prosiding - universitas halu oleo · 2020. 3. 18. · memperkaya kajian komunikasi dan pendidikan....
TRANSCRIPT
-
Prosiding
KOMUNIKASI, PEMBANGUNAN,
DAN MEDIA
Sitti Utami Rezkiawaty Kamil &
Muthia Putri Aprina
i
-
Prosiding Komunikasi, Pembangunan, dan Media
Penulis : Sitti Utami Rezkiawaty Kamil Muthia Putri Aprina
Desain Sampul: Francis Anastsia Sabai Rumate
Penata Letak : Sena Luktridiansyah Pawelloi Dwi Oktaviana Djalali
Penerbit: KOMUNIKA
Jl. Kedondong No.88-i Anduonohu, Kendari, Sultra e-mail:[email protected]
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Unhalu Press-Kendari-Indonesia.
ii
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
atas terbitnya Prosiding Komunikasi, Pembangunan, dan
media yang diselenggarakan pada tahun 2019 ini. Kami
berharap terbitnya buku ini bisa semakin menambah dan
memperkaya kajian komunikasi dan pendidikan.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada para penulis yang telah mengirimkan
artikelnya kepada kami selaku tim editor. Pada prosiding
ini, penulis artikel berasal dari akademisi perguruan tinggi
Universitas Halu Oleo. Maka dari itu, kami selaku tim
editor menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar –
besarnya kepada para penulis.
Buku prosiding ini memuat sejumlah artikel dari
hasil penelitian, artikel ilmiah, dan juga program
pengabdian kepada masyarakat. Semoga buku prosiding
ini dapat memberi manfaat bagi kita semua untuk
kepentingan pengembangan ilmu pendidikan. Disamping
iii
-
itu, diharapkan pula dapat menjadi referensi bagi upaya
pembangunan bangsa dan negara.
Akhir kata, Saran dan kritik yang membangun
tetap kami tunggu demi kesempurnaan buku prosiding ini
kedepannya.
Penyusun,
Kendari, 27 Januari 2020
iv
-
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
- iii
Daftar Isi
- v
ANALISA KEBUTUHAN MAHASISWA PADA PEMBERITAAN MEDIA ONLINE - 1
PERILAKU REMAJA DALAM PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL YOUTUBE SEBAGAI MEDIA BARU 4.0 - 18
BRAND LEGACY INDONESIA DI DUNIA INTERNASIONAL - 36
OPTIMLISASI PRAKTIKUM BERBASIS MEDIA SOSIAL PADA LABORATORIUM ILMU KOMUNIKASI DALAM UPAYA PERCEPATAN MAHASISWA MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 - 44
INFORMASI PEMILIHAN PRESIDEN 2019 DI GRUP FACEBOOK SULTRA WATCH DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT - 53
KOMUNKASI SOSIAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 - 60
PEMETAAN DAN PENELUSURAN NASKAH SUMBER DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA LOKAL DI
v
-
KABUPATEN KONAWE - 68 INSTAGRAM DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PEMUSTAKA DI SULAWESI TENGGARA - 90
PRINSIP BAD NEWS IS GOOD NEWS DALAM KONSTRUKSI PEMBERITAAN KORAN BERITA KOTA - 101
-
PERILAKU REMAJA DALAM PENGGUNAAN
MEDIA SOSIAL YOUTUBE SEBAGAI MEDIA
BARU 4.0
Oleh:
Sutiyana Fachruddin
Universitas Halu Oleo
Asrul Jaya
Universitas Halu Oleo
Abstrak
Artikel ini membahas tentang perilaku remaja dalam
penggunaan media sosial Youtube sebagai media baru 4.0.
Kehadiran era revolusi industry 4.0 yang ditandai dengan
munculnya media baru diyakini memberikan pengaruh
yang besar bagi para penggunanya. Salah satu media baru
yang paling populer di Indonesia menurut CNN Indonesia
adalah Youtube. Dari total 146 Juta pengguna aktif
internet, 50 juta aktif mengakses Youtube. 96% kelompok
usia 13-24 tahun rata rata menghabiskan waktunya 11 jam
setiap minggunya untuk menonton video online melalui
situs media sosial.
Kata Kunci: Remaja, Youtube, Media Baru 4.0
PENDAHULUAN
-
Era Revolusi industri ke-empat atau revolusi
industri 4.0 antara lain ditandai dengan penggunaan
teknologi komunikasi berbasis digital, komputerisasi dan
internet atau yang dikenal dengan istilah media baru.
Media baru merupakan media yang memanfaatkan
digitalisasi, konfergensi, interaktif dan perkembangan
jaringan yang terkait dalam penyediaan data, pesan dan
penyampaian pesan. Dennis Mc Quail (2000)
mendefinisikan empat kategori utama dari “media baru”
sebagai berikut; pertama, media komunikasi
interpersonal, seperti email. Kedua, Media permainan
interaktif, seperti game komputer. Ketiga, media
pencarian informasi, seperti mesin pencari di Net.
Keempat, Media partisipatoris, seperti ruang Chat.
Pengguna media komunikasi baru berbasis
internet ini mengalami peningkatan yang cukup fantastis.
Hootsuite dan Wearesocial merilis jumlah pengguna
internet Januari 2018, sejumlah 4,021 miliar orang atau 53
persen dari 7,593 miliar total jumlah penduduk dunia.
Pengguna sosial media aktif sejumlah 3,196 miliar orang
dan pengguna mobile phone sejumlah 5,135 miliar orang
atau 68 persen dari populasi.
-
Situs berita online CNN Indonesia baru baru ini
merilis informasi dengan judul “Aplikasi Youtube jadi
aplikasi media yang paling popular di Indonesia” hal ini
menunjukan bahwa Youtube menjadi aplikasi yang paling
digemari khalayak. Pengguna internet di Indonesia sangat
aktif menggunakan Youtube. Data Google Menunjukan
bahwah terdapat 50 juta pengguna aktif Youtube per
bulannya dari dari total 146 juta pengakses internet di
Indonesia. Dalam sehari, orang Indonesia bisa mengakses
Youtube dengan durasi 42,4 menit. Durasi waktu tersebut
meningkat 155% pertumbuhan dari waktu menonton di
tahun sebelumnya. Sementara, 75% trafiknya berasal dari
seluler.
Layanan yang paling sering digunakan sehingga
mencapai angka pengguna yang fantastis merupakan
layanan streaming video dan music. Hal itu diungkap oleh
CEO Youtube Susan Wojcicki saat mepresentasikan
Brandcast Youtube. Wojcicki mengatakan kini Youtube
telah memiliki 1,8 miliar pengguna terdaftar atau
yang login setiap bulannya. Angka tersebut tidak
termasuk bagi pengguna yang menonton video tanpa
mendaftar akun.
-
Pada mulanya Youtube merupakan situs kecil
independen yang baru berumur setahun, dibeli dengan
harga bombastis 1,65 miliar dollar AS atau setara Rp
23,76 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS). Youtube
adalah video online dan yang utama dari kegunaan situs
ini ialah sebagai media untuk mencari, melihat dan
berbagi video yang asli ke dan dari segala penjuru dunia
melalui suatu web (Budiargo, 2015; 47) Sejak
pembeliannya hingga saat ini, Youtube telah
menghasilkan uang jauh lebih besar untuk Google, juga
untuk sebagian besar penggunanya. Fenomena pengguna
Youtube ini merupakan suatu peluang sekaligus tantangan
bagi industri penyiaran (broadcast) yang selama ini telah
dinikmati masyarakat melalui televisi dan layar bioskop.
Perilaku Remaja Dalam Menggunakan Media Sosial
Youtube
Perilaku dalam mengakses informasi
menunjukkan jumlah peningkatan penonton
Youtube/vlog. Dalam satu video bisa dilihat atau ditonton
kira kira sebanyak 200 juta kali. Menurut Strangelove
(2010: 171) dalam jurnal (Mironova, 2016), penonton
-
telah memasuki dunia pasca televisi dimana mereka
terfragmentasi menjadi penonton yang menyempit,
dipisahkan oleh kepentingan dan ditargetkan untuk
menonton konten yang sangat spesifik.
Pada tahun 2016, Henri S. selaku staff ahli dari
KEMENKOMINFO menyebutkan bahwa menurut data
dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), jumlah penonton
televisi di usia muda menurun drastis sehingga
menyebabkan angka peminat televisi hanya di minati oleh
sebagian besar penonton di usia lanjut. Menurut Henri,
menurunnya minat generasi muda untuk menonton
televisi disebabkan oleh besarnya peran smartphone di
dalam memberikan berbagai macam informasi yang lebih
detail dan lengkap (www.perhumas.or.id, 2017). Mereka
disebut sebagai Generasi Z yang lahir pada tahun 1990-an
hingga tahun 2010-an (Tulgan 2013) dalam jurnal
(Westenberg, 2016). Jumlah penontonacara TV
tradisional semakin lama semakin sedikit karena
kehadirannya telah digantikan dengan mengkonsumsi
lebih banyak konten digital seperti situs Youtube. Menurut
sebuah laporan dari Defy Media (2015), 96% kelompok
usia 13-24 tahun rata-rata menghabiskan 11 jam dalam
-
seminggu untuk menonton video online melalui situs
media sosial.
Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh
Variety Magazine (2014), enam dari sepuluh remaja
dengan usia 13-18 tahun terpengaruh dengan menonton
video di youtube. Para remaja cenderung lebih mudah
terpengaruh oleh apa yang dilakukan Youtubers
ketimbang apa yang dilakukan oleh selebritis. Menurut
hasil survey, Youtubers dianggap memiliki korelasi yang
tinggi dalam hal mempengaruhi pembelian dikalangan
remaja. Orang mengidentifikasi dan mengadopsi perilaku
mereka sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan dan sikap
yang mereka yakini (Bandura, 1986).
Pengaruh sosial seperti Youtube digunakan untuk
menyebarkan pesan secara cepat dalam skala besar
kepada penggemar setia mereka dengan biaya yang relatif
rendah. Saat ini, pendapat pribadi dan pengalaman
menjadi salah satu sumber informasi yang berharga untuk
membantu konsumen dalam proses pengambilan
keputusan mereka (Chua & Banerjee, 2015; Dellarocas,
2003). Seperti, penelitian mengenai keputusan pembelian
didasarkan pada melihat ulasan secara online (Dellarocas,
-
2003) dalam jurnal (Westenberg, 2016). Sebelum mereka
membeli produk, konsumen mencari ulasan dan
pengalaman di internet, sehingga membuat Youtube
dijadikan sebagai tempat untuk mempromosikan produk,
merek dan layanan dengan biaya yang relatif rendah.
Youtubers biasanya berhasil mempengaruhi orang
lain terutama remaja dikarenakan mereka memiliki
keahlian, kepopularitasan, dan reputasi yang tinggi
(Influencer Marketing, 2012). Perusahaan membuat
kegiatan pemasaran ini untuk meningkatkan penjualan.
Sekarang ini pemasaran dan Word of Mouth (WOM) juga
dilakukan secara online (WOM). Dengan begitu pesan
yang akan disampaikan dapat menyebar pada skala yang
lebih besar dan dengan biaya yang lebih rendah
(Dellarocas, 2003) dalam jurnal (Westenberg, 2016).
Youtubers diminta untuk mencoba layanan atau produk
tersebut kemudian setelah itu membuat video atau vlog
berisi ulasan tentang layanan atau produk yang
bersangkutan.
Ulasan tersebut mencakup informasi produk
berdasarkan pengalaman pribadi. Berdasarkan hal
tersebut, Youtubers bisa merekomendasikan produk
-
tersebut kepada para penontonnya. Dalam beberapa
kasus, orang yang menjadi bagian dari komunitas virtual
dapat mengubah minatnya untuk menjadi fandom saat
mulai menghasilkan sebuah konten video dan
mendapatkan sikap positif dari vloggers favoritnya.
Fandom memungkinkan penonton untuk membayangkan
dirinya menjalani kehidupan yang berbeda dan
menciptakan identitas baru. Ini bukan berarti bahwa
penggemar adalah orang yang secara membabi buta
mengikuti tindakan seseorang dan meniru mereka dalam
kehidupannya sendiri. Meskipun demikian, seringkali
tindakan tersebut dianggap sebagai panutan untuk
melakukan rutinitas sehari-hari bagi para penggemar
(Grossberg, 2013:459) dalam jurnal (Mironova, 2016).
Menurut Grossberg (2013:459) dalam jurnal
(Minova, 2016), ada berbagai macam alasan seseorang
bisa menjadi seorang penggemar. Identifikasi tidak sama
dengan imitasi, imitasi merupakan dorongan untuk
meniru perilaku orang lain dan identifikasi merupakan
dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain
(Walgito, 2003:66-72). Jika Youtubers memiliki kualitas
yang dikagumi oleh remaja, hal itu lebih memungkinkan
-
bahwa remaja mengidentifikasi dan menyalin perilaku
dari Youtubers tersebut. Para remaja harus bisa
memahami potensi yang akan dihasilkan dari meniru
perilaku seseorang. Diharapkan seseorang tersebut bisa
memahami bahwa perilaku tertentu akan menghasilkan
hasil tertentu (Bandura, 1977:193).
Remaja mengidentifikasi sikap-sikap dan tingkah
laku dari seorang vlogger yang dianggapnya ideal karena
mereka merasa masih terdapat kekurangan dalam dirinya.
Proses identifikasi berlangsung secara otomatis atau
berlangsung secara tidak sadar, dan objek identifikasi
tidak dipilih secara rasional, tetapi berdasarkan penilaian
subjektif atau berperasaan (Gerungan, 2004:73). Para
remaja yang menonton vlog telah melakukan identifikasi
terhadap seorang vlogger yang mereka anggap ideal dan
menggunakan hal tersebut dalam perilaku sehari-hari.
Adapun sikap dan perilaku yang mereka identifikasi
diantaranya, perilaku dalam hal berpakaian (fashion),
pemilihan barang-barang yang ingin dipakai, destinasi
liburan, Perilaku dalam hal kecantikan (makeup) cara
berbicara, sampai cara pandang dari seorang vlogger
dalam menyikapi suatu permasalahan.
-
Media Sosial Youtube sebagai Media baru Broadcast
4.0
Media dapat mengubah rasa lingkungan bidup
yang lama dan menciptakan lingkungan hidup yang baru,
dan bahkan bisa mengubah rasa persepsi manusia. “The
medium is message”. Teknologi, dalam pandangan
McLuhan, merupakan bentuk budaya baru yang
memengaruhi orang yang menggunakannya.
Meningkatnya penggunaan teknologi dan akses informasi
pada skala global diharapkan dapat memberikan
pengaruh positif pada cara kita hidup, belajar dan bekerja.
Mc Luhan menyatakan, bahwa setiap masyarakat modern
yang maju dibentuk oleh berbagai oleh teknologi media
yang tersedia untuknya. Pada tahun 1991, Russell dalam
The Future of Mass Audience cenderung berpandangan
optimistis ke arah perubahan yang positif. Neuman
berpendapat bahwa:
1. Media baru menjadi kurang mahal dan juga lebih
banyak tersedia bagi khalayak;
2. Teknologi baru mengubah pandangan khalayak
tentang jarak geografis;
-
3. Teknologi baru meningkatkan kecepatan
komunikasi;
4. Terdapat lebih banyak saluran komunikasi
5. Teknologi baru dapat meningkatkan volume
komunikasi
6. Terdapat lebih banyak kontral bagi pengguna
7. Adanya peningkatan interaksi dari bentuk-bentuk
komunikasi yang sebelumnya terpisah
Pada 2016, lebih dari setengah stasiun televisi
yang ada di Amerika Serikat diprediksi akan
menggunakan model streaming untuk menemui
penontonnya. Memperhatikan konteks integrasi antara
televisi dengan dunia digital tersebut, Ken Auletta (2014)
menulis bahwa nasib industri televisi lebih baik
dibandingkan dengan musik dan suratkabar. Platform
digital cenderung menghilangkan platform lama dalam
industri musik dan suratkabar, Misalnya bisa dilihat dari
turunnya jumlah eksemplar koran edisi cetak dan semakin
sedikitnya orang yang mengakses musik melalui kaset
dan tape recorder. Sementara dalam industry
http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2
-
pertelevisian, platform lama dan baru tidak ada yang
dihilangkan meskipun peminatnya memang berkurang.
Meski terlihat menjanjikan, ancaman tetap
mengiringinya. Auletta (2014) menggaris bawahi bahwa
ada dua problem utama yang mungkin dihadapi televisi
era baru ini. Pertama, model iklan televisi yang harus
berubah dan harus beradaptasi terhadap ancaman yang
mengakibatkan turunnya pendapatan. Apalagi jika
melihat kecenderungan para penonton televisi yang lebih
suka tayangan televisi tidak diganggu iklan. Problem
kedua terdapat pada eksistensi layar televisi itu sendiri.
Dengan akses terhadap tayangan televisi yang bisa
dilakukan dari mana saja, entah dari smartphone,
komputer, dan lain sebagainya, kotak kecil yang selama
ini kita kenal sebagai pesawat televisi itu lamat-lamat
terancam hilang. Indonesia mungkin masih jauh dari
kondisi ini. Namun, melihat kecenderungan
perkembangan teknologi, hal tersebut hanya menunggu
waktu. Bisa jadi suatu saat nanti, kita akan mengucapkan
selamat tinggal kepadan pesawat televisi tradisional.
-
TV swasta adalah sebuah industri yang hidup
berdasarkan mekanisme pasar. Pada sisi ini, mekanisme
pasar menghendaki agar tayangan TV lebih banyak
bersifat hiburan. Hampir semua acara televisi dikemas
dan diformat dalam bentuk hiburan, karena hiburanlah
yang paling diinginkan oleh pasar yakni pasar khalayak
dan pengiklan. Logikanya, jika TV berhasil menayangkan
dan memprogram produknya sesuai dengan selera
khalayak. Media yang satu ini mampu mengundang
khalayak dalam jumlah tidak terbatas dan beragam untuk
duduk ber-lama lama di depan televisi. Maka dari itu tidak
heran jika media televisi menjadi daya tarik para
pengiklan.
Kepentingan pengiklan adalah mempromosikan
produknya kepada segmen khalayak tertentu sebanyak
mungkin dan televisi dipilih sebagai salah satu media
yang dianggap paling efektif untuk melakukan promosi,
terhadap beraneka produk barang dan jasa. Perkembangan
industri media televisi yang berorientasi pasar dalam
beberapa tahun terakhir ini tidak terlepas dari
ketersediaan dan dorongannya.
-
Konsekuensi atas segmentasi pasar audience yang
beragam di masyarakat memaksa pengelolaan media
televisi berorientasi pada profit dan akumulasi modal
yang relatif besar. Oleh karena itu media massa televisi
senantiasa mengintegrasikan diri kedalam aktivitas
industri (Albaran, 1996:5). Hal itu nampak dengan
munculnya beberapa televisi swasta yang ditopang
dengan padat modal untuk menghasilkan produk iklan
komersil yang sangat kompetitif. Perkembangan media
televisi yang syarat teknologi, menjadi lahan bisnis
informasi dan hiburan tersebut menjadikan para
pembisnis bidang informasi dan periklanan bekerja keras
meningkatkan pertumbuhannya.
Menurut Nasrullah (2015) contoh lain dari
kehadiran media sosial selain adanya kecanduan
(addicted) untuk mengakses media sosial, juga
menyebabkan lunturnya ruang privasi dengan ruang
publik. Ada beberapa kasus pengguna aktif sosial media
yang mengungkapkan kondisi dirinya, ia
mempublikasikan persoalan pribadinya didunia online
yang pada akhirnya diketahui oleh publik. Realitas ini
-
adalah salah satu bentuk konsekuensi dari adanya media
online dan semakin maraknya pengguna media sosial.
Tidak hanya ditempatkan lagi dalam konteks saluran atau
medium, tetapi media sosial itu sudah merupakan gaya
hidup dari hubungan antara pengguna dengan teknologi.
Kehadiran media sosial membuka ruang
pembahasan tentang implikasi penggunaan media sosial
dan masyarakat berjejaring. Sebenarnya, media sosial
merupakan hal yang dekat dengan budaya pengungkapan
diri atau yang biasa dikenal dengan self disclosure.
“Dampak lain adalah munculnya budaya berbagi yang
berlebihan dan pengungkapan diri (self disclosure) di
dunia maya. Budaya ini muncul dan terdeterminasi salah
satunya karena kehadiran media sosial yang
memungkinkan secara perangkat siapa pun bisa
mengunggah apa saja.”(Cross, 2015:25)
Membahas lebih lanjut keterkaitannya media
sosial dan eksistensi. Menurut Michael (2014) media
sosial dapat diposisikan sebagai distributor eksistensi,
bisa juga dijadikan sebagai produsen citra dari eksistensi.
Belakangan ini, yang sering terjadi pada media sosial
adalah produsen citra dari eksistensi untuk para konsumen
-
seni. Media sosial merupakan wadah dari berbagai
informasi yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu.
Media memiliki kekuatan yang juga berkontribusi
menciptakan makna dan budaya. Kesadaran akan
kekuatan media ini menunjukan bahwa media bukan lagi
hanya sebatas konten semata, tetapi juga membawa
konteks didalamnya. Ungkapan “the medium is the
message” yang dipopulerkan McLuhan (McLuhan &
Fiore, 2001) setengah abad lalu membawa kesadaran awal
bahwa medium adalah pesan yang bisa mengubah pola
komunikasi, budaya komunikasi, sampai bahasa dalam
komunikasi antar manusia (Nasrullah, 2015:4).
Medium bisa mengandung nilai-nilai yang tidak
hanya sekedar menjadi sarana dalam hal penyampaian
pesan, tetapi bisa memberikan pengaruh dalam segi sosial
budaya, politik, bahkan ekonomi. Melihat media tidak
hanya sebatas dalam makna (sense) perangkat teknologi
sebagaimana yang terkandung dalam penyebutan media,
tetapi juga dimaknai secara historis, teknologi, sosial,
budaya, hingga politik .
Media sosial merupakan medium internet yang
memungkinkan penggunanya mereprsentasikan dirinya
-
dengan berinteraksi, bekerja sama, berbagi,
berkomunikasi dengan pengguna lain, dan juga
membentuk ikatan sosial secara virtual. Menurut Van
Djik (2013), media sosial adalah platform media yang
fokus pada eksistensi pengguna dan memfasilitasi mereka
dalam beraktifitas maupun berkolaborasi (Nasrullah,
2015:11). Sosial Networking atau media jaringan sosial
merupakan sarana yang bisa digunakan pengguna untuk
melakukan hubungan sosial di dunia virtual dan
konsekuensi dari hubungan sosial tersebut, seperti
terbentuknya etika dan nilai-nilai moral. (Nasrullah,
2015:48). “Situs jejaring sosial adalah media sosial yang
paling populer, media sosial tersebut memungkinkan
anggota untuk berinteraksi satu sama lain. Interaksi
tersebut tidak hanya terjadi dalam bentuk pesan teks,
tetapi juga terjadi dalam bentuk foto dan video. Semua
posting (publikasi) merupakan real time, memungkinkan
anggota untuk berbgai informasi seperti apa yang sedang
terjadi” (Saxena, 2014).
Karakter utama dari situs jejaring sosial adalah
setiap penguna membentuk jaringan pertemanan, baik
terhadap pengguna yang sudah diketahuinya dan
-
kemungkinan sering bertemu di dunia nyata (offline)
maupun membentuk jaringan pertemanan baru. Banyak
kasus, pembentukan pertemanan baru ini berdasarkan
pada sesuatu yang sama, misalnya hobi atau kegemaran,
sudut pandang politik, asal sekolah/universitas, atau
profesi pekerjaan (Nasrullah, 2015:40).
Ada beberapa batasan dan ciri khusus yang hanya
dimiliki oleh media sosial dibandingkan dengan media
yang lain. Salah satunya adalah media sosial beranjak dari
pemahaman bagaimana media tersebut digunakan sebagai
sarana sosial virtual. Adapun karakteristik media sosial,
yaitu:
1. Jaringan (network). Media sosial memiliki
karakter jaringan sosial. Media sosial terbangun
dari struktur sosial yang dibentuk kedalam jaringan atau
internet (Nasrullah, 2015:16). Tidak peduli
apakah di dunia nyata (offline) antar pengguna itu saling
kenal atau tidak, namun kehadiran media sosial
memberikan medium bagi pengguna untuk terhubung
secara mekanisme teknologi. Jaringan yang
terbentuk antar pengguna ini pada akhirnya membentuk
komunitas atau masyarakat yang secara sadar
-
maupun tidak sadar akan memunculkan nilai-nilai yang
ada di masyarakat sebagaimana ciri masyarakat dalam
teori-teori sosial (Nasrullah, 2015:16-17).
2. Informasi (information). Informasi menjadi
entitas yang penting dari media sosial. Di media
sosial, informasi menjadi komoditas yang dikonsumsi
oleh pengguna. Komoditas tersebut pada dasarnya
adalah komoditas yang diproduks dan didistribusikan
oleh pengguna itu sendiri. Dari kegiatan konsumsi inilah
pengguna dan pengguna lain membentuk sebuah
jaringan yang pada akhrinya secara sadar atau tidak
bermuara pada institusi masyarakat berjejaring
(network society) (Nasrullah, 2015:19).
3. Arsip (archive). Bagi pengguna media sosial,
arsip menjadi sebuah karakter yang menjelaskan
bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses kapan
pun dan melalui perangkat apa pun (Nasrullah,
2015:22). “Teknologi online telah membuka
kemungkinan-kemungkinan barudari penyimpanan
gambar (bergerak atau diam), suara, juga teks
yangsecara meningkat dapat diaskses secara missal dan
-
dari mana pun, kondisi ini terjadi karena pengguna hanya
memerlukan sedikit pengetahuan teknis untuk
menggunakannya” (Gane & Beer, 2008).
4. Interaksi (interactivity). Karakteristik dasar dari
media sosial adalah terbentuknya jaringan antar
pengguna. Jaringan ini tidak sekedar memperluas
hubungan pertemanan atau pengikut (follower) di
internet semata, tetapi juga harus dibangun dengan
interaksi antar pengguna tersebut (Nasrullah, 2015:25).
Interaksi dalam kajian media merupakan pembeda
antara media lama dengan media baru. Di media baru
pengguna bisa berinteraksi, baik antara pengguna
media dengan produser konten media (Nasrullah,
2015:26).
5. Simulasi sosial (simulation of society). Media
sosial memiliki karakteristik sebagai medium
berlangsungnya masyarakat (society) didunia virtual.
Media sosial memiliki keunikan dan pola yang dalam,
banyak kasus bisa berbeda dan tidak dijumpai
dalam tatanan yang sesungguhnya. Misalnya, pengguna
media sosial bisa dikatakan warga negara digital
-
(digital citizenship) yang berlandaskan keterbukaan
tanpa adanya batasan-batasan (Nasrullah, 2015:28). Di
media sosial interaksi memang terjadi serupa dengan
realitas yang sesungguhnya, akan tetapi interaksi yang
terjadi kenyataan berbeda sama sekali. (Nasrullah,
2015:28).
6. Konten oleh pengguna (user-generated
content). Karakteristik media sosial lainnya adalah
konten oleh pengguna atau lebih populer disebut dengan
user generated content (UGC). Istilah ini menunjukan
bahwa di media sosial konten sepenuhnya milik
dan berdasarkan kontribusi pengguna atau pemilik akun
tersebut (Nasrullah, 2015:31). UGC
merupakan relasi sombiosis dalam budaya media baru
yang memberikan kesempatan dan keleluasaan pengguna
untuk berpartisipasi (Lister et al., 2003:221). Media
baru, termasuk media sosial, mewarkan perangkat atau
alat serta teknologi baru yang memungkinkan
khalayak (konsumen) untuk mengarsipkan,
memberi keterangan, menyesuaikan, dan
menyirkulasikan ulang konten media (Jenkins, 2002).
-
Upaya menyebarkan konten, baik milik sendiri
maupun orang lain atau berasal dari sumber lainnya,
menjadi semacam kebiasaan digital yang baru bagi
pengguna media sosial. Praktiknya ada semacam
kesadaran bahwa konten yang disebar itu patut atau layak
diketahui oleh pengguna lain dengan harapan ada
konsekuensi yang muncul, seperti aspek hukum, politik,
edukasi masyarakat maupun perbincangan sosial
(Nasrullah, 2015:34). Fungsi ideal media itu adalah
mengintegrasikan berbagai fungsi (informasi, pendidikan,
kontrol sosial dan hiburan).
Secara garis besar media sosial bisa dikatakan
sebagai sebuah media online, di mana para penggunanya
(user) melalui aplikasi berbasis internet dapat berbagi,
berpartisipasi, dan menciptakan konten. Maka dari itu,
media sosial memiliki ciri ciri sebagai berikut ini:
A. Konten yang dibagikan atau disebarkan tidak
terbatas pada satu orang tertentu.
B. Isi pesan muncul tanpa melalui suatu gatekeeper
dan tidak ada gerbang penghambat.
C. Isi disampaikan secara online dan langsung.
-
D. Konten dapat diterima secara online dalam waktu
lebih cepat dan bisa juga tertunda penerimaannya
tergantung pada waktu interaksi yang ditentukan sendiri
oleh pengguna.
E. Media sosial memberikan kesempatan bagi
penggunanya untuk menjadi creator dan aktor yang
memungkinkan dirinya untuk beraktualisasi diri.
F. Dalam konten media sosial terdapat sejumlah
aspek fungsional seperti identitas, percakapan
(interaksi), berbagi (sharing), kehadiran (eksis), hubungan
(relasi), reputasi (status) dan kelompok (group)
(Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI,
2014:27).
Faktor-faktor penggunaan media baru ini sebagai
suatu konsep yang dapat menjadi perhatian dalam
pengelolaan Broadcast era teknologi 4.0. John Vivian
(2008,262-268) mengemukakan keberadaan media baru
seperti internet bisa melampaui pola penyebaran pesan
media. Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia
(ATVSI), Ishadi SK (2016), dalam Seminar Jurnalistik
dan Produksi Kreatif Program Televisi di Graha Sabha
-
Pramana UGM, menyatakan bahwa “40% anak muda
tidak lagi menonton siaran televisi melalui televisi
tradisional, tapi melalui gadget mereka”. Menonton
siaran televisi dengan cara streaming dijadikan sebagai
pilihan khususnya oleh anak muda, khususnya bagi
mahasiswa yang mungkin tidak memiliki televisi di
asrama atau ditempat kos. Dengan demikian, cara ini
menjadi salah satu perhatian dalam yang telah dilakukan
oleh seluruh stasiun televisi yang tergabung dalam
ATVSI. “Saat ini semua televisi menyediakan akses
untuk streaming, sehingga penonton bisa mengakses
siaran melalui gadget yang dimiliki,” tambah Ishadi yang
saat ini menjabat sebagai Komisaris Trans TV.
Sejak tahun 2016 telah menjadi periode strategis
bagi industri pertelevisian Indonesia. Hal ini cukup
beralasan karena tahun ini Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) melaksanakan evaluasi perpanjangan
izin lembaga penyiaran bagi 10 televisi swasta yang
bersiaran jaringan secara nasional. Hal ini menjadi
momentum bagi stasiun televisi untuk turut menghadirkan
inovasi dalam program tayangannya. Selain menarik
-
untuk ditonton, televisi tetap harus memperhatikan
kualitas tayangan yang mendidik bagi masyarakat di
segala usia.“Biasanya orang hanya melihat di layar kaca
semuanya berjalan lancar. Mereka tidak tahu bahwa di
belakang layar proses persiapannya tidak se-
glamour yang mereka bayangkan. Kami harus bekerja
sangat keras untuk menyampaikan pesan secara baik
kepada setiap penonton,” jelas Komisi Hubungan Antar
Lembaga, Masyarakat dan Luar Negeri ATVSI, Retno
Shanti Ruwyastuti.
Teknologi penyiaran televisi digital terbukti
mampu memberikan lebih banyak manfaat bagi
khalayaknya apabila dibandingan dengan televisi analog.
Beberapa manfaat tersebut antara lain, menghemat kanal
frekuensi, dan menghasilkan kualitas gambar yang lebih
baik. Meskipun teknologi penyiaran digital telah
dikembangkan, tetapi pemancar televisi di Indonesia
masih berbentuk analog. Maka dari itu, semua penerima
televisi juga masih analog meskipun memiliki banyak
fitur digital. Dengan adanya migrasi (phase out) ke
penyiaran televisi digital sampai dengan tahun 2015,
pemilik televisi konvensional harus menyediakan suatu
-
kotak konversi sinyal radio dari digital ke analog yang
lazim disebut set-top-box (STB), yakni piranti tambahan
pada pesawat TV sebagaimana VCD player.
Menurut, Prof. Dr. Ir. Thomas Sri Widodo, D.E.A.
(2016) saat dikukuhkan pada jabatan Guru Besar Fakultas
Teknik (FT) UGM di Balai Senat UGM, bahwa; “Pada
masa transisi proses migrasi sistem penyiaran TV analog
menjadi sistem TV digital, peranan STB sangat penting.
Bisa dikatakan bahwa STB merupakan adapter antara
sistem pemancar digital denagn televisi analog yang saat
ini dimiliki oleh masyarakat”. Pada pidato yang berjudul
“Pengembangan Set Top Box daman Migrasi ke Sistem
Penyiaran Televisi Digital di Indonesia”. Staf pengajar
Jurusan Teknik Elektro FT UGM ini mengatakan bahwa
sistem STB selain dapat dipakai untuk menangkap siaran
televisi digital juga dapat sebagai sarana untuk mengakses
informasi yang tersedia di jaringan internet. STB juga
dilengkapi fitur Early Warning System (EWS) sehingga
dapat digunakan untuk menginformasikan dengan cepat
kepada publik bila terjadi keadaan darurat, misalnya
gempa bumi dan tsunami.
-
Menganalisis hitungan potensi ekonomi yang bisa
diperoleh, pria yang menerima penghargaan sebagai
Dosen Teladan III tahun 1992 dari Dekan FT UGM ini,
menjelaskan Indonesia adalah pasar yang sangat potensial
karena kepemilikan TV sekitar 40 juta unit. Jumlah ini
merupakan jumlah yang sangat menjanjikan bagi industri
nasional dalam mengembangkan produksi perangkat
STB. Bila diperkirakan harga STB adalah Rp.500.000,00,
peluang bisnis terkait per tahun 10% x 40 juta x
Rp500.000,00 = Rp 2 triliun, suatu angka rupiah yang
cukup besar bagi industri menengah.Lebih lanjut
disampaikan oleh peraih gelar master dan doktor di
Montpellier, Prancis, ini bahwa untuk membuat prototipe
STB diperlukan dukungan pihak yang peduli akan
kemajuan dan kemandirian bangsa. Sementara untuk
pengembangan STB di Jurusan Teknik Elektro FT UGM,
menurut pria kelahiran Klaten, 2 Mei 1950 ini, baru
sampai pada tahapan perancangan (Sumber:Humas
UGM).
Pengalaman Netflix bisa dijadikan contoh dari
mulai dari model bisnis, isi siaran televisi, bahkan sampai
-
perilaku warga menonton televisi—bisa demikian
dramatis. Hal ini untuk melihat bagaimana perubahan
pemaknaan terhadap televisi. Netflix merupakan jaringan
yang menyediakan layanan menonton tayangan televisi
dalam jaringan (daring). Netflix awalnya merupakan
perusahaan penyewaan DVD yang didirikan oleh Reed
Hastings tahun 1997. Hingga kemudian pada tahun
2007, Netflix mulai menjalankan model layanan secara
streaming. Tayangan televisi atau film yang bekerjasama
dengannya bisa langsung diakses menggunakan komputer
personal. Michael Wolff, penulis buku Television is the
New Television: The Unexpected Triumph of Old Media
in the Digital Age 2015) menyebut
bahwa Netflix merupakan pembunuh televisi tradisional.
Salah satu alasan yang membuat Netflix jauh lebih unggul
apabila dibandingkan dengan televisi konvensional
adalah tidak ada iklan yang mengganggu pengguna ketika
sedang menyaksikan tayangan tersebut. Hal ini
dikarenakan pendapatan yang mereka peroleh berasal dari
biaya berlangganan yang dibayarkan oleh sang pengguna
berbeda dengan televisi konvensional yang mendapatkan
keuntungan dari iklan ditayangkan. Perlahan-lahan,
-
perkembangan teknologi digital telah berubah menjadi
bagian dari bisnis televisi. Inovasi Netflix tersebut
mendapat respon yang positif dari para penggunanya.
Angka pelanggannya meningkat pesat. Angka pelanggan
meningkat dari tahun 2000 dengan 300 ribu pelanggan
menjadi 31 juta pelanggan di tahun 2007. Tidak mau
kalah, NBC dan Fox membuat Hulu laman yang
memungkinkan penonton menyaksikan tayangan televisi
yang sedang dan sudah berlangsung. Jason Kilar, selaku
CEO Hulu 2008-2013, menjelaskan bahwa bisnis televisi
tradisional tidak melayani penonton karena sudah terlalu
banyak iklan. Padahal industri televisi mestinya adaptif
dalam melayani penonton. Salah satunya bisa memahami
kondisi ketika para penonton ingin menyaksikan sebuah
tayangan sesuai waktu yang mereka inginkan, bukan
dalam waktu yang ditentukan stasiun televisi.
Faktanya bahwa jika televisi menawarkan konten
tertentu, kita tidak dapat menolaknya karena kita tidak
memiliki banyak pilihan lain. Sementara, media Youtube
memasok pemirsa dengan informasi di mana-mana, dan
http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2
-
memiliki hak untuk memilih apapun yang diinginkan atau
butuhkan.
Pengalaman menikmati hiburan sekaligus
informasi melalui channel Youtube merupakan dua faktor
yang diterima oleh penggunanya (subscriber). Beberapa
aktris maupun aktor terkenal melalui popularitasnya
sebagai seorang youtubers. Popularitas youtubers kini
bahkan menyaingi bintang-bintang populer layar televisi.
Cara mereproduksi pesan dalam format youtubers atau
broadcast berbasis internet ini mengangkat individu -
individu keluar dari dinding-dinding “media” yang
dibentuk oleh struktur broadcast sendiri. Istilah aktris,
aktor dalam layar kaca televisi sebagai selebritis beralih
“rupa” dan tempat dengan istilah Selebgram dan
Youtubers oleh media publik interaktif yang terkoneksi
jaringan internet.
Sementara itu, suara Netizen begitu kuat
memengaruhi pendapat publik melalui lini massa media
sosial. Youtube merupakan salah satu media sosial yang
populer dan penggunanya tersebar di seluruh dunia ini
memunculkan persepsi tersendiri bagi masyarakat dalam
bentuk pro dan kontra dengan beberapa alasan tersendiri.
-
Ketika era internet belum mengemuka, keterbukaan dan
kebebasan bercerita mengenai diri sendiri dan
pengalaman dituliskan melalui notes yang disimpan
hanya untuk diri sendiri. Internet kemudian menampilkan
sejumlah layanan situs pribadi namun bersifat publik
dengan istilah Blog. Pada situs ini orang bisa menulis
pengalaman ataupun kejadian yang dituangkan melalui
ulasan berupa tulisan dan foto agar dapat dibaca oleh
banyak orang.
Selanjutnya kehadiran Youtube menjadi sangat
populer karena terdapat video blog (vlog) atau jenis video
dengan kontent topik yang beragam (dalam Ruthellia,
Sondakh, Harilama: 2017). Vlog atau Chanel Youtube
memungkinkan siapa saja bisa menggunakannya, baik
kalangan anak muda, anak-anak hingga orang tua.
Melalui video blog (vlog), orang bisa membuat blog tidak
lagi dengan tulisan akan tetapi menggunakan video yang
di share ke channel youtube yang bisa ditonton oleh
banyak orang. Pada awalnya vlog menjadi sarana untuk
mengekspresikan diri dan pendapat kepada public. Artikel
Educase Learning Initiative menyusun beberapa
keunggulan mengenai Video Blogging yakni:
-
A. Mudah membuatnya
B. Cendeurng lebih dinamis daripada konten berbasis
teks.
C. Mengembangkan opsi berkomunikasi.
D. Sarana komersil yang mutakhir.
E. Sarana mengekspresikan diri.
Namun, keunggulannya sebagai media untuk
mengekspresikan diri menjadi tujuan yang utama dalam
pembuatan Vlog. Keadaan ini membuat beberapa Vlogger
seolah tidak memahami etika dalam mengekspresikan
dirinya yang cenderung terlalu “bebas” dan cenderung
secara “negatif’ sehingga muncul tren seperti:
A. Penggunaan kata kasar atau makian dalam
video yang menjadi penarik perhatian,
B. Tren gaya hidup budaya barat yang bebas, mulai
dari gaya “pacaran” yang vulgar seperti ciuman,
mengenakan pakaian seksi yang tak senonoh, berlibur
berdua di hotel, sampai mendapatkan teguran dari
pihak Komisi Perlindungan Anak (KPAI)
-
KESIMPULAN
Kehadiran Youtube membawa pengaruh luar biasa
kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki
gairah di bidang pembuatan video, mulai dari film
pendek, dokumenter, hingga video blog. Namun, tidak
memiliki “lahan” (penulis: kesempatan) untuk
mempublish (penulis: menayangkan) karyanya. Youtube
mudah dipergunakan karena tidak memerlukan biaya
yang tinggi, dapat diakses dimanapun kapanpun tanpa
mengenal ruang dan waktu, dan tentunya dengan Gadget
yang kompatibel. Maka dari itu, pembuat video amatir
dapat dengan mudah mengunggah konten-konten video
mereka untuk dipublikasikan, apabila video mereka
mendapatkan respon yang baik maka jumlah viewers nya
akan bertambah. Viewers yang banyak akan mengundang
pengiklan untuk memasang iklan pada video-video
mereka selanjutnya.
McQuail menunjuk pada perubahan pengalaman
dalam menggunakan media baru seperti itu, dibandingkan
dengan model produk/ konsumsi media lama sebelumnya,
yakni:
-
A. Kehadiran sosial (social presence);perasaan
berhubungan dengan orang lain ketika
menggunakan medium ini
B. Otonomi (autonomy); perasaan memegang
kendali atas medium ini;
C. Aktivitas timbal-balik (interactivity); dengan
sumber
D. Privasi (Privacy); mengenai pengalaman ketika
menggunakan medium ini;
E. Kesenangan bermain (playfulness); dalam
hubungan dengan perasaan senang yang diperoleh
ketika menggunakan medium ini dibandingkan ketika
sekadar mendapatkan sesuatu darinya.
Kelima faktor yang ini, mencakup karakteristik
yang menjadi suatu keunggulan dari media sosial serta di
dukung oleh peralatan komunikasi yang semakin mobile
sehingga konsumsi terhadap isi media baru menjadi lebih
personal. Oleh karenanya, waktu yang dihabiskan dalam
mengunakan media baru lebih meningkat dibandingkan
dengan aktivitas lainnya. Demikian pula dengan aktivitas
menonton siaran televisi. Pengelolaan media siaran
-
khususnya stasiun televisi bekerja lebih kreatif dan
inovatif lagi untuk menghasilkan tontonan yang menarik
dan edukatif dan sebagaimana fungsi yang diharapkan
dari kehadiran media massa serta tidak bertentangan
dengan nilai-nilai etika dan moral masyarakat seperti
yang dijabarkan dalam kebijakan penyiaran dan aturan hukum
yang telah disepakati dan ditetapkan oleh pemerintah dan seluruh
masyarakat di Indonesia.
-
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Edy. 2017. Youtube, Citra Media Informasi
Interaktif Atau Media Penyampaian Aspirasi Pribadi
dalam Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni.
ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) Vol. 1, No. 2, Oktober
2017: hlm 406-417 ISSN-L 2579-6356 (Versi
Elektronik).
https://journal.untar.ac.id/index.php/jmishumsen/article/
view/1035/938
David. Eribka Ruthellia, dan Mariam Sondakh, Stefi
Harilama. 2017. Pengaruh Konten Vlog dalam Youtube
terhadap Pembentukan Sikap Mahasiswa Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas
Sam Ratulangi.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/
view/15479/15020.e-journal“Acta Diurna” Volume VI.
No. 1. Tahun 2017
Fachruddin, Sutiyana. 2018. Hoax dan Generasi Milenial,
dalam Literasi Digital Generasi Milenial. Penyunting:
Sitti Utami Rezkiawaty Kamil. Cetakan I: Hal,36-62.
Kendari, Litercy Institute
-
Holmes, David. 2012. Teori Komunikasi: Media,
Teknologi, dan Masyarakat. Terjemahan. Penerjemah
Teguh Wahyu Utomo. Judul Asli : Communication
Theory: Media, Technology, and Society. Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
Liliweri, Alo, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba
Makna.Edisi Pertama. Jakarta, Kencana
Mustika, Rieka. 2012. Budaya Penyiaran Televisi Di
Indonesia: Broadcast Television Culture In Indonesia.
Masyarakat Telematika dan Informasi Volume: 3 I No: 1
https://media.neliti.com/media/publications/233785-
budaya-penyiaran-televisi-di-indonesia-32fd3922.pdf
Ruben. Brent D, dan Lea P. Stewart. 2013. Komunikasi
dan Perilaku Manusia. Edisi I. Terjemahan. Judul Asli:
Communication and Human Behaviour (Fifth Edition).
Jakarta, Rajawali Press.
Sirajuddin, 2018. Tantangan Penyiaran Televisi di Era
Digital. dalam Literasi Digital Generasi Milenial.
Penyunting: Sitti Utami Rezkiawaty Kamil. Cetakan I:
Hal, 139-159. Kendari, Litercy Institut