jumat, 26 november 2010 | media indonesia usaha mikro ... filengan seperti pembuatan sprei,...

1
diri di tanah kelahiran, Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dibentuk pada 2008, paguyuban dengan Lili sebagai koordinatornya itu kini ber- anggotakan 30 mantan buruh mi gran. Geliat usaha mikro yang mereka seriusi antara lain koperasi, pusat penyewaan, kursus komputer, serta tempat pelatihan dan produksi kerajin- an tangan yang bernilai jual. Menurut Lili, kelompok ini terbentuk oleh kepedulian ter- hadap buruh migran dan pe- rempuan. Di usianya yang baru 32 tahun, Lili kelihatan masih bersemangat untuk mendorong sesama koleganya, mantan bu- ruh migran, mengembangkan diri dalam bidang usaha yang Liliek Dharmawan dipilih. “Sederhana sebetulnya tu- juan pembentukan paguyuban ini. Yakni penyadaran dan pem- berdayaan. Kami mendorong supaya para mantan buruh mi- gran sadar kalau hasil selama di luar negeri jangan dibelikan barang barang konsumtif, tapi diarahkan untuk membuat usa- ha produktif,” katanya. Kalau belum ada ide, mereka yang baru bergabung juga bisa terjun ke dalam bidang usaha Seruni. Di awal 2009, Yayasan Tifa bersama Microsoft membe- rikan bantuan lima komputer kepada organisasi tersebut. Nah, komputer-komputer itu kini ditampung di Sekretariat Seruni untuk dijadikan sarana pelatihan komputer. “Kami juga menyewakan komputer. Jadi warga Desa Da- tar tidak usah jauh-jauh ke kota untuk belajar komputer, karena meski terpencil penyewaan se- jenis sudah tersedia,” jelasnya. Selain komputer, Seruni be- berapa kali juga menyelengga- rakan pelatihan kerajinan ta- ngan seperti pembuatan sprei, pembuatan kerajinan kain flanel, dan bingkai foto. Setelah pelatihan, hasilnya langsung dipasarkan dan laku dijual. “Lumayan kan bisa me- nambah pendapatan anggota,” kata Lili. Setengah tahun terakhir, usa- ha mikro yang dikelola eks bu- ruh migran juga telah memben- tuk Koperasi Seruni yang untuk L ILI Purwani tersenyum geli, tak percaya me- natap profil Facebook yang dipajang teman- nya. “Gaya benar-benar beru- bah, tidak seperti dia waktu di desa,” katanya, geleng-geleng. Perempuan yang pernah bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Hong Kong tahun 2003 itu menarik kesim- pulan, perubahan seperti itulah yang umum dialami rekannya sesama buruh migran yang ter- jebak dalam gegar budaya saat bekerja di negeri orang. “Kasihan sebetulnya. Coba uang yang digunakan bergaya ditabung dan dijadikan modal usaha. Tentu akan sangat ber- manfaat ketika mereka pulang ke Indonesia,” katanya. Itu memang cita-cita para ak- tivis Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni seperti Lili, yang seluruhnya mantan TKW di berbagai nega- ra seperti Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi, Malaysia, Singapu- ra, dan negara lainnya. Pensiun menjadi TKW, me- reka kini lebih memilih me- ngembangkan usaha man- sementara berfungsi sebagai simpan pinjam. Setiap anggo- tanya menyetor simpanan po- kok Rp100 ribu, dengan iuran bulanan Rp5.000. Ke depan, usaha-usaha yang di kembangkan oleh Seruni akan masuk dalam unit kope- rasi tersebut. Salah satu mantan TKW yang pernah bekerja di Singapura dan Hong Kong, Narsidah, 32, menambahkan bahwa ang- gota Seruni juga dibebaskan mengembangkan usahanya. “Misalnya saja Mbak Lili, ia Usaha Mikro selepas Jadi TKI Geliat usaha mikro yang mereka seriusi antara lain koperasi, pusat penyewaan, kursus komputer, serta tempat pelatihan dan produksi kerajinan tangan yang bernilai jual. juga telah memiliki warung kelontong di desanya. Modal awal diperoleh ketika menjadi buruh migran,” kata Narsidah, yang juga mengembangkan usaha kolam ikan. Korban kekerasan Kalau Lili termasuk yang berinisiatif, di tempat lain geja- la serupa muncul dengan dige- rak kan oleh Pondok Pesan- tren bersama Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP). Sepanjang 24-26 November MI/LILIEK DHARMAWAN KEGIATAN SERUNI: Sejumlah anggota Seruni mengikuti kegiatan sebagai bagian dari upaya pemberdayaan mantan buruh migran. Kegiatannya berupa pelatihan membuat kerajinan tangan dan memamerkan hasil karya mereka. SIAP JUAL: Buruh migran berlatih membuat kotak tisu, agar ke depan bisa menghidupkan usaha mikro di kampung halaman mereka. 2010 mereka melangsungkan pelatihan dan pembinaan bagi 15 mantan TKW korban ke- ke rasan dari Timur Tengah, mengambil lokasi di Pondok Pesantren Darunnadwah, Desa Dasan Ketujur, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Menurut Baiq Eva Nurcahya- ningsih dari BKBPP Lombok Ba rat, pemberdayaan yang mereka kerjakan ialah memberi pelatihan secara berkala dan mengucurkan modal usaha. Peserta kelas ini semuanya Coba kalau uang yang digunakan bergaya dijadikan modal usaha.” Lili Purwani Ketua Paguyuban Seruni 8 | Nusantara JUMAT, 26 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA pernah mengalami tindak ke- kerasan yang beragam. Tanti binti Mahyun, 29, misalnya ha- dir dengan luka di bagian kaki sebelah kanannya. Ia terjatuh dari lantai saat bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Saudi Arabia. Tanti mengaku sering kali disiksa majikannya maka memutuskan kembali ke tanah air November tahun lalu. Kini ia memilih pensiun dan mencari peluang bisnis di negeri sendiri. (YR/N-4) [email protected] MI/LILIEK DHARMAWAN

Upload: hahanh

Post on 28-May-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

diri di tanah kelahiran, Desa Datar, Kecamatan Sumbang, Ka bupaten Banyumas, Jawa Tengah. Dibentuk pada 2008, paguyuban dengan Lili sebagai koordinatornya itu kini ber-anggotakan 30 mantan buruh mi gran. Geliat usaha mikro yang mereka seriusi antara lain

koperasi, pusat penyewaan, kur sus komputer, serta tempat pelatihan dan produksi kerajin-an tangan yang bernilai jual.

Menurut Lili, kelompok ini terbentuk oleh kepedulian ter-hadap buruh migran dan pe-rempu an. Di usianya yang baru 32 ta hun, Lili kelihatan masih ber semangat untuk mendorong sesama koleganya, mantan bu-ruh migran, mengembangkan diri dalam bidang usaha yang

Liliek Dharmawan

dipilih. “Sederhana sebetulnya tu-

juan pembentukan paguyuban ini. Yakni penyadaran dan pem-berdayaan. Kami mendorong supaya para mantan buruh mi-gran sadar kalau hasil selama di luar negeri jangan dibelikan barang barang konsumtif, tapi diarahkan untuk membuat usa-ha produktif,” katanya.

Kalau belum ada ide, mereka yang baru bergabung juga bisa terjun ke dalam bidang usaha Seruni. Di awal 2009, Yayasan Tifa bersama Microsoft membe-rikan bantuan lima komputer kepada organisasi tersebut. Nah, komputer-komputer itu kini ditampung di Sekretariat Seruni untuk dijadikan sarana pelatihan komputer.

“Kami juga menyewakan kom puter. Jadi warga Desa Da-tar tidak usah jauh-jauh ke kota untuk belajar komputer, karena meski terpencil penyewaan se-jenis sudah tersedia,” jelasnya.

Selain komputer, Seruni be-berapa kali juga menyelengga-rakan pelatihan kerajinan ta-ngan seperti pembuatan sprei, pembuatan kerajinan kain fl anel, dan bingkai foto.

Setelah pelatihan, hasilnya lang sung dipasarkan dan laku dijual. “Lumayan kan bisa me-nambah pendapatan anggota,” kata Lili.

Setengah tahun terakhir, usa -ha mikro yang dikelola eks bu-ruh migran juga telah memben-tuk Koperasi Seruni yang untuk

LILI Purwani tersenyum geli, tak percaya me-natap profil Facebook yang dipajang teman-

nya. “Gaya benar-benar beru-bah, tidak seperti dia waktu di desa,” katanya, geleng-geleng.

Perempuan yang pernah be kerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di Hong Kong ta hun 2003 itu menarik kesim-pulan, perubahan seperti itulah yang umum dialami re kan nya sesama buruh migran yang ter-jebak dalam gegar budaya saat bekerja di negeri orang.

“Kasihan sebetulnya. Coba uang yang digunakan bergaya ditabung dan dijadikan modal usaha. Tentu akan sangat ber-manfaat ketika mereka pulang ke Indonesia,” katanya.

Itu memang cita-cita para ak-tivis Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni seperti Lili, yang seluruhnya mantan TKW di berbagai nega-ra seperti Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi, Malaysia, Singapu-ra, dan negara lainnya.

Pensiun menjadi TKW, me-re ka kini lebih memilih me-ngem bangkan usaha man-

sementara berfungsi sebagai simpan pinjam. Setiap ang go-tanya menyetor simpanan po-kok Rp100 ribu, de ngan iuran bulanan Rp5.000.

Ke depan, usaha-usaha yang di kembangkan oleh Seruni akan masuk dalam unit kope-rasi tersebut.

Salah satu mantan TKW yang pernah bekerja di Singapura dan Hong Kong, Narsidah, 32, menambahkan bahwa ang-go ta Seruni juga dibebaskan mengembangkan usahanya.

“Misalnya saja Mbak Lili, ia

Usaha Mikro selepas Jadi TKI

Geliat usaha mikro yang mereka seriusi antara lain koperasi, pusat penyewaan, kursus komputer, serta tempat pelatihan dan produksi kerajinan tangan yang bernilai jual.

juga telah memiliki warung kelontong di desanya. Modal awal diperoleh ketika menjadi buruh migran,” kata Narsidah, yang juga mengembangkan usaha kolam ikan.

Korban kekerasanKalau Lili termasuk yang

berinisiatif, di tempat lain geja-la serupa muncul dengan dige-rak kan oleh Pondok Pesan-tren bersama Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP).

Sepanjang 24-26 November

MI/LILIEK DHARMAWAN

KEGIATAN SERUNI: Sejumlah anggota Seruni mengikuti kegiatan sebagai bagian dari upaya pemberdayaan mantan buruh migran. Kegiatannya berupa pelatihan membuat kerajinan tangan dan memamerkan hasil karya mereka.

SIAP JUAL: Buruh migran berlatih membuat kotak tisu, agar ke depan bisa menghidupkan usaha mikro di kampung halaman mereka.

2010 mereka melangsungkan pelatihan dan pembinaan bagi 15 mantan TKW korban ke-ke rasan dari Timur Tengah, mengambil lokasi di Pondok Pesantren Darunnadwah, Desa Dasan Ketujur, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Menurut Baiq Eva Nurcahya-ningsih dari BKBPP Lombok Ba rat, pemberdayaan yang mereka kerjakan ialah memberi pelatihan secara berkala dan mengucurkan modal usaha.

Peserta kelas ini semuanya

“Coba kalau uang yang digunakan bergaya dijadikan modal usaha.” Lili PurwaniKetua Paguyuban Seruni

8 | Nusantara JUMAT, 26 NOVEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

pernah mengalami tindak ke-kerasan yang beragam. Tanti binti Mahyun, 29, misalnya ha-dir dengan luka di bagian kaki sebelah kanannya. Ia terjatuh dari lantai saat bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Sau di Arabia. Tanti mengaku sering kali disiksa majikannya maka memutuskan kembali ke tanah air November tahun lalu. Kini ia memilih pensiun dan mencari peluang bisnis di negeri sendiri. (YR/N-4)

[email protected]

MI/LILIEK DHARMAWAN