copy of kti kearifan lokal kak tini
DESCRIPTION
kearifanTRANSCRIPT
Karya Tulis Ilmiah (KTI)
MANAJEMEN DAN GAYA KEPEMIMPINAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MENUJU SEKOLAH BERBUDAYA MUTU SERTA BERPRESTASI
DI SD NEGERI 5 KOTA LANGSA
Oleh:
Dra. SUHARTINI, M.PdNIP. 19690927 198910 2 001
Kepala SD Negeri 5 Kota Langsa
Disampaikan padaPemilihan
Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi Tingkat Propinsi Tahun 2015
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALDIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK
DAN TENAGA KEPENDIDIKAN LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN
KOTA LANGSA2015
LEMBARAN PENGESAHAN
MANAJEMEN DAN GAYA KEPEMIMPINAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MENUJU SEKOLAH BERBUDAYA MUTU SERTA BERPRESTASI
DI SD NEGERI 5 KOTA LANGSA
Oleh:
Dra. SUHAR TINI, M.Pd NIP. 19690927 198910 2 001
Menyetujui:Pengawas Sekolah Binaan
NUR ISMA,S.Pd NIP. 19580126 197701 2 001
Mengetahui:Kepala Dinas Pendidikan Kota Langsa
Drs. SAIFUDDIN RAZALI,MM,M.Pd NIP. 19600316 198603 1 003
KATA PENGANTAR
Kepada Allah kita berserah diri, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-
Nya lah kita dapat melaksanakan segala kewajiban kita dan tanggung jawab kita
di muka bumi ini. Amin.
Salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian di era globalisasi
sekarang ini adalah masalah identitas kebangsaan. Derasnya arus globalisasi
dikhawatirkan akan berdampak pada terkikisnya rasa kecintaan terhadap budaya
lokal. Agar eksistensi budaya lokal tetap kukuh, maka kepada generasi penerus
bangsa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap budaya daerah. Salah satu cara yang
dapat ditempuh guru di sekolah adalah dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai
kearifan lokal (local wisdom) dalam proses pembelajaran di sekolah. Dengan
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam pembelajaran diharapkan
nasionalisme siswa akan tetap kukuh terjaga di tengah-tengah derasnya arus
globalisasi.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah (KTI) ini masih
jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak selalu penulis harapkan.
Langsa, Mei 2015
Penulis,
Dra. Suhartini, M.PdNIP. 19690927 198910 2 001
ABSTRAK
Sekolah berbasis kearifan lokal memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari budaya lokal yang ada di daerah. Kegiatan tersebut dapat dilakukan dalam proses pembelajaran, seperti yang diterapkan oleh SD Negeri 5 Kota Langsa. Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk program, pelaksanaan dan strategi penerapan pembelajaran berbasis kearifan lokal di SD Negeri 5 Kota Langsa. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah wakil kepala sekolah, dan guru SD Negeri 5 Kota Langsa. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkana; (1) program pembelajaran berbasis kearifan lokal di SD Negeri 5 Kota Langsa terintegrasi dalam mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler, (2) pelaksanaan kearifan lokal tertuang dalam kerajinan tangan seperti membuat makanan khas Aceh dan menyulam, tari-tarian Aceh, dan bahasa Aceh. Selain itu kearifan lokal juga dilaksanakan selama proses pembelajaran seperti budaya salam, dan budaya mengaji, dan (3) Strategi yang digunakan SD Negeri 5 Kota Langsa dalam mensukseskan program pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah membuat team work, menyiapkan fasilitas penunjang, melakukan strategi pelaksanaan, melakukan kerjasama dengan pihak luar, dan menjalin kerjasama dengan masyarakat.
Kata kunci: Pembelajaran, kearifan lokal
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………… iABSTRAK………………………………………………………..……..… iiDAFTAR ISI……………………………………………………...…….… iiiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang …………........................................................ 1B. Rumusan Masalah................................................................... 3C. Tujuan Penulisan Karya Tulis Ilmiah....................................... 4D. Manfaat Penulisan Karya Tulis Ilmiah…………………....…. 4
BAB II LANDASAN TEORITISA. Pembelajaran Kearifan Lokal di Sekolah Dasar ......…..……... 5B. Kearifan Lokal ...............................................................…….. 8C. Langkah Mengimplementasikan Kearifan Lokal ..………...… 11D. Pengembangan Sekolah Berbasis Kearifan Lokal……………. 15
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ………….............................................. 18B. Jenis Penelitian………………………………………………. 18C. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………… 19D. Subjek Penelitian…………………………………………….. 19E. Teknik Pengumpulan Data…………………………………… 19F. Teknik Analisis Data…………………………………………. 20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian......................................................................... 21B. Pembahasan Hasil Penelitian….………………………...……. 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan……......................................................................... 28B. Saran-saran…………………...………………………...……. 28
DAFTAR PUSTAKA…………..........…………………………......…...…… 29LAMPIRAN...................................................................................................... 30
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kearifan lokal merupakan segala sesuatu yang menjadi ciri khas suatu
daerah, baik berupa makanan, adat istiadat, tarian, lagu maupun upacara daerah.
Ma’mur (2012:45) mengartikan kearifan lokal atau keunggulan lokal adalah
segala sesuatu yang menjadi ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi,
budaya, teknologi informasi, komunikasi, ekolago, dan sebagainya.
Pemerintah telah melakukan langkah nyata untuk melestarikan kearifan
lokal dan berbudaya mutu pada setiap daerah melalui jalur pendidikan, yaitu
diawali dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Kurikulum tersebut memberikan wewenang kepada satuan pendidikan untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, tak terkecuali
dalam hal kearifan lokal dan berbudaya mutu daerah. Tentu saja hal ini akan
membawa dampak pada pengembangan kurikulum di seluruh satuan pendidikan
di Indonesia karena menyesuaikan dengan potensi daerah yang dimiliki. Hal ini
sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 17 ayat 1 yang menyebutkan bahwa:
Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Rahyano (2009:9) berpendapat: Faktor-faktor yang menjadikan
pembelajaran kearifan lokal memiliki posisi yang strategis adalah sebagai berikut:
1. Kearifan lokal merupakan pembentuk identitas yang inheren sejak lahir.2. Kearifan lokal bukan sebuah keasingan bagi pemiliknya.3. Keterlibatan emosional masyarakat dalam penghayatan kearifan lokal
kuat.4. Pembelajaran kearifan lokal tidak memerlukan pemaksaan.5. Kearifan lokal mampu menumbuhkan harga diri dan percaya diri.6. Kearifan lokal mampu meningkatkan martabat Bangsa dan Negara.
Sekolah berbasis kearifan lokal memberikan fasilitas kepada siswa untuk
mempelajari budaya lokal yang ada di daerah tinggal. Sedangkan pengembangan
budaya mutu yang dilakukan oleh sekolah dalam rangka mencapai keefektifan
pendidikan di sekolah tentunya dijiwai oleh spirit dan nilai-nilai hasil identifikasi.
Pengembangan budaya mutu tersebut melalui tim khusus dan melibatkan semua
warga sekolah, kemudian ditetapkan dengan kebijakan sekolah. Spirit dan nilai-
nilai yang dijadikan sebagai sumber budaya mutu pada sekolah unggul antara lain:
(1) spirit dan nilai-nilai perjuangan, (2) spirit dan nilai-nilai ibadah, (3) spirit dan
nilai-nilai amanah, (4) spirit dan nilai-nilai kebersamaan, (5) spirit dan nilai-nilai
disiplin, (6) spirit dan nilai-nilai profesionalisme, dan (7) spirit dan nilai-nilai
menjaga eksistensi sekolah (Moedjiarto, 2002:62).
Kegiatan pengembangan sekolah berbasis kearifan lokal dan berbudaya
mutu tersebut dapat dilakukan dalam proses pembelajaran. Tidak hanya berupa
kegiatan, pada proses pembelajaran bukan hanya menyampaikan budaya kepada
siswa, melainkan lebih kepada menggunakan budaya tersebut agar siswa
menemukan makna, kreativitas, dan memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang materi yang sedang dipelajari. Masing-masing guru memiliki
kreativitas untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran berbasis kearifan
lokal. Selain itu, guru juga harus berani mengambil resiko untuk menciptakan
proses pembelajaran yang kreatif.
Dengan menempatkan kearifan dalam proses pembentukan individu, para
insan pendidik, seperti guru, orang tua, staf sekolah, masyarakat dan lain-lain
diharapkan semakin dapat menyadari pentingnya sekolah berbasis kearifan lokal
sebagai sarana pembudayaan. Sekolah diharapkan menciptakan lulusan tidak
hanya unggul secara akademik tetapi menjadi insan yang cinta akan budayanya
sendiri.
SD Negeri 5 Kota Langsa merupakan salah satu sekolah tingkat dasar
yang berada di Kota Langsa dan merupakan sekolah unggulan dan berprestasi
dalam menciptakan peserta didik yang unggul dalam imtaq dan iptek. Salah satu
upaya SD Negeri 5 Kota Langsa menciptakan siswa berprestasi baik dalam bidang
imtaq dan iptek adalah melalui pemberian pembelajarn berbasis kearifan lokal,
dalam hal ini menggunakan kearifan suku Aceh. Lembaga ini mengintegrasikan
kearifan lokal tersebut melalui beberapa strategi ke dalam pembelajarannya,
seperti siswa bersalaman dengan guru ketika memasuki pintu gerbang sekolah dan
pulang sekolah (budaya salam) melakukan pengajian sebelum pembelajaran
berlangsung di dalam kelas selama 15 menit dan berbagai aktifitas serta kegiatan
siswa yang berhubungan dengan pembentukan karakter melalui kearifan lokal.
Selain itu SD Negeri 5 Kota Langsa juga menerapkan pendidikan berbudaya mutu
pada kegiatan ekstrakurikuler, seperti kegiatan menari tarian Aceh dan lain-lain
yang berbudaya lokal, sehingga tidak mengherankan jika SD Negeri 5 Kota
Langsa ditetapkan sebagai juara Harapan II Tingkat Nasional dalam menerapkan
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.
Keberhasilan implementasi pembelajaran berbasis kearifan lokal dan
berbudaya mutu tersebut, tidaklah terlepas dari peran penting kepala sekolah
selaku penanggung jawab dalam mengelola program pendidikan, seperti pendapat
Idris (2005:59) yang menyatakan: “Kualitas lulusan pendidikan dipengaruhi oleh
kualitas manajemen sekolah. Kepala sekolah sangat berperan dalam menciptakan
suasana belajar yang menarik dan efektif, komitmen dan tanggung jawab guru,
serta kepatuhan peserta didik untuk belajar”.
Selain kemampuan manajemen, keberhasilan kepala sekolah dalam
mempengaruhi guru dalam melaksanakan program pembelajaran kearifan lokal
menuju sekolah berprestasi dan berbudaya mutu, tidak terlepas dari pada jenis
gaya kepemimpinan yang diterapkan. Rivai (2008:60) menyatakan pendapatnya
tentang gaya kepemimpinan, yaitu:
Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang dapat digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah perilaku atau strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin, jadi gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.
Melalui gaya kepemimpinan, kepala sekolah akan mampu mempengaruhi
guru, toleransi terhadap resiko, kriteria pengubahan dan sebagainya. Kepala
sekolah dalam meningkatkan kemampuan guru, tentulah menggunakan
pendekatan-pendekatan, dan strategi yang mampu membawa perubahan
kemampuan pada guru, sehingga guru akan dapat menerima bimbingan dengan
penuh tanggung jawab.
Inilah yang mendasari penulisan karya tulis ilmiah ini, untuk
menggambarkan (deskriptif) lebih mendalam mengenai manajemen dan
kepemimpinan berbasis berbasis kearifan lokal menuju sekolah berbudaya mutu
serta berprestasi di SD Negeri 5 Kota Langsa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah adalah: “Bagaimanakah manajemen dan gaya
kepemimpinan berbasis kearifan lokal menuju sekolah berbudaya mutu serta
berprestasi di SD Negeri 5 Kota Langsa?”
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan karya tulis
ilmiah ini adalah untuk mendeskripsikan:
1. Perencanaan program pembelajaran berbasis kearifan lokal oleh kepala SD
Negeri 5 Kota Langsa menuju sekolah berprestasi dan berbudaya mutu
2. Pelaksanaan program pembelajaran berbasis kearifan lokal oleh kepala SD
Negeri 5 Kota Langsa menuju sekolah berprestasi dan berbudaya mutu
3. Pengawasan program pembelajaran berbasis kearifan lokal oleh kepala SD
Negeri 5 Kota Langsa menuju sekolah berprestasi dan berbudaya mutu
4. Gaya kepemimpinan kepala SD Negeri 5 Kota Langsa menerapkan program
pembelajaran berbasis kearifan lokal oleh kepala SD Negeri 5 Kota Langsa
5. Program dan strategi pembelajaran berbasis kearifan lokal SD Negeri 5 Kota
Langsa menuju sekolah berprestasi dan berbudaya mutu
D. Manfaat Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Karya tulis imiah ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Bagi guru
1) Memberi gambaran bagaimana penerapan pembelajaran berbasis kearifan
lokal di SD Negeri 5 Kota Langsa
2) Sebagai upaya untuk menindaklanjuti pembelajaran berbasis kearifan lokal
yang telah diamanahkan oleh pemerintah.
b. Bagi sekolah
1) Hasil karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai refleksi pelaksana
pembelajaran berbasis kearifan lokal.
2) Hasil karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai informasi bagi semua
tenaga pengajar mengenai pembelajaran berbasis kearifan lokal
c. Bagi Dinas Pendidikan
1) Sebagai gambaran penerapan pembelajaran berbasis kearifan lokal
2) Upaya pengembangan kebijakan tersebut supaya lebih optimal.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Arti manajemen
Manajemen adalah proses yang dilaksanakan oleh manajer agar organisasi
berjalan menuju pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Hakekat manajemen
secara sederhana adalah proses mengoptimalkan kontribusi manusia, material,
anggaran untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen dikatakan sebagai ilmu karena manajemen dipandang sebagai
suatu bidang yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana
orang bekerja sama. Siswanto (2007:2) mengatakan bahwa: “Manajemen adalah
seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan
pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan”.
Dikatakan sebagai ilmu karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara
dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Dipandang sebagai profesi
karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi
manajer, dan para profesional dituntun oleh suatu kode etik.
Handoko (2002:8) mengatakan: “Manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasi pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi
dan penggunaan sumber daya, sumber daya organisasi lainnya agar mencapai
tujuan orgarnisasi yang telah ditetapkan”.
Berbagai kegiatan ini biasanya didasarkan pada berbagai metoda, rencana
atau logika, bukan hanya atas dasar dugaan atau firasat. Pengorganisasian berarti
bahwa para manajer mengkoordinasikan sumber daya-sumber daya manusia dan
material organisasi. Kekuatan suatu organisasi terletak pada kemampuannya untuk
menyusun berbagai sumber dayanya dalam mencapai suatu tujuan. Semakin
terkoordinasi dan terintegrasi kerja organisasi, semakin efektif pencapaian tujuan-
tujuan organisasi.
B. Fungsi-fungsi Manajemen
Selanjutnya, dalam manajemen terkandung fungsi-fungsi manajemen,
seorang manajer harus mengetahui manajemen dan melaksanakan kegiatan yang
dinamakan fungsi manajemen. Handoko (2002:23) mengatakan:
Lima fungsi penting dari manajemen yaitu 1) planning, 2) organizing, 3) staffing, 4) leading, dan 5) controlling. Artinya yaitu menentukan tujuan yang akan dicapai serta yang harus diperbuat, menemukan berbagai kegiatan penting serta memberi kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi tersebut, menentukan keperluan SDM yang berkualitas, mengarahkan perilaku manusia kearah tujuan organisasi serta menentukan sebab penyimpangan dan pengambilan tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.
Siagian (2002:26) menyatakan secara lebih sederhana mengenai fungsi-
fungsi dalam manajemen: “Fungsi-fungsi dalam manajemen mencakup
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakkan
(actuating), dan pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk menjadikan
visi menjadi aksi”. Keempat fungsi manajemen tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Perencanaan
Perencanaan pada pendidikan adalah suatu cara berpikir yang prosesnya
sistematis, analisis, logika, dapat dikerjakan dan manusiawi mengenai apa yang
dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa pelaksanaanya dan kapan suatu
kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan secara lebih
efektif serta efesien. Sehingga proses pendidikan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat. Handoko (2002: 25) menyatakan:
Perencanaan harus dilakukan dengan baik dan tepat sehingga diperlukan pakar yang merencanakannya. Perencanaan yang baik minimal harus memiliki persyaratan sebagai berikut: (1) Pembuatnya yang paham organisasi, (2) Paham perencanaan, (3) Membuat perincian yang teliti, (4) Bersama membuatnya, (5) Memikirkan resiko serta solusinya, (6) Logika, dapat dikerjakan serta manusiawi, (7) Memikirkan proses pelaksanaannya, (8) Nyata serta beriorentasi pada masa datang, dan (9) Harus direkormendasi dari pihak yang berwenang.
Perencanaan adalah aktifitas pengambilan keputusan tentang sasaran apa
yang akan dicapai, tindakan apa yang akan diambil dalam rangka mencapai tujuan
atau sasaran. Siagian (2007:35) menyatakan bahwa: “Perencanaan merupakan
langkah konkret yang pertama-tama diambil dalam usaha pencapaian tujuan”.
Dengan demikian dalam perencanaan dianggap suatu tindakan untuk
mempersiapkan tindakan-tindakan untuk masa yang akan datang dengan jalan
membuat keputusan sekarang. Dalam perencanaan digariskan tujuan-tujuan apa
yang akan dicapai dan dikembangkan dalam program kerja untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
Fungsi perencanaan sangat urgen untuk mendapatkan keberhasilan suatu
organisasi maka segala sesuatu harus direncanakan terlebih dahulu sehingga
aktivitas yang akan dilakukan sudah diperhitungkan atau diprediksi segala akibat
dan solusinya.
2. Pengorganisasian
Apabila perencanaan telah mempunyai tujuan serta program kerja, maka
langkah berikutnya adalah mengorganisir semua staf yang ada agar semua tugas,
tanggung jawab, wewenang dan seluruh komponen kerja sama dapat dilaksanakan
secara harmonis sehingga tujuan yang hendak dicapai akan berhasil dengan baik.
Untuk itu perlu dukungan dan seluruh warga sekolah maupun yang terkait dengan
peningkatan mutu pendidikan yang dilaksanakan pada sekolah yang
melaksanakan program tersebut.
Pengorganisasian adalah sistem kerjasama sekelompok orang, yang
dilakukan dengan pembidangan dan pembagian seluruh pekerjaan dengan
membentuk sejumlah satuan atau unit kerja, yang menghimpun pekerjaan sejenis
dalam satu satuan atau unit kerja. Kemudian dilanjutkan dengan menetapkan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dengan mengatur hubungan
kerjanya, baik secara vertikal, horizontal maupun diagonal. Tilaar (2006:195)
mengemukakan:
Kerja sama dalam sebuah organisasi hanya dapat terwujud bila orang-orang yang terlibat dalam organisasi saling berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Selain itu, beban tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka sesuai dengan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman mereka. Dengan adanya komunikasi dan keselarasan diantara mereka maka tujuan organisasi dapat tercapai.
Kerjasama dilakukan dengan saling memberikan informasi/data keterangan,
bertukar pikiran, pendapat, pengalaman, penyampaian saran dan kritik yang sehat,
rapat, diskusi dan lain-lain. Dalam usaha melaksanakan tugas pokok organisasi
agar berlangsung efektif dan efisien. Kerjasama yang dilaksanakan melalui
jaringan kerja internal berarti juga koordinasi Secara vertikal horizontal dan
diagonal, antar unit/satuan kerja yang tugas pokoknya masing-masing merupakan
bagian dan tugas pokok organisasi, bersifat saling mempengaruhi satu dengan
yang lain.
3. Pengarahan
Kepemimpinan pendidikan harus mampu melaksanakan fungsi tersebut
secara mendidik sehingga semua yang dipengaruhi, dibimbing, diarahkan maupun
dikelola sehingga akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan panggilan
jiwanya sendiri. Siagian (2007:95) mengemukakan: “Pengarahan dapat diartikan
sebagai keseluruhan usaha, cara, teknik dan metode untuk mendorong para
anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi
tercapaianya tujuan organisasi dengan efektif dan efesien”.
Pemberian arahan, khususnya dalam organisasi pendidikan di sekolah
ditujukan agar setiap personal yang terlibat dalam sekolah dapat menjalakan
kewajiban sesuai dengan beban tugas yang diberikan kepada mereka. Kegiatan
bimbingan ini biasanya dilakukan oleh kepala sekolah dengan cara memberikan
petunjuk kepada para anggotanya sehingga mereka dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi
perkembangan sekolah.
4. Pengawasan
Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan apakah sudah sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan maka pengawasan diperlukan untuk memonitor
kegiatan. Nawawi (2003:115) menyatakan: “Pengawasan dapat dianggap sebagai
aktifitas untuk menentukan. Mengoreksi penyimpangan-penyimpangan dalam
hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan”. Dengan
demikian pengawasan merupakan proses menetapkan pekerjaan yang sudah
dilakukan, menilainya, mengoreksi, apabila diperlukan dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Kegiatan memonitor yang dilaksanakan yaitu untuk mengetahui program
pendidikan yang telah diselesaikan serta tujuan-tujuan yang telah dicapai.
Atmodiworo (2000:177) mengemukakan bahwa:
Tujuan pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan-penyimpangan, pemborosan-pemborosan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan. Sasaran pengawasan ditujukan untuk mewujudkan efisiensi, efektivitas ketentuan dan ketertiban pelaksanaan program. Hasil pengawasan harus dijadikan bahan pengambilan keputusan untuk (1) Menghentikan penyimpangan, penyelewengan, dan pemborosan yang terjadi, dan (2) Mencegah tidak terulangnya tindakan penyimpangan, penyelewengan dan pemborosan.
Setelah pelaksanaan pengawasan, kemudian diadakan evaluasi sehingga
dengan evaluasi tersebut akan dapat diketahui hasilnya serta dapat tercapai dengan
baik.
C. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan
Kepemimpinan pendidikan meliputi kepedulian terhadap usaha-usaha
peningkatan mutu pendidikan di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dalam hal
ini mutu pendidikan dapat diartikan sebagai kemampuan satuan pendidikan baik
teknis maupun pengolahan yang profesional yang mendukung proses belajar
peserta didik sehingga dapat mencapai prestasi belajar yang optimal.
Kepemimpinan pendidikan, kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di
sekolah, Wahjosumidjo (2000:83) menyatakan: ”Kepala sekolah dapat
didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengaar, atau
tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid
yang menerima pelajaran”. Mutu belajar mengajar di sekolah sangat ditentukan
oleh keberadaan kepala sekolah, sehingga dapat dikatakan semakin berkualitas
kepemimpinan kepala sekolah, maka semakin baik mutu sekolah yang
dipimpinnya. Anwar (2004:86) menyatakan: “Kepemimpinan pendidikan adalah
segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi personil di lingkungan pendidikan
pada situasi tertentu agar melalui kerja sama mau bekerja dengan penuh tanggung
jawab dan ikhlas demi tercapaianya tujuan pendidikan yang telah ditentukan”.
Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan untuk mengarahkan
merupakan faktor penting dalam produktivitas kerja organisasi. Susilo (2007:187)
mengatakan: “Ada empat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
pendidikan, yaitu:
1) Kemampuan mengorganisasikan dan membantu staf di dalam merumuskan perbaikan pengajaran di sekolah dalam bentuk program yang lengkap.
2) Kemampuan untuk membangkitkan dan memupuk kepercayaan pada diri sendiri dan guru-guru dan anggota staf sekolah lainnya.
3) Kemampuan untuk membina dan memupuk kerja sama dalam mengajukan dan melaksanakan program-progam supervisi
4) Kemampuan untuk mendorong dan membimbing guru-guru serta segenap staf sekolah lainnya agar mereka dengan penuh kerelaan dan tanggung jawab berpartisipasi secara aktif pada setiap usaha-usaha sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan sekolah itu sebaik-baiknya.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah menduduki dua
jabatan penting dalam satuan pendidikan untuk bisa menjamin kelangsungan
proses pendidikan sebagaimana yang telah digariskan oleh peraturan perundang-
undangan. Pertama, kepala sekolah adalah pengelola pendidikan sekolah secara
keseluruhan. Kedua, kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di
sekolahnya.
D. Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan dengan berbagai tipenya mencerminkan cara seseorang
dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Keberhasilan seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugas utamanya, tidak terlepas dari pada jenis gaya kepemimpinan
yang diterapkan. Mulyasa (2005:108) menyatakan: “Gaya kepemimpinan
merupakan suatu pola perilaku seorang pemimpin yang khas pada saat
mempengaruhi bawahannya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan,
cara pemimpin betindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk
gaya kepemimpinannya”. Selanjutnya, Rivai (2003:60) menyatakan pendapatnya
tentang gaya kepemimpinan, yaitu:
Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang dapat digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah perilaku atau strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin, jadi gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari keterampilan, sifat dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.
Secara teoritis gaya kepemimpinan yang dewasa ini digunakan. Siagian
(2007:12) menyatakan bahwa: “Tipologi yang umum dikenal ialah dengan
mengatakan bahwa para pejabat pimpinan dasarnya dapat dikategorikan pada lima
gaya kepemimpinan yang diterapkan, yaitu: (1) Gaya otokratis, (2) Gaya
paternalistik, (3) Gaya kharismatik, (4) Gaya laissez faire, dan (5) Gaya
demokratis”. Berikut merupakan uraian dari kelima gaya tersebut.
1. Gaya Otokratis
Pengambilan keputusan, seorang pemimpin yang otokratis akan bertindak
sendiri dan memberitahukan kepada para bawahannya bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu hanya berperan sebagai
pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama sekali dalam proses
pengambilan keputusan itu. Siagian (2007:13) menyatakan: “Dalam memelihara
hubungan dengan para bawahannya, pemimpin yang otokratis biasanya
menggunakan pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan statusnya dalam
organisasi dan kurang mempertimbangkan apakah kepemimpinannya diterima
dan diakui oleh para bawahan atau tidak”.
2. Gaya Paternalistik
Gaya pemimpin yang paternalistik menunjukkan kecendrungan-
kecendrungan dalam hal pengambilan keputusan, cara mengambil keputusan
sendiri dan kemudian berusaha menjual keputusan itu kepada para bawahannya.
Dengan menjual keputusan itu diharapkan tidak melibatkan dalam proses
pengambilan keputusan. Hubungan dengan para bawahan lebih banyak bersifat
kekeluargaan. Purwanto (2005:51) menyatakan bahwa: gaya pemimpin
paternalistik memiliki kecendrungan, antara lain:
a) Menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa.b) Bersifat selalu melindungic) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan.d) Hampir tidak pernah memberi kesempatan kepada bawahan untuk
berinisiatif sendirie) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
mengembangkan kreasi dan fantasinya.f) Sering bersikap selalu tahu akan apapun.
Seorang pemimpin yang menggunakan gaya yang paternalistik dalam
menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan pada umumnya bertindak dengan
dasar pemikiran bahwa apabila kebutuhan fisik para bawahan tersebut sudah
terpenuhi, para bawahan itu akan merencanakan perhatian kepada pelaksanaan
tugas yang menjadi tanggung jawabnya, padahal sudah diterima sebagai suatu
kebenaran ilmiah bahwa pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan bukanlah
satu-satunya alasan mengapa manusia mengabungkan diri dengan berbagai
organisasi, karena di samping kebutuhan yang bersifat primer dan berbentuk
kebendaan, masih banyak kebutuhan lain yang diharapkan terpenuhi pula.
3. Gaya Kharismatik
Gaya pemimpin yang kharismatik, memiliki daya pikat yang tinggi
sehingga kepemimpinannya diterima dan diakui oleh para pengikutnya yang
biasanya sejumlah besar tanpa selalu mampu menjelaskan mengapa mereka
menerima dan mengakui kepemimpinan orang yang bersangkutan. Dalam hal
pengambilan keputusan misalnya, seorang pemimpin yang kharismatik mungkin
saja bertindak Otokratis, dalam arti ia mengambil keputusan sendiri tanpa
melibatkan para bawahannya dan menyampaikan keputusan itu kepada orang
lain untuk di laksanakan. Ada pula kalanya pemimpin pada proses pengambilan
keputusan tersebut, yang menarik ialah apakah para bawahan hanya diberitahu
tentang sesuatu keputusan yang telah di ambil ataukah mereka dilibatkan,
tampaknya tidak dipersoalkan benar dan keputusan yang telah diambil itu
dilaksanakan secara ikhlas.
Pemahaman yang lebih mendalam tentang kepemimpinan yang
kharismatik, Siagian (2007:15) memberikan sifat-sifat gaya kharismatik seorang
pemimpin yaitu:
a) Mempunyai daya penarik yang sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut yang besar jumlahnya.
b) Pengikutnya tidak dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik mengikuti dan menaati pemimpin itu.
c) Pemimpin yang memiliki gaya karismatik tidak tergantung dari umur, kekayaan, dan kesehatan.
4. Gaya Laissez Faire
Pemimpin yang bergaya laissez faire sangat sedikit menggunakan
kekuatannya, bahkan memberikan suatu tingkat kebebasan yang tinggi terhadap
bawahannya di dalam segala tindakan. Pemimpin yang demikian biasanya
mempunyai ketergantungan yang besar pada para anggota kelompok untuk
menetapkan tujuan-tujuan dan alat-alat cara mencapaianya.
Pengambilan keputusan, pemimpin yang laissez faire akan
mendelegasikan seluruh tugas-tugas itu kepada para bawahannya, dengan
pengarahan yang minimal atau bahkan tanpa pengarahan sama sekali, dan tidak
hanya menyangkut keputusan yang sifatnya rutin dalam usaha memecahkan
berbagai masalah teknis repentitif, tetapi juga menyangkut hal-hal yang sifatnya
fundamental. Purwanto (2005:49) mengatakan: “Seorang pemimpin yang laissez
faire sering di anggap sebagai seorang yang kurang memiliki rasa tanggung
jawab yang wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya”.
5. Gaya Demokratis
Pandangan yang dominan dewasa ini tentang gaya kepemimpinan
mengatakan bahwa gaya yang demokratislah yang dipandang paling ideal.
Memang diakui bahwa dengan kepemimpinan yang demokratis tidak ada
jaminan bahwa organisasi akan berjalan mulus. Pada umumnya disadari bahwa
ada “biaya” yang harus dipikul oleh organisasi dengan adanya kepemimpinan
yang demokratis. Pemimpin yang demokratis dalam pengambilan keputusan
tercermin pada mengikutsertakan semua para bawahan. Siagian (2007:18)
mengemukakan:
Seorang pemimpin yang demokratis akan memilih model dan teknik pengambilan keputusan tertentu yang memungkinkan para bawahannya berpartisipasi. Secara psikologis tindakan demikian sangat baik karena dengan melibatkan para bawahan tersebut, diperkirakan mereka akan mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam melaksanakannya karena keputusan itu adalah keputusan sendiri dan karenanya kegagalan pelaksanaan keputusan yang telah diambil akan dirasakan sebagai kegagalan sendiri.
Pengalaman telah membuktikan bahwa melibatkan para bawahan dalam
proses pengambilan keputusan dapat berarti kelambatan karena pimpinan harus
mempertimbangkan berbagai sudut pandangan yang dikemukakan oleh mereka
yang turut terlibat.
E. Pembelajaran Kearifan Lokal di Sekolah Dasar
Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan formal yang
menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia 6-12 tahun. Pendidikan di
sekolah dasar bertujuan untuk memberi bekal kemampuan dasar kepada anak
didik berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya
sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan mempersiapkan mereka
melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan sekolah menengah pertama
(Suharjo, 2006:1).
Melihat pendapat tentang pendidikan sekolah dasar tersebut, maka sekolah
dasar dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan formal yang meletakkan dasar
pendidikan kepada peserta didik untuk menempuh jenjangpendidikan di atasnya.
Oleh karena itu di sekolah dasar peserta didik harus diberi wawasan pengetahuan
yang jelas agar tidak mengaburkan pengetahuannya di jenjang pendidikan
selanjutnya.
Sekolah dasar tidak hanya memiliki peran untuk membentuk peserta didik
menjadi generasi yang berkualitas dari sisi kognitif (pengetahuan), tetapi juga
harus membentuk sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan yang
berlaku. Apa jadinya jika di sekolah peserta didik hanya dikembangkan ranah
kognitifnya, tetapi diabaikan afektifnya? Tentunya akan banyak generasi penerus
bangsa yang pandai secara akademik, tapi lemah pada tataran sikap dan perilaku.
Hal demikian tidak boleh terjadi, karena akan membahayakan peran generasi
muda dalam menjaga keutuhan bangsa dan Negara Indonesia.
Salah satu nilai yang dapat dikembangkan di sekolah dasar adalah nilai
budaya lokal. Nilai ini penting dikembangkan mengingat sekarang ini banyak
pengaruh yang datang dari luar. Pengaruh itu tidak semuanya baik, tetapi ada pula
yang negatif. Salah satu pengaruh negatif yang perlu mendapat perhatian adalah
masuknya budaya-budaya asing yang dapat mengikis rasa cinta tanah air/cinta
budaya siswa yang merupakan generasi penerus bangsa.
Guna mencapai perannya tersebut, dalam proses pembelajaran di sekolah
dasar yang dilakukan oleh seorang guru tidak akan mampu berjalan lancar tanpa
dukungan dari beberapa komponen lainnya. Untuk itu dalam melakukan
pembelajaran di sekolah dasar seorang guru memerlukan beberapa komponen
yang mampu mendukung kelancaran berlangsungnya proses tersebut. Komponen-
komponen itu adalah:
a. Visi, misi, dan tujuan pendidikan;
b. Pendidik dan tenaga kependidikan;
c. Kurikulum/materi pendidikan;
d. Proses belajar mengajar;
e. Sarana dan prasarana pendidikan;
f. Manajemen pendidikan di sekolah;
g. Lingkungan eksternal pendidikan.
F. Kearifan Lokal
1. Pengertian kearifan lokal
Kearifan lokal menurut Alfian (2013:428) diartikan sebagai pandangan
hidup dan pengetahuan serta sebagai strategi kehidupan yang berwujud aktifitas
yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Sementara itu Setiyadi (2012:75) menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan
adat dan kebiasan yang telah mentradisi dilakukan oleh sekelompok masyarakat
secara turun temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya
oleh masyarakat hukum adat tertentu di daerah tertentu.
Pendapat ini mempunyai arti bahwa kearifan lokal mengacu pada
pengetahuan yang berasal dari pengalaman masyarakat dan merupakan akumulasi
dari pengetahuan lokal. Kearifan lokal ditemukan di dalam masyarakat, komunitas
dan individu. Selanjutnya Ahmad (2010:5) mendefinisikan:
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu sintesa budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang,
melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalamkehidupan sehari-hari bagi masyarakat.
Dari pendapat para ahli di atas, peneliti dapat mengambil benang merah
bahwa kearifan lokal merupakan gagasan yang timbul dan berkembang secara
terus-menerus di dalam sebuah masyarakat berupa adat istiadat, tata aturan/norma,
budaya, bahasa, kepercayaan, dan kebiasaan sehari-hari.
2. Bentuk Kearifan lokal
Asriati (2012:111) mengatakan bahwa bentuk kearifan lokal dalam
masyarakat dapat berupa budaya (nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat,
hukum adat, dan aturan-aturan khusus). Nilai-nilai luhur terkait kearifan lokal
ialah:
a. Cinta kepada Tuhan, alam semester beserta isinya.
b. Tanggungjawab, disiplin, dan mandiri.
c. Jujur.
d. Hormat dan santun.
e. Kasih sayang dan peduli.
f. Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah.
g. Keadilan dan kepemimpinan.
h. Baik dan rendah hati.
i. Toleransi,cinta damai, dan persatuan.
Ahmad (2010:34) mengemukakan kearifan lokal merupakan tata aturan
tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh aspek
kehidupan, berupa:
a. Tata aturan yang menyangkut hubungan antar sesama manusia, misalnya dalam
interaksi sosial baik antar individu maupun kelompok, yangberkaitan dengan
hirarkhi dalam kepemerintahan dan adat, aturan perkawinan antar klan, tata
karma dalam kehidupan sehari-hari
b. Tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam, binatang, tumbuh-
tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konservasi alam.
c. Tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib, misalnya
Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat, institusi,
kata-kata bijak, pepatah
Dalam masyarakat, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyayian,
pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam
perilaku sehari-hari. Sama halnya dengan pendapat Ridwan (2007:7) yang
mengatakan bahwa kearifan lokal ini akan mewujud menjadi budaya tradisi,
kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok
masyarakat tertentu.
Bahasa itu merupakan sebuah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat
setempat. Adat, kebiasaan, tradisi, tata nilai dan kebudayaan masyarakat
lingkungannya juga terekam di dalam bahasa daerah tersebut. Bahkan ada
beberapa masyarakat sangat membanggakan bahasa daerahnya. Kearifan lokal
suatu daerah bisa tercermin dari bahasa yang digunakan. Oleh karena itu setiap
bahasa daerah memiliki nilai luhur untuk menciptakan masyarakatnya
berkehidupan lebih baik menurut mereka (Rusdi, 2012:347).
3. Konsep Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Kearifan Lokal dalam hal ini juga dapat disebut dengan keunggulan lokal,
local genius atau local wisdom, seperti yang dikatakan oleh Kemendikbud bahwa
Istilah local wisdom, local genius, kearifan Lokal, yang kemudian disebut
keunggulan lokal (dalam Prasetyo, 2013:3). Kearifan lokal dapat dimasukkan ke
dalam pendidikan sebagai salah satu usaha untuk melestarikan budaya lokal yang
terdapat pada suatu daerah.
Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal menurut Prasetyo (2013:3)
merupakan usaha sadar yang terencana melalui penggalian dan pemanfaatan
potensi daerah setempat secara arif dalam upaya mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran, agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki keahlian, pengetahuan dan sikap dalam upaya ikut serta
membangun bangsa dan negara.
4. Tujuan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal
Pendidikan berbasis kearifan lokal tentu memiliki tujuan yang bersifat
positif bagi peserta didik, seperti dikatanakan oleh Asmani (2012:41) yang
menyebutkan beberapa tujuan pendidikan berbasis kearifan lokal yaitu:
a. Agar siswa mengetahui keunggulan lokal daerah tempat tinggal, memahami berbagai aspek yang berhubungan dengan kearifan lokal tersebut.
b. Mampu mengolah sumber daya, terlibat dalam pelayanan/jasa atau kegiatan lain yang berkaitan dengan keunggulan, sehingga memperoleh penghasilan sekaligus melestarikan budaya, tradisi, dan sumber daya yang menjadi unggulan daerah, serta mampu bersaing secara nasional dan global.
c. Siswa diharapkan mencintai tanah kelahirannya, percaya diri menghadapi masa depan, dan bercita-cita mengembangkan potensi lokal, sehingga daerahnya bias berkembang pesat seiring dengan tuntutan era globalisasi dan informasi.
G. Sekolah Berbudaya Mutu
Pengembangan budaya mutu yang dilakukan oleh sekolah unggul dalam
rangka mencapai keefektifan pendidikan di sekolah tentunya dijiwai oleh spirit
dan nilai-nilai hasil identifikasi.
Pengembangan budaya mutu tersebut melalui tim khusus dan melibatkan
semua warga sekolah, kemudian ditetapkan dengan kebijakan sekolah. Kebijakan-
kebijakan pengembangan budaya mutu yang telah diambil dan telah disepakati
tersebut yang disosialisasikan kepada semua warga sekolah baik melalui papan
pengumuman, surat, edaran, atau dilakukan komunikasi secara terbuka untuk dan
agar dimengerti, dipahami, disetujui, diikuti, dan dapat diterima sebagai kebijakan
atau aturan sekolah. Disamping itu juga dilakukan sosialisasi kepada orang tua
siswa. Setelah itu diimplementasi atau dilaksanakan bersama-sama. Selanjutnya
dilakukan evaluasi bersama melalui rapat rutin sekolah dan pertemuan-pertemuan
dengan wali siswa, yang didalamnya termasuk menerima masukan-masukan yang
berarti dalam rangka perbaikan sebagai tindak lanjut dalam keefektifan
pendidikan di sekolah.
Pengembangan budaya mutu sekolah merupakan pengembangan yang
dilakukan secara sistematik dengan dimulai dari perancangan melalui perumusan
tujuan termasuk identifikasi spirit dan nilai-nilai yang dijadikan landasan,
penetapan kebijakan, sosialisasi dan implementasi sampai dengan evaluasi
terhadap implementasi serta dilakukan perbaikan sebagai follow up nya.
Terkait dengan pembelajaran nilai-nilai berbudaya mutu di sekolah dasar,
menurut Sutarno (2008:7-6) ada empat macam pembelajaran berbasis budaya
mutu, yaitu:
a. Belajar tentang budaya, yaitu menempatkan budaya sebagai bidang ilmu.
Budaya dipelajari dalam program studi khusus, tentang budaya dan untuk
budaya. Dalam hal ini, budaya tidak terintegrasi dengan bidang ilmu;
b. Belajar dengan budaya, terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa
sebagai cara atau metode untuk mempelajari pokok bahasan tertentu.
Belajar dengan budaya meliputi pemanfaatan beragam untuk perwujudan
budaya. Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi
media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh
tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks
penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran;
c. Belajar melalui budaya, merupakan strategi yang memberikan kesempatan
siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna
yangdiciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan
budaya;
d. Belajar berbudaya, merupakan bentuk mengejawantahkan budaya itu dalam
perilaku nyata sehari-hari siswa. Misalnya, anak dibudayakan untuk selalu
menggunakan bahasa krama inggil pada hari Sabtu melalui Program Sabtu
Budaya.
Sementara itu Sutarno (2008: 7-10) menuliskan ada tiga macam model
pembelajaran berbasis budaya, yaitu:
a. Model pembelajaran berbasis budaya melalui permainan tradisional dan lagu-lagu daerah;
b. Model Pembelajaran berbasis budaya melalui cerita rakyat;c. Model pembelajaran berbasis budaya melalui penggunaan alat-alat
tradisional.
H. Langkah Mengimplementasikan Pembelajaram Kearifan Lokal
Sekolah berbasis kearifan lokal dan berbudaya mutu tidak serta merta
muncul begitu saja, melainkan terdapat proses dan langkah-langkah, sehingga
suatu sekolah dapat dikatakan berbasis kearifan lokal. Langkah-langkah tersebut
mulai dari mengumpulkan berbagai jenis kearifan lokal sampai pada
penerapannya dalam pendidikan baik terintegrasi dalam mata pelajaran maupun
menjadi mata pelajaran pengembangan diri. Penentuan jenis keunggulan lokal
dalam implementasinya di sekolah dalam pembelajaran, yang meliputi:
inventarisasi aspek potensi keunggulan lokal, analisis kondisi internal sekolah,
analisis lingkungan eksternal sekolah, dan strategi penyelenggaraan sekolah
berbasis kearifan lokal (Prasetyo, 2013:4).
Penjabaran langkah-langkah tersebut antara lain:
1. Inventarisasi aspek potensi keunggulan lokal, dilakukan dengan:
a. Mengidentifikasi semua potensi keunggulan daerah pada setiap aspek
potensi (SDA, SDM, Geografi, Sejarah, Budaya)
b. Memperhatikan potensi keunggulan lokal di kabupaten/kota yang
merupakan keunggulan kompetitif dan komparatif.
c. Mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi melalui dokumentasi,
observasi, wawancara, atau literatur.
d. Mengelompokkan hasil identifikasi setiap aspek keunggulan lokal yang
saling terkait.
2. Menganalisis kondisi internal sekolah, yaitu:
a. Mengidentifikasi data riil internal sekolah meliputi peserta didik, diktendik,
sarpras, pembiayaan dan program sekolah.
b. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sekolah yang dapat mendukung
pengembangan potensi keunggulan lokal yang telah diidentifikasi.
c. Menjabarkan kesiapan sekolah berdasarkan hasil identifikasi dari kekuatan
dan kelemahan sekolah yang telah dianalisis
3. Melakukan analisis lingkungan eksternal sekolah, yaitu:
a. Mengidentifikasi data riil lingkungan eksternal sekolah meliputi komite
sekolah, dewan pendidikan, dinas/instansilain.
b. Mengidentifikasi peluang dan tantangan yang ada dalam pengembangan
potensi keunggulan lokal yang telah diidentifikasi.
c. Menjabarkan kesiapan dukungan pengembangan Pendidikan berbasis
kearifan lokal berdasarkan hasil identifikasi dari peluang dan tantangan
sekolah yang telah dianalisis. Disamping itu, dalam melakukan analisis
lingkungan eksternal sekolah perlu memperhatikan tiga hal yaitu tema
keunggulan lokal, penetapan jenis keunggulan lokal, dan kompetensi
keunggulan lokal.
1) Dalam tema keunggulan lokal, harus diperhatikan bahwa:
a) Tema keunggulan lokal diartikan sebagai pokok pikiran atau ide
pokok dari keunggulan lokal yang akan dilaksanakan pada satuan
pendidikan.
b) Kemungkinan mendapat lebih dari pada 1 tema dapat terjadi. Dipilih
yang sangat potensial; paling kuat keterkaitannya dengan kesiapan
sekolah dan dukungan eksternal sekolah.
c) Tema sebagai sebuah label harus mampu menginspirasi serta
memotivasi warga sekolah melakukan suatu perubahan yang membuat
iklim dan budaya sekolah sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
d) Tema menggunakan kalimat yang singkat, jelas, dan mudah dipahami.
2) Penetapan Jenis Keunggulan Lokal, harus diperhatikan perlunya:
a) Mengidentifikasi semua alternatif jenis keunggulan lokal berdasarkan
tema yang telah ditetapkan.
b) Memilih satu alternatif jenis keunggulan lokal dengan memperhatikan
hal-hal sbb: (1) minat dan bakat peserta didik, yang dapat dihimpun
melalui angket, (2) kesiapan sumber daya sekolah (3) dapat menjadi
keunggulan komparatif atau keunggulan kompetitif satuan pendidikan.
c) Jenis keunggulan lokal menjadi acuan untuk mengembangkan
kompetensi tertentu yang harus dipenuhi oleh peserta didik ketika
lulus dari satuan pendidikan (pengembangan Standar Kompetensi
Lulusan/SKL).
3) Kompetensi Keunggulan Lokal, harus diperhatikan:
a) Kompetensi keunggulan lokal yang dikembangkan adalah Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar,
b) Standar Kompetensi keunggulan lokal adalah kualifikasi kemampuan
minimal peserta didik yang menggambarkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diharapkan dari jenis keunggulan lokal yang telah
ditentukan.
c) Kompetensi keunggulan lokal menggambarkan sejumlah kemampuan
yang harus dikuasai peserta didik dalam keunggulan lokal yang dipilih
sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi untuk digunakan
dalam pembelajaran.
4. Penentuan jenis keunggulan lokal adalah dengan melakukan strategi
penyelenggaraan PBKL, yaitu bahwa yang menjadi acuan dalam menentukan
strategi penyelenggaraan PBKL adalah:
a. Untuk kompetensi pada ranah kognitif (pengetahuan) maka strateginya
adalah dengan cara mengintegrasikan pada mata pelajaran yang relevan atau
melalui muatan lokal.
b. Untuk kompetensi pada ranah psikomotor (keterampilan) maka strateginya
adalah dengan menetapkan Mata Pelajaran Keterampilan.
c. Untuk kompetensi pada ranah afektif (sikap) dapat dilakukan dengan cara
Pengembangan Diri, Mata Pelajaran PKn, Mata Pelajaran Agama atau
Budaya Sekolah.
d. Strategi penyelenggaraan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan
kemampuan masing masing sekolah.
I. Pengembangan Sekolah Berbasis Kearifan Lokal dan Berbudaya Mutu
Asmani (2012:70) menjelaskan beberapa alternatif kiat sukses
pengembangan Sekolah berbasis Kearifan lokal antara lain:
1. Membuat Teamwork
Sekolah berbasis kearifan lokal membutuhkan konsentrasi besar, sehingga
tidak bisa dianggap sepele dan sekedar sampingan. Oleh karena itu, kepala
sekolah sangat perlu membuat team work yang khusus menangani sekolah
berbasis kearifan lokal. Tim inilah yang menggodok secara matang semua hal
yang terkait dengan program ini baik itu materinya, sarana prasarananya,
tenaga pengajarnya, prospek masa depannya, dan tindak lanjut ke depan.
2. Bekerja sama dengan Tokoh Masyarakat
Untuk lebih memantapkan dan mengefektifkan program sekolah berbasis
kearifan lokal, sekolah harus mengikutsertakan aparat dan tokoh masyarakat
dalam proses perencanaan, kajian, uji coba, dan mengambil keputusan.
Pelaksanaan program ini membutuhkan dukungan dari semua elemen
masyarakat lokal, sehingga keberadaan mereka harus diapresiasi dan ide-ide
mereka diakomodasi secara proporsional.
3. Mempersiapkan Software dan Hardware
Software berupa program kurikulum, dan tenaga pengajar, sedangkan
hardware berupa sarana dan prasarana yang menjadi fasilitas pendukung
pelaksanaan program harus disiapkan secara rapi.
4. Menyiapkan Strategi Pelaksanaan
Program ini membutuhkan strategi pelaksanaan yang tepat, baik itu ditaruh di
intrakurikuler ataupun ekstrakurikuler. Jika diintra, maka menjadi satu mata
pelajaran yang menjadi perhatian besar anak didik dan wajib diikuti oleh
semua anak. Bila di ekstrakurikuler, maka biasanya waktunya sore dan
disesuaikan dengan maniat dan bakat, namun waktunya lebih bebas, luas, dan
menyenangkan. Menentukan strategi pelaksanaan ini sangat penting supaya
bisa memprediksi hal yang akan terjadi dalam proses pelaksanaan, bias
mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi, sekaligus menyiapkan solusi
alternatif secara cepat, aplikatif, dan efektif.
5. Studi Banding
Studi banding ke lembaga pendidikan yang sudah sukses menerapkan sekolah
berbasis kearifan lokal bias mempercapat proses perencanaan, palaksanaan,
dan penentuan target. Studi banding dapat melahirkan imajinasi dan ide-ide
segar dalam mengembangkan sekolah berbasis kearifan lokal.
6. Mempersiapkan Siswa-Siswi yang Terampil
Untuk menjangkau masa depan yang kompetitif, dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu, siswa-siswi belajar di lembaga
pendidikan harus mempersiapkan untuk menguasai berbagai keterampilan.
7. Melibatkan Masyarakat Sekitar
Kesuksesan sekolah berbasis kearifan lokal harus dirasakan oleh masyarakat
sekitar. Oleh sebab itu, program ini harus melibatkan partisipasi masyarakat
sekitar dalam konteks perencanaan, kajian, perumusan, penetapan,
pelaksanaan, evaluasi, serta pengembangan secara intensif dan ekstensif,
sesuai dengan bidangnya masing-masing.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif karena menyajikan data yang berupa kata-kata dan bahasa. Sebagaimana
pengertian penelitian kualitatif yang didefinisikan oleh Moleong (2012:6) berikut
ini:
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Pendekatan kualitatif merupakan gambaran tentang permasalahan yang
sedang terjadi, dimana penguraian hasil penelitian dilakukan secara deskriptif.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
suatu bentuk penelitian yang paling dasar yang ditujukan untuk mendeskripsikan
atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat
alamiah ataupun rekayasa manusia (Sukmadinata, 2010:72). Dengan demikian
dapat diketahui bahwa tujuan utama dilakukannya penelitian deskriptif adalah
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang
diteliti secara tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan suatu keadaan,
melukiskan dan menggambarkan manajemen dan kepemimpinan berbasis berbasis
kearifan lokal menuju sekolah berprestasi dan berbudaya mutu di SD Negeri 5
Kota Langsa.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan April 2015 di
SD Negeri 5 Kota Langsa.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah wakil kepala sekolah, komite sekolah
dan guru SD Negeri 5 Kota Langsa
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti
melalui wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Moleong (2012:145)
mengatakan: “Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menggunakan teknik
wawancara, observasi dan kajian dokumentasi”.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman yang dibuat
berdasarkan kisi-kisi pengumpulan data. Pedoman tersebut sangat diperlukan
dalam proses berjalannya wawancara, sehingga wawancara tetap berada pada
fokus permasalahan. Moleong (2012:180) menyatakan: “Wawancara adalah
bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin
memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu”. Wawancara ini dilakukan secara
terstruktur dan tidak terstruktur dengan menggunakan catatan lapangan.
Untuk memperoleh data dokumentasi, peneliti mengambil dari dokumen-
dokumen yang berupa rencana kerja sekolah, program sekolah, kurikulum
sekolah, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Papan slogan dan.
Peneliti juga mengambil dokumentasi berupa foto dan papan slogan di lingkungan
sekolah yang berkaitan dengan implementasi pembelajaran berbasis kearifan lokal
di SD Negeri 5 Kota Langsa .
F. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini akan dilakukan secara berkesinambungan dari
awal sampai dengan akhir proses penelitian. Adapun proses awal analisis data
yaitu: (1) tahap perencanaan, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap pemisahan
data, (4) Data yang telah dipisahkan akan dikelompokkan sesuai dengan tujuan
penelitian, dan (5) tahap penyelesaian, dapat dilakukan dengan baik. Sedangkan
proses analisis data dalam penelitian ini meliputi (1) reduksi data, (2) penyajian
data, (3) verifikasi, dan (4) menarik kesimpulan.
Reduksi data, yaitu membuat abstraksi dari seluruh data yang diperoleh dari
hasil penelitian di lapangan atau menelaah kembali keseluruhan data yang telah
dukumpulkan (baik melalui wawancara, observasi maupun studi dokumen)
sehingga akan ditemukan data yang sesuai dengan kebutuhan untuk menemukan
jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Penyajian data adalah pengelompokan
data yang ada sedemikian rupa sehingga data akan tersusun secara sistematis
untuk dapat diambil kesimpulan. Penarikan kesimpulan merupakan upaya
memaknai data yang diperoleh. Verifikasi adalah proses untuk menyakinkan hasil
pengumpulan data dan pengolahan data secara trianggulasi.
Trianggulasi dilakukan dengan tahapan-tahapan yang dapat mengabsahkan
data. Setelah data diperoleh, dilakukan pengecekan dengan melihat sumber data
dan mengkonfirmasi dengan berbagai sumber sehingga data yang ada akan
memiliki kecenderungan yang sama dan akan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Manajemen perencanaan kepala sekolah terhadap program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Perencanaan merupakan dasar pelaksanaan suatu program, perencanaan
yang baik sangat erat kaitannya dengan keberhasilan proses pelaksanaan dalam
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Guru (GR-1) dalam suatu kesempatan wawancara mengatakan bahwa:
Strategi yang dilaksanakan kepala sekolah dalam perencanaan berpijak pada visi dan misi sekolah. Kemudian, kepala sekolah juga mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi program misalnya, apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan sekolah dalam melaksanakan program.
Guru (GR-2) juga menambahkan pendapatnya:
Kepala sekolah selalu menghimbau agar perencanaan sebuah kegiatan berpijak pada rambu-rambu visi dan misi sekolah, sehingga program yang disusun berada dalam koridor sekolah.
Hasil wawancara dengan guru (GR-3) mengatakan strategi kepala sekolah
dalam perencanaan program sebagai berikut:
Merumuskan tujuan, sasaran dan alternatif berdasarkan visi dan misi sekolah, menganalisis kekuatan dan kesiapan serta kelemahan sekolah terhadap program, mengarahkan dan membina bekerjasama dalam pelaksanaan program, memilih alternatif jika ada kendala, dan membuat laporan serta mengevaluasi pelaksanaan program.
Sehubungan dengan indikator dalam perencanaan, kepala sekolah
menghimbau kepada guru untuk selalu mempertimbangkan jumlah anggaran,
alokasi waktu, personil yang terlibat, kesiapan sarana dan prasarana serta dampak
program terhadap kemajuan sekolah.
Selanjutnya komite sekolah (KS-1) juga ikut menambahkan:
Kepala sekolah juga memakai strategi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam program. Namun demikian tidak semua usul kepala sekolah, komite sanggupi, karena komite juga ikut merevisi dan menambahkan berbagai program yang kira-kira layak dilaksanakan.
Guru (GR-4) dalam suatu wawancara mengatakan:
Penyusunan perencanaan, kepala sekolah melibatkan semua guru dan juga melibatkan komite sekolah dan orang tua siswa. Kepala sering mengatakan jika seseorang dilibatkan dalam perencanaan, maka secara tidak langsung orang tersebut akan merasa dihargai dan memiliki terhadap program, sehingga akan melaksanakan dengan penuh tanggung jawab, karena program yang disusun juga berdasarkan usulan bersama, sehingga akan menjadi tanggung jawab bersama.
Lain halnya dengan pendapat guru (GR-5) yang mengatakan bahwa:
Tidak mungkin kepala sekolah dapat merencanakan program dengan baik seorang diri, oleh karena itu kepala sekolah mengajak seluruh personil di sekolah untuk membuat perencanaan, karena kepala sekolah mempunyai tugas yang cukup banyak. Semakin banyak pendapat dalam perencanaan, maka perencanaan akan semakin baik.
Guru (GR-7) mengatakan:
Dalam rekruitmen personil terhadap sebuah program, kepala sekolah memperhitungkan kemampuan personil yang disesuaikan dengan program. Strategi kepala sekolah dalam perencanaan personil, terlebih dahulu mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan personil, sehingga personil yang ditempatkan dalam pelaksanaan program harus siap baik dari sisi kemampuan maupun sisi tanggung jawab dan loyalitas terhadap program.
Berikut merupakan hasil wawancara mengenai proses penyusunan
perencanaan. Kepala sekolah mula-mula kepala sekolah mengumumkan akan
adanya perencanaan program di sekolah, selanjutnya membicarakan dan menelaah
perencanaan tersebut. Penyusunan perencanaan dimulai dengan menetapkan
sasaran dan tujuan program, kemudian memilih apa saja yang menjadi alternatif
pelaksanaan baik mengenai pihak yang dilibatkan, berapa alokasi anggaran,
alokasi waktu, serta bagaimana pelaksanaan. Dengan adanya alternatif
perencanaan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan, kepala sekolah akan
dapat memperkirakan jika adanya permasalahan, maka akan dapat dicari jawaban
dengan menggunakan alternatif perencanaan.
Pendapat ini didukung oleh guru (GR-6) dalam suatu wawancara yang
mengatakan bahwa:
Jika kepala sekolah mempunyai program atau rencana baru, maka kepala sekolah mengatakan dalam rapat bulanan atau rapat mingguan yang sifatnya mendadak. Kepala sekolah lalu memberikan arahan mengenai apa-apa saja yang harus direncanakan, sasaran, tujuan dan siapa saja yang terlibat dalam program.
Komite sekolah (KS-3) dalam suatu kesempatan mengatakan:
Jika adanya perencanaan program, komite juga ikut terlibat. Prosesnya dimulai dengan arahan dari kepala sekolah mengenai sasaran dan tujuan program. Selanjutnya, kepala sekolah memperlihatkan program yang telah disusun, dan komite secara bersama kepala sekolah membicarakan apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dalam program serta merevisi program mana yang layak dan tidak.
Dalam perencanaan program, jumlah anggaran merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan program. Untuk anggaran, kepala sekolah mengatakan,
anggaran yang digunakan dalam program disesuaikan dengan kebutuhan program.
Jika anggaran yang sudah diplotkan tidak mencukupi, kepala sekolah akan
mencari berbagai alternatif, misalnya kepala sekolah akan membicarakan dengan
komite sekolah apa saja langkah-langkah yang ditempuh supaya anggaran
mencukupi. Contoh pelaksanaan seni, anggaran yang tersedia dari dinas tidak
mencukupi untuk kegiatan tersebut, untuk mengantisipasi hal ini, kepala sekolah
dengan komite sekolah mengundang orang tua siswa membicarakan hal tersebut.
Hasilnya, orang tua bersedia memberikan bantuan, sehingga program yang
direncanakan dapat dilaksanakan.
2. Manajemen pelaksanaan program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Setelah selesainya strategi perencanaan program oleh kepala sekolah,
berikut merupakan gambaran strategi kepala sekolah dalam pelaksanaan program.
Guru (GR-8) mengatakan bahwa:
Arahan kepala sekolah terhadap cara kerja meliputi bagaimana mekanisme kerja yang dilakukan dan disesuaikan dengan perencanaan program, tujuannya agar kerja yang dilakukan sesuai dengan prosedur sehingga tidak saling timpang tindih. Arahan mengenai pembagian kerja, kepala sekolah memberikan petunjuk dapat dilakukan dengan melihat ketua program, sekretaris, bendahara, dan seksi-seksi. Pembagian kerja yang diarahkan bertujuan untuk mengefektifkan kerja sesuai dengan tugas masing-masing sehingga akan terkoordinasi dengan baik.
Wakil kepala sekolah memberikan pendapat bahwa:
Arahan pelaksanaan program sebaiknya disesuaikan dengan perencanaan program, sehingga hasilnya akan optimal. Selain itu, kepala sekolah juga memberikan arahan agar pelaksanaan kegiatan harus benar-benar memperhatikan alokasi anggaran dan tepat waktu.
Komite sekolah (KS-2) juga mengatakan:
Arahan kerja antara kepala sekolah dan komite terfokus pada fungsi dan tugas masing-masing, sehingga antara komite dan kepala sekolah tidak terjadi penyimpangan kerja. Selanjutnya komite sekolah juga mengatakan arahan yang dilakukan akan memudahkan komite untuk melaksanakan peran dan fungsinya.
Sehubungan dengan koordinasi kerja oleh kepala sekolah, Guru (GR-3)
mengatakan:
Kepala sekolah selalu memantau dan mengevaluasi. Untuk koordinasi, kepala sekolah mengadakan pendekatan dengan pihak yang terlibat dalam program dengan menanyakan apa saja yang menjadi keberhasilan dan kendala dalam pelaksanaan program. Contohnya kegiatan ulang tahun Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, kepala sekolah berkoordinasi dengan guru yang terlibat dalam program. Jika ada kendala, kepala sekolah bersama guru bahkan komite sekolah akan bermusyawarah, dalam mencari jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi.
Komunikasi dan pemberian wewenang merupakan hal yang sangat penting
dalam pelaksanaan program, dengan adanya komunikasi yang baik serta
pemberian kepercayaan terhadap sebuah pekerjaan pada bawahan, akan membuat
pelaksanaan menjadi efektif.
Guru (GR-5) mengatakan:
Kepala sekolah dalam mengadakan komunikasi cenderung bersifat demokratis, terbuka serta mendorong para personil untuk lebih meningkatkan kualitas kerja. Komunikasi yang dilakukan kepala sekolah tidak hanya terbatas di sekolah, tetapi di mana saja, karena kepala sekolah sering mengatakan jika ada permasalahan sebaiknya harus segera diselesaikan sehingga tidak akan menganggu tugas dan tanggung jawab.
Guru (GR-10) mengatakan bahwa:
Dalam pemberian wewenang kepada bawahan, kepala sekolah memberikan kebebasan dalam mengambil sikap dan keputusan sepanjang tidak menyimpang dari koridor perencanaan program. Beliau mengatakan, dengan adanya pemberian otonomi luas guru akan lebih bersemangat dan lebih bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, sehingga hasilnya akan maksimal.
Komite sekolah (GR-1) mengatakan:
Dalam meningkatkan motivasi kerja komite sekolah, kepala sekolah sering bertukar pikiran dengan komite sekolah, kepala sekolah meminta pendapat dan saran tentang apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Kepala sekolah juga sering mengadakan hubungan dengan masyarakat sekutar sekolah, agar dapat membantu sekolah terutama mengawasi dan mencegah siswa yang cabut. Kerjasama ini tetap berjalan sampai sekarang.
3. Manajemen pengawasan kepala sekolah terhadap program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Pengawasan merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan, pengawasan
berfungsi untuk menilai sejauhmana tingkat kesesuaian antara perencanaan
dengan pelaksanaan. Pengawasan juga berfungsi sebagai koreksi terhadap
penyimpangan-penyimpangan dari pelaksanaan, dengan adanya pengawasan
terhadap sebuah kegiatan, maka akan diketahui apa saja yang menjadi tolak ukur
keberhasilan dan hambatan dalam pelaksanaan sebuah program.
Wawancara dengan kepala sekolah mengatakan bahwa:
Pengawasan yang dilakukan meliputi berbagai aspek antara lain: pengawasan terhadap kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan, pengawasan terhadap kerja personil, dan pengawasan terhadap langkah-langkah kerja. Selanjutnya, kepala sekolah juga menambahkan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi atau adanya penyimpangan dari perencanaan yang telah ditetapkan juga turut diawasi baik yang bersifat keberhasilan maupun kegagalan.
Guru (GR-9) dalam wawancara mengemukakan bahwa:
Setelah adanya pengawasan terhadap pelaksanaan program, kepala sekolah akan memanggil para personil yang terlibat dalam program, untuk menanyakan berbagai macam bentuk keberhasilan dan kendala yang dihadapi saat pelaksanaan program. Pembinaan yang dilakukan hanya bersifat arahan mengenai apa-apa yang harus dlakukan untuk mencegah penyimpangan dari perencanaan program.
Guru (GR-10) dalam suatu wawancara mengatakan:
Pengawasan yang dilakukan kepala sekolah selama ini hanya bersifat semi permanen, artinya tidak semua guru, kepala sekolah melaksanakan pengawasan terhadap kinerja guru, hanya beberapa orang guru saja. Hasil pengawasan ini dijadikan sebagai sampel terhadap keseluruhan kinerja guru, sedangkan secara menyeluruh diserahkan dan dipercayakan pelaksanaan pengawasan kepada guru-guru yang telah senior.
Wakil kepala sekolah juga menambahkan bahwa:
Kurangnya waktu serta banyaknya pekerjaan kepala sekolah sebagai pimpinan di skeolah menyebabkan, beliau menyerahkan dan mempercayakan pengawasan terhadap pelaksanaan program di sekolah kepada guru-guru yang telah dianggap senior. Bahkan kadang-kadang proses pembinaan itu sendiri ditanggulangi oleh guru senior, hal ini tidak membawa hasil yang optimal terhadap perubahan guru ke arah yang lebih baik. Jika sudah demikian, kepala sekolah secara langsung akan memanggil dan memberi arahan kepada guru tersebut.
Guru (GR-6) ikut menambahkan hasil wawancara di atas, dia mengatakan
bahwa:
Bagi guru yang belum melaksanakan tugasanya dengan baik, kepala sekolah akan memberikan bimbingan dan memonitoring tingkat perubahan. Namun demikian, pembinaan yang dilakukan bersifat demokratis dan kekeluargaan, serta meningkatkan motivasi kerja guru.
Dengan demikian pengawasan yang dilakukan bukanlah untuk mencari-cari
kesalahan guru dalam melaksanakan program, tetapi hanya mengoreksi dan
memperbaiki kinerja ke arah yang lebih baik. Dengan adanya pembinaan,
diharapkan adanya perubahan yang signifikan terhadap pelaksanaan program pada
masa yang akan mendatang. Namun harus diakui banyaknya pekerjaan yang
dilakukan, membuat pelaksanaan pengawasan lebih banyak dilakukan oleh para
wakil. Tetapi, kepala sekolah juga terus melihat dan memantau setiap pelaksanaan
program, artinya kepala sekolah juga tidak langsung percaya atas informasi dari
para wakil, namun tetap menjadi bahan pertimbangan.
4. Gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam menerapkan program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Kepala sekolah dalam memotivasi guru, arahan yang diberikan agar guru
lebih mengutamakan tugas, dimana kepala sekolah merasa senang jika tugas-
tugas yang diberikan kepada setiap guru bisa dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Dalam hal ini, kepala sekolah senantiasa berusaha agar setiap guru dapat
melaksanakan tugasnya seoptimal mungkin.
Wakil kepala sekolah dalam suatu kesempatan mengatakan:
Kepala sekolah menerapkan gaya demokratis dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah cenderung meminta pendapat atau masukan dari guru terhadap mekanisme pelaksanaan kegiatan. Selain itu, dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran, kepala sekolah
memberikan wewenang kepada ketua program studi bersama guru untuk membuat silabus pembelajaran dalam waktu yang telah ditentukan secara bersama.
Hal tersebut disetujui oleh guru (GR-5), yang mengatakan:
Penerapan gaya demokratis dalam pengambilan keputusan akan membuat guru lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. Selain itu, dengan pengambilan keputusan secara bersama, guru terlihat lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan program kegiatan di sekolah, karena guru merasa dilibatkan dan diberi kepercayaan untuk melaksanakan program.
Kepala sekolah sebagai pimpinan ingin selalu bersifat demokratis, namun
seringkali situasi dan kondisi menuntut kepala sekolah untuk bersikap harus
otokratis. Kadang-kadang sifat kepemimpinan ini lebih cepat digunakan dalam
mengambil suatu keputusan.
Pengambilan keputusan yang sifatnya mendadak atau tidak adanya
kebulatan suara dalam rapat serta belum tuntasnya perencanaan dan pelaksanaan
program berdasarkan jangka waktu yang telah ditentukan secara bersama, maka
kepala sekolah juga menerapkan gaya otokratis.
Hal ini didukung oleh pendapat guru (GR-2) yang mengatakan:
Dalam pengambilan keputusan, kepala sekolah biasanya memberikan spesifikasi mengenai batas-batas pilihan terakhir yang harus diambil dan persetujuan terlebih dahulu mungkin perlu atau tidak perlu diminta sebelum keputusan dilaksanakan. Tetapi jika tidak adanya keputusan yang diambil dalam rapat, maka kepala sekolah cenderung memutuskan atau mengambil keputusan sendiri, dimana guru harus melaksanakan keputusan tersebut.
Gaya demokratis juga diterapkan kepala sekolah dalam menjaga hubungan
dengan guru, artinya kepala sekolah dan guru saling memberikan informasi yang
dapat menunjang pendidikan di sekolah. Hubungan yang harmonis, guru akan
memberikan masukan-masukan terhadap kepala sekolah mengenai kekurangan-
kekurangan selama kepala sekolah menjadi pemimpin di sekolah. Masukan-
masukan tersebut lebih bersifat sebagai hubungan kerjasama dalam satu tim,
masukan tersebut cenderung bersifat kritikan yang membangun dan membuat
kepala sekolah akan memahami serta menyadari berbagai kesalahan
kepemimpinan selama ini. Namun demikian, ada juga guru yang memberikan
masukan tentang berbagai informasi dalam meningkatkan mutu sekolah.
Kritikan-kritikan tersebut disampaikan secara pribadi dalam ruangan kepala
sekolah ataupun secara kelompok. Informasi yang diberikan oleh guru akan
dipilah-pilah sesuai dengan kondisi sekolah. Dengan adanya penerimaan masukan
maupun kritikan dari guru terhadap kepala sekolah, guru cenderung akan semakin
loyalitas dan bertanggung jawab terhadap sekolah, karena ikut terlibatkan dalam
program sekolah.
Suasana pertemuan antara kepala sekolah dengan guru tersebut, cenderung
bersifat kekeluargaan bahkan kepala sekolah menerapkan gaya paternalistik
dengan guru-guru, hal ini dilakukan agar guru menjadi lebih terbuka dalam
menyampaikan berbagai informasi.
Umumnya kepala sekolah menggunakan gaya gabungan antara pembagian
tugas dan hubungan manusia. Pembagian tugas merupakan strategi kepala sekolah
yang lebih mengutamakan setiap tugas dapat dilaksanakan dengan baik oleh
masing-masing guru, sedangkan gaya hubungan manusiawi lebih mengutamakan
pemeliharaan hubungan manusiawi dengan masing-masing guru.
5. Program dan strategi pembelajaran berbasis kearifan lokal
Hasil wawancara dengan wakil kepala sekolah tentang program
pembelajaraan berbasis lokal dituangkan dalam kurikulum dan kurikuler, seperti
hasil wawancara berikut:
Implementasi kearifan lokal ditambahkan ke dalam program pendidikan kurikuler dan struktur kurikulum yang ada. Pelaksanaannya dapat berupa menambahkan mata pelajaran khusus kearifan lokal dalam struktur kurikulum atau menyelenggarakan program sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam kalender pendidikan. Model ini membutuhkan waktu tersendiri atau waktu tambahan, juga guru tambahan. Model ini dapat digunakan secara optimal dan intensif untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal pada peserta didik.
Dari wawancara di atas program kearifan lokal melekat dan terpadu dalam
program-program kurikuler, kurikulum yang ada, dan atau mata pelajaran yang
ada, bahkan proses pembelajaran. Model ini membutuhkan kesiapan dan
kemampuan tinggi dari sekolah, kepala sekolah dan guru mata pelajaran. Kepala
sekolah dan guru dituntut untuk kreatif, penuh inisiatif, dan kaya akan gagasan.
Guru dan kepala sekolah harus pandai dan cekatan menyiasati dan menjabarkan
kurikulum, mengelola pembelajaran, dan mengembangkan penilaian.
Keuntungannya model ini, adalah relatif murah, tidak membutuhkan ongkos
mahal, dan tidak menambah beban sekolah, terutama kepala sekolah, guru
ataupun peserta didik.
Sedangkan dari GR-1 mengatakan program implementasi kearifan lokal
ada yang berdiri sendiri, dipisah, dan dilepas dari program-program kurikuler,
atau mata pelajaran. Pelaksanaannya dapat berupa pengembangan nilai-nilai
kearifan lokal yang dikemas dan disajikan secara khusus pada peserta didik.
Penyajiaannya bisa terkait dengan program kurikuler atau bisa juga berbentuk
program ekstrakurikuler. Model ini memerlukan perencanaan yang baik agar tidak
salah penerapan, namun model ini masih dapat digunakan untuk membentuk
pribadi peserta didik secara komprehensif dan leluasa.
Berdasarkan dokumentasi program pembelajaran berbasis kearifan lokal di
SD Negeri 5 Kota Langsa terangkum seperti berikut ini.
1. Beribadah bersama atau shalat bersama setiap dhuhur (bagi yang beragama
Islam), berdoa waktu mulai dan selesai pelajaran, mengucap salam bila
bertemu guru, tenaga kependidikan, atau teman.
2. Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakater bangsa
diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-
nilai tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan nilai-nilai
itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini:
a. Mengkaji Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada
Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya;
b. Memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan nilai dan indikator
untuk menentukan nilai yang akan dikembangkan;
c. Mencantumkankan nilai-nilai budaya
d. Mencantumkan nilai-nilai yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP;
e. Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang
memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi
nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; dan
f. Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan
untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam
perilaku.
Budaya sekolah cakupannya sangat luas, seperti yang dikemukakan oleh
guru (GR-3) seperti berikut ini:
Kearifan lokal itu umumnya mencakup ritual, harapan, hubungan, demografi, kegiatan kurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, proses mengambil keputusan, kebijakan maupun interaksi sosial antar komponen di sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antaranggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan budaya mutu dan karakter
bangsa dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala
sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta
didik dan menggunakan fasilitas sekolah.
Secara khusus guru (Gr-3) mengatakan:
Ruang lingkup kearifan lokal dapat pula dibagi menjadi beberapa bagian antara lain: norma-norma lokal yang dikembangkan, ritual dan tradisi masyarakat serta makna disebaliknya, Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos dan ceritera rakyat yang biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang hanya dikenali oleh komunitas lokal; Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh masyarakat, tetua adat, pemimpin spiritual; Manuskrip atau kitab-kitab suci yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat; Cara-cara komunitas lokal dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari; alat-bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu; dan Kondisi sumberdaya alam/lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam penghidupan masyarakat sehari-hari.
Ditinjau dari segi tujuan program, guru (GR-3) mengatakan: Paling tidak kita memperkanalkan pada anak bahwa daerah kita mempunyai potensi. Potensi yang ada ini tidak kalah penting di banding dengan buatan luar negeri. Kemudian potensi ini dikemas dalam pembelajaran bagi anak. Biasanya anak hanya bisa makan, kemudian
dengan adanya penerapan sekolah berbasis kearifan lokal anak menjadi tahu tentang bahan dan proses untuk membuat makanan
Berbagai macam local wisdom tersebut merupakan potensi pengembangan
pendidikan berbasis kearifan lokal. Itulah sebabnya, dunia pendidikan perlu segera
merancang, menentukan model yang paling tepat untuk melakukan penyemaian
kearifan lokal. Kearifan lokal dapat menjadi corong pendidikan karakter yang
humanis.
Sedangkan strategi pelaskanaan program yang dilakukan kepala sekolah
menurut wakil kepala sekolah adalah:
SD Negeri 5 Kota Langsa melakukan 5 strategi dalam mengembangkan sekolah berbasis kearifan lokal yaitu membuat team work, menyediakan fasilitas penunjang, menyiapkan strategi pelaksanaan, melakukan kerjasama dengan pihak luar, dan melakukan kerjasama dengan masyarakat.
Pendapat wakil kepala sekolah juga didukung oleh guru kesenian (GR-3)
dalam suatu petikan wawancara berikut;
Sekolah telah membentuk tim pengembang sekolah berbasis kearifan lokal yang terdiri dari dua orang sebagai strategi mengembangkan sekolah berbasis kearifan lokal. Untuk mengembangkan kearifan lokal yang terdiridari beberapa guru kelas.
Beliau juga menambahkan:
Beberapa alternatif kiat sukses pengembangan Sekolah berbasis Kearifan lokal antara lain membuat teamwork, bekerja sama dengan aparat desa dan tokoh masyarakat, mempersiapkan software dan hardware, menyiapkan strategi pelaksanaan, studi banding, mempersiapkan siswa-siswi yang terampil dan melibatkan masyarakat sekitar.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi
yang digunakan SD Negeri 5 Kota Langsa dalam mensukseskan pelaksanaan
program pembelajaran berbasis kearifan lokal ada 5 cara yaitu membuat
teamwork, mempersiapkan software dan hardware, menyiapkan strategi
pelaksanaan, mempersiapkan home company, dan melibatkan masyarakat sekitar
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Manajemen perencanaan program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Berdasarkan hasil wawancara dengan, wakil kepala sekolah, guru dan
komite sekolah diperoleh keterangan bahwa strategi kepala sekolah dalam
merencanakan program pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah:
a. Perencanaan disusun berdasarkan visi dan misi sekolah
b. Kriteria-kriteria perencanaan disusun dengan mempertimbangkan berbagai
faktor kesiapan sekolah, baik faktor kesiapan SDM, anggaran, sarana dan
prasarana dan berbagai faktor lainnya.
c. Kepala sekolah melibatkan guru, komite sekolah dan orang tua siswa dalam
perencanaan program.
d. Proses perencanaan program dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan
program selanjutnya, penetapan pihak yang dilibatkan, perhitungan anggaran,
alokasi waktu, serta bagaimana pelaksanaan.
e. Perencanaan juga disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan
masyarakat sekitar.
Hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa kepala sekolah telah berupaya
untuk merencanakan program dengan sebaik mungkin, dengan
mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh dalam perencanaan.
Perencanaan yang baik, sangat mendukung terciptanya pelaksanaan yang baik
pula.
2. Manajemen pelaksanaan program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Dari segi pelaksanaan program beberapa bentuk kearifan lokal yang di
terapkan di SD Negeri 5 Kota Langsa dikembangkan melalui kegiatan intra dan
ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Asmani
(2012:70) yang mengatakan bahwa kearifan lokal dapat diletakkan
diintrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Bentuk kearifan lokal berupa pembuatan
makanan dan kerajinan tangan, SD Negeri 5 Kota Langsa juga memasukkan tari-
tarian Aceh dalam program kearifan lokal yang dikembangkan kedalam kegiatan
ekstrakurikuler.
Hasil penelitian memberikan petunjuk bahwa kepala sekolah terhadap
pelaksanaan program dengan penerapan program adalah:
1. Pemberian arahan meliputi cara kerja dan pembagian tugas kerja.
2. Arahan pelaksanaan program disesuaikan dengan perencanaan program,
dengan memperhatikan alokasi anggaran dan tepat waktu.
3. Strategi dalam pemberian wewenang, disesuaikan dengan kemampuan,
tanggung jawab dan loyalitas guru. Pemberian wewenang secara otonomi luas,
sepanjang tidak bertentangan dengan perencanaan program.
4. Untuk meningkatkan motivasi kerja guru, kepala sekolah meningkatkan
kesejahteraan guru, berupa pemberian penghargaan, kompensasi dan
pemenuhan kebutuhan guru mengajar. Kepala sekolah juga memberikan izin
bagi guru yang ingin melanjutkan pendidikan dan mengirimkan guru ke
berbagai penataran dan pelatihan.
Sehubungan dengan kemampuan kepala sekolah dalam mengadakan
pendekatan dengan bawahan, kemampuan dan keterampilan kepemimpinan untuk
mengarahkan merupakan faktor penting dalam produktivitas kerja organisasi.
Mengacu pada konsep dasar kepemimpinan dalam meningkatkan kerja organisasi,
Rivai (2003:154) memberikan defenisi kepemimpinan yaitu: ”Sifat dan perilaku
untuk mempengaruhi para bawahan agar mereka mampu bekerja sama sehingga
membentuk jalinan kerja yang harmonis dengan pertimbangan aspek efisien dan
efektif untuk mencapai tingkat produktivitas keja sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan”.
3. Manajemen pengawasan program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Hasil penelitian mengenai strategi kepala sekolah terhadap pengawasan
program adalah:
1. Pengawasan yang dilakukan meliputi aspek terhadap kesesuaian antara
perencanaan dengan pelaksanaan, pengawasan terhadap kerja personil, dan
pengawasan terhadap langkah-langkah kerja.
2. Penilaian dalam pengawasan adalah tanggung jawab terhadap tugas yang
diberikan, komitmen, disiplin dalam melaksanakn tugas, dan loyalitas
terhadap pekerjaan. Selain itu, tingkat hubungan yang harmonis, kerjasama
yang baik, juga menjadi penilaian.
3. Pengawasan yang dilakukan bukanlah untuk mencari-cari kesalahan dalam
melaksanakan program, tetapi hanya koreksi, penilaian dan memperbaiki
kinerja ke arah yang lebih baik. Jika ditemukan adanya penyimpangan, maka
kepala melakukan pembinaan. Dengan adanya pembinaan, diharapkan
perubahan yang signifikan ke arah yang lebih baik.
4. Pembinaan yang dilakukan dengan pendekatan secara kekeluargaan dan
demokratis, sehingga bawahan akan merasa lebih terbuka dalam
mengemukakan berbagai permasalahan.
Proses manajemen strategis bisa menghasilkan keputusan yang memiliki
konsekuensi jangka panjang signifikan. Keputusan strategis yang salah bisa
mengakibatkan kerugian dan untuk memperbaiki kesalahan tersebut adalah hal
yang sulit, bila tidak mau dikatakan tidak mungkin. Hampir semua penyusun
strategi sepakat bahwa evaluasi strategi sangat vital bagi kelangsungan organisasi;
evaluasi antar waktu dapat memberi peringatan dini kepada manajemen terhadap
masalah atau potensi masalah sebelum situasi menjadi lebih parah. Sufyarma
(2003:36) menyatakan: “Pengawasan meliputi tiga aktivitas dasar: (1) memeriksa
dasar strategi perusahaan, (2) membandingkan hasil yang diharapkan dengan hasil
aktual; dan (3) mengambil tindakan koreksi untuk memastikan kinerja sejalan
dengan rencana”.
Kegiatan yang dilakukan dan teraturnya koordinasi yang dilakukan dalam
kegiatan orgnisasi bila tidak dilakukan upaya pengawasan maka tujuan yang
diharapkan tidak akan tercapai dengan sempurna. Pengawasan adalah penilaian
dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan dengan maksud mendapatkan
keyakinan bahwa tujuan dan rencana tercapai. Siagian (2007:126) menyatakan
tentang makna pengawasan: “Pengawasan dapat dianggap sebagai aktifitas untuk
menentukan. Mengoreksi penyimpangan-penyimpangan dalam hasil yang dicapai
dari aktivitas-aktivitas yang telah direncanakan”.
4. Program dan strategi pelaksanaan program pembelajaran berbasis
kearifan lokal
Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dikatakan program kearifan
lokal dikembangkan dalam pembelajaran, hal ini sesuai pendapat Asmani
(2012:73-74) mengatakan proses pembelajaran yang diselenggarakan oleh sekolah
yang bersangkutan, dapat inintegrasikan dalam mata pelajaran atau menjadi mata
pelajaran. Hal ini dibuktikan dengan silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran selain itu dapat dilihat dari proses belajar mengajarnya. Asmani
(2012:73-74) juga mengatakan bahwa bahan Kajian kearifan lokal dapat
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran tertentu yang relevan dengan SK/KD mata
pelajaran tersebut.
Sedangkan strategi yang digunakan SD Negeri 5 Kota Langsa dalam
mensukseskan program pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah membuat
teamwork, bekerja sama dengan aparat desa dan tokoh masyarakat,
mempersiapkan software dan hardware, menyiapkan strategi pelaksanaan, studi
banding, mencari investor, membuka pasar, mempersiapkan siswa-siswi yang
terampil, mempersiapkan home company, dan melibatkan masyarakat sekitar.
4. Gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam menerapkan program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Wawancara dengan subjek penelitian menujukkan kepala sekolah dalam
meningkatkan tanggung jawab, disiplin dan komitmen guru menerapkan 3 (tiga)
gaya kepemimpinan, yakni: (1) Demokratis, (2) Otokratis, dan (3) Paternalistik.
Kepemimpinan kepala sekolah tersebut, dapat diartikan sebagai kegiatan
untuk mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan
organisasi, seperti pendapat Sutarto (1991:12) yang mengatakan:
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.
Sebagai pemimpin, kepala sekolah bertanggung jawab atas tercapaianya
tujuan pendidikan melalui upaya menggerakkan para bawahan agar pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kepala sekolah bertugas
melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik fungsi yang berhubungan
pencapaian tujuan pendidikan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif
bagi terlaksananya PBM secara efektif dan efisien, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Anwar (2004:86) bahwa: “Kepemimpinan pendidikan adalah
segenap kegiatan dalam usaha mempengaruhi personil di lingkungan pendidikan
pada situasi tertentu agar melalui kerja sama mau bekerja dengan penuh tanggung
jawab dan ikhlas demi tercapaianya tujuan pendidikan yang telah ditentukan”.
Gaya demokratis diterapkan kepala sekolah, pada proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan proses pembelajaran, dimana kepala sekolah
memberikan keluasaan bagi guru untuk memutusan segala apa yang dikehendaki
dan berbuat. Namun demikian kepala sekolah mengawasi berbagai mekanisme
pelaksanaan kegiatan, sehingga pelaksanaan akan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
Gaya otokratis diterapkan kepala sekolah, jika para guru tidak melaksanakan
kewajiban pokoknya sebagai pendidik dan pengajar, misalnya jika guru terlambat,
kepala sekolah mengambil tindakan tegas dengan menutup pintu pagar dan guru
yang melalaikan tugas, kepala sekolah akan memberikan teguran, serta proses
pengambilan keputusan yang sifatnya mendesak.
Gaya paternalistik berdasarkan hasil penelitian diterapkan kepala sekolah
terutama pada guru-guru yang masih berusia muda, kepala sekolah menganggap
bahwa guru-guru yang masih muda belum memiliki kemampuan dan kematangan
yang dewasa. Kepala sekolah cenderung memberikan arahan dan kurang
menerima saran. Namun demikian arahan yang dilakukan bersifat kekeluargaan.
Siagian (2007:15) mengemukakan: “Orientasi kepemimpinan dengan gaya
paternalistik memang ditujukan pada dua hal sekaligus, yaitu penyelesaian tugas
dan terpeliharanya hubungan baik dengan para bawahan, sebagaimana seorang
bapak akan selalu berusaha memelihara hubungan yang serasi dengan anak-
anaknya”.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan, antara lain;
1. Manajemen kepala SD Negeri 5 Kota Langsa dalam menerapkan program
pembelajaran berbasis kearifan lokal menuju sekolah berprestasi dan
berbudaya mutu adalah:
a. Merencanakan program dengan cara: 1) menyusun perencanaan
berdasarkan visi dan misi sekolah, 2) Kriteria-kriteria perencanaan disusun
dengan mempertimbangkan kesiapan SDM di sekolah, anggaran, sarana
dan prasarana, 3) Kepala sekolah melibatkan guru dan komite sekolah
dalam perencanaan program, 4) Proses perencanaan meliputi: penetapan
sasaran, tujuan program, pihak yang dilibatkan, perhitungan anggaran,
alokasi waktu, serta proses pelaksanaan, 5) Perencanaan juga disesuaikan
dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan masyarakat sekitar.
b. Melaksanakan program dengan cara adalah: 1) Pemberian arahan meliputi
cara kerja, pembagian tugas kerja, kerjasama yang kompak, dan
pelaksanaan program disesuaikan dengan perencanaan, 2) Pemberian
wewenang, disesuaikan dengan kemampuan, tanggung jawab dan loyalitas
guru. Pemberian wewenang secara otonomi luas, 3) Peningkatan motivasi
kerja, kepala sekolah meningkatkan kesejahteraan guru, berupa pemberian
penghargaan, kompensasi dan pemenuhan kebutuhan guru dalam
mengajar, mengirimkan guru ke berbagai penataran dan pelatihan serta
memberikan izin bagi guru yang ingin melanjutkan pendidikan,
c. Mengawasi program dengan cara: 1) Aspek pengawasan meliputi:
kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan, kerja personil, dan
langkah-langkah kerja, 2) Penilaian dalam pengawasan adalah tanggung
jawab terhadap tugas, komitmen, disiplin, loyalitas dan kerjasama yang
baik, 3) Tujuan pengawasan memperbaiki kinerja, 4) Jika ditemukan
adanya penyimpangan, maka kepala sekolah melakukan pembinaan, yang
dilakukan dengan pendekatan secara kekeluargaan dan demokratis.
2. Gaya kepemimpinan kepala SD Negeri 5 Kota Langsa dalam menerapkan
program pembelajaran berbasis kearifan lokal menuju sekolah berprestasi dan
berbudaya mutu adalah:
a. Kepala sekolah menerapkan gaya demokratis dalam beberapa situasi
berikut: (1) proses pengambilan keputusan, kepala sekolah melibatkan
seluruh guru, tujuannya agar guru merasa ikut bertanggung jawab terhadap
kegiatan di sekolah, (2) pemberian bimbingan dan arahan, dilakukan
dalam suasana kekeluargaan dan manusiawi, dan berupaya menciptakan
kerjasama yang baik, (3) berupaya memecahkan berbagai permasalahan
yang dialami oleh guru tentang kemampuan pribadi, kemampuan
melaksanakan tugas dan kemampuan sosial, (4) pemberian wewenang
berdasarkan kemampuan guru dan (4) pemberian sanksi, sesuai dengan
tingkat kesalahan guru.
b. Kepala sekolah menerapkan gaya otokratis dalam beberapa situasi berikut:
(1) kepala sekolah berkewajiban mengambil keputusan, jika dalam rapat
tidak adanya suatu keputusan, dan (2) pemberian wewenang kepada guru-
guru yang telah lama mengajar.
c. Kepala sekolah menerapkan gaya paternalistik pada guru-guru yang masih
berusia muda, kepala sekolah kurang memperhatikan saran yang
diberikan, karena memandang bahwa tingkat pengalaman kerja dan
kematangan psikologis guru masih rendah. Kepala sekolah cenderung
hanya memberikan nasehat dan arahan, dan kurang memberikan
kesempatan untuk berkreasi dan berinovasi.
3. Program pembelajaran berbasis kearifan lokal di SD Negeri 5 Kota Langsa
terintegrasi dalam mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. SD Negeri 5
Kota Langsa melaksanakan kearifan lokal berupa pembuatan makanan khas
Aceh, tari-tarian Aceh, dan bahasa Aceh. Selain itu kearifan lokal juga
dilaksanakan selama proses pembelajaran seperti budaya salam, dan budaya
mengaji. Strategi yang digunakan SD Negeri 5 Kota Langsa dalam
mensukseskan program pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah membuat
team work, menyiapkan fasilitas penunjang, melakukan strategi pelaksanaan,
melakukan kerjasama dengan pihak luar, dan menjalin kerjasama dengan
masyarakat.
B. Saran-saran
1. Diharapkan, kepala sekolah untuk selalu menerapkan gaya demokratis, dan
sedapat mungkin untuk menghindari gaya otoriter.
2. Diharapkan, kepala sekolah untuk lebih meningkatkan alokasi waktu
pengawasan terhadap seluruh personil sekolah, sehingga kepala sekolah akan
mengetahui secara menyeluruh berbagai kekurangan personil dalam
melaksanakan tugasnya.
3. Diharapkan, kepala sekolah untuk terus meningkatkan motivasi kerja personil,
hal ini akan memungkinkan perlibatan aktif, sehingga pencapaian visi dan misi
sekolah akan berhasil.
4. Diharapkan, kepala sekolah untuk terus meningkatkan kerjasama dengan
komite dan masyarakat sekitar, sehingga sekolah akan semakin kondusif dan
memudahkan sekolah untuk meminta bantuan terutama dalam pencarian dana.
5. Diharapkan, kepala sekolah untuk terus mengevaluasi kinerja personil dan
kinerjanya, dengan demikian pencapaian tujuan setiap program akan berhasil
dengan baik.
6. Penanaman nilai-nilai kearifan lokal diharapkan akan mampu membentuk
peserta didik yang memiliki rasa cinta terhadap budaya lokalnya sehingga tidak
terkikis dengan derasnya arus globalisasi sekarang ini. Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk melestarikan budaya lokal di sekolah dasar, guru dapat
mengintegrasikan nilai-nilai kearifan dalam pembelajaran. Namun dalam
pengintegrasian ini tentunya harus disesuaikan dengan materi yang akan
disampaikan, perkembangan peserta didik, dan juga metode yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Haidlor Ali. (2010). Kearifan Lokal sebagai Landasan Pembangunan Bangsa. Harmoni Jurnal Multikultural & Multireligius. 34(IX).
Alfian, Magdalia. (2013). Potensi Kearifan Lokal dalm Pembentukan Jati Diri dan Karakter Bangsa. Jakarta: FIPB UI.
Asmani, Jamal Ma’mur. (2012). Manajemen Strategis Pendidikan Anak Usia Dini: Memahami Sistem Kelembagaan, Metode Pengajaran, Kurikulum, Keterampilan, dan Pelatihan-Pelatihannya, Yogyakarta: Diva Asriati
Ma’mur, Jamal. (2012). Pendidikan berbasis keunggulan lokal. Yogyakarta: DIVA Press.
Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Prasetyo. Zuhdan K. (2013). Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal. Prosidind, Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika. Surakarta. FKIP UNS.
Rahyono. (2009). Kearifan Budaya Dalam Kata, Jakarta: Wedatama Widya
Ridwan. Nurma Ali. (2007). Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Jurnal Studi Islam dan Budaya. 1(V). Hlm. 27-38.
Rusdi, Farid. (2012). Bahasa dan Industri Radio. Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal. 4(II). Hlm. 347-356.
Setiyadi. Putut (2012). Pemahaman Kembali Local Wisdom Etnik Jawa dalam Tembang Macapat dan Pemanfaatannya sebagai Media Pendidikan Budi Pekerti Bangsa. Magistra. 79(24). Hlm. 71
Suharjo. (2006). Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sukmadinata, Nana Syaodih, (2010). Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sutarno. (2008). Pendidikan Multikultural. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Pedoman Wawancara
Manajemen kepala sekolah menerapkan program pembelajaran
berbasis kearifan lokal
Subjek penelitian:
1. Bagaimanakah kriteria-kriteria dalam perencanaan?
2. Siapa sajakah yang terlibat dalam perencanaan?
3. Bagaimanakah strategi perencanaan personil dilibatkan?
4. Bagaimanakah proses penyusunan perencanaan?
5. Bagaimanakah strategi perencanaan terhadap anggaran?
6. Bagaimanakah strategi perencanaan terhadap lingkungan ekternal dan
internal?
7. Bagaimanakah strategi arahan terhadap pelaksanaan?
8. Bagaimanakah strategi koordinasi dalam pelaksanaan?
9. Bagaimanakah strategi komunikasi oleh kepala sekolah?
10. Bagaimanakah strategi memotivasi personil yang dilibatkan?
11. Apa sajakah yang menjadi aspek dalam pelaksanaan pengawasan?
12. Apa sajakah yang menjadi penilaian sebuah pekerjaan?
13. Bagaimanakah proses dalam pengawasan?
14. Bagaimanakah strategi bimbingan terhadap penyimpangan dalam
pelaksanaan?
Pedoman Wawancara
Gaya kepemimpinan kepala sekolah menerapkan program pembelajaran
berbasis kearifan lokal
Subjek penelitian:
1. Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam mengambil keputusan?
2. Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala sekolah melakukan kerjasama?
3. Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala sekolah mengarahkan dan memberikan wewenang kepada personil?
4. Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala sekolah meningkatkan disiplin kerja guru?
5. Bagaimanakah gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap guru yang terlambat?
Pedoman Wawancara
Program dan strategi program pembelajaran berbasis kearifan lokal
Di SD Negeri 5 Kota Langsa
1. Apa sajakah yang menjadi program pembelajaran berbasis kearifan lokal?
2. Bagaimanakah bentuk pelaksanaan pembelajaran berbasis kearifan lokal?
3. Strategi apa sajakah yang digunakan untuk mensukseskan program
pembelajaran berbasis kearifan lokal?
4. Siapa sajakah yang terlibat dalam pengembangan pembelajaran berbasis
kearifan lokal?
5. Apakah pembelajaran berbasis kearifan lokal dimasukkan dalam kurikulum di
SD Negeri 5 Kota Langsa?
6. Bagaimanakah bentuk program pembelajaran berbasis kearifan lokal dalam
kegiatan intrakurikuler?
7. Bagaimanakah bentuk program pembelajaran berbasis kearifan lokal dalam
kegiatan ekstrakurikuler?