rabu, 30 november 2011 buruh batam rindu ojek sepeda motor. menjadi buruh, ia jalani selama dua...

1
TEMA: Mobil Serbaguna Berebut Pasar OTOMOTIF KAMIS (1/12/2011) FOKUS AMAHL S AZWAR S EPEDA motor keluaran 2010 itu bersiap membelah jalan raya di Kota Batam. Sang pemilik, Anis, mencoba menghilangkan noda lumpur yang menempel malam sebelumnya. Di depan deretan rumah liar--orang Batam menyingkatnya dengan istilah ‘ruli’--di kawasan Batu Aji, Anis juga memanaskan mesin sepeda motornya. “Judulnya saja Kota Batam ini dike- nal dengan kehidupan mewah. Ke- nyataannya, hanya bos-bos saja yang bisa begitu,” tutur sang penghuni ruli ini. Di Batam, seperti kota besar lain- nya, rumah liar tumbuh dan terus meluas. Permukiman yang tergolong paling besar ialah Kampung Aceh dan Sagulung. Dulu, Anis buruh di perusahaan galangan kapal. Kini, ia memilih menjalani kehidupan dengan menjadi tukang ojek sepeda motor. Menjadi buruh, ia jalani selama dua tahun, pada 2008-2010. Upah yang ia dapat tidak beringsut dari Rp3.500 per jam. Dana yang bisa dikumpulkan per bulan membuatnya menjadi orang yang tidak bisa hidup layak karena di Batam semua bahan pokok dihargai mahal. Karena muak dengan kehidupan yang tidak kunjung membaik, ia memilih hengkang. Dengan mengan- dalkan sadel sepeda motor, kini, Anis bisa hidup sedikit lebih baik. “Kami hidup seperti ini karena terkena dampak korupsi,” kata Anis. Ia ingat persis ketika pemilihan kepala daerah, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan, yang ketika itu mencalonkan diri, mengumbar janji manis. Mulai dari harga air bersih yang tidak akan naik, listrik, hingga sekolah gratis. Janji tinggal janji. Hidup Anis nyaris tidak berubah. Tinggal di ru- mah liar, dan sewaktu-waktu harus dibongkar. Ia punya pengalaman. Dulu, Anis menghuni rumah liar di sekitar Jalan Raya Mandalay. Tapi, atas nama pembangunan Jalan Trans-Batu Aji- Tanjung Ucang, para penghuni puluh- an rumah liar diusir. Rumah mereka dirobohkan. Batam berkobar Tahun lalu, dengan bekerja di pabrik, seorang buruh mengantongi Rp1,1 juta per bulan. Tahun ini, peng- usaha mengajukan kenaikan Rp1,2 juta. Pemerintah kota mengajukan angka Rp1,3 juta. Buruh berkukuh dengan angka Rp1,7 juta. Titik temu tidak pernah terjadi. Gelombang unjuk rasa membakar Kota Batam selama dua hari berturut- turut. Puncaknya, pada Kamis (24/11), buruh mengamuk. Pos polisi jadi sasaran, dirusak dan dibakar. Sejum- lah kendaraan milik pemerintah kota pun dilalap api. “Kerugian akibat aksi itu mencapai Rp27 miliar per hari. Para ekspatriat juga mulai ketakutan,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Batam, Nada F Soraya. Biaya hidup di Batam memang tinggi. Maryoto, pekerja lain, berujar biaya anak di sekolah menengah per- tama rata-rata Rp500 ribu per bulan. Sekali makan butuh dana Rp15 ribu. Belum lagi tagihan sewa rumah Rp400 per bulan, Rp250 ribu untuk listrik, dan air bersih Rp25 ribu. “Penghasilan saya mencapai Rp4 juta per bulan. Tapi, hidup dengan istri dan tiga anak, kami sudah tidak bisa menabung, serbapas-pasan, bah- kan mentok setelah tengah bulan,” ungkapnya. Buruh Batam Rindu Di kampung sendiri, ‘hujan batu’ melanda kau sekalipun berada di zona perdagangan beb L AYAKKAH pekerja di Batam mengantongi upah Rp1,2 juta atau Rp1,3 juta? Jika pertanyaan itu diajukan kepada Baru Harahap, jawabannya pasti tidak. Pengamat sosial dan ekonomi dari Universitas Putera Batam ini mengatakan, untuk menjadi sejahtera, pekerja harus mendapat upah Rp1,9 juta per bulan. Biaya hidup di kota pulau tersebut cenderung sangat tinggi. “Saya heran ketika pengurus serikat pekerja mau saja menerima UMK sebesar Rp1,3 juta. Ada apa ini? Sebab, secara statistik UMK sebesar itu sudah tidak layak diberikan kepada pekerja di Batam,” katanya. Dia mengatakan UMK dan angka kebutuhan hidup layak (KHL) merupakan barometer sesuai dengan pergerakan harga barang di suatu daerah, termasuk harga sembako dan transportasi. Itu sangat terkait erat dengan kebutuhan hidup para buruh. Dengan UMK yang tidak membawa kesejahteraan, sang pengamat mafhum angka kekerasan di Batam jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempat lain. Upah rendah ditambah tingginya pengangguran menimbulkan dampak sosial yang negatif. Tidak mengherankan juga jika banyak ditemukan pekerja pabrik perempuan di Batam yang bekerja ganda. Mereka terpaksa menjadi perempuan penghibur di kelab malam supaya dapat menghidupi diri. Pada 2011, dengan upah sebesar Rp1,1 juta, mereka harus membayar biaya transportasi sekitar Rp400 ribu, belum lagi untuk makan, beli pakaian, dan sewa kamar. Setiap bulan tidak ada dana tabungan yang bisa disisihkan. “Dengan bekerja ganda, mereka bisa dapat penghasilan hingga Rp200 ribu per jam. Belum lagi pemberian berupa tips dari tamu,” papar Baru. Senada dengan Baru, Dekan Ekonomi dan Fisipol Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ibnu Sina Batam Mustaqim meminta pekerja mengerti hak-hak mereka. Saat ini, minimnya upah memaksa mereka tinggal di rumah liar, di sekitar pabrik, dan itu dibiarkan oleh Pemerintah Kota Batam. “Di satu sisi, APBD daerah ini dihabiskan buat membeli mobil dinas mewah, membiayai kebutuhan pegawai, dan biaya berobat para pejabat. Di sisi lain, pekerja dibiarkan hidup di rumah liar, tak layak, tanpa harapan,” ungkapnya. Dia memberikan contoh perumahan liar di kawasan Seraya Atas di Kecamatan Batu Ampar. Selain tidak mendapat aliran listrik dan air bersih, para pekerja dan keluarga mereka bertahan hidup seadanya. Mustaqim pun sampai pada kesimpulan tidak ada bedanya pekerja di Batam dengan pengemis di Jakarta. Bahkan, mungkin penghasilan pengemis di Jakarta bisa lebih baik. Soal kesejahteraan, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kepulauan Riau Edwin membantah pengajuan UMK Rp1,3 juta adalah tindakan asal-asalan. “Kami memikirkan masa yang akan datang. Sebab, perjuangan soal UMK di Batam belum berakhir dan akan terus dilakukan dengan cara persuasif.” Rendahnya kesejahteraan buruh selalu menjadi pemicu kecemburuan sosial di Batam. Saat buruh hidup di bawah, pegawai negeri sipil tampil dengan hidup mewah. Mobil mewah juga selalu memenuhi tempat parkir kantor pemerintahan. Akibatnya, PNS sering jadi sasaran ketika buruh bergerak. Pekan lalu, ketika rusuh terjadi, PNS juga dilanda ketakutan. Kebanyakan mereka melepas baju seragam ketika berangkat ke kantor karena takut diserang buruh. “Kami kesal karena pejabat hanya menghamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Sebagian dana yang mereka pakai itu kan berasal dari pajak kami,” tutur Harumi, seorang buruh. (Hendri Kremer/N-2) Upah Mereka Idealnya Rp1,9 juta MI/HENDRI KREMER USIR BURUH: Petugas Polda Kepri mengusir buruh yang berkumpul guna mengantisipasi pengumpulan massa yang lebih besar di depan Masjid Raya Batam, Center Batam. UNJUK RASA: Pekerja berunjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Batam, beberapa waktu lalu. 22 RABU, 30 NOVEMBER 2011 F OKUS NU Rendahnya kesejahteraan buruh selalu menjadi pemicu kecemburuan sosial di Batam. Saat buruh hidup di bawah, pegawai negeri sipil tampil dengan hidup mewah. Mobil mewah juga selalu memenuhi tempat parkir kantor pemerintahan.”

Upload: nguyencong

Post on 07-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TEMA:Mobil Serbaguna

Berebut Pasar

OTOMOTIFKAMIS (1/12/2011)

FOKUS

AMAHL S AZWAR

SEPEDA motor keluaran 2010 itu bersiap membelah jalan raya di Kota Batam. Sang pemil ik , Anis , mencoba

menghilangkan noda lumpur yang menempel malam sebelumnya.

Di depan deretan rumah liar--orang Batam menyingkatnya dengan istilah ‘ruli’--di kawasan Batu Aji, Anis juga memanaskan mesin sepeda motornya. “Judulnya saja Kota Batam ini dike-nal dengan kehidupan mewah. Ke-nyataannya, hanya bos-bos saja yang bisa begitu,” tutur sang penghuni ruli ini.

Di Batam, seperti kota besar lain-nya, rumah liar tumbuh dan terus

meluas. Permukiman yang tergolong paling besar ialah Kampung Aceh dan Sagulung.

Dulu, Anis buruh di perusahaan galangan kapal. Kini, ia memilih menjalani kehidupan dengan menjadi tukang ojek sepeda motor.

Menjadi buruh, ia jalani selama dua tahun, pada 2008-2010. Upah yang ia dapat tidak beringsut dari Rp3.500 per jam. Dana yang bisa dikumpulkan per bulan membuatnya menjadi orang yang tidak bisa hidup layak karena di Batam semua bahan pokok dihargai mahal.

Karena muak dengan kehidupan yang tidak kunjung membaik, ia memilih hengkang. Dengan mengan-dalkan sadel sepeda motor, kini, Anis

bisa hidup sedikit lebih baik.“Kami hidup seperti ini karena

terkena dampak korupsi,” kata Anis. Ia ingat persis ketika pemilihan

kepala daerah, Wali Kota Batam Ahmad Dahlan, yang ketika itu mencalonkan diri, mengumbar janji manis. Mulai dari harga air bersih yang tidak akan naik, listrik, hingga sekolah gratis.

Janji tinggal janji. Hidup Anis nyaris tidak berubah. Tinggal di ru-mah liar, dan sewaktu-waktu harus dibongkar.

Ia punya pengalaman. Dulu, Anis menghuni rumah liar di sekitar Jalan Raya Mandalay. Tapi, atas nama pembangunan Jalan Trans-Batu Aji-Tanjung Ucang, para penghuni puluh-

an rumah liar diusir. Rumah mereka dirobohkan.

Batam berkobarTahun lalu, dengan bekerja di

pabrik, seorang buruh mengantongi Rp1,1 juta per bulan. Tahun ini, peng-usaha mengajukan kenaikan Rp1,2 juta. Pemerintah kota mengajukan angka Rp1,3 juta. Buruh berkukuh dengan angka Rp1,7 juta.

Titik temu tidak pernah terjadi. Gelombang unjuk rasa membakar Kota Batam selama dua hari berturut-turut. Puncaknya, pada Kamis (24/11), buruh mengamuk. Pos polisi jadi sasaran, dirusak dan dibakar. Sejum-lah kendaraan milik pemerintah kota pun dilalap api.

“Kerugian akibat aksi itu mencapai Rp27 miliar per hari. Para ekspatriat juga mulai ketakutan,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Batam, Nada F Soraya.

Biaya hidup di Batam memang tinggi. Maryoto, pekerja lain, berujar biaya anak di sekolah menengah per-tama rata-rata Rp500 ribu per bulan. Sekali makan butuh dana Rp15 ribu. Belum lagi tagihan sewa rumah Rp400 per bulan, Rp250 ribu untuk listrik, dan air bersih Rp25 ribu.

“Penghasilan saya mencapai Rp4 juta per bulan. Tapi, hidup dengan istri dan tiga anak, kami sudah tidak bisa menabung, serbapas-pasan, bah-kan mentok setelah tengah bulan,” ungkapnya.

Buruh Batam RinduDi kampung sendiri, ‘hujan batu’ melanda kau

sekalipun berada di zona perdagangan beb

LAYAKKAH pekerja di Batam mengantongi upah Rp1,2 juta atau

Rp1,3 juta? Jika pertanyaan itu diajukan kepada Baru Harahap, jawabannya pasti tidak.

Pengamat sosial dan ekonomi dari Universitas Putera Batam ini mengatakan, untuk menjadi sejahtera, pekerja harus mendapat upah Rp1,9 juta per bulan. Biaya hidup di kota pulau tersebut cenderung sangat tinggi.

“Saya heran ketika pengurus serikat pekerja mau saja menerima UMK sebesar

Rp1,3 juta. Ada apa ini? Sebab, secara statistik UMK sebesar itu sudah tidak layak diberikan kepada pekerja di Batam,” katanya.

Dia mengatakan UMK dan angka kebutuhan hidup layak (KHL) merupakan barometer sesuai dengan pergerakan harga barang di suatu daerah, termasuk harga sembako dan transportasi. Itu sangat terkait erat dengan kebutuhan hidup para buruh.

Dengan UMK yang tidak membawa kesejahteraan, sang pengamat mafhum angka kekerasan di Batam jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempat lain. Upah rendah ditambah tingginya pengangguran menimbulkan dampak sosial yang negatif.

Tidak mengherankan juga jika banyak ditemukan pekerja pabrik perempuan di Batam yang bekerja ganda. Mereka terpaksa menjadi perempuan penghibur di kelab malam supaya dapat menghidupi diri.

Pada 2011, dengan upah sebesar Rp1,1 juta, mereka harus membayar biaya transportasi sekitar Rp400 ribu, belum lagi untuk makan, beli pakaian, dan sewa kamar. Setiap bulan tidak ada dana tabungan yang bisa disisihkan.

“Dengan bekerja ganda, mereka bisa dapat penghasilan hingga Rp200 ribu per jam. Belum lagi pemberian berupa tips dari tamu,” papar Baru.

Senada dengan Baru, Dekan Ekonomi dan Fisipol Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ibnu Sina Batam Mustaqim meminta pekerja mengerti hak-hak mereka. Saat ini, minimnya upah memaksa mereka tinggal di rumah liar, di sekitar pabrik, dan itu dibiarkan oleh Pemerintah Kota Batam.

“Di satu sisi, APBD daerah ini dihabiskan buat membeli mobil dinas mewah, membiayai kebutuhan pegawai, dan biaya berobat para pejabat. Di sisi lain, pekerja dibiarkan hidup di rumah liar, tak layak, tanpa harapan,” ungkapnya.

Dia memberikan contoh perumahan liar di kawasan Seraya Atas di Kecamatan Batu Ampar. Selain tidak mendapat aliran listrik dan air bersih, para pekerja dan keluarga mereka bertahan

hidup seadanya.Mustaqim pun sampai

pada kesimpulan tidak ada bedanya pekerja di Batam dengan pengemis di Jakarta. Bahkan, mungkin penghasilan pengemis di Jakarta bisa lebih baik.

Soal kesejahteraan, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Kepulauan Riau Edwin membantah pengajuan UMK Rp1,3 juta adalah tindakan asal-asalan. “Kami memikirkan masa yang akan datang. Sebab, perjuangan soal UMK di Batam belum berakhir dan akan terus dilakukan dengan cara persuasif.”

Rendahnya kesejahteraan buruh selalu menjadi pemicu kecemburuan sosial di Batam. Saat buruh hidup di bawah, pegawai negeri sipil tampil dengan hidup mewah. Mobil mewah juga selalu memenuhi tempat parkir kantor pemerintahan.

Akibatnya, PNS sering jadi sasaran ketika buruh bergerak. Pekan lalu, ketika rusuh terjadi, PNS juga dilanda ketakutan. Kebanyakan mereka melepas baju seragam ketika berangkat ke kantor karena takut diserang buruh.

“Kami kesal karena pejabat hanya menghamburkan uang rakyat untuk kepentingan pribadi. Sebagian dana yang mereka pakai itu kan berasal dari pajak kami,” tutur Harumi, seorang buruh. (Hendri Kremer/N-2)

Upah Mereka Idealnya Rp1,9 juta

MI/HENDRI KREMER

USIR BURUH: Petugas Polda Kepri mengusir buruh yang berkumpul guna mengantisipasi pengumpulan massa yang lebih besar di depan Masjid Raya Batam, Center Batam.

UNJUK RASA: Pekerja berunjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Batam, beberapa waktu lalu.

22 RABU, 30 NOVEMBER 2011 FOKUS NU

Rendahnya kesejahteraan

buruh selalu menjadi pemicu kecemburuan sosial di Batam. Saat buruh hidup di bawah, pegawai negeri sipil tampil dengan hidup mewah. Mobil mewah juga selalu memenuhi tempat parkir kantor pemerintahan.”