prposal proyek baru

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG URINE Urine merupakan cairan sisa metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal, kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Proses pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul- molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga keadaan homeostasis cairan tubuh. Secara umum urin berwarna kuning, urin berbau khas (ammonia). pH urin berkisar antara 4,8 – 7,5, urin, akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran. Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur) Volume urin normal per hari adalah 900 – 1200 ml, volume tersebut dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan kopi),

Upload: ayyou-siwonnest

Post on 12-Jun-2015

1.489 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prposal proyek baru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

URINE

Urine merupakan cairan sisa metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal,

kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Proses

pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah

yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga keadaan homeostasis cairan tubuh.

Secara umum urin berwarna kuning, urin berbau khas (ammonia). pH urin

berkisar antara 4,8 – 7,5, urin, akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi

banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak

sayuran. Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah

nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan

sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na,

Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat

kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur)

Volume urin normal per hari adalah 900 – 1200 ml, volume tersebut

dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan

kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi. Zat-zat diuretika tak hanya

mempengaruhi volume urin normal, tetapi juga mempengaruhi pH urine dan

warna Urine.

AKTIVITAS DIURETIK

Aktivitas diuretik adalah suatu aktivitas yang mempengaruhi kerja

metabolic ginjal dalam proses pengeluaran kemih (dieresis). Aktivitas diuretic

sendiri dipengaruhi oleh zat-zat diuretic yang dapat memperbanyak pengeluaran

urine, dengan mekanisme kerja langsung maupun tidak langsung. Mekanisme

kerja langsung adalah dengan mempengaruhi kerja metabolic ginjal dalam

memproduksi hasil ekskresi. Sedangkan mekanisme kerja tidak langsung adalah

dengan memperkuat kerja kontraksi jantung, memperbesar volume darah, atau

dengan merintangi sekresi hormone antidiuretik. Fungsi utama dari aktivitas

Page 2: Prposal proyek baru

diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udema, yang artinya mengubah

keseimbangan cairan, sehingga cairan ekstrasel menjadi normal atau dalam

keadaan homeostatis. Aktivitas diuretic dimulai dari mengalirnya darah ke dalam

glomerolus, dimana tempat terjadi proses filtrasi. Ultrafitrat yang didapat dari

proses filtrasi pertama ini, di lanjutkan ke tubulus proksimal dan distal, dimana

kedua bagian tersebut di hubungkan oleh lengkung henle. Pada lengkung henle

inilah, terjadi aktivitas diuretic (dalam hal ini yaitu memperbanyak volume

urine),yaitu penyerapan kembali unsure-unsur yang dibutuhkan oleh tubuh, yaitu

air, garam, maupun zat-zat lainnya. Dalam mekanisme kerja langsung aktivitas

diuretic, dipengaruhi oleh zat-zat diuretic kimiawi, salahsatunya adalah

furosemide.

FUROSEMIDE

Furosemide adalah suatu zat yang bekerja dalam proses Inhibisi reabsorpsi

natrium dan klorida pada lengkung Henle ascendens dan tubulus distal, yang

mempengaruhi kerja sistem ko-transpor ikatan klorida, untuk kemudian

meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium. Furosemide

sendiri biasa digunakan untuk mengurangi kasus pembengakakan dan

penyimpanan cairan pada masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan sirosis

hati. Penggunaan furosemide berlebih dapat menyebabkan efeksamping yang

berkelanjutan seperti dehidrasi, anemia dan emboli. Untuk itulah dalam

pemakaian obat / zat furosemide harus sesuai takaran atau dosis yang tepat,

sehingga tidak menyebabkan terjadinya efek samping yang berlebihan.

Berdasarkan penjabaran mengenai pengaruh peningkatan aktivitas diuretic

dengan zat furosemide dapat menyebabkan efek samping berkelanjutan. Maka

penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan dosis furosemide

terhadap aktivitas diuretic pada tikus.

1.2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh

peningkatan dosis furosemid terhadap aktivitas diuretic yaitu; volume urin, pH

urin dan warna urin pada tikus putih (Rattus Novergicus).

Page 3: Prposal proyek baru

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh

peningkatan dosis furosemid terhadap aktivitas diuretic yaitu; volume urine, pH

urine, dan warna urine pada tikus putih (Rattus Novergicus).

1.4 Rumusan masalah

- Bagaimanakah aktivitas diuretic pada tikus normal ?

- Bagaimanakah aktivitas diuretic pada tikus setelah pemberian furosemid

yang sesuai dengan dosis ?

- Adakah pengaruh peningkatan dosis pemberian furosemid terhadap aktivitas

diuretic tikus yaitu; volume urine, pH urine, dan warna urine pada tikus

putih?

- Bagaimanakah pengaruh peningkatan dosis pemberian furosemid terhadap

aktivitas diuretic tikus ?

Page 4: Prposal proyek baru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DIURETIK

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.

Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya

penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah

pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti

mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan

ekstrasel menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke

dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex).

Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif

dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi

dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang

mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian

disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan

komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam

antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang

mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan

metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.

Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul

(ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat

akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.

Manfaat lain dari diuretic adalah diuretik juga dapat menurunkan tekanan

darah terutama dengan cara mendeplesikan simpanan natrium tubuh. Awalnya,

diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah

jantung, tahanan vaskuler perifer. Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan

terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke

volume yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan

darah.

Page 5: Prposal proyek baru

Mekanisme kerja diuretik

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik :

1. Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yangbekerja pada daerah yang

reabsorbsi natrium sedikit, akanmemberi efek yang lebih kecil bila

dibandingkan dengan diure-tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi

natrium banyak.

2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal

ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap

diuretik.

3. Interaksi antara obat dengan reseptor.

Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :

1. Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).

2. Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)

3. Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)

4. Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)

5. Osmotik (manitol, urea)

Menurut Siswandono dan Bambang (1995), berdasarkan efek yang

dihasilkan diuretikum dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Diuretikum yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi

kadar elektrolit tubuh (diuretik osmotik) contohnya gliserol, urea, dan manitol.

2. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (natriuretik) contohnya

HCT (Hydro Cloro Thiazid), triklormetiazid, butizida, politiazida, dan

bendroflumetiazida.

3. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretika)

contohnya furosemid dan bumetanid.

Golongan obat diuretik yang lain adalah obat penghambat mekanisme

transport elektrolit di dalam tubuli ginjal dengan cara menghambat karbonik

anhidrase contohnya asetazolamid dan diklorpenamid. Karbonik anhidrase adalah

enzim yang mengkatalis reaksi

CO2 + H2O H2CO3. Di dalam tubuh, H2CO3 berada dalam keseimbangan

dengan H+ dan HCO3- yang sangat penting dalam sistem buffer darah. Ion ini juga

Page 6: Prposal proyek baru

penting pada proses reabsorbsi ion tetap dalam tubuli ginjal, sekresi lambung dan

beberapa proses lain dalam tubuh.

Diuretikum terutama digunakan untuk mengurangi sembab (oedema)

diantaranya oedema akut, oedema kronik, hipertensi, dan insufisiensi jantung

selain itu indikasi sampingan sebagai diuresis dipaksakan pada keracunan,diabetes

insipidus, dan glaukoma. Walaupun demikian, diuretik hanya mempunyai

kemampuan sebagai terapi penunjang dari terapi yang khusus. Efek samping dari

penggunaan diuretik dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit dan

air. Pada penggunaan diuretik ansa Henle dan tiazid dapat menyebabkan

kehilangan kalium, disamping itu ekskresi ion magnesium juga bertambah

(Mutscher 1991).

B. FUROSEMID

Furosemide atau ‘pil air’, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi

bengkak/edema dan penyimpanan cairan yang disebabkan oleh berbagai macam

masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung atau hati. Furosemide juga

digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi/hipertensi. Furosemide bekerja

dengan membloking absorpsi garam dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga

menyebabkan peningkatan jumlah urin yang diekskresikan. Efek diuretik

furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh.

Furosemid tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat

suntikan. Umunya pasien (manusia) membutuhkan kurang dari 600 mg/hari.

Dosis anak 2mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.

Furosemid merupakan kelompok diuretika kuat yang telah teruji secara medis

ilmiah. Sebagai diuretika kuat, furosemid merupakan obat yang paling sering

digunakan di Indonesia, yaitu sekitar 60% dibandingkan dengan diuretika kuat

yang lain. Hal ini terjadi karena mula kerja, waktu paruh dan waktu relative

singkat, sehingga efek diretiknya cepat timbul dan sangat cocok digunakan untuk

keadaan akut, namun sangat disayangkan, pemakaian furosemid dapat

menimbulkan efek samping gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,

terutama ion Na dan K. kedua ion ini banyak yang dieksresikan, sehingga bisa

Page 7: Prposal proyek baru

menimbulkan hiponatreinema dan hipokalemia (Agoes, 1992; Ganiswara S.G,

1995; Mutschler E, 1991).

C. HEWAN PERCOBAAN

Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang

khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium

tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat

pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana

ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian

ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan kera.

1. Tikus

Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari

(nocturnal). Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) sebagai berikut

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodentia

Subordo : Sciurognathi

Famili : Muridae

Sub-Famili : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus

Data biologik

- Konsumsi pakan per hari

- Konsumsi air minum per hari

- Diet protein

- Ekskresi urine per hari

- lama hidup

- Bobot badan dewasa

- Jantan

- Betina

5 g/100 g bb

8-11 ml/100 g bb

12%

5,5 ml/100 g bb

2,5- 3 tahun

300-400 g

250-300 g

Page 8: Prposal proyek baru

- Bobot lahir

- Dewasa kelamin (jantan=betina)

- Siklus estrus (menstruasi)

- Umur sapih

- Mulai makan pakan kering

- Rasio kawin

- Jumlah kromosom

- Suhu rektal

- Laju respirasi

- Denyut jantung

- Pengambilan darah maksimum

- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)

- Kadar haemoglobin(Hb)

- Pack Cell Volume (PCV)

- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)

5-6 g

50+10 hari

5 hari (polyestrus)

21 hari, 40-50 g

12 hari

1 jantan – 3 atau 4 betina

42

37,5oC

85 x/mn

300 – 500 x/mn

5,5 ml/Kg

7,2-9,6 X 106 / μl

15,6 g/dl

46%

14 X 103 /μl

2. Uji Metabolisme Obat

Dalam melakukan uji metabolisme suatu obat dalam tubuh hewan

percobaan, perlu dilakukan pada kandang individu. Kandang tersebut dirancang

khusus untuk mendapatkan contoh dari hasil metabolisme , seperti didalam urine,

faeses dan sebagainya. Kandang dibuat sedemikian rupa sehingga koleksi urine

Page 9: Prposal proyek baru

dan feses dapt dilakukan dengan mudah tidak tercampur dengan dengan pakan

atau air minum.

Gambar 7. kandang metabolik untuk satu ekor hewan coba

D. Sistem Ekskresi

Ekskresi adalah proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang

sudah tidak digunakan oleh tubuh dan dapat dikeluarkan bersama urin, keringat

atau pernapasan. Pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme dari dalam tubuh

dapat melalui ginjal, kulit, paru-paru, dan saluran pencernaan. Secara umum

sistem ekskresi menghasilkan urin melalui 2 proses utama: filtrasi cairan tubuh

dan penyulingan larutan cair yang dihasilkan dari filtrasi itu.

Mikroanatomi

a. Korpuskulum Renallis

Korpuskulum renalis terdiri atas berkas kapiler glomeruli dan glomerulus

yang dikelilingi oleh kapsula berupa epithel yang berdinding ganda disebut

Kapsula Bowman. Dinding sebelah dalam disebut lapisan viseral sedangkan yang

disebelah luar disebut lapisan pariental (Popesko,1975).

Page 10: Prposal proyek baru

b. Tubulus Konvulatus Prokimalis

Tubulus proksimalis merupakan tubulus nefron pertama yang dilewati oleh

filtrat glomerolus setelah proses filtrasi glomerolus. Tubulus proksimal akan

mereabsorbsi elektrolit, air dan mereabsorbsi sekitar 65% natrium, klorida,

bikarbonat, dan kalium yang difiltrasi serta semua glukosa dan semua asam amino

yang telah difiltrasi secara aktif (Guyton & Hall 1997). Tubulus proksimal juga

mensekresikan asam-asam organik, basa, dan ion hidrogen ke dalam lumen

tubulus.

Struktur ini merupakan segmen berkelok-kelok, yang bagian awal dari

tubulus ini panjangnya dapat mencapai 14 mm dengan diameter 57-60 m. Tubulus

konvulatus proksimalis biasanya ditemukan pada potongan melintang kortek yang

dibatasi oleh epithel selapis kubis atau silindris rendah, dengan banyak dijumpai

mikrovilli yang panjangnya bisa mencapai 1,2 m dengan jarak satu dengan yang

lainnya 0.03 m. Karakteristik dari tubulus ini ditemukan apa yang disebut Brush

Border, dengan lumen yang lebar dan sitoplasma epithel yang jernih.

(Popesko,1975).

c. Ansa Henle

Ansa henle merupakan lanjutan dari nefron tubulus proksimalis. Ansa

henle nefron juxtaglomerolus memanjang sampai ke piramid medula ginjal

sebelum mengalirkan cairannya ke tubulus kontortus distalis di korteks (Ganong

2002). Ansa henle memiliki tiga segmen fungsional yaitu segmen tipis desenden,

segmen tipis asenden, dan segmen tebal asenden.

Bagian desenden segmen tipis sangat permiabel terhadap air dan sedikit

permeable terhadap kebanyakan zat terlarut, termasuk ureum dan natrium. Fungsi

segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi zat-zat secara sederhana

melalui dindingnya. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa

henle, dan hampir semuanya tejadi di lengkung tipis desenden karena lengkung

asenden dan segmen tebal asenden tidak permeabel terhadap air (Sirupang 2007).

Segmen tebal asenden ansa henle mereabsorbsi sekitar 25% dari muatan

natrium, klorida, dan kalium yang difiltrasi, serta sejumlah besar kalsium

Page 11: Prposal proyek baru

bikarbonat, dan magnesium (Guyton & Hall 1997). Akan tetapi pada segmen tebal

asenden ansa henle tidak mereabsorbsi air, sehingga cairan pada lumen berubah

menjadi hipotonis (Septi et al. 2007).

Ansa Henle banyak dijumpai di daerah medula. Ansa henle berbentuk

seperti huruf “U” yang mempunyai segmen tebal dan diikuti oleh segmen tipis.

Epithel dari ansa henle merupakan peralihan dari epithel silindris rendah atau

kubus sampai squomus, biasanya pergantian ini terdapat di daerah sub kortikal

pada medula, tapi bisa juga terjadi di daerah atas dari ansa henle (Popesko,1975).

d. Tubulus Konvulatus Distalis

Tubulus distalis merupakan lanjutan ansa henle asenden bagian tebal.

Segmen tubulus distalis relatif tidak permeabel tehadap air, sehingga berperan

dalam pengenceran urin. Reabsorbsi NaCl pada tubulus distalis lebih sedikit

jumlahnya dibanding tubulus proksimal dan ansa henle (Katzung 2001).

Perbedaan struktur histologi dengan Tubulus Konvulatus proksimalis

antara lain : Sel epithelnya besar, mempunyai brush border, lebih asidofil,

potongan melintang pada tempat yang sama mempunyai epithel lebih sedikit,

Tubulus Konvulatus distalis : Sel epithel lebih kecil dan rendah, tidak mempunyai

brush border, kurang asidofil, lebih banyak epithel pada potongan melintang

(Popesko,1975).

e. Tubulus kolektivus

Tubulus kolektivus merupakan lanjutan dari nefron bagian tubulus

konvulatus distalis dan mengisi sebagian besar daerah medula. Lumennya dilapisi

epithel kubis selapis, sedangkan tubulus kolektivus bagian belakangnya sudah

berubah menjadi bentuk silindris dengan diameter 200 m, panjangnya mencapai

30-38 mm ( Sisson,1975).

f. Pelvis Renalis

Pada hilus renalis terdapat pelvis renalis yang menampung urin dari papila

renalis. Pada ginjal yang multi-piramid urin pertama ditampung oleh kaliks renalis

kemudian dari sini baru ke pelvis renalis.Bangun histologinya adalah sebagai

berikut : Mukosa memiliki epithel peralihan dengan sel payung, mulai dari kaliks

Page 12: Prposal proyek baru

renalis, tebal epithel hanya 2 sampai 3 sel. Propria mukosa terdiri atas jaringan

ikat longgar dan pada kuda terdapat kelenjar yang agak mukus . Bentuk kelenjar

adalah tubulo-alveolar. Tunika muskularis terdiri atas otot polos, jelas pada kuda,

babi dan sapi. Lapis dalam tersusun longitudinal dan lapis luar sirkuler. Tunika

adventitia terdiri dari jaringan ikat longgar dengan banyak sel lemak, pembuluh

darah, pembuluh limfe serta saraf (Sisson,1975).

g. Ureter

Tunika mukosa : Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat

lapis, pada ureter empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis. Tunika

submukosa tidak jelas. Lamina propria beberapa lapisan. Luar jaringan ikat padat

tanpa papila, mengandung serabut elastis dan sedikit noduli limfatiki kecil, dalam

jaringan ikat longgar. Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter

dan vesika urinaria dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur. Tunika

muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan ikat

longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum

longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum

Tunika adventisia: jaringan ikat longgar (Sisson,1975).

h. Vesica Urinaria

Mukosa, memiliki epithel peralihan (transisional). Propria mukosa terdiri

atas jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan jarang terlihat limfonodulus atau

kelenjar. Submukosa terdapat dibawahnya, terdiri atas jaringan ikat yang lebih

longgar. Tunika muskularis tersusun oleh lapisan otot longitudinal dan sirkuler

(luar). Lapisan paling luar atau tunika serosa, berupa jaringat ikat longgar

(jaringan areoler), sedikit pembuluh darah dan saraf (Sisson,1975).

Page 13: Prposal proyek baru

Gambar 24:Struktur ginjal

1. Proses Pembentukan Urine

a. Penyaringan (filtrasi)

Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan

struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-

protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan

plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular.

Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal

terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang

meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel

epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula

bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan

filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal.

Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler,

membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel

yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate

(Guyton.1996).

Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan

solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler

dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk

proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena

molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi

Page 14: Prposal proyek baru

( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan

protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring

(Guyton, 1996).

Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring,

sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun

karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk

menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap

molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari

pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa,

asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati

saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus

berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah

tetapi tidak mengandung protein (Guyton, 1996).

b. Penyerapan kembali (reabsorbsi)

Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap

kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal

terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea.Meresapnya zat pada tubulus ini melalui

dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air

melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan

tubulus distal.

Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino

dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan

garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin.Setelah terjadi

reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih

diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa

metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.

Volume urin hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat

glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan

terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi

yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa

sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin.

Page 15: Prposal proyek baru

Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan

150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali

(Sherwood, 2001).

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder

yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-

zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-

zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03′,

dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada

tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa

difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada

tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood, 2001).

c. Augmentasi

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai

terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter

adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen

empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme

adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini

sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20,

NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).

Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat

makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa

tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa

zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan

PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai

kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood, 2001).

d. Regulasi kadar ion natrium (sodium)

Ion Natrium (sodium) merupakan elektrolit utama dalam tubuh secara

terus-menerus dikeluarkan lewat urin dan perkeringatan. Pengaturan kadar ion

Natrium melibatkan sel-sel korteks adrenal (hormon aldosteron) dan sel-sel

tubulus ginjal. Ion Natrium (Sodium) merupakan ion utama yang menyusun

Page 16: Prposal proyek baru

elektrolit tubuh. Natrium secara terus menerus dikeluarkan lewat urin dan

keringat.

Sel khusus yang terdapat pada dinding pembuluh darah ginjal berperan

sebagai osmoreseptor berperan memantau kadar ion natrium dalam darah. Jika

kadar natrium turun (osmolaritas menurun), maka sel tersebut mengeluarkan

enzim renin yang mengubah angiotensinogen menjadi angeiotensin I kemudian 

angiotensin II.

Angiotensin II sebagai hormon berperan merangsang sel korteks adrenal

untuk mensintesis dan mensekresikan aldosteron. Aldosteron merangsang sel-sel

tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsorpi natrium dalam urin sehingga kadar

natrium darah kembali seimbang (normal).

Peran ginjal sangat penting dalam menjaga suasana lingkungan internal

agar tetap sesuai untuk kelangsungan proses fisiologis di dalam sel atau yang

disebut homeostasis (W.B. Cannon). Pada tubuh manusia, sel-sel yang menyusun

jaringan berada dalam suatu lingkungan yang disebut lingkungan  internal. Claude

Bernard (bangsa Perancis) menamakan lingkungan internal tersebut dengan istilah

melieu interieur. Lingkungan internal tersebut tidak lain adalah ruang antarsel.

Ruang antarsel bukan merupakan suatu ruangan kosong, melainkan ruangan yang

dipenuhi dengan cairan, demikian juga ruang dalam sel (sitoplasma).

Menurut Ganong (2002), komposisi tubuh kita sebagian besar merupakan

cairan yaitu kurang lebih 60%. Cairan tubuh, berdasarkan keberadaannya (letak)

dapat dibedakan menjadi cairan ekstraseluler (CES) 20 %, dan intraseluler (CIS)

40%. Cairan ekstraseluler dapat dibedakan menjadi cairan interseluler (jaringan)

75%, dan cairan plasma dan limfe 25%. Sebagai contoh, seseorang dengan berat

badan 50 Kg, maka cairan tubuh total sekitar 30 L. 20 L CIS, 10 L CES, 7,5

cairan jaringan dan 2,5 L cairan palsma dan limfe.

Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai kedalam bentuk ion-ion

dan selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion merupakan atom-

atom bermuatan elektrik. Elektrolit bisa berupa air, asam, basa atau berupa

senyawa kimia lainnya. Elektrolit umumnya berbentuk asam, basa atau garam.

Beberapa gas tertentu dapat berfungsi sebagai elektrolit pada kondisi tertentu

Page 17: Prposal proyek baru

misalnya pada suhu tinggi atau tekanan rendah. Elektrolit kuat identik dengan

asam, basa, dan garam kuat.

2. Hasil akhir urin secara umum

a. Kandungan Urin Normal

Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal

adalah bagian padaat yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan

beradasarkan ukuran ataupun kelektrolitanya, diantaranya yaitu memiliki sifat non

elektrolit dimana memiliki ukaran yang relatif besar, di dalam urin terkandung :

Urea CON2H4 atau (NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3, Dan subtansi

lainya seperti hormon (Guyton, 1996).

Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+,

Calcium (Ca2+). Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-),

Phosphates (H2PO4-, HPO42-, PO43) (Guyton, 1996).

b. Warna

Normal urin berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah

warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan

indikasi adanya penyakit (Anonim, 2008 ).

c. Bau

Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan

indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu

( Anonim, 2009).

d. Kejernihan

Normal urine terang dan transparan agak kekuningan. Urine dapat menjadi

keruh karena ada mukus atau pus ( Anonim, 2009).

e. pH

pH urine normal sedikit asam (4,5 – 7,5). Urine yang telah melewati

temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas

bakteri. Vegetarian urinenya sedikit mengandung alkali (Anonim, 2009 ).

f. Urea

Urea merupakan zat diuretik higroskopik dengan menyerap air dari plasma

darah menjadi urin. Kadar urea dalam darah manusia disebut BUN Blood Urea

Page 18: Prposal proyek baru

Nitrogen). Peningkatan nilai BUN terjadi pada simtoma uremia dalam kondisi

gagal ginjal akut dan kronis atau kondisi gagal jantung dengan konsekuensi

tekanan darah menjadi rendah dan penurunan laju filtrasi pada ginjal. Pada kasus

yang lebih buruk, hemodialisis ditempuh untuk menghilangkan larutan urea dan

produk akhir metabolisme dari dalam darah.(Anonim,2009)

Amonia merupakan produk dari reaksi deaminasi oksidatif yang bersifat

toksik. Pada manusia, kegagalan salah satu jenjang pada siklus urea dapat

berakibat fatal, karena tidak terdapat lintasan alternatif untuk menghilangkan sifat

toksik tersebut selain mengubahnya menjadi urea. Defisiensi enzimatik pada

siklus ini dapat mengakibatkan simtoma hiperamonemia yang dapat berujung

pada kelainan mental, kerusakan hati dan kematian. Sirosis pada hati yang

diakibatkan oleh konsumsi alkohol berlebih terjadi akibat defisiensi enzim yang

menghasilkan Sarbamil fosfat pada jenjang reaksi pertama pada siklus ini.

3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan urin

1. Hormon

ADH

Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga

dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh

hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan

meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel ( Frandson,2003).

Aldosteron

Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar

adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya

perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin (Frandson,

2003)

Prostaglandin

Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang

berlungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan

pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan

dalam mengatur sirkulasi ginjal (Frandson, 2003)

Gukokortikoid

Page 19: Prposal proyek baru

Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air

yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium

(Frandson, 2003)

Renin

Selain itu ginjal menghasilkan Renin yang dihasilkan oleh sel-sel

apparatus juksta glomerularis pada:

1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )

2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )

3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra)

4. Innervasi ginjal dihilangkan

2. Zat – zat diuretic

Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak

mengkonsumsi zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi,

sehingga volume urin bertambah.

3. Suhu internal atau eksternal

Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan

mengurangi volume urin.

4. Konsentrasi darah

Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah

rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.

5. Stress

Kondisi emosi yang tidak stabil pada saat stress dapat merangsang

kandung kemih untuk mensekresikan urine keluar dari dalam tubuh selain itu

kondisi stress atau dalam keadaan tertekan dan terancam mempengaruhi

peningkatan dan penurunan volume urin.

Page 20: Prposal proyek baru

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai

Hari/ tanggal : Senin, 28 Mei 2012

Waktu : 09.00 - selesai

Tempat : Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi FMIPA

Unnes

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan

rancangan sederhana (Pre and Post Test Control Group Design). Rancangan

penelitian ini dengan 4 perlakuan 2 kali ulangan, maka unit percobaan ada 4 unit

dengan menggunakan pre and post te

st.

P0 O2

R P1 O4

S

P2 O6

P3 O8

Keterangan:

Page 21: Prposal proyek baru

S : hewan percobaan

R : pembagian secara acak menjadi 4 kelompok

P0 : perlakuan control normal

P1 : perlakuan I

P2 : perlakuan II

P3 : perlakuan III

O2 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok control

normal

O4 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok perlakuan I

O6 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok perlakuan

II

O8 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok perlakuan

III

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : pemberian variasi dosis furosemide pada tikus

2. Variable terikat : jumlah urin tikus

3. Variable control : berat badan tikus

D. Sampel

1. Kelompok kontrol normal (P0): tikus dicekok aquades.

2. Kelomok perlakuan I (P1): tikus dicekok furosemide dengan dosis 0,36

mg/200 g bb.

3. Kelompok perlakuan II (P2): tikus dicekok furosemide dengan dosis 0,72

mg/200 g bb.

4. Kelompok perlakuan III (P3): tikus dicekok furosemide dengan dosis 1,44

mg/200 g bb.

E. Hipotesis

Ho = tidak ada pengaruh pemberian variasi dosis furosemide terhadap

aktivitas diuretic tikus putih

Ha = ada pengaruh pemberian variasi dosis furosemide terhadap aktivitas

diuretic tikus putih

Page 22: Prposal proyek baru

F. Alat dan bahan penelitian

Alat:

a) sonde tikus

b) gelas ukur

c) timbangan digital

d) gelas piala 100 ml

e) batang pengaduk

f) spuit 1cc

g) kandang

G. Prosedur Penelitian

Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah:

a. Tahap Persiapan

1) Membuat kandang percobaan

2) Menimbang furosemide dengan timbangan digital

b. Pelaksanan penelitian

1) Membagi tikus secara random menjadi 4 kelompok masing-masing

kelompok terdiri dari 1 tikus

2) Menempatkan tikus dalam kandang, setiap kandang berisi 1 tikus

dan dikelompokan sesuai perlakuan

3) Sebelum perlakuan, tikus dipuasakan minimal selama 18 jam. Tetap

diberi minum. Pengujian ini menggunakan metode Lipschitz (Lipschitz

1943).

4) Memberi loading dose pada tikus berupa aquadest hangat sebanyak

10ml/200 g bb

5) Memberi perlakuan sesuai dengan alur kerja penelitian

1. Kelompok 1 (control normal)

2. Kelompok II

Satu ekor tikus dicekok furosemid dengan dosis 0,36 mg/200 g bb.

Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.

3. Kelompok III

Satu ekor tikus dicekok furosemid dengan dosis 0,72 mg/200 g bb.

Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.

4. Kelompok IV

Bahan:

a) tikus putih dengan bobot badan

berkisar 200 gram

b) Aquadest

c) furosemid

d) pH-Indikator.

Page 23: Prposal proyek baru

Satu ekor tikus dicekok furosemid dengan dosis 1,44 mg/200 g bb.

Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.

6) Melakukan pengamatan terhadap volume urin yang dikeluarkan setiap

satu jam selama 6 jam dan diukur pH urin pada jam pertama, selain itu

diamati pula warna urin. Hewan di tempatkan dalam kandang dan urin

diambil dengan perlakuan,yaitu tikus dibuat stress sehingga dapat

mengeluarkan urin.

H. Metode Analisis dan Interpretasi Data

Data hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasikan dengan analisis varians

(Anava), yang pengujiannya dilakukan secara pre and post control group design.

Analisis varians digunakan untuk mengetahui signifikasi pengaruh setiap

perlakuan, dan untuk mengetahui perlakuan mana yang pengaruhnya paling

signifikan terhadap kandungan urea urin tikus yang diteliti.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Pada percobaan ini diambil satu ekor tikus untuk masing-masing variasi dosis

furosemide dan satu ekor tikus untuk kontrol normal yang diambil urinnya,

Page 24: Prposal proyek baru

sehingga ada 4 ekor tikus yang dijadikan sampel percobaan. Pengambilan urin

dilakukan setiap jam selama 6 kali. Dari hasil uji urin diperoleh data seperti di

bawah ini :

DAFTAR PUSTAKA

Agoes A. 1992. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian I. Jakarta : ECG. Hlm 124.

Anonim A ,2009. http://gurungeblog.wordpress.com/gangguan-sistem-ekskresi-

pada-manusia/(30 April 2012).

Anonim.2009. http://www.dechacare.com/informasi-kesehatan/label.php?l=asam-

urat-136 (30 April 2012).

Ganiswara, S G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm 389-392.

Guyton, A.C. 1996. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh Adji Dharma. CV.

ECG Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Page 25: Prposal proyek baru

Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta : Penerbit

buku kedokteran EGC.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke-1. Sjabana D,

Raharjo W, Sastrowardoyo, Hamzah E, Isbandiati I, Uno dan

Purwaningsih, penerjemah. Jakarta : Salemba Medika. Terjemahan dari :

Basic and Clinical Pharmakology.

Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Edisi V. Bandung : Penerbit ITB. Hlm 565-

568, 571-573.

Popesko, peter, 1975. Atlas of to Topographical Anatomy of the Domestic

Animals. London : W. B. Saunders Company.

Septi IA et al. 2007. Mekanisme Aksi Hidrokloritiazid sebagai Diuretik.

Yogyakarta. FM Universitas-Sanata-Dharma.http://www.ilmukedokteran.

blogspot.com/2007/11/mekanisme-aksi-hidrokloritiazid-sebagai-diuretik.

htm -97k [30 April 2012].

Sirupang Y. 2007. Pola Perubahan Elektrolit pada Pemberian Obat-obat Diuretik.

http://www.javedsirupang.wordpress.com/2007/08/05/pola-perubahan-

elektrolit-pada-pemberian-obat-obat-diuretik/ - 112k. [30 April 2012].

Sisson & Grossman. 1975. The Anatomy of The Domestic Animal. Philadephia :

WB. Saunders Company.

Siswandono, Bambang S. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga

University Press.