prposal (2)

32
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa Rencana Penelitian untuk Tugas Akhir DYTA PERMATA SARI M3509024 DIPLOMA 3 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Upload: evi-rosyida-sari

Post on 25-Jul-2015

1.094 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRPOSAL (2)

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN NANGKA (Artocarpus

heterophyllus) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa

Rencana Penelitian untuk Tugas Akhir

DYTA PERMATA SARI

M3509024

DIPLOMA 3 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

Page 2: PRPOSAL (2)

PERSETUJUAN

Rencana Penelitian

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN NANGKA (Artocarpus

heterophyllus) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa

Oleh :

DYTA PERMATA SARI

M3509024

Telah disetujui untuk dikerjakan :

Menyetujui , Mengetahui, Pembimbing Ketua Progam D3 Farmasi

Estu Retnaningtyas N., S.PT, M.Si Ahmad Ainurofiq. MSi., Apt

NIP. NIP. 19780319 200501 1 003

Page 3: PRPOSAL (2)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan hayati terbesar

kedua setelah Brazil. Hutan hujan tropis Indonesia memiliki sekitar 3000 spesies

tumbuhan berbunga (Zuhud dan Haryanto, 1994). Salah satu spesiesnya adalah

Artocarpus heterophyllus yang lebih dikenal dengan sebutan nangka.

Nangka merupakan salah satu tanaman yang hidup di Indonesia. Pohonnya

tinggi menjulang dengan buah yang sangat besar. Tanaman ini berbuah antara

musim kemarau dengan musim penghujan(musim peralihan). Di beberapa daerah

di Tanah Air, penduduk tidak hanya menggunakan buahnya sebagai bahan

pangan, tetapi juga sebagai obat tradisional untuk mengatasi demam, disentri atau

malaria. Daun tanaman ini di rekomendasikan oleh pengobatan ayurveda sebagai

obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka memberi efek hipoglikemi

(Chandrika, 2006). Selain itu daun pohon nangka juga dapat digunakan sebagai

pelancar ASI, obat borok (obat luar), dan luka (obat luar). Menurut (Prakash

dkk,2009), daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat

demam,bisul,luka dan penyakit kulit

Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus) daunnya mengandung

saponin, flavonoid, dan tannin, sedangkan buah yang masih muda dan akarnya

mengandung saponin (Hutapea,1993). Senyawa saponin dapat bekerja sebagai

antimikroba. Senyawa saponin akan merusak membran sitoplasma dan

membunuh sel (Assani, 1994). Senyawa flavonoid diduga mekanisme kerjanya

mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat

diperbaiki lagi (Pelczar dkk., 1998).

Pada permukaan kulit manusia terdapat berbagai mikroorganisme yang

pada kondisi tertentu mikroorganisme tersebut mampu menginfeksi kulit.

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa diketahui sebagai bakteri

penyebab berbagai infeksi kulit dan jaringan lunak yang mampu mengancam

jiwa(Sudibyo dkk, 2008). Akhir – akhir ini terjadi peningkatan bakteri yang

resisten terhadap antibiotic. Menurut penelitian yang dilakukan oleh

(Raihana,2009) bakteri Staphylococcus aureus resisten terhadap Ampicilin dan

Page 4: PRPOSAL (2)

bakteri Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap gentamicin, cefotaxim,

ceftriaxon, ceftazidim, meropenem, ampicillin, ampicillin sulbactam, netilmicin,

cefoperazone,erithromicin, chloramphenicol, sulfamethroxazole trimethoprim,dan

novobiocin.

Untuk mengatasi kejadian resisten tersebut, sekarang ini sedang gencar-

gencarnya dicari alternative antibakteri dari bahan alam atau istilahnya “back to

nature”. Menurut (prakash dkk,2009), daun nangka dalam pengobatan tradisional

digunakan sebagai obat demam,bisul,luka dan penyakit kulit sehingga diduga

memiliki aktivitas antibakteri. Sehingga dalam penelitian ini dilakukan uji

aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun nangka terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa penyebab infeksi. Hasil

penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan dalam menambah pengetahuan

dan wawasan kepada masyarakat tentang obat tradisional dan fitoterapi yang pada

saat ini masih berdasarkan data empiris.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dikembangkan rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak etanol daun nangka (Artocarpus heterophyllus) mampu

menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus?

2. Berapakah kadar hambat minimal dan kadar bunuh maksimum dari

ekstrak etanol daun nangka yang dapat memberikan aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui dan membuktikan bahwa ekstrak etanol daun nangka

(Artocarpus heterophyllus) mempunyai aktivitas antibakteri

2. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun nangka dalam menghambat

pertumbuhan bakteri dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu

pengetahuan tentang khasiat daun nangka berdasarkan data klinis khususnya

Page 5: PRPOSAL (2)

aktivitas antibakteri daun nangka peranannya sebagai tanaman obat menjadi lebih

berarti dan memasyaratkan penggunaan daun nangka sebagai sediaan untuk

pengobatan.

Page 6: PRPOSAL (2)

BAB II

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tumbuhan Nangka (Artocarpus heterophyllus)

a. Sistematika Tumbuhan Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Kedudukan tumbuhan nangka (Artocarpus heterophyllus)

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledonae

Ordo : Morales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllus)

(Rukmana, 2008)

b. Nama lain

Panah( Aceh ), pinasa, sibodak, nangka atau naka(Batak), baduh atau

enaduh (Dayak),binaso,lamara atau malasa( Lampung), naa(Nias), kuloh

(Timor),dan nangka (Sunda dan Madura). ( Rukmana, 2008)

c. Morfologi Tumbuhan

Daun terbentuk bulat telur dan panjang, tepinya rata, tumbuh secara

berselang-seling, dan bertangkai pendek, permukaan atas daun berwarna hijau tua

mengkilap, kaku, dan permukaan bawah daun berwarna hijau muda. Bunga

tanaman nangka berukuran kecil, tumbuh berkelompok secara rapat tersusun

Page 7: PRPOSAL (2)

dalam tandan, bunga muncul dari ketiak cabang atau pada cabang-cabang besar,

bunga jantan dan betina terdapat dalam sepohon (Rukmana, 2008).

d. Kandungan kimia

Tanaman nangka daunnya mengandung saponin,flavonoid, dan tannin

sedangkan buahnya yang masih muda dan akarnya mengandung saponin dan

polifenol(Hutapea,1993)

e. Kegunaan

Daun Artocarpus heterophyllus berkhasiat melancarkan air susu dan

sebagai obat koreng(Hutapea 1993). Menurut (prakash dkk,2009), daun nangka

dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam,bisul,luka dan

penyakit kulit.

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah

obat dan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan dapat

larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun hewan

tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan atau dikeringkan. Tiap-tiap

bahan mentah obat disebut ekstrak, tidak mengandung hanya satu unsur saja tetapi

berbagai unsur, tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ekstraksi

(Anshel, 1989).

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari

akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam sel

dengan yang di luar sel. Maka larutan yang terpekat didesak keluar. Pada

penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan

diperlukan untuk menentukan konsentrasi larutan di luar bulk serbuk simplisia.

Sehingga dengan pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan

konsentrasi yang sebesar-besanya antara larutan di dalam dengan larutan di luar

sel (Anonim, 1986)

Page 8: PRPOSAL (2)

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia dengan

derajat halus yang cocok dimasukkan dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75

bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya,

sambil berulang-ulang diaduk. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,

etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi

adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah

diusahakan. Sedangkan kerugian dari maserasi adalah pengerjaannya lama dan

penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986).

3. Staphylococcus aureus

a. Klasifikasi

Menurut suryono(1995),sistematika staphylococcus adalah

Divisi: protophyta

Kelas: schizomycetes

Bangsa:eubacteriaces

Familia: micrococcaceae

Genus:staphylococcus

Spesies: Staphylococcus aureus

b. Morfologi dan identifikasi

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti buah angur. Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan

yang disertaiabses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S.

aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat

diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih,

osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi

nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994;

Warsa, 1994).

Staphylococcus aureus merupakan gram positif. Bakteri gram positif

adalah bakteri berwarna biru setelah dicuci dengan alcohol, yaitu dengan

pemberian zat warna lain yaitu safranin(zat warna merah),akan tetap berwarna

biru(volk dan wheeler,1993)

Page 9: PRPOSAL (2)

4. Pseudomonas aeruginosa

Klasifikasi :

Kerajaan : Bacteria

Filum : Probacteria

Kelas : Gamma probacteria

Ordo : Pseudomonadales

Family : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies: Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negative berbentuk batang

lurus atau lengkung,berukuran sekitar 0,6x2 µm. Dapat ditemukan satu-satu,

berpasangan, dan kadang-kadang membentuk rantai pendek,tidak mempunyai

spora,tidak mempunyai selubung, serta mempunyai flagel monotrika (flagel

tunggal pada kutub) sehingga selalu bergerak.

Pseudomona aeruginosa adalah aerob obligor yang tumbuh dengan mudah

pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang

sangat sederhana. Di laboratorium, medium paling sederhana untuk

pertumbuhannya terdiri dari asetat(untuk karbon) dan ammonium sulfat(untuk

nitrogen).(Jawetz,2003)

5. Antibakteri

Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk

membasmi bakteri, khususnya bakteri yang bersifat merugikan manusia. Beberapa

istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian bakteri yaitu

germisid, bakterisid, bakteriostatik, antiseptik, desinfektan (Pelczar dan

Chan,1988).

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat perutumbuhan bakeri

dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM). Antibakteri tertentu aktivitasnya

dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibakterinya

ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy dan Gan, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antibakteri:

1. pH Lingkungan

Page 10: PRPOSAL (2)

2. Komponen-komponen perbenihan

3. Stabilitas obat

4. Besarnya inokulum bakteri

5. Masa pengeraman

6. Aktivitas metabolik mikroorganisme (Jawetz et al., 1996).

6. Uji Aktivitas Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi

(sumuran) dan metode dilusi (pengenceran) (Pratiwi, 2008).

1. Metode difusi atau disc diffusion (tes Kirby & Bauer)

Metode difusi digunakan untuk menentukan aktivitas gen antimikroba.

Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang

terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat.

Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih disekitar cakram.

Luas daerah berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya

aktivitas antibakteri maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini adalah

yang paling sering digunakan (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi

Metode dilusi cair

Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration atau

Kadar Hambat Minimum, KMH) dan MBC (Minimum Bactericidal

Concentration atau Kadar Bunuh Minimum, KBM). Cara yang digunakan adalah

membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan

dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat

jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan

yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair

tanpa penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-

24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi inkubasi

ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

Metode Dilusi Padat

Page 11: PRPOSAL (2)

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair, namun menggunakan media

padat. Keuntungan dari metode ini adalah satu konsentrasi agen antibakteri yang

diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa bakteri uji (Pratiwi, 2008).

7. Mekanisme Antibiotik

Pemusnahan bakteri dengan antibakteri bersifat bakteriostatik masih

tergantung dari kesangguapan reaksi daya tahan tubuh hospes. Peranan lamanya

kontak antara bakteri dengan antibakteri dalam kadar efektif juga sangat

menentukan untuk mendapatkan efek (Setiabudy dan Gan, 1995).

8. Resistensi Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,

yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan

untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus

memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Obat tersebut haruslah bersifat

sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy

dan Gan, 1995).

Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya sel mikroba

oleh antimikroba. Sifat ini dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk

bertahan hidup (Setiabudy dan Gan, 1995). Sifat ini dapat merupakan suatu

mekanisme alamiah untuk bertahan hidup (Setiabudy dan Gan, 1995). Resistensi

merupakan masalah individual epidemilogik yang menggambarkan ketahanan

mikroba terhadap antibiotik tertentu yang dapat berupa resistensi alamiah,

resistensi karena adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi

silang yaitu karena adanya faktor R pada sitoplasma (resistensi

ekstrakromosomal) atau resistensi karena pemindahan gen yang resistensi atau

faktor R atau plasmid (Wattimena dkk., 1991).

Penyebab terjadinya resistensi bakteri adalah penggunaan antibiotik yang

tidak tepat, misalnya penggunaan dengan dosis yang tidak memadai, pemakaian

yang tidak teratur atau tidak kontinyu, demikian juga waktu pengobatan yang

tidak cukup lama. Maka untuk mencegah atau memperlambat timbulnya resistensi

mikroba, harus diperhatikan cara-cara penggunaan antibiotik yang tepat

(Wattimena dkk., 1991).

Page 12: PRPOSAL (2)

Tiga pola resistensi dan sensitif antibakteri yang dikenal antara lain:

a. Pola 1 : belum pernah terjadi resistensi bermakna yang menimbulkan kesulitan

klinik.

b. Pola 2 : pergeseran dari sifat peka, tetapi tidak sampai terjadi resistensi

sepenuhnya.

c. Pola 3 : sifat resistensi pada taraf yang cukup tinggi, sehingga menimbulkan

masalah di klinik (Setiabudy dan Gan, 1995).

Resistensi dibagi dalam kelompok resistensi genetik, resistensi non

genetik, dan resistensi silang.

a. Resistensi non genetik

Bakteri dalam keadaan istirahat biasanya tidak dipengaruhi oleh

antimikroba. Bila berubah menjadi aktif kembali, mikroba kembali bersifat

sensitif terhadap antimikroba. Keadaan ini dikenal sebagai resistensi non genetic

(Anonim, 1995).

b. Resistensi genetik

Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotik umumnya terjadi karena

perubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal dan

ekstrakromosomal.

1. Resistensi kromosomal

Resistensi ini terjadi akibat mutasi spontan pada lokus yang

mengendalikan kepekaan terhadap obat antimikroba yang diberikan.

2. Resistensi ekstrakromosomal (resistensi dipindahkan)

Bakteri sering mengandung unsur-unsur genetik ekstra kromosom yang

dinamakan plasmid. Bahan genetik dan plasmid tersebut dapat dipindahkan

melalui mekanisme transduksi, transformasi, konjugasi, dan translokasi DNA.

c. Resistensi silang

Mikroorganisme yang resisten terhadap suatu obat tertentu dapat pula

resisten terhadap obat-obat lain yang memiliki mekanisme kerja yang sama

(Jawetz et al., 1996).

Page 13: PRPOSAL (2)

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Nangka merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh di Indonesia.

Tanaman ini memiliki banyak khasiat di setiap bagiannya terutama pada bagian

daun. Daun nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat

demam,bisul,luka dan penyakit kulit sehingga diduga daun nangka mempunyai

aktivitas antibakteri terutama bakteri pada kulit.

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa diketahui sebagai

bakteri penyebab berbagai infeksi kulit dan jaringan lunak yang mampu

mengancam jiwa. Bakteri-bakteri tersebut diketahui telah resisten terhadap

beberapa antibiotic. Misalnya, Staphylococcus aureus resisten terhadap Ampicilin

dan bakteri Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap gentamicin, cefotaxim,

ceftriaxon, ceftazidim, meropenem, ampicillin, ampicillin sulbactam, netilmicin,

cefoperazone,erithromicin, chloramphenicol, sulfamethroxazole trimethoprim,dan

novobiocin.

Pada daun nangka terdapat kandungan flavonoid, saponin dan tannin.

Saponin dan flavonoid merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas antibakteri

yang cara kerjanya dengan merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi

protein sel.

Sehingga dalam penelitian ini, dilakukan uji aktivitas antibakteri dari

ekstrak etanol daun nangka terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Pseudomonas aeruginosa . Hal ini untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun

nangka mempunyai aktivitas antibakteri dan untuk mengetahui berapakah kadar

ektrak yang dapat memberikan aktivitas antibakteri.

C. HIPOTESA

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka dapat disusun hipotesis dari

penelitian ini yaitu,pertama ekstrak etanolik daun nangka mempunyai efek

antibakteri trerhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

. Kedua, dengan metode difusi dapat ditentukan konsentrasui hambat minimum

(KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM)

Page 14: PRPOSAL (2)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah metode eksperimental meliputi pengambilan

sampel, identifikasi sampel, pembuatan simplisia, ektrasi, pembuatan media,

perkembangbiakan bakteri, uji aktivitas dan analisa data dengan uji Anova.

B. ALAT DAN BAHAN

Bahan

a. Bahan sampel. Bahan sampel yang digunakan yaitu daun

nangka yang diambil dari desa kiringan, Boyolali.

b. Bakteri uji. Bakteri yang digunakan untuk uji aktivitas

antibakteri ini yaitu Staphylococcus aureus.

c. Media yanga digunakan yaitu media NA.

d. Bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan dalam proses

penyarian dan daya antibakteeri adalah etanol 70%,

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci, evaporator,

ayakan no 100, blender, cawan petri, tabung reaksi, mikropipet, blue tip, rak

tabung reaksi, burner dan korek api.

C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan

dari masalah yang akan diteliti. Penelitian yang penulis lakukan ini bertempat di

Laboratorium Kimia Pusat UNS serta Laboratorium Biologi Pusat UNS.

Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari penyusunan

proposal sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian. Waktu ini meliputi

kegiatan persiapan sampai penyusunan laporan penelitian, dengan jadwal sebagai

berikut:

Page 15: PRPOSAL (2)

KEGIATAN BULAN KE-

1 2 3 4 5

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Studi Kepustakaan

dan Persiapan Alat

Bahan

2. Determinasi

Tanaman

3. Pengeringan

Simplisia dan

Ektrasi

4. Pembuatan media,

perkembangbiakan

bakteri dan uji

aktivitas

antibakteri

5. Pengumpulan dan

Pengolahan Data

6. Penyusunan

Laporan

.

D. VARIABEL PENELITIAN

a. Identifikasi variable utama

Variable utama memuat identifikasi dari semua sampel yang diteliti

langsung. Variable utama pertama adalah ekstrak etanoliok daun nangka. Variable

utama kedua dalam penelitian ini adalah bakter Staphylococcus aureus

b. Klasifiklasi variable utama

Variable utama telah telah didefinisikan terdahulu dapat diklasifikasikan

ke dalam berbagai macam variable yaitu variable bebas, variable terkendali,

variable tergantung.

Page 16: PRPOSAL (2)

Variable bebas yang dimaksud dalam penelitian kali ini adalah variable

yang sengaja diubah-ubah untuk dipelajari pengaruhnya terhadap variable

tergantung. Variable bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak etanol

daun nangka

Variabel terkendali dalam penelitian ini merupakan variable yang

berpengaruh selain variable bebas, sehingga perlu ditetapkan kualifikasinya agar

hasil yang diperoleh valid dan reliable. Variable kendali: bakteri uji

Staphylococcus aureus, sterilitas, peralatan ,suhu, waktu inkubasi,metode

penyarian yaitu maserasi.

Variable tergantung adalah titik pusat permasalahan yang merupakan

pilihan dalam penelitian. Variable tergantung dalm penelitian ini adalah

konsentrasi hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum dari ekstrak daun

nangka,

c. Definisi operasional utama

Pertama,daun nangka adalah daun dari tanaman nangka yang diambil di

desa kiringan pada umur ± 5tahun.

Kedua,serbulk daun nangka adalah daun nangka yang dipetik kemudian

dibersihkan dan ditiriskan. Daun- daun yang telah bersih kemudia dijemur selama

± 7 hari lalu diblender dan diayak dengan ayakan no 100

Ketiga, ekstrak etanolik serbuk daun nangka yang diektrasi dengan pelarut

etanol menggunakan metode maserasi

Keempat,bakteri uji dalam penelitian ini adalah Staphylococcus aureus.

E. JALANNYA PENELITIAN

a. Populasi dan sampel

Populasi daun nangka dalam penelitian ini adalah daun dari tanaman

nangka yang tumbuh di desa kiringan , boyolali

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun nangka yang

tumbuh di desa kiringan boyolali yang dipetik saat usia kurang lebih 5 tahun

dalam keadaan segar dan diambil secara acak.

Page 17: PRPOSAL (2)

b. Determinasi Tanaman

Tahap pertama penelitian adalah memastikan kebenaran sampel daun

nangka, dengan mencocokkan ciri-ciri morfologis yang ada pada tanaman nangka

terhadap kepustakaan.

c. Pembuatan serbuk

Daun nangka dikumpulkan, dicuci dengan air bersih lalu ditiriskan, dan

dikeringkan dibawah sinar matahari, ditutup dengan kain hitam sampai kering.

Simplisia yang telah kering dicampur jadi satu, kemudian diserbuk dengan cara

diblender dan diayak dengan pengayak mesh no 100.

d. Pembuatan ekstrak secara maserasi

Serbuk sebanyak 2 kg dimasukkan dalam bejana bermulut lebar, ditambah

etanol 70 % sebanyak 3,5 L kemudian digojog, dan didiamkan selama 5 hari.

Setelah lima hari maserat disaring dan dipekatkan dengan evaporator. Pelarut

yang masih tertinggal diuapkan di atas penangas air sampai bebas dari pelarut.

e. Pembuatan media

Media Nutrient Agar (NA)

Komposisi :

Beef Extract 3 g

Peptone 5 g

Agar 15 g

Air suling 1 L

Cara pembuatan :

Sebanyak 23 g serbuk NA dilarutkan dalam air suling hingga 1 liter

dengan bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna. Kemudian

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit

f. Persiapan bakteri uji

Bakteri uji dibiakkan pada agar miring selama 18-24 jam pada suhu 37 ºC

kemudian disuspensikan dalam tabung steril yang berisi NaCl fisiologis.

g. Pembuatan konsentrasi ekstrak

1. Konsentrasi 10% yaitu ektrak 1 g ekstrak dalam 10 ml pelarut.

2. Konsentrasi 20% yaitu ektrak 2 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

Page 18: PRPOSAL (2)

3. Konsentrasi 30% yaitu ektrak 3 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

4. Konsentrasi 40% yaitu ektrak 4 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

5. Konsentrasi 50% yaitu ektrak 5 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

6. Konsentrasi 60% yaitu ektrak 6 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

7. Konsentrasi 70% yaitu ektrak 7 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

8. Konsentrasi 80% yaitu ektrak 8 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

9. Konsentrasi 90% yaitu ektrak 9 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

10. Konsentrasi 100% yaitu ektrak 10 g ekstrak dalam 10 ml pelarut

Pelarut yang digunakan yaitu CMC 0,5%

h. Pengujian aktivitas antibakteri

1. Sebanyak 10 μL suspensi bakteri dimasukkan ke dalam cawan

petri,kemudian ditambahkan media NA steril sebanyak 10 mL yang sudah

hangat. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan.

2. Setelah campuran media NA dan suspensi bakteri memadat, dibuat

lubang-lubang dengan perforator.

3. Tiap lubang kemudian diisi suspensi ekstrak sebanyak 50 μL.

4. Inkubasi dalam inkubator selama 18-24 jam pada suhu 37ºC. Hasilnya

kemudian diamati.

i. Menentukan kadar hambat minimum dan kadar bunuh maksimum

Penentuan kadar hambat minimum yaitu dengan melihat konsentrasi

ekstrak terkecil/terendah yang menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang

ditandai adanya daerah bening atau clear zone.

Penentuan kadar hambat maksimum yaitu dengan melihat konsentrasi

ekstrak yang memberikan efek antibakteri maksimum. Kemudian ektrak tersebut

dimasukkan dalam tabung reaksi yang terdapat media NA, kemudian

dimasukkan 10 µL bakteri uji lalu digojok. Kemudian diinkubasi selama 24 jam

pada suhu 37 ºC. Kemudian hasil inkubasi dispread ke media padat tanpa ekstrak

dan diinkubasi. Lalu diamati apakah terdapat daerah bening atau tidak?

Page 19: PRPOSAL (2)

Simplisia kering

Dibawah sinar matahari dan ditutupi kain hitam

Ekstrak kental

Media pertumbuhan

1ml suspensi bakteri

Daun nangka

Dengan evaporator

filtrat

Serbuk

Sumuran 6 buah

Etanol 70% selama 5 hari

Selama 24 jam pada suhu 3 ᵒC7̊ 7̊�

dikeringkan

didapat

dimaserasi

clear zonenya

Selama 24 jam pada suhu 37ᵒC

diperoleh

didapatkan

diuapkan

didapatkan

dinkubasi

dibuat

diinkubasi

dimasukkan

ditambahkan

Diagram 1. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Nangka terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

ditambahkan

diukur

Page 20: PRPOSAL (2)

DAFTAR PUSTAKA

-Anonim . 1986 . Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

- Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan

RI

-Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh

Farida Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi IV. Jakarta : UI Press.

-Assani, S. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta:Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia

-Candrika.2006.Hypoglycaemic Action Of The Flavanoid Fraction of Artocarpus

heterophyllus Leaf, Afr. J. Trad. CAM, 3 (2) : 42-50

-Ersam, T.2001. Senyawa Kimia Mikromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus

Hutan Tropika Sumatra Barat . Bandung : ITB.

-Heyne, K. 1987.Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II . Jakarta : Badan Litbang

Kehutanan.

-Hutapea,J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia,edisi II. Jakarta :Depkes

RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan .

- Jawetz, E. et al. 1996. Mikrobiologi Klinik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC

-jJwetz, E. , Melnick, Adelberg. 2001. Medical Microbiology Edisi 22. USA:

McGraw-Hill Companies:31-40

-Raihana, Nadia.2011. Profil Kultur dan Uji Sensitifitas Bakteri Aerob Dari

Infeksi Luka Operasi Laparotomi Di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil

Padang. Padang: Universitas Andalas

-Pelczar, M.J. dan Chan, E. C. S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1.

Jakarta : UI Press

- Prakash, Om., K, Rajesh., M , Anurag., and G, Rajiv. 2009. Artocarpus

heterophyllus (Jackfruit): An overview. India : Review Article Vol.3 Issue

6 page 353-358

-Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga

Page 21: PRPOSAL (2)

-Rukmana, Rahmat. 2008. Budi Daya Nangka. Yogyakarta: Kanisius

-Ryan, K.J., J.J. Champoux, S. Falkow, J.J. Plonde, W.L. Drew, F.C. Neidhardt,

and C.G. Roy. 1994. Medical Microbiology An Introduction to Infectious

Diseases. 3rd ed. Connecticut: Appleton&Lange. p.254.

-Setiabudy & Gan, (1995). Pengantar Antimikroba dalam Buku Farmakologi dan.

Terapi. Edisi keempat Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

-Suryono,bambang.1995. Mikrobiologi Umum dan Bakteri Klinik. Kediri :

Akademi Analisis Kesehatan Bakti Wijaya.

-Sudibyo, dkk.2008. Profil Resistensi Antibiotik pada Staphylococcus aureus dan

Pseudomonas aeruginosa. Yogyakarta: Berkala Keshatan Klinik Vol. XIV

No 2 hal 98-102

-Syamsuhidayat, S.S., Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia I

Jakarta : Badan Litbangkes Depkes RI.

-Volk, W.A and wheeler MF.1993. mikrobiologi dasar jilid2,Soenarto

Adisoemarto(editor). Surabaya : Erlangga.

-Warsa, U.C. 1994. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran

Edisi Revisi. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara. hal. 103-110

-Wattimena JR, Sugiarso NC, Widianto MB, Sukandar EY, Soemardji AA,

Setiadi AR. 1991. Farmakologi dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press

-Zuhud, E.A.M., & Haryanto, 1994, Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman

Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bogor : Jurusan Konservasi

Sumber Daya Hutan Fak. Kehutanan IPB.

Page 22: PRPOSAL (2)