak hanya bicara soal mode, tapi juga industrinya. Untuk event seperti Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF), hal itu tentu juga berlaku. Terlebih tempat penyelenggaraan di Harris Ho- tel tersambung dengan pusat perbelanjaan Kelapa Gading. Tahun ini di JFFF, usaha menggenjot industri mode juga tampak makin disadari desainer. Jumlah desainer yang membawa lini siap pakai atau siap pakai deluxe bertambah. Dengan koleksi yang bisa dibeli tanpa harus dipesan ini me- nyiratkan bahwa desainer siap bertransaksi dengan klien. Beberapa desainer yang mem bawa label siap pakai adalah Widhi Budimulia dan Stephanus Hamy yang seka- ligus memperkenalkan label siap pakai mereka, serta Earth- nic dan Sebastian Gunawan yang pada Selasa (24/5) akan menghadirkan Votum. Desainer yang sudah sejak beberapa ta- hun lalu menampilkan koleksi jenis ini antara lain Carmanita, Lenny Agustin, dan Musa Widyatmodjo. Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indone- sia (APPMI) juga membuat peragaan khusus koleksi siap pakai. Peragaan itu di antara- nya diikuti sang ketua Taruna K Kusmayadi, Poppy Dhar- sono, Ninik Darmawan, Uke Toegimin, dan Arifan Mas. “Sebuah pergelaran fesyen akan berujung pada industri mode. Lebih banyak produk yang langsung bisa didapat akan lebih baik,” kata Musa yang juga mantan Ketua APPMI dan salah satu pendiri JFFF. Begitu pun beberapa desainer yang membawa koleksi siap pakai. Mereka juga berharap transaksi besar. Pasalnya, pasar di dalam negeri dinilai banyak yang belum siap menerima produk siap pakai dengan unsur kerajinan tangan seperti yang banyak hadir di event ini. “Ritel saya kan bukan ritel yang massal sekali. Industri saya juga bukan industri seperti Pulo Gadung. Baju-baju saya banyak craftsmanship-nya dan di sini pasarnya kebanyakan belum siap,” kata Carmanita. Desainer yang gemar ber- main dengan teknik moulage ini menjelaskan produknya lebih disambut oleh pusat perbelan- jaan luar negeri. Salah satunya Harrods di London, Inggris. “Untuk di dalam negeri, tugas kita adalah mengemas pasar dulu untuk menerima industri fesyen seperti ini.” Memahami pasar yang masih perlu dibentuk, Carmanita pun lebih menggunakan event fe- syen ini sebagai ajang promosi. Hal yang sama juga diakui Widhi yang membawa gaun- gaun malam siap pakai deluxe. Di sisi lain, Yongki Budi- sutisna dan Syahreza Muslim melihat faktor sedikitnya pe- ngunjung sebagai salah satu kendala untuk berharap pasar besar. Memang, di beberapa peragaan terutama peragaan yang berlangsung sore hari, 700 kursi yang tersedia di ballroom tersebut kebanyakan kosong. Spanduk dan banner yang dipasang Grup Summarecon sebagai penyelenggara di ber- bagai tempat di sekitar pusat belanja belum mampu meng- ajak pengunjung mal untuk datang menonton peragaan. Jalan panjang memang masih harus ditempuh untuk men- jadikan event ini salah satu mo- tor industri fesyen kita. (SN/ Big/M-7) Mengemas Pasar Industri Fesyen Merry Pramono Arie Seputra Barli Asmara Stephanus Hamy MI/ADAM DWI MI/ADAM DWI MI/ADAM DWI MI/ PANCA SYURKANI Anne Avantie d ber warna-wa Denny Wirawan g b d capr “Saya bua Era Soekamto J AKARTA memang belum menjadi kota tujuan pecinta mode Asia, bahkan Asia Tenggara. Cita-cita yang sering diutarakan di berbagai event pera- gaan busana itu masih butuh perjalanan pan- jang. Meski begitu, ada yang tetap menggembirakan dari event-event ini. Eksplorasi kain adati tidak pernah usai. Ini juga yang terlihat di Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF). Di tahun kedelapan penyeleng- garaan ini, event yang berlangsung di Ho- tel Harris, Kelapa Gading, Jakarta Utara, ini lagi- lagi menonjolkan kekuatan budaya yang ada di Tanah Air, yakni lewat tema Incultur- ation. Makna perpa- duan bu- daya yang tersurat dari tajuk itu nyatanya bukan sekadar menyajikan fesyen yang nasiona- lis atau disebut juga fashionalism . Na- mun juga daya tarik mode. Hal ini sudah ter- lihat sejak peragaan pertama koleksi Anne Avantie yang berlang- sung Senin (16/5). Pera- FOTO-FOTO: MI/ PANCA SYURKANI Thomas Sigar Widhi Budimulia

Upload: truongque

Post on 27-Apr-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Rasa Global - ftp.unpad.ac.id filengan bordir sulam, kebaya kar-tini kutu baru dengan bawa-han berbelahan paha tinggi dan Cheongsam terusan dengan kerah berdiri (kerah mandarin) berbahan

STYLE| MINGGU, 22 MEI 2011 | HALAMAN 13

DONOR DARAH GAYA HIDUP BARU Donor darah berkesan menyeramkan. Namun, itu menolong banyak orang dan bermanfaat bagi kesehatan kita.Move, Hlm 17

FOTO-FOTO: MI/ PANCA SYURKANI

Indonesia Rasa

Global

SISKA NURIFAH

Makin banyak desainer yang tidak hanya mengangkat satu jenis kain adati, tapi saling campur beberapa budaya.

MI/ADINDA ASA

gaan yang bertajuk ‘Putri Tiong Hoa’ Tribute to Robby Tumewu ini mengawinkan budaya China dan Jawa.

Kebaya-kebaya organdi de-ngan bordir sulam, kebaya kar-tini kutu baru dengan bawa-han berbelahan paha tinggi dan Cheongsam terusan dengan kerah berdiri (kerah mandarin) berbahan batik lawasan menjadi inspirasi barunya.

Anne mengatakan mode akul-turasi itu terinspirasi dari etnik Tionghoa yang bermigrasi ke Pulau Jawa, termasuk di daerah asalnya sendiri, Semarang. “Ini juga sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya minoritas dan meminimalkan perbedaan latar belakang budaya,” ungkapnya.

Sesuai dengan tajuknya, pera-gaan ini juga merupakan persem-

bahan yang lebih personal, yakni dari Anne untuk sang sahabat Robby Tumewu. Peragaan itu

kemudian diikuti penggalangan dana

u n t u k R o b b y yang malam

itu hadir di atas kursi roda.

A k u l -t u r a s i budaya j u g a d i h a -

d i r k a n Stephanus Hamy. Ia mengola-borasikan kain tenun ikat Jambi d e n g a n s o n g k e t

Bali.D a l a m

show bertajuk ‘Jambi To Bali’ ini Hamy mengha-dirkan 30 koleksi yang bergaya muda, modern, dan fl eksi-bel. Tampilannya berupa tenun seba-

gai jaket, b l a z e r ,

dan celana capri.

“Saya buat tidak su-lit supaya masyarakat

banyak tahu bahwa masih ba-nyak kain di daerah lain yang juga bisa dieksplor. Meng-ingat juga batik Cire-bon dan lainnya yang banyak beredar, mulai membuat masyarakat bosan,” ung kapnya.

Memang, setelah cu-kup banyak eksploitasi motif-motif batik, terasa cukup me-nyegarkan melihat motif kapal karam, angsio duo, tapis lam, dan batang hari yang meru-pakan asli buatan tangan (handmade) para perajin lokal Jambi.

Di s ini pula Hamy mendo-brak kebiasaan warna kain Jam-bi. Bersama para perajin, ia meng-g a n t i w a r n a umum biru tua dan merah ma-run dengan warna-warna stabilo.

Tak mau keting-galan, desainer muda Barli Asmara meng-angkat kain tradisio nal, tenun sutra Makasar atau dikenal sebagai sutra Bugis (lippa sabe). Kain ini memiliki ciri khas motif yang menarik se perti ikat cora bombang yang menggambarkan gelombang air laut, jum-putan, liris, hingga barong. Kain ini juga memiliki warna yang menarik lewat 3 hingga 5 variasi warna dalam tiap lembar kainnya.

“Menggunakan kain sutra Makasar ini, dapat memberikan inspirasi bagi wanita modern masa kini, dan memberikan tampilan yang ceria, chic, dan feminin,” ujar Barli.

Kain-kain minoritasSalah satu daya tarik lain di

JFFF tahun ini adalah meng-angkat kain yang selama ini belum banyak diekspos. Salah satu contohnya adalah tenun Badui dan tenun Garut motif geometris yang diangkat oleh

Era Soekamto.Tenun ini tampil menjadi baju-

baju yang sangat kini dan feminin lewat warna-warna lembut dan siluet bervolume seper-ti puff skirt, bell skirt, dan drapery skirt. Dengan ditam-bah bahan yang tampak ber gerak lembut dan padu an

kain mene rawang berbordir maka p e n a m p i l a n

keseluruhan adalah bu-sana roman-tik dan mo-

d e r n . J i k a saja Era tidak

menjelaskan asal kain, rasanya sulit menebak kain itu dari budaya asli Tanah Air.

Berlangsung ber-iringan, peragaan yang menarik juga dihadirkan Ari Se-

putra.Kain yang dipilih Ari

bukanlah dari daerah adat tertentu melainkan

kain sarung dari brand di pasar ritel, yakni kain sa-rung Gajah Duduk.

Ya, kain sarung tersebut ternyata juga banyak mem-produksi motif di luar mo-

tif khas kotak-ko-tak. Warna yang dibuat juga sangat

beragam, termasuk warna-warna terang.“Kain sarung tidak diterjun-

kan ke market karena pim pin an brand takut pemasaran tidak jalan. Tapi, menurut saya, war-na-warna itu berkemenarik an tersendiri,” kata Ari.

Selain busana kasual, kebaya dan busana malam, peragaan busana JFFF juga menghadirkan busana muslim dan busana pria. Beberapa koleksi busana muslim itu juga menghadirkan perpa-duan budaya lokal.

Event JFFF sendiri masih ber-langsung hingga 29 Mei dengan peragaan-peragaan tunggal dari desainer ternama, seperti Sebas-tian Gunawan, Didi Budiardjo, dan Adrian Gan. (Big/M-7)

[email protected]

SEBUAH ajang peragaan busana pada akhirnya tidak hanya bicara soal mode, tapi juga industrinya. Untuk event seperti Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF), hal itu tentu juga berlaku. Terlebih tempat penyelenggaraan di Harris Ho-tel tersambung dengan pusat perbelanjaan Kelapa Gading.

Tahun ini di JFFF, usaha menggenjot industri mode juga tampak makin disadari desainer. Jumlah desainer yang membawa lini siap pakai atau siap pakai deluxe bertambah. Dengan koleksi yang bisa dibeli tanpa harus dipesan ini me-nyiratkan bahwa desainer siap bertransaksi dengan klien.

Beberapa desainer yang

mem bawa label siap pakai adalah Widhi Budimulia dan Stephanus Hamy yang seka-ligus memperkenalkan label siap pakai mereka, serta Earth-nic dan Sebastian Gunawan yang pada Selasa (24/5) akan mengha dirkan Votum. Desainer yang sudah sejak beberapa ta-hun lalu menampilkan koleksi jenis ini antara lain Carmanita, Lenny Agustin, dan Musa Widyatmodjo.

A s o s i a s i P e r a n c a n g Pe ngu saha Mode Indone-sia (APPMI) juga membuat peragaan khusus koleksi siap pakai. Peragaan itu di antara-nya diikuti sang ketua Taruna K Kusmayadi, Poppy Dhar-sono, Ninik Darmawan, Uke

Toegimin, dan Arifan Mas. “Sebuah pergelaran fesyen

akan berujung pada industri mode. Lebih banyak produk yang langsung bisa didapat akan lebih baik,” kata Musa yang juga mantan Ketua APPMI dan salah satu pendiri JFFF.

Begitu pun beberapa desainer yang membawa koleksi siap pakai. Mereka juga berharap transaksi besar. Pasalnya, pasar di dalam negeri dinilai banyak yang belum siap menerima produk siap pakai dengan unsur kerajinan tangan seperti yang banyak hadir di event ini.

“Ritel saya kan bukan ritel yang massal sekali. Industri saya juga bukan industri seperti Pulo Gadung. Baju-baju saya

banyak craftsmanship-nya dan di sini pasarnya kebanyakan belum siap,” kata Carmanita.

Desainer yang gemar ber-main dengan teknik moulage ini menjelaskan produknya lebih disambut oleh pusat perbelan-jaan luar negeri. Salah satunya Harrods di London, Inggris. “Untuk di dalam negeri, tugas kita adalah mengemas pasar dulu untuk menerima industri fesyen seperti ini.”

Memahami pasar yang masih perlu dibentuk, Carmanita pun lebih menggunakan event fe-syen ini sebagai ajang promosi. Hal yang sama juga diakui Widhi yang membawa gaun-gaun malam siap pakai deluxe.

Di sisi lain, Yongki Budi-

sutisna dan Syahreza Muslim melihat faktor sedikitnya pe-ngunjung sebagai salah satu kendala untuk berharap pasar besar. Memang, di beberapa peragaan terutama peragaan yang berlangsung sore hari, 700 kursi yang tersedia di ballroom tersebut kebanyakan kosong.

Spanduk dan banner yang dipasang Grup Summarecon sebagai penyelenggara di ber-bagai tempat di sekitar pusat belanja belum mampu meng-ajak pengunjung mal untuk datang menonton peragaan.

Jalan panjang memang masih harus ditempuh untuk men-jadikan event ini salah satu mo-tor industri fesyen kita. (SN/Big/M-7)

Mengemas Pasar Industri Fesyen

Merry Pramono Arie SeputraBarli AsmaraStephanus HamyMI/ADAM DWI MI/ADAM DWI MI/ADAM DWI MI/ PANCA SYURKANI

AnneAvantie

dber

warna-wa

DennyWirawan

gb

dcapr

“Sayabua

EraSoekamto

JAKARTA memang belum menjadi kota tujuan pecinta mode Asia, bahkan Asia

Tenggara. Cita-cita yang sering diutarakan di berbagai event pera-gaan busana itu masih butuh perjalanan pan-jang.

M e s k i b e g i t u , a d a y a n g t e t a p menggembirakan

dari event-event ini. Eksplorasi kain adati tidak pernah usai.

Ini juga yang terlihat di Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF). Di tahun kedelapan penyeleng-garaan ini, event yang berlangsung di Ho-tel Harris, Kelapa Gading, Jakarta Utara, ini lagi- lagi menonjolkan kekuatan budaya yang ada di Tanah Air, yakni lewat tema Incultur-ation.

M a k n a p e r p a -d u a n b u -daya y a n g t e r s u r a t dari tajuk itu nyatanya bukan sekadar menyajikan fesyen yang nasiona-lis atau disebut juga fashionalism . Na-mun juga daya tarik mode.

Hal ini sudah ter-lihat sejak peragaan

pertama koleksi Anne Avantie yang berlang-sung Senin (16/5). Pera-

FOTO-FOTO: MI/ PANCA SYURKANI

Thomas Sigar Widhi Budimulia