rabies
DESCRIPTION
rabiesTRANSCRIPT
Berdasarkan laporan dari Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan bahwa dari
tahun 2008 sampai tahun 2012 jumlah spesimen positif Hewan Penular Rabies (HPR)
menunjukkan peningkatan. Tahun 2012 kasus GPHR yaitu sebesar 84.750 kasus.
Jumlah spesimen yang diperiksa pada tahun 2012 sebanyak 1.155 spesimen,
sedangkan kematian karena rabies pada manusia berdasarkan uji Lyssa sebanyak 135
kasus. Jumlah kasus Lyssa pada tahun 2012 terjadi di 16 provinsi dan 62
kabupaten/kota. Pada tahun 2013 sampai bulan Juli, kasus GPHR yaitu sebesar
18.548 kasus dan jumlah kasus rabies pada manusia berdasarkan uji Lyssa yaitu
sebesar 31 kasus (Gambar 1 dan 2). Pada Gambar 1 dapat terlihat bahwa persentase
penatalaksanaan kasus gigitan/Post Exposure Treatment (PET) mengalami
peningkatan yaitu 71.843 dari 84.010 (85,52%) pada tahun 2011 menjadi 74.331 dari
84.750 (87,71%) pada tahun 2012.
Keterangan:
GHPR : Gigitan Hewan Penular Rabies
PET : Post Exposure Treatment dengan Vaksin Anti Rabies (VAR)
Gambar 1 Situasi GHPR dan PET di Indonesia Tahun 2008-Juli 2013
Keterangan:
Kasus Lyssa: kasus pada manusia yang positif rabies berdasarkan uji Lyssa
Gambar 2 Kasus rabies pada manusia di Indonesia tahun 2008-Juli 2013
Pada tahun 2012 terdapat 79.192 kasus gigitan hewan penular rabies yang
dilaporkan terjadi pada 23 provinsi di Indonesia. Kasus GHPR paling banyak terjadi
di Bali yaitu sebanyak 55.836 kasus dengan kasus positif rabies pada manusia
berdasarkan uji Lyssa dan meninggal yaitu berjumlah 8 orang. Menyusul kemudian
Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan kasus GHPR sebesar 5.564 kasus dan 8 kasus
positif rabies pada manusia serta Sumatera Utara dengan kasus GHPR sebanyak
4.563 kasus dan 18 kasus positif rabies pada manusia. Sebaran kasus rabies (GHPR
dan Lyssa) di Indonesia selama tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Situasi rabies (GHPR dan Lyssa) di Indonesia tahun 2012
Kasus rabies yang disebabkan oleh gigitan anjing hampir dilaporkan setiap
tahun dari berbagai daerah tertular di Indonesia terutama Sumatera Barat, Jawa Barat
dan NTT. Sepanjang tahun 2008 – 2010 telah terjadi kasus rabies di daerah bebas
seperti pulau Bali, kabupaten Garut, kabupaten Tasikmalaya, kabupaten Cianjur,
kabupaten/kota Sukabumi, kabupaten Lebak di provinsi Banten, dan kota
Gunungsitolai di pulau Nias. Pada tahun 2008 provinsi Bali melaporkan adanya kasus
gigitan pertama yang dikonfirmasi sebagai Rabies. Kasus ini menjadi kasus pertama
yang pernah dilaporkan dari pulau dengan populasi anjing yang tinggi jika
dibandingkan dengan provinsi lainnya. Menurut perkiraan populasi anjing di Bali
sekitar 600 ribu ekor (tidak ada data pasti mengenai jumlah populasi anjing yang
sebenarnya di Bali) atau sekitar 96 ekor per km2. Kasus GHPR yang terjadi di Bali
mengalami peningkatan pada tahun 2012 dimana pada tahun 2011 kasus GHPR
sebesar 52.798 kasus meningkat menjadi 55.836 pada tahun 2012. Sedangkan kasus
rabies pada manusia berdasarkan uji Lyssa (kasus Lyssa) mengalami penurunan pada
tahun 2012 dimana pada tahun 2011 kasus Lyssa sebesar 8 kasus dan pada tahun
2012 kasus Lyssa menurun sebesar 23 kasus (Gambar 4). Kumulatif kasus rabies di
provinsi Bali tahun 2009 – 23 Agustus 2013 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Kumulatif kasus rabies di provinsi Bali tahun 2009 - 23 Agustus 2013
Sumber:
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Profil Kesehatan
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Naipospos TS. 2010. Vaksin Oral Rabies. e-Buletin Veterinae.
http://civas.info/index.php?option=com_content&view=article&id=5:vaksin-
oral-Rabies&catid=30:opini&Itemid=63 [6 Juni 2014].
Soejoedono RR. 2004. Zoonosis. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Utami S, Sumiarto B. 2010. Identifikasi Virus Rabies pada Anjing Liar Di kota
Makassar. J Sain Vet 28(2):69-74.
[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI.