rabies

20
INTRODUKSI / LATAR BELAKANG 1 Rabies berasar dari bahasa sansekerta, “Rabhas”, yang berarti “untuk melakukan hal kekerasan”. Dalam bahasa yunani, “Lyssa” berarti “mengamuk”; maka dari itu, genus virus yang menyebabkan rabies dinamakan “Lyssavirus”. 11 Rabies adalah sebuah penyakit virus yang menyebabkan ensefalitis akut. Penyakit ini bersifat zoonotic, yang berarti bisa ditransmisi dari satu spesies ke spesies lainnya, seperti dari anjing ke manusia, biasanya disebabkan oleh gigitan dari binatang yang terinfeksi. Pada manusia, rabies bisa fatal jika profilaksis postexposure tidak ditangani dengan cepat karena gejala beratnya. Virus rabies menginfeksi sistem saraf pusat, yang akhirnya bisa menyebabkan kelainan di otak dan kematian. Virus rabies berjalan ke otak melalui nervus perifer. Masa inkubasi penyakit ini biasanya beberapa bulan pada manusia, tergantung jarak yang harus ditempuh virus tersebut sampai ke sistem saraf pusat. Ketika virus rabies mencapai sistem saraf pusat dan gejala – gejala mulai timbul, infeksi bisa tidak dapat disembuhkan dan menjadi fatal dalam beberapa hari. Gejala – gejala stadium awal rabies termasuk malaise, sakit kepala, dan demam, progress ke stadium akut, depresi, hidrofobia. Akhirnya, pasien bisa mengalami 1

Upload: ayi-leen

Post on 26-Sep-2015

72 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

rabies

TRANSCRIPT

INTRODUKSI / LATAR BELAKANG1

Rabies berasar dari bahasa sansekerta, Rabhas, yang berarti untuk melakukan hal kekerasan. Dalam bahasa yunani, Lyssa berarti mengamuk; maka dari itu, genus virus yang menyebabkan rabies dinamakan Lyssavirus.11Rabies adalah sebuah penyakit virus yang menyebabkan ensefalitis akut. Penyakit ini bersifat zoonotic, yang berarti bisa ditransmisi dari satu spesies ke spesies lainnya, seperti dari anjing ke manusia, biasanya disebabkan oleh gigitan dari binatang yang terinfeksi. Pada manusia, rabies bisa fatal jika profilaksis postexposure tidak ditangani dengan cepat karena gejala beratnya. Virus rabies menginfeksi sistem saraf pusat, yang akhirnya bisa menyebabkan kelainan di otak dan kematian.Virus rabies berjalan ke otak melalui nervus perifer. Masa inkubasi penyakit ini biasanya beberapa bulan pada manusia, tergantung jarak yang harus ditempuh virus tersebut sampai ke sistem saraf pusat. Ketika virus rabies mencapai sistem saraf pusat dan gejala gejala mulai timbul, infeksi bisa tidak dapat disembuhkan dan menjadi fatal dalam beberapa hari.Gejala gejala stadium awal rabies termasuk malaise, sakit kepala, dan demam, progress ke stadium akut, depresi, hidrofobia. Akhirnya, pasien bisa mengalami periode mania dan letargi, yang mengarah pada koma. Penyebab kematian biasanya insufisiensi respiratori.Rabies menyebabkan sekitar 55.000 kematian manusia tiap tahunnya di seluruh dunia. 95% kematian manusia karena rabies terjadi di Asia dan Afrika. Sekitar 98% kasus rabies berasal dari gigitan anjing. Sisa 2% berasal dari binatang binatang seperti kucing atau monyet.

EPIDEMIOLOGI2

Di Indonesia sampai Agustus 2010 sebanak 113 orang positif terinfeksi penyakit rabies. Penyebaran virus rabies sulit dihentikan. Tidak mengherankan bila angka kematian akibat penyakit ini mencapai 100%.Penyakit ini, seperti yang dilansir dalam siaran pers Kementrian Kesehatan juga kerap menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Tahun 2005 KLB terjadi di provinsi Maluku, Maluku Utara, dan Kalimantan Barat. Akhir tahun 2007, KLB terjadi di Banten. November 2008, KLB terjadi di Kabupaten Badung, Bali. Di pulau Nias, Umatera Utara sampai dengan Juli 2010 terjadi 857 Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), sekitar 815 diberi vaksin anti rabies, dan 23 diantaranya meninggal dunia. Di Bali, sejak kasus ini menyebar tahun 2008 di Kab. Badung, sampai bulan Agustus 2010 terdata 53.418 kasus GHPR, 83 diantaranya meninggal.Data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization / WHO) menunjukkan rata rata di asia ada 55.000 kasus kematian akibat rabies pertahun. Kasus di Negara Negara Asia terbanyak ditemukan di India (20.000 30.000 kasus pertahun), Vietnam (rata rata 9.000 kasus pertahun), Cina (rata rata 2.500 kasus pertahun), Filipina (200 300 kasus pertahun), dan Indonesia (rata rata 125 kasus pertahun). Di Indonesia, rabies sebagian besar disebabkan oleh gigitan anjing (98%) sementara sebagian kecil disebabkan oleh gigitan kera dan kucing (2%).

ETIOLOGI4

Rabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus rabies. Virus ini berbentuk seperti peluru, single-stranded, terbungkus oleh RNA dari family Rhabodviridae, genus Lyssavirus. Terdapat 7 genotypes dari Lyssavirus. Lyssavirus tipe 1 adalah virus rabies classic. Genotype ini adalah satu satunya yang teridentifikasi di Negara Negara barat dan menginfeksi kelompok besar binatang. 6 genotype lainnya tersebar di sebagian kecil dunia dan pada 5 di antaranya, kelelawar merupakan reservoirnya. Semua 7 genotype Lyssavirus berhubungan dengan kasus rabies pada manusia namun type 1 yang paling sering ditemukan.

PATOFISIOLOGI3

Setelah inokulasi, virus rabies bereplikasi perlahan lahan di otot. Langkah awal yang perlahan ini mengarah pada masa inkubasi yang lama. Lalu virus memasuki nervus perifer, merangsang reseptor asetilkolin nikotin, yang juga mengikat beberapa neurotoksin yang memiliki homolog genetic dengan glikoprotein permukaan virus rabies. Virus rabies menggunakan beberapa reseptor lain untuk memasuki axon. Ketika sudah memasuki sel saraf, virus ini berjalan sepanjang axon melalui fast axonal transport, melalui sel sel menyebrangi sinaps sampai memasuki sistem saraf pusat, dimana terjadi diseminasi yang cepat di seluruh otak dan spinal cord. Infeksi ini termasuk batang otak, yang menyebabkan disfungsi otonom dan hidrofobia, yang disebabkan oleh spasme otot otot jalan nafas atas ketika pasien berusaha untuk menelan. Gambaran patologis khas dari rabies adalah Negri body, yang dibentuk dari kumpulan nucleocapsid virus yang menciptakan karakteristik inklusi cytoplasma. Namun, Negri body bisa tidak tampak pada pemeriksaan pada infeksi virus rabies. Selain itu, pada ditemukannya defisit neurologis yang berhubungan dengan rabies, pemeriksaan histoplatologis pada otak yang terinfeksi menunjukkan kerusakan dan kematian sel saraf yang sedikit.Setelah infeksi sistem saraf pusat, virus lalu ke arah anterograde melalui sistem saraf perifer lalu ke organ organ sekitar. Melalui rute inilah virus menginfeksi glandula saliva. Infeksi jantung menyebabkan disfungsi cardiac, dan banyak korban infeksi rabies pada akhirnya meninggal dari gagal jantung atau disritmia yang tidak terkontrol.

GEJALA KLINIS

Rabies pada Manusia3Masa inkubasi rabies adalah sekitar 1 3 bulan, namun masih bervariasi. Dalam beberapa kasus gejala pertama muncul dalam 5 hari setelah terekspose, dan kadang masa inkubasi bisa memanjang sampai lebih dari 6 bulan. Rabies memiliki 2 gejala klinis utama. Encephalitis atau furious rabies dimulai dengan gejala nonspesifik, termasuk demam, sakit tenggorokan, lemas, sakit kepala, dan mual muntah. Gejala gejala ini ditambah dengan rasa baal dan gatal pada tempat gigitan atau sekitarnya yang akan menyebar ke ekstremitas. Lalu setelah itu, pasien mulai menunjukkan gejala tipikal dari encephalitis yang parah dengan agitasi, depresi mental, dan, kadang kadang, kejang. Karakteristik pasien dengan encephalitis rabies awalnya memiliki masa inkubasi intermittent sampai masa ditemukannya encephalopathy, namun pada akhirnya kondisi ini mengarah pada keadaan koma. Gejala kardinal rabies, hydrophobia dan aerophobia, termanifestasi oleh agitasi dan rasa takut yang disebabkan rasa ingin minum atau terkena udara di muka, yang menyebabkan tersedak dan aspirasi melalui spasme laring, leher, dan dinding thorax. Penyakit ini bersifat progresif, dan kematian hampir selalu terjadi dalam waktu 2 3 minggu setelah onset.Bentuk kedua rabies yang dikenal adalah paralisis atau dumb rabies yang terlihat pada frekuensi yang lebih jarang dan terlihat dari kelemahan UMN yang mempengaruhi ekstermitas dan nervi kranialis. Sebagian besar pasien dengan dumb rabies juga menunjukkan beberapa elemen encephalopathy.

Rabies pada Binatang5Rabies itu infeksius terhadap mamalia; ada tiga fase yang dikenal. Pertama adalah periode satu sampai tiga hari yang ditandai dengan perubahan perilaku dan dikenal sebagai fase prodromal. Fase kedua adalah fase eksitasi, yang bertahan tiga sampai empat hari. Fase ini dikenal dengan furious rabies dengan tendensi binatang yang terkena menjadi hiperreaktif terhadap stimulus luar dan akan menggigit apa saja yang dekat. Ketiga adalah fase paralitik dan disebabkan oleh kerusakan pada motor neuron. Terlihat dengan adanya inkoordinasi pada pergerakan karena adanya paralisis ekstremitas belakang, salivasi, dan kesulitan menelan yang disebabkan oleh apralisis otot muka dan tenggorokan. Kematian biasanya disebabkan oleh kelumpuhan pernafasan.

Tabel fase, durasi, dan gejala klinis rabies3FaseDurasiGejala

Inkubasi1 - 3 bulanTidak ada

Prodromal1 - 7 hariDemam, sakit kepala, mual, muntah, agitasi

Parestesi, nyeri

Neurologis akut

Encephalitic (80%)1 - 7 hariDemam, halusinasi, hiperaktivitas, kejang

spasme faring (hidrofobik, aerofobik)

Paralitik (20%)2- 10 hariKekakuan

Koma / kematian1 - 14 hari

PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISISPada pemeriksaan fisik yang pertama kita lihat adalah, berdasarkan anamnesa, adanya kontak berupa gigitan dengan binatang yang berpotensi terinfeksi rabies. Bisa berupa binatang peliharaan yang tidak pernah divaksinasi rabies atau binatang liar.Pada fase lanjut perlu juga dilihat apakah adanya defisit neurologis, berupa penurunan kesadaran sampai adanya kejang.

PEMERIKSAAN PENUNJANG4Pemeriksaan penunjang pada infeksi rabies jarang dilakukan, karena methodenya yang rumit dan cenderung mahal. Pemeriksaan ini berupa PCR atau kultur virus dari sample CSF. Selain itu virus rabies juga bisa diisolasi untuk kultur dari saliva atau dari biopsy otak. Juga bisa dilakukan pemeriksaan histopathology, mikroskopik electron, dan direct antibody fluorescent test.Pada pemeriksaan CSF, didapatkan pleositosis (Leukosit 30 300 /mm3), konsentrasi glukosa normal, dan peningkatan sedikit nilai protein (100 200 mg/dL). Selain itu, pada pemeriksaan EEG & CT-Scan terjadi perubahan abnormal namun bersifat nonspesifik.13Pada pemeriksaan histopathology, ditemukan:a. Mononuclear infiltrationb. Perivascular cuffing dari limfosit atau PMNc. Babes nodules yang mengandung sel gliald. Negri bodyBadan inklusi cerebral yang dinamakan Negri body merupakan 100% diagnostik untuk infeksi rabies tapi hanya ditemukan pada 80% kasus.

Perivascular cuffing Babes nodules

Virus rabies direct antibody fluorescent test (+)

Negri Body

DIAGNOSA

Diagnosa infeksi rabies ditegakkan berdasarkan anamnesa & pemeriksaan fisik dimana adanya riwayat kontak berupa gigitan dengan binatang yang berpotensi terinfeksi rabies.Berdasarkan anamnesa & pemeriksaan fisik, sebaiknya segera dilakukan Post-Exposure Prophylaxis rabies, dikarenakan bila menunggu munculnya gejala gejala defisit neurologis atau dilakukannya pemeriksaan penunjang, perjalanan virus sudah menyebar dan prognosis pasien semakin memburuk.Differensial diagnosis pada kasus manusia yang dicurigai terkena rabies pada awalnya termasuk pada penyakit penyakit penyebab encephalitis, seperti pada infeksi herpes virus, enterovirus, dan arbovirus, seperti virus West Nile.9 Penyebab encephalitis viral lainnya yang mungkin menjadi differensial diagnosis adalah Nipah virus, dari paramyxovirus.10 Selain itu, ada juga differensial diagnosis lainnya yaitu keadaan yang disebut Rabies Histeria. Yaitu keadaan psikologis yang jarang yang terjadi pada orang dewasa terekspose yang percaya bahwa mereka terkena rabies. Sebagian besar kelompok ini memiliki beberapa pengetahuan mengenai manifestasi klinis dari rabies, dan bisa memiliki gejala yang tidak bisa dibedakan dari rabies sebenarnya.13

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan rabies diawali dengan usaha preventive dengan menghindari kontak dengan binatang yang berpotensi infeksi rabies dan vaksinasi semua binatang peliharaan dan liar.

Pre-Exposure Prophylaxis3Vaksinasi rabies yang sudah dimatikan bisa diberikan untuk melawan rabies pada orang orang dengan resiko tinggi terinfeksi rabies, seperti petugas laboratorium, dokter hewan atau orang yang akan berpergian ke daerah endemis rabies. Vaksinasi diberikan 3 kali intra muscular pada hari ke 0, 7, 21 atau 28.

Post-Exposure Prophylaxis3, 11Langkah pertama pada PEP rabies adalah dengan mencuci luka dengan air dan sabun. Atau bisa juga digunakan disinfektan. Aspek terpenting disini adalah bahwa luka tercuci dengan volume disinfektan yang besar. Antibiotok dan tetanus prophylaxis sebaiknya diberikan.Komponen kedua dari PEP adalah imunisasi pasif rabies, Rabies Immunoglobulin (RIG) dan vaksinasi anti rabies (VAR). Pemberian ini diberikan sebanyak 4 kali, dimana waktu diberikan berdasarkan hari setelah terexpose, hari ke 0, 3, 7, 21. Pemberian ini diberikan intra muscular, yaitu di daerah deltoid. Penyuntikan di area gluteus, berdasarkan penelitian, mengalami kegagalan karena lebih menyuntik ke bagian lemak daripada otot. Pada anak anak biasa dilakukan pada paha bagian lateral.Pada pasien yang sudah mendapatkan pre-exposure prophylaxis, bisa diberikan PEP 2 dosis, yaitu pada hari ke 0 dan 3.

Flow chart penatalaksanaan kasus gigitan hewan tersangka / rabies12

Induced Coma Milwaukee Protocol6Pada 2004, di Amerika, terdapat kasus rabies, dimana seorang remaja wanita jatuh koma dan mendapat ketamine, midazolam, ribavirin, dan amantadine. Dokternya memberikan terapi terapi tersebut berdasarkan hipotesa dimana efek rabies disebabkan oleh disfungsi rabies yang sementara dan bisa disembuhkan dengan memasukan terapi yang melindungi fungsi otak dari kerusakan sambil memberi waktu pada sistem immune tubuh untuk membunuh virus tersebut. Setelah 31 hari isolasi dan 76 hari di rumah sakit, pasien tersebut keluar dari rumah sakit dengan hampir tidak ada efek samping permanen, dan pada tahun 2009, pasien tersebut bisa melanjutkan pendidikan kuliah seperti biasa.

Serum Anti Rabies (SAR) & Tetanus Toxoid (TT) & AntibiotikSelain pemberian VAR & RIG, bisa juga diberikan SAR secara inflitrasi di sekitar luka. Sedangkan TT juga diberikan karena adanya kontak berupa luka terbuka pada pasien. Pemberian antibiotik diindikasikan karena adanya kontak dengan dunia luar, ditakutkan masuknya bakteri melalui port-dentre tersebut.PROGNOSIS

Penatalaksanaan pada profilaksis post exposure (Post-Exposure Prophylaxis / PEP) setelah mendapatkan vaksinasi besar kemungkinannya dalam melawan penyakit ini jika dilaksanakan dengan baik dan benar. Sedikit terlambat atau tepat waktu, PEP 100% efektif melawan rabies.7 Pada kasus keterlambatan pada penatalaksanaan PEP, treatment masih memiliki kemungkinan berhasil.8Pada manusia yang tidak divaksinasi, rabies biasanya fatal setelah gejala neurologis muncul, namun vaksinasi post exposure segera bisa melawan progresivitas virus.

REFERENSI

1. Drew WL (2004). "Chapter 41: Rabies". In Ryan KJ, Ray CG (editors).Sherris Medical Microbiology(4th ed.). McGraw Hill. pp.597600.2. http://www.who.int/rabies/en/3. Klegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics.4. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition.5. Ettinger, Stephen J; Feldman, Edward C (1995).Textbook of Veterinary Internal Medicine(4th ed.). W.B. Saunders Company.6. Hu WT, Willoughby RE, Dhonau H, Mack KJ (August 2007)."Long-term follow-up after treatment of rabies by induction of coma"(PDF).New England Journal of Medicine357.7. Jordan Lite (2008-10-08)."Medical Mystery: Only One Person Has Survived Rabies without Vaccine--But How?".Scientific American.8. "Rabies Post-Exposure Prophylaxis".Centers for Disease Control and Prevention(CDC). 2009-12-23.9. "Rabies: Differential Diagnoses & Workup".eMedicine Infectious Diseases. 2008-10-03.10. Taylor DH, Straw BE, Zimmerman JL, D'Allaire S (2006).Diseases of swine. Oxford: Blackwell publishing. pp.4635.11. http://emedicine.medscape.com/article/220967-overview12. http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Flow_Chart_Rabies.pdf13. http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/4/129.full?sid=9c05494c-8f18-454a-b32e-1664bdc6e1b0

1