prosiding - universitas halu oleo · 2020. 3. 18. · memperkaya kajian komunikasi dan pendidikan....

45

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Prosiding

    KOMUNIKASI, PEMBANGUNAN,

    DAN MEDIA

    Sitti Utami Rezkiawaty Kamil &

    Muthia Putri Aprina

    i

  • Prosiding Komunikasi, Pembangunan, dan Media

    Penulis : Sitti Utami Rezkiawaty Kamil Muthia Putri Aprina

    Desain Sampul: Francis Anastsia Sabai Rumate

    Penata Letak : Sena Luktridiansyah Pawelloi Dwi Oktaviana Djalali

    Penerbit: KOMUNIKA

    Jl. Kedondong No.88-i Anduonohu, Kendari, Sultra e-mail:[email protected]

    Hak cipta dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit Unhalu Press-Kendari-Indonesia.

    ii

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT

    atas terbitnya Prosiding Komunikasi, Pembangunan, dan

    media yang diselenggarakan pada tahun 2019 ini. Kami

    berharap terbitnya buku ini bisa semakin menambah dan

    memperkaya kajian komunikasi dan pendidikan.

    Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar –

    besarnya kepada para penulis yang telah mengirimkan

    artikelnya kepada kami selaku tim editor. Pada prosiding

    ini, penulis artikel berasal dari akademisi perguruan tinggi

    Universitas Halu Oleo. Maka dari itu, kami selaku tim

    editor menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar –

    besarnya kepada para penulis.

    Buku prosiding ini memuat sejumlah artikel dari

    hasil penelitian, artikel ilmiah, dan juga program

    pengabdian kepada masyarakat. Semoga buku prosiding

    ini dapat memberi manfaat bagi kita semua untuk

    kepentingan pengembangan ilmu pendidikan. Disamping

    iii

  • itu, diharapkan pula dapat menjadi referensi bagi upaya

    pembangunan bangsa dan negara.

    Akhir kata, Saran dan kritik yang membangun

    tetap kami tunggu demi kesempurnaan buku prosiding ini

    kedepannya.

    Penyusun,

    Kendari, 27 Januari 2020

    iv

  • DAFTAR ISI

    Kata Pengantar

    - iii

    Daftar Isi

    - v

    ANALISA KEBUTUHAN MAHASISWA PADA PEMBERITAAN MEDIA ONLINE - 1

    PERILAKU REMAJA DALAM PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL YOUTUBE SEBAGAI MEDIA BARU 4.0 - 18

    BRAND LEGACY INDONESIA DI DUNIA INTERNASIONAL - 36

    OPTIMLISASI PRAKTIKUM BERBASIS MEDIA SOSIAL PADA LABORATORIUM ILMU KOMUNIKASI DALAM UPAYA PERCEPATAN MAHASISWA MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 - 44

    INFORMASI PEMILIHAN PRESIDEN 2019 DI GRUP FACEBOOK SULTRA WATCH DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT - 53

    KOMUNKASI SOSIAL DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 - 60

    PEMETAAN DAN PENELUSURAN NASKAH SUMBER DALAM UPAYA PELESTARIAN BUDAYA LOKAL DI

    v

  • KABUPATEN KONAWE - 68 INSTAGRAM DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN INFORMASI PEMUSTAKA DI SULAWESI TENGGARA - 90

    PRINSIP BAD NEWS IS GOOD NEWS DALAM KONSTRUKSI PEMBERITAAN KORAN BERITA KOTA - 101

  • PERILAKU REMAJA DALAM PENGGUNAAN

    MEDIA SOSIAL YOUTUBE SEBAGAI MEDIA

    BARU 4.0

    Oleh:

    Sutiyana Fachruddin

    Universitas Halu Oleo

    Asrul Jaya

    Universitas Halu Oleo

    Abstrak

    Artikel ini membahas tentang perilaku remaja dalam

    penggunaan media sosial Youtube sebagai media baru 4.0.

    Kehadiran era revolusi industry 4.0 yang ditandai dengan

    munculnya media baru diyakini memberikan pengaruh

    yang besar bagi para penggunanya. Salah satu media baru

    yang paling populer di Indonesia menurut CNN Indonesia

    adalah Youtube. Dari total 146 Juta pengguna aktif

    internet, 50 juta aktif mengakses Youtube. 96% kelompok

    usia 13-24 tahun rata rata menghabiskan waktunya 11 jam

    setiap minggunya untuk menonton video online melalui

    situs media sosial.

    Kata Kunci: Remaja, Youtube, Media Baru 4.0

    PENDAHULUAN

  • Era Revolusi industri ke-empat atau revolusi

    industri 4.0 antara lain ditandai dengan penggunaan

    teknologi komunikasi berbasis digital, komputerisasi dan

    internet atau yang dikenal dengan istilah media baru.

    Media baru merupakan media yang memanfaatkan

    digitalisasi, konfergensi, interaktif dan perkembangan

    jaringan yang terkait dalam penyediaan data, pesan dan

    penyampaian pesan. Dennis Mc Quail (2000)

    mendefinisikan empat kategori utama dari “media baru”

    sebagai berikut; pertama, media komunikasi

    interpersonal, seperti email. Kedua, Media permainan

    interaktif, seperti game komputer. Ketiga, media

    pencarian informasi, seperti mesin pencari di Net.

    Keempat, Media partisipatoris, seperti ruang Chat.

    Pengguna media komunikasi baru berbasis

    internet ini mengalami peningkatan yang cukup fantastis.

    Hootsuite dan Wearesocial merilis jumlah pengguna

    internet Januari 2018, sejumlah 4,021 miliar orang atau 53

    persen dari 7,593 miliar total jumlah penduduk dunia.

    Pengguna sosial media aktif sejumlah 3,196 miliar orang

    dan pengguna mobile phone sejumlah 5,135 miliar orang

    atau 68 persen dari populasi.

  • Situs berita online CNN Indonesia baru baru ini

    merilis informasi dengan judul “Aplikasi Youtube jadi

    aplikasi media yang paling popular di Indonesia” hal ini

    menunjukan bahwa Youtube menjadi aplikasi yang paling

    digemari khalayak. Pengguna internet di Indonesia sangat

    aktif menggunakan Youtube. Data Google Menunjukan

    bahwah terdapat 50 juta pengguna aktif Youtube per

    bulannya dari dari total 146 juta pengakses internet di

    Indonesia. Dalam sehari, orang Indonesia bisa mengakses

    Youtube dengan durasi 42,4 menit. Durasi waktu tersebut

    meningkat 155% pertumbuhan dari waktu menonton di

    tahun sebelumnya. Sementara, 75% trafiknya berasal dari

    seluler.

    Layanan yang paling sering digunakan sehingga

    mencapai angka pengguna yang fantastis merupakan

    layanan streaming video dan music. Hal itu diungkap oleh

    CEO Youtube Susan Wojcicki saat mepresentasikan

    Brandcast Youtube. Wojcicki mengatakan kini Youtube

    telah memiliki 1,8 miliar pengguna terdaftar atau

    yang login setiap bulannya. Angka tersebut tidak

    termasuk bagi pengguna yang menonton video tanpa

    mendaftar akun.

  • Pada mulanya Youtube merupakan situs kecil

    independen yang baru berumur setahun, dibeli dengan

    harga bombastis 1,65 miliar dollar AS atau setara Rp

    23,76 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS). Youtube

    adalah video online dan yang utama dari kegunaan situs

    ini ialah sebagai media untuk mencari, melihat dan

    berbagi video yang asli ke dan dari segala penjuru dunia

    melalui suatu web (Budiargo, 2015; 47) Sejak

    pembeliannya hingga saat ini, Youtube telah

    menghasilkan uang jauh lebih besar untuk Google, juga

    untuk sebagian besar penggunanya. Fenomena pengguna

    Youtube ini merupakan suatu peluang sekaligus tantangan

    bagi industri penyiaran (broadcast) yang selama ini telah

    dinikmati masyarakat melalui televisi dan layar bioskop.

    Perilaku Remaja Dalam Menggunakan Media Sosial

    Youtube

    Perilaku dalam mengakses informasi

    menunjukkan jumlah peningkatan penonton

    Youtube/vlog. Dalam satu video bisa dilihat atau ditonton

    kira kira sebanyak 200 juta kali. Menurut Strangelove

    (2010: 171) dalam jurnal (Mironova, 2016), penonton

  • telah memasuki dunia pasca televisi dimana mereka

    terfragmentasi menjadi penonton yang menyempit,

    dipisahkan oleh kepentingan dan ditargetkan untuk

    menonton konten yang sangat spesifik.

    Pada tahun 2016, Henri S. selaku staff ahli dari

    KEMENKOMINFO menyebutkan bahwa menurut data

    dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), jumlah penonton

    televisi di usia muda menurun drastis sehingga

    menyebabkan angka peminat televisi hanya di minati oleh

    sebagian besar penonton di usia lanjut. Menurut Henri,

    menurunnya minat generasi muda untuk menonton

    televisi disebabkan oleh besarnya peran smartphone di

    dalam memberikan berbagai macam informasi yang lebih

    detail dan lengkap (www.perhumas.or.id, 2017). Mereka

    disebut sebagai Generasi Z yang lahir pada tahun 1990-an

    hingga tahun 2010-an (Tulgan 2013) dalam jurnal

    (Westenberg, 2016). Jumlah penontonacara TV

    tradisional semakin lama semakin sedikit karena

    kehadirannya telah digantikan dengan mengkonsumsi

    lebih banyak konten digital seperti situs Youtube. Menurut

    sebuah laporan dari Defy Media (2015), 96% kelompok

    usia 13-24 tahun rata-rata menghabiskan 11 jam dalam

  • seminggu untuk menonton video online melalui situs

    media sosial.

    Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh

    Variety Magazine (2014), enam dari sepuluh remaja

    dengan usia 13-18 tahun terpengaruh dengan menonton

    video di youtube. Para remaja cenderung lebih mudah

    terpengaruh oleh apa yang dilakukan Youtubers

    ketimbang apa yang dilakukan oleh selebritis. Menurut

    hasil survey, Youtubers dianggap memiliki korelasi yang

    tinggi dalam hal mempengaruhi pembelian dikalangan

    remaja. Orang mengidentifikasi dan mengadopsi perilaku

    mereka sesuai dengan nilai-nilai, keyakinan dan sikap

    yang mereka yakini (Bandura, 1986).

    Pengaruh sosial seperti Youtube digunakan untuk

    menyebarkan pesan secara cepat dalam skala besar

    kepada penggemar setia mereka dengan biaya yang relatif

    rendah. Saat ini, pendapat pribadi dan pengalaman

    menjadi salah satu sumber informasi yang berharga untuk

    membantu konsumen dalam proses pengambilan

    keputusan mereka (Chua & Banerjee, 2015; Dellarocas,

    2003). Seperti, penelitian mengenai keputusan pembelian

    didasarkan pada melihat ulasan secara online (Dellarocas,

  • 2003) dalam jurnal (Westenberg, 2016). Sebelum mereka

    membeli produk, konsumen mencari ulasan dan

    pengalaman di internet, sehingga membuat Youtube

    dijadikan sebagai tempat untuk mempromosikan produk,

    merek dan layanan dengan biaya yang relatif rendah.

    Youtubers biasanya berhasil mempengaruhi orang

    lain terutama remaja dikarenakan mereka memiliki

    keahlian, kepopularitasan, dan reputasi yang tinggi

    (Influencer Marketing, 2012). Perusahaan membuat

    kegiatan pemasaran ini untuk meningkatkan penjualan.

    Sekarang ini pemasaran dan Word of Mouth (WOM) juga

    dilakukan secara online (WOM). Dengan begitu pesan

    yang akan disampaikan dapat menyebar pada skala yang

    lebih besar dan dengan biaya yang lebih rendah

    (Dellarocas, 2003) dalam jurnal (Westenberg, 2016).

    Youtubers diminta untuk mencoba layanan atau produk

    tersebut kemudian setelah itu membuat video atau vlog

    berisi ulasan tentang layanan atau produk yang

    bersangkutan.

    Ulasan tersebut mencakup informasi produk

    berdasarkan pengalaman pribadi. Berdasarkan hal

    tersebut, Youtubers bisa merekomendasikan produk

  • tersebut kepada para penontonnya. Dalam beberapa

    kasus, orang yang menjadi bagian dari komunitas virtual

    dapat mengubah minatnya untuk menjadi fandom saat

    mulai menghasilkan sebuah konten video dan

    mendapatkan sikap positif dari vloggers favoritnya.

    Fandom memungkinkan penonton untuk membayangkan

    dirinya menjalani kehidupan yang berbeda dan

    menciptakan identitas baru. Ini bukan berarti bahwa

    penggemar adalah orang yang secara membabi buta

    mengikuti tindakan seseorang dan meniru mereka dalam

    kehidupannya sendiri. Meskipun demikian, seringkali

    tindakan tersebut dianggap sebagai panutan untuk

    melakukan rutinitas sehari-hari bagi para penggemar

    (Grossberg, 2013:459) dalam jurnal (Mironova, 2016).

    Menurut Grossberg (2013:459) dalam jurnal

    (Minova, 2016), ada berbagai macam alasan seseorang

    bisa menjadi seorang penggemar. Identifikasi tidak sama

    dengan imitasi, imitasi merupakan dorongan untuk

    meniru perilaku orang lain dan identifikasi merupakan

    dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain

    (Walgito, 2003:66-72). Jika Youtubers memiliki kualitas

    yang dikagumi oleh remaja, hal itu lebih memungkinkan

  • bahwa remaja mengidentifikasi dan menyalin perilaku

    dari Youtubers tersebut. Para remaja harus bisa

    memahami potensi yang akan dihasilkan dari meniru

    perilaku seseorang. Diharapkan seseorang tersebut bisa

    memahami bahwa perilaku tertentu akan menghasilkan

    hasil tertentu (Bandura, 1977:193).

    Remaja mengidentifikasi sikap-sikap dan tingkah

    laku dari seorang vlogger yang dianggapnya ideal karena

    mereka merasa masih terdapat kekurangan dalam dirinya.

    Proses identifikasi berlangsung secara otomatis atau

    berlangsung secara tidak sadar, dan objek identifikasi

    tidak dipilih secara rasional, tetapi berdasarkan penilaian

    subjektif atau berperasaan (Gerungan, 2004:73). Para

    remaja yang menonton vlog telah melakukan identifikasi

    terhadap seorang vlogger yang mereka anggap ideal dan

    menggunakan hal tersebut dalam perilaku sehari-hari.

    Adapun sikap dan perilaku yang mereka identifikasi

    diantaranya, perilaku dalam hal berpakaian (fashion),

    pemilihan barang-barang yang ingin dipakai, destinasi

    liburan, Perilaku dalam hal kecantikan (makeup) cara

    berbicara, sampai cara pandang dari seorang vlogger

    dalam menyikapi suatu permasalahan.

  • Media Sosial Youtube sebagai Media baru Broadcast

    4.0

    Media dapat mengubah rasa lingkungan bidup

    yang lama dan menciptakan lingkungan hidup yang baru,

    dan bahkan bisa mengubah rasa persepsi manusia. “The

    medium is message”. Teknologi, dalam pandangan

    McLuhan, merupakan bentuk budaya baru yang

    memengaruhi orang yang menggunakannya.

    Meningkatnya penggunaan teknologi dan akses informasi

    pada skala global diharapkan dapat memberikan

    pengaruh positif pada cara kita hidup, belajar dan bekerja.

    Mc Luhan menyatakan, bahwa setiap masyarakat modern

    yang maju dibentuk oleh berbagai oleh teknologi media

    yang tersedia untuknya. Pada tahun 1991, Russell dalam

    The Future of Mass Audience cenderung berpandangan

    optimistis ke arah perubahan yang positif. Neuman

    berpendapat bahwa:

    1. Media baru menjadi kurang mahal dan juga lebih

    banyak tersedia bagi khalayak;

    2. Teknologi baru mengubah pandangan khalayak

    tentang jarak geografis;

  • 3. Teknologi baru meningkatkan kecepatan

    komunikasi;

    4. Terdapat lebih banyak saluran komunikasi

    5. Teknologi baru dapat meningkatkan volume

    komunikasi

    6. Terdapat lebih banyak kontral bagi pengguna

    7. Adanya peningkatan interaksi dari bentuk-bentuk

    komunikasi yang sebelumnya terpisah

    Pada 2016, lebih dari setengah stasiun televisi

    yang ada di Amerika Serikat diprediksi akan

    menggunakan model streaming untuk menemui

    penontonnya. Memperhatikan konteks integrasi antara

    televisi dengan dunia digital tersebut, Ken Auletta (2014)

    menulis bahwa nasib industri televisi lebih baik

    dibandingkan dengan musik dan suratkabar. Platform

    digital cenderung menghilangkan platform lama dalam

    industri musik dan suratkabar, Misalnya bisa dilihat dari

    turunnya jumlah eksemplar koran edisi cetak dan semakin

    sedikitnya orang yang mengakses musik melalui kaset

    dan tape recorder. Sementara dalam industry

    http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2

  • pertelevisian, platform lama dan baru tidak ada yang

    dihilangkan meskipun peminatnya memang berkurang.

    Meski terlihat menjanjikan, ancaman tetap

    mengiringinya. Auletta (2014) menggaris bawahi bahwa

    ada dua problem utama yang mungkin dihadapi televisi

    era baru ini. Pertama, model iklan televisi yang harus

    berubah dan harus beradaptasi terhadap ancaman yang

    mengakibatkan turunnya pendapatan. Apalagi jika

    melihat kecenderungan para penonton televisi yang lebih

    suka tayangan televisi tidak diganggu iklan. Problem

    kedua terdapat pada eksistensi layar televisi itu sendiri.

    Dengan akses terhadap tayangan televisi yang bisa

    dilakukan dari mana saja, entah dari smartphone,

    komputer, dan lain sebagainya, kotak kecil yang selama

    ini kita kenal sebagai pesawat televisi itu lamat-lamat

    terancam hilang. Indonesia mungkin masih jauh dari

    kondisi ini. Namun, melihat kecenderungan

    perkembangan teknologi, hal tersebut hanya menunggu

    waktu. Bisa jadi suatu saat nanti, kita akan mengucapkan

    selamat tinggal kepadan pesawat televisi tradisional.

  • TV swasta adalah sebuah industri yang hidup

    berdasarkan mekanisme pasar. Pada sisi ini, mekanisme

    pasar menghendaki agar tayangan TV lebih banyak

    bersifat hiburan. Hampir semua acara televisi dikemas

    dan diformat dalam bentuk hiburan, karena hiburanlah

    yang paling diinginkan oleh pasar yakni pasar khalayak

    dan pengiklan. Logikanya, jika TV berhasil menayangkan

    dan memprogram produknya sesuai dengan selera

    khalayak. Media yang satu ini mampu mengundang

    khalayak dalam jumlah tidak terbatas dan beragam untuk

    duduk ber-lama lama di depan televisi. Maka dari itu tidak

    heran jika media televisi menjadi daya tarik para

    pengiklan.

    Kepentingan pengiklan adalah mempromosikan

    produknya kepada segmen khalayak tertentu sebanyak

    mungkin dan televisi dipilih sebagai salah satu media

    yang dianggap paling efektif untuk melakukan promosi,

    terhadap beraneka produk barang dan jasa. Perkembangan

    industri media televisi yang berorientasi pasar dalam

    beberapa tahun terakhir ini tidak terlepas dari

    ketersediaan dan dorongannya.

  • Konsekuensi atas segmentasi pasar audience yang

    beragam di masyarakat memaksa pengelolaan media

    televisi berorientasi pada profit dan akumulasi modal

    yang relatif besar. Oleh karena itu media massa televisi

    senantiasa mengintegrasikan diri kedalam aktivitas

    industri (Albaran, 1996:5). Hal itu nampak dengan

    munculnya beberapa televisi swasta yang ditopang

    dengan padat modal untuk menghasilkan produk iklan

    komersil yang sangat kompetitif. Perkembangan media

    televisi yang syarat teknologi, menjadi lahan bisnis

    informasi dan hiburan tersebut menjadikan para

    pembisnis bidang informasi dan periklanan bekerja keras

    meningkatkan pertumbuhannya.

    Menurut Nasrullah (2015) contoh lain dari

    kehadiran media sosial selain adanya kecanduan

    (addicted) untuk mengakses media sosial, juga

    menyebabkan lunturnya ruang privasi dengan ruang

    publik. Ada beberapa kasus pengguna aktif sosial media

    yang mengungkapkan kondisi dirinya, ia

    mempublikasikan persoalan pribadinya didunia online

    yang pada akhirnya diketahui oleh publik. Realitas ini

  • adalah salah satu bentuk konsekuensi dari adanya media

    online dan semakin maraknya pengguna media sosial.

    Tidak hanya ditempatkan lagi dalam konteks saluran atau

    medium, tetapi media sosial itu sudah merupakan gaya

    hidup dari hubungan antara pengguna dengan teknologi.

    Kehadiran media sosial membuka ruang

    pembahasan tentang implikasi penggunaan media sosial

    dan masyarakat berjejaring. Sebenarnya, media sosial

    merupakan hal yang dekat dengan budaya pengungkapan

    diri atau yang biasa dikenal dengan self disclosure.

    “Dampak lain adalah munculnya budaya berbagi yang

    berlebihan dan pengungkapan diri (self disclosure) di

    dunia maya. Budaya ini muncul dan terdeterminasi salah

    satunya karena kehadiran media sosial yang

    memungkinkan secara perangkat siapa pun bisa

    mengunggah apa saja.”(Cross, 2015:25)

    Membahas lebih lanjut keterkaitannya media

    sosial dan eksistensi. Menurut Michael (2014) media

    sosial dapat diposisikan sebagai distributor eksistensi,

    bisa juga dijadikan sebagai produsen citra dari eksistensi.

    Belakangan ini, yang sering terjadi pada media sosial

    adalah produsen citra dari eksistensi untuk para konsumen

  • seni. Media sosial merupakan wadah dari berbagai

    informasi yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu.

    Media memiliki kekuatan yang juga berkontribusi

    menciptakan makna dan budaya. Kesadaran akan

    kekuatan media ini menunjukan bahwa media bukan lagi

    hanya sebatas konten semata, tetapi juga membawa

    konteks didalamnya. Ungkapan “the medium is the

    message” yang dipopulerkan McLuhan (McLuhan &

    Fiore, 2001) setengah abad lalu membawa kesadaran awal

    bahwa medium adalah pesan yang bisa mengubah pola

    komunikasi, budaya komunikasi, sampai bahasa dalam

    komunikasi antar manusia (Nasrullah, 2015:4).

    Medium bisa mengandung nilai-nilai yang tidak

    hanya sekedar menjadi sarana dalam hal penyampaian

    pesan, tetapi bisa memberikan pengaruh dalam segi sosial

    budaya, politik, bahkan ekonomi. Melihat media tidak

    hanya sebatas dalam makna (sense) perangkat teknologi

    sebagaimana yang terkandung dalam penyebutan media,

    tetapi juga dimaknai secara historis, teknologi, sosial,

    budaya, hingga politik .

    Media sosial merupakan medium internet yang

    memungkinkan penggunanya mereprsentasikan dirinya

  • dengan berinteraksi, bekerja sama, berbagi,

    berkomunikasi dengan pengguna lain, dan juga

    membentuk ikatan sosial secara virtual. Menurut Van

    Djik (2013), media sosial adalah platform media yang

    fokus pada eksistensi pengguna dan memfasilitasi mereka

    dalam beraktifitas maupun berkolaborasi (Nasrullah,

    2015:11). Sosial Networking atau media jaringan sosial

    merupakan sarana yang bisa digunakan pengguna untuk

    melakukan hubungan sosial di dunia virtual dan

    konsekuensi dari hubungan sosial tersebut, seperti

    terbentuknya etika dan nilai-nilai moral. (Nasrullah,

    2015:48). “Situs jejaring sosial adalah media sosial yang

    paling populer, media sosial tersebut memungkinkan

    anggota untuk berinteraksi satu sama lain. Interaksi

    tersebut tidak hanya terjadi dalam bentuk pesan teks,

    tetapi juga terjadi dalam bentuk foto dan video. Semua

    posting (publikasi) merupakan real time, memungkinkan

    anggota untuk berbgai informasi seperti apa yang sedang

    terjadi” (Saxena, 2014).

    Karakter utama dari situs jejaring sosial adalah

    setiap penguna membentuk jaringan pertemanan, baik

    terhadap pengguna yang sudah diketahuinya dan

  • kemungkinan sering bertemu di dunia nyata (offline)

    maupun membentuk jaringan pertemanan baru. Banyak

    kasus, pembentukan pertemanan baru ini berdasarkan

    pada sesuatu yang sama, misalnya hobi atau kegemaran,

    sudut pandang politik, asal sekolah/universitas, atau

    profesi pekerjaan (Nasrullah, 2015:40).

    Ada beberapa batasan dan ciri khusus yang hanya

    dimiliki oleh media sosial dibandingkan dengan media

    yang lain. Salah satunya adalah media sosial beranjak dari

    pemahaman bagaimana media tersebut digunakan sebagai

    sarana sosial virtual. Adapun karakteristik media sosial,

    yaitu:

    1. Jaringan (network). Media sosial memiliki

    karakter jaringan sosial. Media sosial terbangun

    dari struktur sosial yang dibentuk kedalam jaringan atau

    internet (Nasrullah, 2015:16). Tidak peduli

    apakah di dunia nyata (offline) antar pengguna itu saling

    kenal atau tidak, namun kehadiran media sosial

    memberikan medium bagi pengguna untuk terhubung

    secara mekanisme teknologi. Jaringan yang

    terbentuk antar pengguna ini pada akhirnya membentuk

    komunitas atau masyarakat yang secara sadar

  • maupun tidak sadar akan memunculkan nilai-nilai yang

    ada di masyarakat sebagaimana ciri masyarakat dalam

    teori-teori sosial (Nasrullah, 2015:16-17).

    2. Informasi (information). Informasi menjadi

    entitas yang penting dari media sosial. Di media

    sosial, informasi menjadi komoditas yang dikonsumsi

    oleh pengguna. Komoditas tersebut pada dasarnya

    adalah komoditas yang diproduks dan didistribusikan

    oleh pengguna itu sendiri. Dari kegiatan konsumsi inilah

    pengguna dan pengguna lain membentuk sebuah

    jaringan yang pada akhrinya secara sadar atau tidak

    bermuara pada institusi masyarakat berjejaring

    (network society) (Nasrullah, 2015:19).

    3. Arsip (archive). Bagi pengguna media sosial,

    arsip menjadi sebuah karakter yang menjelaskan

    bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses kapan

    pun dan melalui perangkat apa pun (Nasrullah,

    2015:22). “Teknologi online telah membuka

    kemungkinan-kemungkinan barudari penyimpanan

    gambar (bergerak atau diam), suara, juga teks

    yangsecara meningkat dapat diaskses secara missal dan

  • dari mana pun, kondisi ini terjadi karena pengguna hanya

    memerlukan sedikit pengetahuan teknis untuk

    menggunakannya” (Gane & Beer, 2008).

    4. Interaksi (interactivity). Karakteristik dasar dari

    media sosial adalah terbentuknya jaringan antar

    pengguna. Jaringan ini tidak sekedar memperluas

    hubungan pertemanan atau pengikut (follower) di

    internet semata, tetapi juga harus dibangun dengan

    interaksi antar pengguna tersebut (Nasrullah, 2015:25).

    Interaksi dalam kajian media merupakan pembeda

    antara media lama dengan media baru. Di media baru

    pengguna bisa berinteraksi, baik antara pengguna

    media dengan produser konten media (Nasrullah,

    2015:26).

    5. Simulasi sosial (simulation of society). Media

    sosial memiliki karakteristik sebagai medium

    berlangsungnya masyarakat (society) didunia virtual.

    Media sosial memiliki keunikan dan pola yang dalam,

    banyak kasus bisa berbeda dan tidak dijumpai

    dalam tatanan yang sesungguhnya. Misalnya, pengguna

    media sosial bisa dikatakan warga negara digital

  • (digital citizenship) yang berlandaskan keterbukaan

    tanpa adanya batasan-batasan (Nasrullah, 2015:28). Di

    media sosial interaksi memang terjadi serupa dengan

    realitas yang sesungguhnya, akan tetapi interaksi yang

    terjadi kenyataan berbeda sama sekali. (Nasrullah,

    2015:28).

    6. Konten oleh pengguna (user-generated

    content). Karakteristik media sosial lainnya adalah

    konten oleh pengguna atau lebih populer disebut dengan

    user generated content (UGC). Istilah ini menunjukan

    bahwa di media sosial konten sepenuhnya milik

    dan berdasarkan kontribusi pengguna atau pemilik akun

    tersebut (Nasrullah, 2015:31). UGC

    merupakan relasi sombiosis dalam budaya media baru

    yang memberikan kesempatan dan keleluasaan pengguna

    untuk berpartisipasi (Lister et al., 2003:221). Media

    baru, termasuk media sosial, mewarkan perangkat atau

    alat serta teknologi baru yang memungkinkan

    khalayak (konsumen) untuk mengarsipkan,

    memberi keterangan, menyesuaikan, dan

    menyirkulasikan ulang konten media (Jenkins, 2002).

  • Upaya menyebarkan konten, baik milik sendiri

    maupun orang lain atau berasal dari sumber lainnya,

    menjadi semacam kebiasaan digital yang baru bagi

    pengguna media sosial. Praktiknya ada semacam

    kesadaran bahwa konten yang disebar itu patut atau layak

    diketahui oleh pengguna lain dengan harapan ada

    konsekuensi yang muncul, seperti aspek hukum, politik,

    edukasi masyarakat maupun perbincangan sosial

    (Nasrullah, 2015:34). Fungsi ideal media itu adalah

    mengintegrasikan berbagai fungsi (informasi, pendidikan,

    kontrol sosial dan hiburan).

    Secara garis besar media sosial bisa dikatakan

    sebagai sebuah media online, di mana para penggunanya

    (user) melalui aplikasi berbasis internet dapat berbagi,

    berpartisipasi, dan menciptakan konten. Maka dari itu,

    media sosial memiliki ciri ciri sebagai berikut ini:

    A. Konten yang dibagikan atau disebarkan tidak

    terbatas pada satu orang tertentu.

    B. Isi pesan muncul tanpa melalui suatu gatekeeper

    dan tidak ada gerbang penghambat.

    C. Isi disampaikan secara online dan langsung.

  • D. Konten dapat diterima secara online dalam waktu

    lebih cepat dan bisa juga tertunda penerimaannya

    tergantung pada waktu interaksi yang ditentukan sendiri

    oleh pengguna.

    E. Media sosial memberikan kesempatan bagi

    penggunanya untuk menjadi creator dan aktor yang

    memungkinkan dirinya untuk beraktualisasi diri.

    F. Dalam konten media sosial terdapat sejumlah

    aspek fungsional seperti identitas, percakapan

    (interaksi), berbagi (sharing), kehadiran (eksis), hubungan

    (relasi), reputasi (status) dan kelompok (group)

    (Tim Pusat Humas Kementerian Perdagangan RI,

    2014:27).

    Faktor-faktor penggunaan media baru ini sebagai

    suatu konsep yang dapat menjadi perhatian dalam

    pengelolaan Broadcast era teknologi 4.0. John Vivian

    (2008,262-268) mengemukakan keberadaan media baru

    seperti internet bisa melampaui pola penyebaran pesan

    media. Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia

    (ATVSI), Ishadi SK (2016), dalam Seminar Jurnalistik

    dan Produksi Kreatif Program Televisi di Graha Sabha

  • Pramana UGM, menyatakan bahwa “40% anak muda

    tidak lagi menonton siaran televisi melalui televisi

    tradisional, tapi melalui gadget mereka”. Menonton

    siaran televisi dengan cara streaming dijadikan sebagai

    pilihan khususnya oleh anak muda, khususnya bagi

    mahasiswa yang mungkin tidak memiliki televisi di

    asrama atau ditempat kos. Dengan demikian, cara ini

    menjadi salah satu perhatian dalam yang telah dilakukan

    oleh seluruh stasiun televisi yang tergabung dalam

    ATVSI. “Saat ini semua televisi menyediakan akses

    untuk streaming, sehingga penonton bisa mengakses

    siaran melalui gadget yang dimiliki,” tambah Ishadi yang

    saat ini menjabat sebagai Komisaris Trans TV.

    Sejak tahun 2016 telah menjadi periode strategis

    bagi industri pertelevisian Indonesia. Hal ini cukup

    beralasan karena tahun ini Komisi Penyiaran Indonesia

    (KPI) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika

    (Kemenkominfo) melaksanakan evaluasi perpanjangan

    izin lembaga penyiaran bagi 10 televisi swasta yang

    bersiaran jaringan secara nasional. Hal ini menjadi

    momentum bagi stasiun televisi untuk turut menghadirkan

    inovasi dalam program tayangannya. Selain menarik

  • untuk ditonton, televisi tetap harus memperhatikan

    kualitas tayangan yang mendidik bagi masyarakat di

    segala usia.“Biasanya orang hanya melihat di layar kaca

    semuanya berjalan lancar. Mereka tidak tahu bahwa di

    belakang layar proses persiapannya tidak se-

    glamour yang mereka bayangkan. Kami harus bekerja

    sangat keras untuk menyampaikan pesan secara baik

    kepada setiap penonton,” jelas Komisi Hubungan Antar

    Lembaga, Masyarakat dan Luar Negeri ATVSI, Retno

    Shanti Ruwyastuti.

    Teknologi penyiaran televisi digital terbukti

    mampu memberikan lebih banyak manfaat bagi

    khalayaknya apabila dibandingan dengan televisi analog.

    Beberapa manfaat tersebut antara lain, menghemat kanal

    frekuensi, dan menghasilkan kualitas gambar yang lebih

    baik. Meskipun teknologi penyiaran digital telah

    dikembangkan, tetapi pemancar televisi di Indonesia

    masih berbentuk analog. Maka dari itu, semua penerima

    televisi juga masih analog meskipun memiliki banyak

    fitur digital. Dengan adanya migrasi (phase out) ke

    penyiaran televisi digital sampai dengan tahun 2015,

    pemilik televisi konvensional harus menyediakan suatu

  • kotak konversi sinyal radio dari digital ke analog yang

    lazim disebut set-top-box (STB), yakni piranti tambahan

    pada pesawat TV sebagaimana VCD player.

    Menurut, Prof. Dr. Ir. Thomas Sri Widodo, D.E.A.

    (2016) saat dikukuhkan pada jabatan Guru Besar Fakultas

    Teknik (FT) UGM di Balai Senat UGM, bahwa; “Pada

    masa transisi proses migrasi sistem penyiaran TV analog

    menjadi sistem TV digital, peranan STB sangat penting.

    Bisa dikatakan bahwa STB merupakan adapter antara

    sistem pemancar digital denagn televisi analog yang saat

    ini dimiliki oleh masyarakat”. Pada pidato yang berjudul

    “Pengembangan Set Top Box daman Migrasi ke Sistem

    Penyiaran Televisi Digital di Indonesia”. Staf pengajar

    Jurusan Teknik Elektro FT UGM ini mengatakan bahwa

    sistem STB selain dapat dipakai untuk menangkap siaran

    televisi digital juga dapat sebagai sarana untuk mengakses

    informasi yang tersedia di jaringan internet. STB juga

    dilengkapi fitur Early Warning System (EWS) sehingga

    dapat digunakan untuk menginformasikan dengan cepat

    kepada publik bila terjadi keadaan darurat, misalnya

    gempa bumi dan tsunami.

  • Menganalisis hitungan potensi ekonomi yang bisa

    diperoleh, pria yang menerima penghargaan sebagai

    Dosen Teladan III tahun 1992 dari Dekan FT UGM ini,

    menjelaskan Indonesia adalah pasar yang sangat potensial

    karena kepemilikan TV sekitar 40 juta unit. Jumlah ini

    merupakan jumlah yang sangat menjanjikan bagi industri

    nasional dalam mengembangkan produksi perangkat

    STB. Bila diperkirakan harga STB adalah Rp.500.000,00,

    peluang bisnis terkait per tahun 10% x 40 juta x

    Rp500.000,00 = Rp 2 triliun, suatu angka rupiah yang

    cukup besar bagi industri menengah.Lebih lanjut

    disampaikan oleh peraih gelar master dan doktor di

    Montpellier, Prancis, ini bahwa untuk membuat prototipe

    STB diperlukan dukungan pihak yang peduli akan

    kemajuan dan kemandirian bangsa. Sementara untuk

    pengembangan STB di Jurusan Teknik Elektro FT UGM,

    menurut pria kelahiran Klaten, 2 Mei 1950 ini, baru

    sampai pada tahapan perancangan (Sumber:Humas

    UGM).

    Pengalaman Netflix bisa dijadikan contoh dari

    mulai dari model bisnis, isi siaran televisi, bahkan sampai

  • perilaku warga menonton televisi—bisa demikian

    dramatis. Hal ini untuk melihat bagaimana perubahan

    pemaknaan terhadap televisi. Netflix merupakan jaringan

    yang menyediakan layanan menonton tayangan televisi

    dalam jaringan (daring). Netflix awalnya merupakan

    perusahaan penyewaan DVD yang didirikan oleh Reed

    Hastings tahun 1997. Hingga kemudian pada tahun

    2007, Netflix mulai menjalankan model layanan secara

    streaming. Tayangan televisi atau film yang bekerjasama

    dengannya bisa langsung diakses menggunakan komputer

    personal. Michael Wolff, penulis buku Television is the

    New Television: The Unexpected Triumph of Old Media

    in the Digital Age 2015) menyebut

    bahwa Netflix merupakan pembunuh televisi tradisional.

    Salah satu alasan yang membuat Netflix jauh lebih unggul

    apabila dibandingkan dengan televisi konvensional

    adalah tidak ada iklan yang mengganggu pengguna ketika

    sedang menyaksikan tayangan tersebut. Hal ini

    dikarenakan pendapatan yang mereka peroleh berasal dari

    biaya berlangganan yang dibayarkan oleh sang pengguna

    berbeda dengan televisi konvensional yang mendapatkan

    keuntungan dari iklan ditayangkan. Perlahan-lahan,

  • perkembangan teknologi digital telah berubah menjadi

    bagian dari bisnis televisi. Inovasi Netflix tersebut

    mendapat respon yang positif dari para penggunanya.

    Angka pelanggannya meningkat pesat. Angka pelanggan

    meningkat dari tahun 2000 dengan 300 ribu pelanggan

    menjadi 31 juta pelanggan di tahun 2007. Tidak mau

    kalah, NBC dan Fox membuat Hulu laman yang

    memungkinkan penonton menyaksikan tayangan televisi

    yang sedang dan sudah berlangsung. Jason Kilar, selaku

    CEO Hulu 2008-2013, menjelaskan bahwa bisnis televisi

    tradisional tidak melayani penonton karena sudah terlalu

    banyak iklan. Padahal industri televisi mestinya adaptif

    dalam melayani penonton. Salah satunya bisa memahami

    kondisi ketika para penonton ingin menyaksikan sebuah

    tayangan sesuai waktu yang mereka inginkan, bukan

    dalam waktu yang ditentukan stasiun televisi.

    Faktanya bahwa jika televisi menawarkan konten

    tertentu, kita tidak dapat menolaknya karena kita tidak

    memiliki banyak pilihan lain. Sementara, media Youtube

    memasok pemirsa dengan informasi di mana-mana, dan

    http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2http://www.newyorker.com/magazine/2014/02/03/outside-the-box-2

  • memiliki hak untuk memilih apapun yang diinginkan atau

    butuhkan.

    Pengalaman menikmati hiburan sekaligus

    informasi melalui channel Youtube merupakan dua faktor

    yang diterima oleh penggunanya (subscriber). Beberapa

    aktris maupun aktor terkenal melalui popularitasnya

    sebagai seorang youtubers. Popularitas youtubers kini

    bahkan menyaingi bintang-bintang populer layar televisi.

    Cara mereproduksi pesan dalam format youtubers atau

    broadcast berbasis internet ini mengangkat individu -

    individu keluar dari dinding-dinding “media” yang

    dibentuk oleh struktur broadcast sendiri. Istilah aktris,

    aktor dalam layar kaca televisi sebagai selebritis beralih

    “rupa” dan tempat dengan istilah Selebgram dan

    Youtubers oleh media publik interaktif yang terkoneksi

    jaringan internet.

    Sementara itu, suara Netizen begitu kuat

    memengaruhi pendapat publik melalui lini massa media

    sosial. Youtube merupakan salah satu media sosial yang

    populer dan penggunanya tersebar di seluruh dunia ini

    memunculkan persepsi tersendiri bagi masyarakat dalam

    bentuk pro dan kontra dengan beberapa alasan tersendiri.

  • Ketika era internet belum mengemuka, keterbukaan dan

    kebebasan bercerita mengenai diri sendiri dan

    pengalaman dituliskan melalui notes yang disimpan

    hanya untuk diri sendiri. Internet kemudian menampilkan

    sejumlah layanan situs pribadi namun bersifat publik

    dengan istilah Blog. Pada situs ini orang bisa menulis

    pengalaman ataupun kejadian yang dituangkan melalui

    ulasan berupa tulisan dan foto agar dapat dibaca oleh

    banyak orang.

    Selanjutnya kehadiran Youtube menjadi sangat

    populer karena terdapat video blog (vlog) atau jenis video

    dengan kontent topik yang beragam (dalam Ruthellia,

    Sondakh, Harilama: 2017). Vlog atau Chanel Youtube

    memungkinkan siapa saja bisa menggunakannya, baik

    kalangan anak muda, anak-anak hingga orang tua.

    Melalui video blog (vlog), orang bisa membuat blog tidak

    lagi dengan tulisan akan tetapi menggunakan video yang

    di share ke channel youtube yang bisa ditonton oleh

    banyak orang. Pada awalnya vlog menjadi sarana untuk

    mengekspresikan diri dan pendapat kepada public. Artikel

    Educase Learning Initiative menyusun beberapa

    keunggulan mengenai Video Blogging yakni:

  • A. Mudah membuatnya

    B. Cendeurng lebih dinamis daripada konten berbasis

    teks.

    C. Mengembangkan opsi berkomunikasi.

    D. Sarana komersil yang mutakhir.

    E. Sarana mengekspresikan diri.

    Namun, keunggulannya sebagai media untuk

    mengekspresikan diri menjadi tujuan yang utama dalam

    pembuatan Vlog. Keadaan ini membuat beberapa Vlogger

    seolah tidak memahami etika dalam mengekspresikan

    dirinya yang cenderung terlalu “bebas” dan cenderung

    secara “negatif’ sehingga muncul tren seperti:

    A. Penggunaan kata kasar atau makian dalam

    video yang menjadi penarik perhatian,

    B. Tren gaya hidup budaya barat yang bebas, mulai

    dari gaya “pacaran” yang vulgar seperti ciuman,

    mengenakan pakaian seksi yang tak senonoh, berlibur

    berdua di hotel, sampai mendapatkan teguran dari

    pihak Komisi Perlindungan Anak (KPAI)

  • KESIMPULAN

    Kehadiran Youtube membawa pengaruh luar biasa

    kepada masyarakat, khususnya masyarakat yang memiliki

    gairah di bidang pembuatan video, mulai dari film

    pendek, dokumenter, hingga video blog. Namun, tidak

    memiliki “lahan” (penulis: kesempatan) untuk

    mempublish (penulis: menayangkan) karyanya. Youtube

    mudah dipergunakan karena tidak memerlukan biaya

    yang tinggi, dapat diakses dimanapun kapanpun tanpa

    mengenal ruang dan waktu, dan tentunya dengan Gadget

    yang kompatibel. Maka dari itu, pembuat video amatir

    dapat dengan mudah mengunggah konten-konten video

    mereka untuk dipublikasikan, apabila video mereka

    mendapatkan respon yang baik maka jumlah viewers nya

    akan bertambah. Viewers yang banyak akan mengundang

    pengiklan untuk memasang iklan pada video-video

    mereka selanjutnya.

    McQuail menunjuk pada perubahan pengalaman

    dalam menggunakan media baru seperti itu, dibandingkan

    dengan model produk/ konsumsi media lama sebelumnya,

    yakni:

  • A. Kehadiran sosial (social presence);perasaan

    berhubungan dengan orang lain ketika

    menggunakan medium ini

    B. Otonomi (autonomy); perasaan memegang

    kendali atas medium ini;

    C. Aktivitas timbal-balik (interactivity); dengan

    sumber

    D. Privasi (Privacy); mengenai pengalaman ketika

    menggunakan medium ini;

    E. Kesenangan bermain (playfulness); dalam

    hubungan dengan perasaan senang yang diperoleh

    ketika menggunakan medium ini dibandingkan ketika

    sekadar mendapatkan sesuatu darinya.

    Kelima faktor yang ini, mencakup karakteristik

    yang menjadi suatu keunggulan dari media sosial serta di

    dukung oleh peralatan komunikasi yang semakin mobile

    sehingga konsumsi terhadap isi media baru menjadi lebih

    personal. Oleh karenanya, waktu yang dihabiskan dalam

    mengunakan media baru lebih meningkat dibandingkan

    dengan aktivitas lainnya. Demikian pula dengan aktivitas

    menonton siaran televisi. Pengelolaan media siaran

  • khususnya stasiun televisi bekerja lebih kreatif dan

    inovatif lagi untuk menghasilkan tontonan yang menarik

    dan edukatif dan sebagaimana fungsi yang diharapkan

    dari kehadiran media massa serta tidak bertentangan

    dengan nilai-nilai etika dan moral masyarakat seperti

    yang dijabarkan dalam kebijakan penyiaran dan aturan hukum

    yang telah disepakati dan ditetapkan oleh pemerintah dan seluruh

    masyarakat di Indonesia.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Chandra, Edy. 2017. Youtube, Citra Media Informasi

    Interaktif Atau Media Penyampaian Aspirasi Pribadi

    dalam Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni.

    ISSN 2579-6348 (Versi Cetak) Vol. 1, No. 2, Oktober

    2017: hlm 406-417 ISSN-L 2579-6356 (Versi

    Elektronik).

    https://journal.untar.ac.id/index.php/jmishumsen/article/

    view/1035/938

    David. Eribka Ruthellia, dan Mariam Sondakh, Stefi

    Harilama. 2017. Pengaruh Konten Vlog dalam Youtube

    terhadap Pembentukan Sikap Mahasiswa Ilmu

    Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas

    Sam Ratulangi.

    https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actadiurna/article/

    view/15479/15020.e-journal“Acta Diurna” Volume VI.

    No. 1. Tahun 2017

    Fachruddin, Sutiyana. 2018. Hoax dan Generasi Milenial,

    dalam Literasi Digital Generasi Milenial. Penyunting:

    Sitti Utami Rezkiawaty Kamil. Cetakan I: Hal,36-62.

    Kendari, Litercy Institute

  • Holmes, David. 2012. Teori Komunikasi: Media,

    Teknologi, dan Masyarakat. Terjemahan. Penerjemah

    Teguh Wahyu Utomo. Judul Asli : Communication

    Theory: Media, Technology, and Society. Yogyakarta,

    Pustaka Pelajar.

    Liliweri, Alo, 2011. Komunikasi Serba Ada Serba

    Makna.Edisi Pertama. Jakarta, Kencana

    Mustika, Rieka. 2012. Budaya Penyiaran Televisi Di

    Indonesia: Broadcast Television Culture In Indonesia.

    Masyarakat Telematika dan Informasi Volume: 3 I No: 1

    https://media.neliti.com/media/publications/233785-

    budaya-penyiaran-televisi-di-indonesia-32fd3922.pdf

    Ruben. Brent D, dan Lea P. Stewart. 2013. Komunikasi

    dan Perilaku Manusia. Edisi I. Terjemahan. Judul Asli:

    Communication and Human Behaviour (Fifth Edition).

    Jakarta, Rajawali Press.

    Sirajuddin, 2018. Tantangan Penyiaran Televisi di Era

    Digital. dalam Literasi Digital Generasi Milenial.

    Penyunting: Sitti Utami Rezkiawaty Kamil. Cetakan I:

    Hal, 139-159. Kendari, Litercy Institut