proses pembelajaran 9. probiotik dan phytobiotik
TRANSCRIPT
1
Proses Pembelajaran 9.
Probiotik dan Phytobiotik
Pada kegiatan belajar ini anda akan mempelajari pengertian probiotik dan phytobiotik,
manfaat dan mekanisme kerja dari probiotik dan phytobiotik. Dengan pengetahuaan ini maka
mahasiswa akan dapat memilih dari sekian banyak alternatif feed aditif termasuk probiotik dan
phytobiotik untuk digunakan dalam pakan ternak.
4.1. Pengertian dan Sejarah Probiotik
Pada saat telur ditetaskan, saluran pencernaan pada anak unggas relatif steril. Pada saat
ditetaskan, organ pencernaan dan saluran pencernaan anak unggas belum berfungsi dengan baik.
Beberapa jam setelah anak unggas melakukan kontak dengan dunia luar, baik kandang maupun
tempat penetasan, saluran pencernaanya mulai terkontaminasi dengan mikroorganisme, terutama
bakteri. Bakteri – bakteri ini yang kemudian akan menghuni saluran pencernaan unggas.
Komposisi bakteri yang ada di dalam saluran pencernaan sungguh sangat kompleks. Trilyunan
bakteri dengan ratusan species menghuni saluran pencernaan unggas.
Komposisi mikroba di saluran pencernaan relatif konstan karena seleksi yang tetap dari mikroba
di saluran pencernaan melalui produksi zat yang bersifat inhibisi bagi mikroba lain. Zat –zat
tersebut berupa asam lemak mudah terbang, hidrogen sulfida cairan empedu, lysozime dan
immunoglobulin. Bakteri yang dapat mengatasi zat – zat inhibitory tersebut akan bergerak keluar
dari saluran pencernaan karena adanya gerak peristaltik. Bakteri – bakteri yang tetap tinggal di
dalam saluran pencernaan adalah bakteri yang dapat melekat di lapisan mucus dinding saluran
pencernaan. Walaupun komposisi mikroba relatif konstan, tetapi proporsi dari setiap species
bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan dapat berubah bergantung dari banyak faktor,
seperti: umur ternak, pakan yang dikonsumsi, lingkungan, tingkat stress dan obat atau antibiotik
yang dikonsumsi.
Ada anggapan bahwa bakteri – bakteri atau mikroba yang menghuni saluran pencernaan adalah
bakteri atau mikroorganisme yang berbahaya. Padahal, jumlah bakteri yang berbahaya yang
mendiami saluran pencernaan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri bakteri yang
bermanfaat. Bakteri – bakteri tersebut baik dari golongan bakteri yang bermanfaat maupun
bakteri yang pathogen (berbahaya) akan mendiami saluran pencernaan selama inangnya masih
2
hidup. Karena itu, dominasi bakteri difase awal (bakteri patogen atau yang bermanfaat) sangat
menentukan kesehatan dan produktifitas ternak unggas.
Penggunaan probiotik telah lama dikenal dalam kehidupan manusia. Ribuan tahun yang lalu,
Pliney, Ahli ilmu alam dari bangsa Roma merekomendasikan penggunaan susu yang difermentasi
dalam kehidupan masyarakat saat itu. Susu fermentasi tersebut disarankan untuk dikonsumsi bagi
penderita penyakit gastroenteritis. Pemanfaatan makanan yang difermentasi juga telah tercatat
dalam kitab suci Bible dan agama Hindu. Kondisi iklim di wilayah Timur Tengah dan Asia
memungkinkan terjadinya proses fermentasi susu.
Penggunaan probiotik didasarkan pada temuan dari Elie Metchnikof di sekitar awal tahun
1900an, pemenang hadiah nobel untuk science dari Rusia yang bekerja pada pasteur Institute. Dia
meyakini bahwa mikroba pada saluran pencernaan yang bersifat patogen dapat di kurangi dengan
mengkonsumsi susu asam (susu fermentasi). Dia menemukan bahwa orang tua yang hidup di
Bulgaria dengan kondisi miskin dengan lingkungan yang keras hidup lebih lama dibandingkan
dengan orang – orang kaya yang hidup di daratan Eropa lainnya. Kesimpulan yang diambil
adalah karena orang Bulgaria mengkonsumsi produk susu yang difermentasi. Elie Metchinkof
mengisolasi bakteri yang terdapat pada susu fermentasi dan menmukan bahwa susu tersebut
mengandung “Bulgarian bacillus”, bakteri ini kemudian dikenal dengan naman Lactobacillus
bulgaricus dan sekarang dikenal dengan nama Lactobacillus delbrueckii. Karena itu Metchnikof
percaya bahwa fermentasi dengan Lactobacillus secara positif mempengaruhi mikroflora pada
kolon dan mikroba tersebut memiliki manfaat anti penuaan. Akhirnya, Metchinkof dan kawan
kawan memulai mengkonsumsi susu asam atau susu fermentasi untuk meningkatkan populasi
bakteri Lactobacillus. Setelah Metchinkof wafat di tahun 1916, penelitian – penelitian tentang
probiotik berpindah ke Amerika Serikat.
Ahli Fisika Jerman, Alfred Nissle, meneliti tentang potensi probiotik untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Pada saat itu antibiotik belum ditemukan. Kasus
penyakit shigellosis merebak pada perang duania I yang menyebabkan banyak orang dan tentara
yang menderita penyakit diare parah. Nissle mengisolasi bakteri Eschercia coli dari salah seorang
tentara, tetapi tentara tersebut tidak menderita penyakit diare. Bakteri tersebut yang kemudian
dinamakan “Eschercia coli Nissle 1917” digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh shigellosa dan Salmonella dan hasilnya sangat menggembirakan.
3
Pada manusia ditahun yang hampir bersamaan dengan Metchinkof, Hendry Tissier,
Ilmuwan Prancis, menemukan bahwa anak – anak yang terserang diare, kotorannya mengandung
bifidobakteri (bakteri yang berbentuk Y) dalam jumlah yang sedikit sementara anak – anak yang
sehat, kotorannya mengandung bifidobakteri dalam jumlah yang banyak. Dia kemudian
menyarankan untuk memeberikan bakteri yang berbentuk Y tersebut kepada anak yang terserang
diare. Hendry Tissier juga menemukan bahwa baya yang diberi air susu ibu memiliki kandungan
bakteri “Bacillus bifidus communis” yang kemudian dikenal dengan nama beifidobacterium.
Penemuan Metcnikof dan Tissier ini adalah temuan pertama tentang pentingnya penggunaan
bakteri tertentu untuk kesehatan, bahkan pada saat itu istilah probiotik belum dikenal.
Istilah probiotik pertama kali diperkenalkan oleh Kolath tahun 1953. Istilah tersebut kemudian
dipoulerkan oleh Lily dan Stillwell pada tahun 1965. Pada tahun 1989, Fuller mendefenisikan
probiotik sebagai feed supplement berupa mikroba hidup yang bermanfaat bagi ternak dengan
cara meningkatkan kesehatan saluran pencernaan. Defenisi dari Fuller ini hanya menekankan
pada mikroba yang hidup dan manfaatnya bagi kesehatan. Defenisi ini kemudian disempurnakan
oleh Havenaar dan Huis tahun 1992. Mereka mendefenisikan probiotik sebagai kultur bakteri
baik tunggal ataupun campuran yang diberikan kepada ternak ataupun manusia yang
mempengaruhi kesehatan ternak atau manusia. Guarner dan Schaafsma pada tahun 1998
memperkaya defenisi probiotik dengan menambah persyaratan berupa mikroba hidup dan
dikonsumsi dalam jumlah tertentu. Jadi dari defenisi – defenisi tersebut, beberapa hal yang harus
dipenuhi sebagai syarat probiotik anatara lain : mikroorganisme harus masih hidup dan dosis
penggunaan mikroorganisme harus jelas agar manfaat positifnya dapat diperoleh.
Walaupun probiotik telah lama dikenal dalam sejarah umat manusia dan telah lama menjadi
bagian dari kehidupan manusia dan ternak, defenisi tentang probiotik terus mengalami
perubahan. Secara bahas, probotik diterjemahkan sebagai; pro = untuk dan biotik = hidup atau
kehidupan. Awalnya, probiotik didefenisikan sebagai produk makanan atau pakan yang
mengandung mikroorganisme hidup. Defenisi ini kemudian berubah dengan menekankan pada
mikroorganisme tersebut harus hidup dan diketahui spesiesnya serta dalam jumlah tertentu.
Walaupun istilah probiotik telah lama dikenal, tetapi istilah ini baru populer pada pada tahun
1960an (Lilly and Stillwell, 1965). Menurut the world health organization (WHO), probiotik
didefenisikan sebagai mikroorganisme hidup yang diintroduksi kedalam makanan atau pakan
dalam jumlah dan konsentrasi tertentu untuk tujuan kesehatan bagi manusia atau ternak. Defenisi
4
ini kemudian diterima secara internatsional di dunia ilmiah. Mikroba yang digunakan untuk
tujuan kesehatan berbeda antara tujuan yang hendak dicapai dan spesies yang mendapatkan
keuntungan (host). Pada ternak, mikroba yang digunakan untuk tujuan kesehatan berbeda antara
ternak monogastrik dan ternak ruminansia hal ini karena adanya peran rumen pada ternak
ruminasia. Secara umum mikroba yang digunakan dapat berasal dari bakteri seperti lactobacillus
dan Bifidobacterium dan dari yeast seperti Saccharomyces cereviciae.
Dalam 20 tahun terakhir, penelitian di bidang probiotik mengalami peningkatan yang cukup
signifikan, baik di bidang seleksi mikroorganisme maupun karakterisasi mikroba spesifik. Genus
dari Lactobacillus dan Bifidobacterium adalah yang paling banyak digunakan.
1. Mikroba – mikroba bermanfaat
Keberadaan mikroba di dalam saluran pencernaan adalah merupakan sebuah proses
kerjasama mutualisme. Mikroba mendapat keuntungan dari makanan yang dikonsumsi oleh
ternak dan ternak mendapat keuntungan dari proses pencegahan beberapa penyakit. Ini dapat
dibenarkan dengan beberapa kajian yakni ternak yang tidak memiliki mikroba dalam saluran
pencernaanya akan lebih mudah terserang penyakit.
Pemanfaatan bakteri untuk tujuan prebiotik dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori:
a. Probiotik berupa bakteri dan non bakteri; sebagian besar probiotik hadir dalam bentuk
bakteri seperti: Lactobacillus, Bifidobacteria, Bacillus dan Enterococcus. Dari golongan
non bakteri berasal dari golongan jamur dan ragi seperti: Aspergillus oryzae, Candida
pintolopesii, Saccharomyces bourlardii dan Saccharomyces cerevisiae.
b. Probiotik yang berbentuk spora dan yang berbentuk non spora; probiotik yang berbentuk
non spora seperti: Lactobacillus dan Bifidobacteria, sedangan probiotik yang berbentuk
spora seperti: Bacillus subtilis dan Bacillus amyloliquefaciens.
c. Probiotik yang berasal dari multi species atau multi strain dan yang berasal dari species
atau strain tunggal. Produk yang berasal dari multi species banyak diproduksi secara
komersial; dari multi species seperti: produk “Primalac” yang terdiri dari Lactobacillus
spp, E. faecium dan Bifidobacteria thermophillum. Contoh lain dari produk probiotik
yang berasal dari multi species adalah “Microguard” yang terdiri dari beberapa species
seperti: Lactobacillus, Bacillus, Streptococcus Bifidobacteria dan Saccharomyces.
5
Sedangkan probiotik yang berasal dari species tunggal seperti: “Bro-bio fair” yang berasal
dari Saccharomyces serevisiae.
d. Probiotik yang bersifat Allocthonous (mikroorganisme yang secara normal tidak hidup di
saluran pencernaan, seperti: ragi) dan autochtonous (mikroorganisme yang secara normal
mendiami saluran pencernaan, seperti: Lactobacillus dan Bifidobacteria)
Tabel 3.1. Mikroba yang berfungsi sebagai probiotik
Species Strain Produk komersial
Bacillus amyloliquefaciens CECT 5940 H57 Ecobial
Bacillus toyonensis BCT-7112 Toyocerin Rubinum
Bacillus coagulans ATCC 7050 ZJU0616 -
Bacillus licheniformis DSM5749 Microguard
Bacillus megatterium - Microguard
Bacillus mesentricus - Microguard
Bacillus polymixa - Microguard
Bacillus subtilis 588 CA dan DSM 17299 Gallipro evonik
Aspergillus oryzae - -
Aspergillus niger - -
Brevibacillus latesporus - -
Bifidobacterium animalis 503, DSM 16284 Poultry star
Bifidobacterium bifidum - PrimaLac Star
Bifidobacterium bifidus - Microguard
Bifidobacterium thermophillus - PrimaLac Star
Bifidobacterium longum - -
Bifidobacterium pseudolongum - -
Bifidobacterium lactis - -
Candida pintolepesii - Protexin
Clostridium butyricum - Probion
Escherichia coli Nissie 1917 -
Enterococcous faecium 10663; 589, NCIMB; 1181, All Lac; PrimaLac Star; Protexin
Enterococcus faecalis - -
Lactobacillus thermophilus - All Lac
Lactobacillus acidophilus - Probios; Microguard; Protexin
Lactobacillus brevis I 12; I 211; I 218; I 23 -
Lactobacillus bulgaris - Microguard; Protexin
Lactobacillus casei CECT 4043 PrimaLac Star
Lactobacillus farciminis - Enviva MPI
Lactobacillus fermentum JS JSA - 101
Lactobacillus gallinarum I 16; I 26; LCB 12 -
Lactobacillus jensenii - -
Lactobacillus paracasei - -
Lactobacillus plantarum - Microguard; Protexin
Lactobacillus reuteri 514 C1; C10, C16; DSM
16350
PoultryStar
Lactobacillus rhamnosus - Protexin; Enviva MPI
Lactobacillus lactis - Probios
Lactobacillus salivarius DSM 16351; 124 Flora Max B11; Poultry Star
Lactobacillus sobrius - -
Lactococcus lactis CECT 539 -
Meghaspaera elsdenii - -
Pediococcus acidilactici DSM 16210 AllLac; Poultry Star
6
Pediococcus parvulus - Flora Max
Prevotella bryantii - -
Propionibacterium shermanii - -
Propionibacterium freudenreichii - -
Propionibacterium acidipropionici - -
Propionibacterium jensenii - -
Saccharomyces bouridii - Microguard
Saccharomyces cerevisiae KCTC; No. 7193 JSA 101 Super
Saccharomyces servisia - Bro biofair
Saccharomyces faecalis - -
Saccharomyces faecium - Microguard
Saccharomyces gallotycus TDGB 406 -
Saccharomyces salivarus - Protexin
Saccharomyces bovis - -
4.2. Penggunaan probiotik pada ternak unggas
Penggunaan probiotik telah lama diaplikasikan baik pada manusia maupun pada ternak.
Pada ternak unggas penggunaan probiotik diarahkan untuk tujuan speerti: meningkatkan
pertumbuhan ternak, konsumsi pakan, efisiensi penggunaan pakan, kecernaan pakan, produksi
telur, produksi dan kualitas karkas, memperbaiki kondisi saluran pencernaan serta mencegah
infeksi penyakit.
a. Pertumbuhan ternak
Penggunaan prebiotik untuk ternak unggas dapat meningkatkan pertumbuhan ternak baik
pada fase starter, grower dan finisher. Penyebab dari peningkatan pertumbuhan dari
penambahan probiotik masih sulit dirasionalisasikan. Beberapa alasan dapat dikemukakan
bahwa peningkatan pertumbuhan ternak unggas diakibatkan karena adanya peningkatan
konsumsi pakan Landy and Kavyani, 2013), peningkatan kecernaan pakan (Zhang and
Kim, 2014) atau disebabkan oleh perubahan populasi mikroba di saluran pencernaan yang
kemudian menyebabkan terjadi peningkatan produksi asam lemak rantai pendek dan
peningkatan sistim kekebalan (Zhao et al., 2003). Peningkatan pertumbuhan ternak
unggas juga dapt diakibatkan oleh peningkatan tinggi vili – vili usus halus yang dapat
meningkatkan absorpsi nutrisi di saluran pencernaan.
Akan tetapi, beberapa penelitian memberikan hasil yang berbeda, dimana penambahan
probiotik tidak mempengaruhi pertumbuhan ternak unggas. Penelitian yang dilakukan
oleh Cao et al. (2013) menambahkan bakteri E. Faecium pada ayam broiler strain Cobb
dengan konsentrasi 109 cfu/kg pakan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ayam
yang ditantang dengan E. Coli. Akan tetapi Zhao et al. (2013) menggunakan strain bakteri
7
yang berbeda dengan konsentrasi 2X 109 cfu/kg pakan ayam broiler strain Ross tidak
dapat meningkatkan pertambahan bobot ayam broiler. Ini menunjukkan bahwa perbedaan
strain ayam dan strain mikroba sebagai penyebab hasil yang berbeda.
b. Konsumsi pakan dan efisiensi penggunaan pakan
Biaya terbesar dari biaya produksi pada ternak unggas adalah biaya pakan. Karena itu
efisiensi penggunaan pakan akan memberi dampak besar bagi sebuah usaha di sektor
perunggasan. Shim et al. (2012) mengatakan bahwa pemberian probiotik pada ternak
unggas akan dapat meningkatkan konsumsi pakan dan efisiensi penggunaan pakan.
Beberapa repor yang berkaitan dengan konsumsi pakan dan efisiensi penggunaan pakan
adalah: (a) peningkatan konsumsi pakan tetapi efisiensi penggunaan pakan tidak
berpengaruh (Asfarmanesh and Sadaghi, 2014). (b) Peningkatan efisiensi penggunaan
pakan tetapi konsumsi pakan tidak berpengaruh (Zhang et al., 2012). (c) Peningkatan
konsumsi pakan diikuti dengan peningkatan efisiensi penggunaan pakan (Landy and
Kavyani, 2013).
Penelitian lain menemukan hasil yang berbeda. Hung et al. (2012) melakukan penelitian
dengan menggunakan B. Coagulans sebagai probiotik dan menemukan bahwa konsumsi
pakan menurun sebesar 8% pada ayam broiler fase grower hingga finisher dan efisiensi
penggunaan pakan menurun sebesar 10% Penelitian yang lain dari Amerah et al. (2013)
juga mengindikasikan bahwa penggunaan probiotik komersial yang mengandung 3 strain
B subtilis juga menyebabkan penurunan konsumsi pakan sebesar 2%, bersamaan dengan
penurunan efisiensi penggunaan pakan sebesar 2.7%. Penambahan probiotik yang
menggunakan 11 strain Lactobacilus juga memberikan hasil yang sama yakni penurunan
konsumsi pakan akan tetapi efisiensi penggunaan pakan menjadi lebih baik pada fase
finisher (Mookiah et al. 2014).
c. Kecernaan pakan
Penelitian tentang kecernaan pakan dalam kaitannya dengan penggunaan probiotik
dilaporkan oleh Zhang dan Kim, 2014). Peneliti tersebut memberi pakan pada ternak
unggas berupa pakan berbasis kacang kedele dan jagung yang disupplementasi dengan
probiotik komersial multi strain (Lactobacillus acidophilus, Bacillus subtilis dan C.
Butyricum) dengan dosis 1 sampai 2 X 102 cfu/g) . Hasilnya adalah kecernaan asam
8
amino dari pakan meningkat dibandingkan dengan ternak unggas yang tidak diberikan
probiotik. Li et al. (2008) melaporkan bahwa kecernaan bahan kering, Calcium dan posfor
juga meningkat akibat dari penambahan probiotik yang berasal dari ragi pada pakan yang
berbasis jagung dan kacang kedele.
Penelitian lain yang membandingkan pemberian probiotik pada fase perkembangan
unggas yang berbeda dilaporkan oleh Apata (2008). Peneliti tersebut menemukan bahwa
pemberian probiotik L. Bulgaricus pada fase grower dan finisher memberikan hasil yang
lebih baik pada kecernaan protein dan bahan kering dibandingkan pada fase starter. Ini
mengindikasikan bahwa perbedaan strain bakteri sebagai probiotik akan memproduksi
enzim yang berbeda dan keampuhan probiotik juga dipengaruhi oleh umur ternak unggas
yang sedang dipelihara. Informasi ini juga akan menambah pemahaman kita tentang
probiotik.
d. Produksi dan kualitas karkas
Kajian tentang pengaruh probiotik tentang kualitas karkas tidak banyak mendapat
perhatian dari para ilmuan, dibandingkan dengan kajian terhadap pertumbuhan dan
kesehatan unggas. Penelitian yang dilakukan oleh Abdeel-Rahman et al. (2013)
mengindikasikan bahwapemberian beberapa komercial probiotik dapat meningkatkan
produksi karkas ayam broiler di umur 42 hari. Akan tetapi Asharmanesh and Sadaghi
(2014) tidak menemukan perbedaan produksi karkas dan pertumbuhan antara ternak
unggas umur 42 hari yang diberi probiotik komercial (B. Subtilis) dengan ternak tanpa
pemberian probiotik.
Kemampu an mengikat air dari daging unggas meningkat akibat dari penambahan
probiotik B. Coagulans (Zhou et al., 2010). Keempukan daging juga ikut meningkat pada
unggas yang diberi probiotik. Akan tetapi, Zhang et al. (2005) menemukan hasil yang
berbeda dimana pemberian probiotik S. Cerevisiae tidak memberikan peningkatan
terhadap keempukan daging dada pada ayam broiler. Ketidak konsistenan temuan ini
mengindikasikan bahwa strain mikroorganisme yang digunakan dan breed ayam yang di
pakai memberikan dampak pada kualitas karkas ayam broiler.
e. Produksi telur
Kajian tentang produksi telur ayam yang diberi probiotik menunjukkan bahwa produksi
telur dapat ditingkatkan dengan penambahan probiotik (kurtoglu et al., 2004). Walaupun
9
peningkatan produksi telur akibat dari penambahan probiotik dalam ransum tidak
menunjukkan hasil yang konsisten, satu hal yang menggembirakan adalah kualitas telur
berupa penurunan kolesterol telur menunjukkan penurunan akibat dari penambahan
probiotik, seperti penambahan bakteri asam laktat (Haddadin et al., 1996), penambahan
spora Bacillus (Kurtoglu et al., 2004) dan penambahan yeast (yousefi and Karkoodi,
2007).
f. Pencegahan dari infeksi penyakit
Adanya beberapa penyakit zoonotik yang disebabkan oleh Salmonella dan
Campylobacter yang menyerang pada ternak unggas membuat konsumen semakin berhati
– hati dalam mengkonsumsi daging dan telur unggas. Beberapa penyakit enteritis pada
ternak poultry seperti necrotik enteritis dan koksidiosis berdampak pada biaya produksi
dan aspek ekonomi.
Penggunaan probiotik untuk mencegah penyakit pada unggas telah terdapat dalam data
base penelitian. Beberapa penyakit yang dapat dihambat dari penambahan probiotik
adalah:
a. Salmonellosis
Issue penyakit salmonellosis pada ternak unggas adalah merupakan issue penting dalam
kesehatan pangan hewani. Keberhasilan pencegahan penyakit Salmonnelosis melalui
kultur mikroba yang berasal dari saluran pencernaan yang dilakukan oleh Nurmi and
Rantala (1973) mendorong banyak peneliti untuk mendalami masalah probiotik untuk
mengontrol penyakit salmonellosis.
Haghighi et al. (2008) menemukan bahwa probiotik dapat menekan populasi Salmonella
di feces, bergantung dari dosis probiotik yang digunakan. Penggunaan probiotik yang
mengandung L. Acidophillus, B. Bifidum dan S. Faecalis dengan konsentrasi 1 X 105 dan
1 X 106 cfu menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang digunakan semakin besar
penurunan populasi Salmonella di caeca.
b. Campylobacteriosis
Penyakit Campylobacteriosis adalah penyekit zoonosis pada unggas yang disebabkan oleh
Ca. Jejuni. Sebuah penelitian in-vitro dengan menggunakan probiotik dari strain E.
faecium, P. Acidilactici, L. Salivarius dan L. Reuteri yang diisolasi dari saluran
pencernaan ayam yang sehat menunjukkan bahwa bakteri – bakteri tersebut dapat
10
menghambat perkembangbiakan Ca. Jejuni dalam plate agar (Ghareeb et al., 2012).
Penelitian yang bersifat in-vivo juga menunjukkan bahwa terjadi proses penghambatan
dari probiotik tersebut. Infeksi Campylobacter pada ayam broiler dapat dihambat dengan
menggunakan probiotik komersial yang mengandung Lactobacillus, Bifidobacterium dan
Enterococcus. Penggunaan probiotik yang terdiri dari L. Acidophillus dan S. faecium,
melalui air minum pada ayam broiler selama 3 hari juga memberikan hasil yang postif,
dimana populasi Campylobacter menurun pada ayam yang terinfeksi.
c. Necrotic enteritis
Penyakit necroic enteritis pada ternak unggas disebabkan oleh Clostridium perfringens.
Penyakit ini banyak menyerang unggas yang menyebabkan keruagian besar pada industri
perunggasan. Pemberian probiotik B. Subtilis pada pada ayam broiler yang terinfeksi
bakteri Cl. Perfringens dapat menurunkan kasus kerusakan usus dan secara signifikan
menurunkan jumlah cel pathogen yang terdapat dalam saluran pencernaan unggas.
d. Koksidiosis
Penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa dan biasanya penyakit ini
resitent terhadap beberapa obat untuk koksidiosis. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa
spesies Emeria yang berbeda yang mendiami beberapa bagian di saluran pencernaan.
Kajian tentang penggunaan probiotik terhadap penyakit koksidiosis memberikan hasil
yang tidak konsisten. Gianenas et al. (2012) melaporkan bahwa terjadi penurunan kasus
koksidiosis pada unggas yang diberi probiotik yang mengandung E. faecium, B. Animalis,
L. reuteri dan B. Subtilis baik dalam bentuk tunggal maupun dalam bentuk kombinasi.
4.3. Mekanisme kerja probiotik
Beragamnya probiotik yang ada baik dari segi species maupun strainnya memberikan
informasi yang berbeda dari aspek mekanisme kerja di saluran pencernaan dari setiap probiotik
tersebut. Probiotik membantu untuk mencegah dan mengendalikan bakteri bakteri pathogen yang
ada di saluran pencernaan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ternak. Strain prebiotik yang
hampir sama akan memberikan mekanisme kerja yang juga hampir sama. Akhir – akhir ini
penggunaan probiotik dari bakteri yang membentuk spora. Spora yang dikonsumsi dipercayai
akan berkembang di saluran pencernaan ternak.
Mekanisme kerja probiotik pada ternak unggas meliputi: (a) mempertahankan mikroba
saluran pencernaan secara normal melalui kompetisi dan kerja antagonis. (b) mengubah
11
metabolisme melalui peningkatan aktifitas enzim pencernaan, menurunkan aktifitas enzim yang
dihasilkan oleh bakteri dan menurunkan produksi ammonia. (c) meningkatkan konsumsi pakan
dan kecernaan pakan. (d) mengstimulasi sistim kekebalan tubuh ternak.
A. Melalui kompetitisi eksklusion
Probiotik dan kompetisi memperebutkan wilayah adalah salah satu metode dalam
mengontrol penyakit penyakit zoonotik pada unggas. Nurmi dan Rantala (1973) membuat konsep
tentang pengontrolan penyakit S.infantis pada ayam broiler di Finlandia. Kajian mereka
menunjukkan bahwa penantangan ternak unggas dengan dosis rendah dengan menggunakan
Salmonella ( 1 sampai dengan 10 cell ke dalam tembolok unggas cukup untuk menyebabkan
ternak unggas terserang Salmonellasis. Peneliti tersebut mengatakan bahwa pada minggu pertama
setelah penetasan anak unggas rentan terhadap infeksi bakteri Salmonella. Mereka kemudian
mengambil bakteri dari ayam dewasa dan memasukkan secara oral pada ternak ayam dan
ditemukan bahwa tersebut resistent terhadap S. Infantis. Prosedur ini kemudian dikenal dengan
nama “Nurmi Concept” atau “konsp kompetisi eksklusion”. Konsep ini dianggap bersesuai
dengan konsep probiotik. Konsep kompetisi eksklusion dianggap berhasil dalam melindingi anak
ayam yang baru saja ditetaskan dalam melawan bakteri Salmonella.
Proteksi melawan kolonisasi Salmonella di saluran pencernaan tampaknya berhubungan
dengan perubahan ekspresi cytokin. Beberapa probiotik memproduksi asam lemak rantai pendek
di caeca yang dianggap cukup untuk menghambat pertumbuhan Salmonella enterica serovar
enteridis. Arganaraz-Martinez et al. (2013) melakukan uji in-vitro dan menemukan bahwa
produksi asam lemak rantai pendek di caeca meningkat dengan penambahan Propionicbacterium
acidipropionici dibandingkan dengan kontrol. Probiotik ini juga berkompetisi dengan Salmonella
untuk melekat pada mukosa saluran pencernaan. Karena itu probiotik ini dapat mengurangi
populasi penyebaran Salmonella dari unggas yang terserang penyakit ke unggas yang sehat.
Biloni et al. (2013) menemukan bahwa penyebaran infeksi Salmonella dalam kandang terjadi
sangat lambat jika unggas tersebut diberi probiotik yang mengandung L. Salivarius dan
Prediococcus parvulus.
B. Peningkatan aktifitas enzim pencernaan, konsumsi dan kecernaan
Pemanfaatan probiotik dalam pakan atau air minum akan banyak menambah populasi
bakteri asam laktat yang dianggap berperan penting dalam memproduksi enzim dan produk
12
metabolite lainnya. Penambahan probiotik L. Acidophilus atau campuran Lactobacillus pada
ternak unggas dapat meningkatkan konsentrasi enzim amylase setelah 40 hari pemberian pakan
dan probiotik. Penelitian lain menunjukkan bahwa pemberian probiotik yang merupakan
campuran antara Lactobacillus spp dan Streptococcus faecium dapat meningkatkan aktivitas
enzim karbohydrase pada ternak babi. Lactobacillus dianggap bertanggung jawab dalam
memproduksi enzim, terutama enzim amylase. Keberadaan bakteri yang dimasukkan kedalam
saluran pencernaan dapat mengubah pH saluran pencernaan yang bersesuai dengan peningkatan
aktifitas enzim pencernaan sehingga kecernaan pakan menjadi meningkat. Penggunaan
Aspergillus oryzae terhadap peningkatan aktifitas enzim amylase dan protease dapat
meningkatkan kecernaan nutrisi.
Peningkatan kecernaan pakan akan menyebabkan saluran pencernaan lebih cepat kosong.
Kondisi ini akan mendorong ternak unggas untuk segera mengkonsumsi pakan, yang pada
gilirannya akan terjadi peningkatan konsumsi pakan.
C. Menstimulasi sistim kekebalan
Pengaruh penggunaan probiotik dalam menstimulasi sistim kekebalan telah banyak diteliti para
ahli. Penggunaan L casei dan L acidophillus baik dalam bentuk tunggal ataupun kombinasi untuk
menstimulasi aktifitas phagocite mengindikasikan bahwa Kombinasi antara dua bakteri tersebut
memberikan hasil yang lebih efektif dari pada pemberian tunggal. Ini mengindikasikan bahwa
kedua probiotik tersebut bekerja secara aditif. Penelitian in-vitro dengan menggunakan limposit
darah periferal pada manusia yang distimulasi dengan penambahan yoghurt yang mengandung
bakteri asam laktat menunjukkan bahwa produksi interferon lebih tinggi 3 – 4 kali dibandingkan
dengan kontrol. Peningkatan interferon (agen anti virus) ini berhubungan dengan peningkatan
jumlah B Lymphosit, cel natural killer dan konsentrasi IgG (immunoglobulin G). Bakteri asam
laktat melekat pada lymphosit yang memproduksi interferon dan ini merupakan bagian proses
penting dari proses stimulasi sistim kekebalan.
Daftar Pustaka
Abdeel-Rahman, H., Shawky, S., Ouda, H. Nafeaa, A and Orabi, S. (2013). Effect of two
probiotics and bioflavonoids supplementation to the broilers diet and drinking water on the
growth performance and hepatic antioxidant parameters. Global veterinaria, 10: 734 – 741.
13
Agnaraz_martinez, E., Babot, J. D., Apella, M. C and Perez Chaia, A. (2013). Physiological and
functional characteristics of Propionibacterium strains of the poultry microbiota and
relevance for the development of probiotics products. Anaerobe, 23: 27 -37.
Ameerah, A., Quiles, A., Medel, P., Sanchez, J., Lehtinen, M and Gracia, M. (2013). Effect of
pelleting temperature and probiotic supplementation on growth performance and immune
function of broilers fed maize/soy based diets. Animal Feed Science and Technology, 180:
55 – 63.
Apata, D. (2008). Growth performance, nutrient digestibility and immune response of broiler
chicks fed diets supplemented wit a culture of Lactobacillus bulgaricus. Journal of the
Science of Food and Agriculture, 88: 1253 – 1258.
Asharmanesh, M and Sadaghi, B. (2014). Effects of dietary alternatives (probiotic, green tea
powder and kombucha tea) as antimicrobial growth promoters on growth, ileal nutrient
digestibility, blood parameters and immune response of broiler chickens. Comparative
Clinical Pathology, 23: 717 – 724.
Biloni, A., Quintana, C., Menconi, A., Kallapura, G., Lattore, J., Pixley, C., Layton, S.,
Dalmagro, M., Hernandez-Velasco, X and Wolfenden, A. (2013). Evaluation of effects of
early bird associated with FloraMax-B11 on Salmonella enteritidis, intestinal morphology,
and performance of broiler chickens. Poultry Science, 92: 2337 – 2346.
Cao, G. T., Zeng, X. F., Cheng, A. G., Zhou, L., Zhang, L., Xiao, Y. P and Yang, C. M. (2013).
Effects of e probiotic, Enterococcus faecium, on growth performance, intestinal morphology,
immune response, and caecal microflora in broiler chickens cahllenged with Escherichia coli
K88. Poultry Science, 92: 2949 – 2955.
Fallah, R., Kiani, A and A. Azarfar, (2013). A review of the role of five kinds of alternatives to in
feed antibiotics in broiler production. Journal of veterinary Medicine and Animal health, 5:
317 – 321.
Fuller, R. (1989). Probiotics in man and animals. Journal of Applied Bacteriology, 66: 365 – 378.
Ghareeb, K., Awad, W., Mohnl, M., Porta, R., Biarnes, M., Bohm, J and Schatzmayr, G. (2012).
Evaluating the efficacy of an avian – specific probiotic to reduce the colonization of
Campylobacter jejuni in broiler chickens. Poultry Science, 9: 1825 – 1832.
Giannenas, I., Papadopoulus, E., Tsalie, E., Triantafillou, E., Henikl, S., Teichmann, K and
Tontis, D. (2012). Assesment of dietary supplementation with probiotics on performance,
intestinal morphology and microflora of chickens infected with emeria tenella. Veterinary
Parasitology, 188: 31 – 40.
Haddadin, M., Abdulrahim, S., Hashlamoun, E and Robinson, R. (1996). The effect of
Lactobacillus acidophilus on the production and chemical composition of hen’s eggs. Poultry
Science, 75: 491 – 494.
Haghighi, H. R., Abdul-Careem, M. F., Dara, R. A., Chambers, J. R and Sharif, S. (2008).
Cytokine gene expression in chicken caecal tonsils following treatment with probiotics and
Salmonella infection. Veterinary Microbiology, 126: 225 – 233.
Havenaar, R and Huis in’t Veld, J. (1992). Probiotics: a general view, in Wood, B. J. B., The
lactic acid bacteria in health and disease, Amsterdam, Elsevier Applied Science, 151 – 170.
14
Hung, A. T., Lin, S. Y., Yang, T. Y., Chou, C. K., Liu, H. C., Lu, J. J., Wang, B., Chen, S. Y and
Lien, T. F. (2012). Effects of Bacillus coagulans ATCC 7050 on growth performance,
intestinal morphology and microflora composition in broiler chickens. Animal Production
Science, 52: 874 – 879.
Kurtoglu, V., Kurtoglu, F., Seker, E., Coskun, B., Balevi, T and Polat, E. (2004). Effect of
probiotic supplementation on laying hen diets on yield performance and serum and egg yolk
cholesterol. Food Additives and Contamination, 21: 817 – 823.
Landy, N and Kavyani, A. (2013). Effects of using a multi-strainprobiotic on performance,
immune response and caecal microflora composition reared under cyclic heat stress
condition. Iranian Journal of Applied Science, 3: 703 – 708.
Li, L. L., Hou, Z. P., Li, T. J., Wu, G. Y., Huang, R. L., Tang, Z. R., Yang, C. B., Gong, J., Yu, H
and Kong, X. F. (2008). Effects of dietary probiotic supplementation on ileal digestibility of
nutrients and growth performance in 1 to 42 day old broilers. Journal of the Science of
Foofand Agriculture, 88:35 – 42.
Lilley, D. M and Stillwell, R. H. (1965). Probiotics: growth promoting factors produced by
microorganisms, Poultry Science: 147: 747 – 748.
Metchnikoff, E. (1907). Essais optimistes. Paris. The prolongation of life. Optimistic studies.
Translated and edited by P. Chalmers Mitchell, London.
Mookiah, S., Sieo, C. C., Ramasamy, K., Abdullah, N and Ho, Y. W. (2014). Effects of dietary
prebiotics, probiotic and synbiotics on performance, caecal bacterial populations and caecal
fermentation concentrations of broiler chickens. Journal of the science of Food and
Agriculture, 94: 341 – 348.
Nurmi, E. and Rantala, M. (1973). New aspects of Salmonella infection in broiler production,
Nature, 241: 210 - 211
Patterson, J. A and K. M. Burkholder, (2003). Application of prebiotics and probiotics in poultry
production. Poultry Science, 82: 627 – 631.
Shim, Y., Ingale, S., Kim, J., Kim, K., Seo, D., Lee, S., Chae, B and Kwon, I. (2012). A multi
microbe probiotic formulation processed at low and high drying temperatures: effects on
growth performance nutrient retention and caecal microbiology of broilers. British Poultry
Science, 53: 482 – 490.
Yousefi, M and Karkoodi, K. (2007). Effect of probiotic Thepax® and Saccharomyces cerevisiae
supplementation on performance and egg quality of laying hens. International Journal of
Poultry Science, 6: 52 – 54.
Zhang, A., Lee, B., Lee, S., Lee, K., An, G., Song, K and Lee, C. (2005). Effects of yeast
(Saccharomyces cerevisiae) cell components on growth performance, meat quality and ileal
mucosa development of broiler chicks. Poultry Science, 847: 1015 – 1021.
Zhang, J., Xie, Q, Ji, J., Yang, W., Wu, Y., Li, C., Ma, J and Bi, Y (2012). Different
combinations of probiotics improve the production performance egg quality and immune
response of layer hens. Poultry Science, 91: 2755 – 2760.
15
Zhang, Z and Kim, I. (2014). Effects of multi-strain probiotics on growth performance, apparent
ileal nutrient digestibility, blood characteristics, cecal microbial shedding, and extra odor
contents in broiler. Poultry Science, 93: 364 – 370.
Zhao, X., Guo, Y., Guo, S and Tan, J. (2013). Effects of Clostrodium butyricum and
enterococcus faecium on growth performance, lipid metabolism and cecal microbiota of
broiler chickens. Applied Microbiology and Biotechnology, 97: 6477 – 6488.
Zhou, X., Wang, Y., Gu, Q and LI, W, (2010). Effect of dietary probiotic, Bacillus coagulans on
growth performance, chemical composition and meat quality of Guangxi yellow chicken.
Poultry Science, 89: 588 – 593.
Phytobiotik
5.1. Pengertian dan sumber phytobiotik
Pelarangan penggunaan anti biotik sejak Januari 2006 di daratan Eropa, para ahli secara
intensif mencari pengganti antibiotik yang natural dan aman baik bagi ternak maupun bagi
manusia. Ketakutan ini didasarkan pada munculnya bakteri atau mikroba yang resisten terhadap
antibiotik. Kondisi ini dianggap akan membahayakan umat manusia karena bakteri yang telah
resisten jika menyerang manusia akan kebal terhadap antibiotik tertentu. Alternatif pengganti
banyak diarahkan pada penggunaan tanam – tanaman yang dianggap memiliki khasiat untuk
dapat mengganti antibiotik.
Produk tanaman telah digunakan selama berabad - abad sebagai untuk tujuan kesehatan
dan penyedap makanan adalah “herbs” (tanaman aromatikk yang difungsikan untuk menambah
selera makan karena fungsinya sebagai penyedap dan biasanya digunakan dalam bentuk segar)
dan tanaman “spices” (tanman yang tumbuh di daerah tropis berfungsi sebagai rempah – rempah
dan bumbu – bumbu untuk penyedap makanan manusia dan untuk tujuan kesehatan dan
pengobatan serta sering disebut bumbu kering). Produk kesehatan alami yang berasal dari
rempah – rempah dan penyedap makanan telah digunakan dalam pakan ternak, setelah issue
pelarangan antibiotik mulai dihembuskan. Akan tetapi kajian intensif tentang penggunaan
phytobiotik pada unggas baru berlangsung pada dua dekade terakhir.
Beberapa tanaman dikenal memiliki properti untuk pertumbuna dan kesehatan yang sudah
cukup lama digunakan pada manusia, misalnya: dapat merangsang rasa suka atau palatabilitas
(menthol dari peppermint), berfungsi sebagai antioksidan (cinnamaldehyde dari kayu manis) dan
dapat menekan pertumbuhan bakteri (carvacrol dari tanaman oregano). Tanaman – tanaman
tersebut dianggap dapat berfungsi sebagai pengganti antibiotik. Bagian – bagian tanaman yang
16
sering digunakan sebagai perangsang tumbuh dan obat – obatan adalah bagian daun, akar, bunga
atau keseleruhan tanaman. Penggunaannya dapat langsung digunakan dari bagian – bagian
tanaman tersebut atau dilakukan proses ekstraksi.
Phytobiotik adalah produk yang berasal dari tanaman dapat berasal dari daun – daun,
akar, bungan atau keseluruhan tanaman. Produk tersebut dapat berupa bahan kering dari tanaman
atau bagian tanaman atau ekstrak dari tanaman atau bagian tanaman. Walaupun phytobiotik
adalah produk yang variasinya sangat luas, tetapi phytobiotik dapat dikelompokkan dalam
beberapa kelompok yakni: (a) herbs: produk dari bunga atau bagian yang tidak berkayu; (b)
botanicals: keseluruhan tanaman atau bagian tanaman yang diproses seperti: akar, daun dan kulit
batang; (c) minyak esensial: ekstrak dari komponen yang mudah menguap dari tanaman; (d)
oleoresins: ekstrak dari tanaman yang tidak berupa cairan.
Keuntungan dari penggunaan phytobiotik untuk kesehatan sebagai pengganti antibiotik
adalah karena berasal dari tanaman, tentunya produk tersebut bersifat alami, tidak beracun jika
dibandingkan dengan antibiotik, tidak memiliki residu. Karena itu penggunaan phytobiotik dalam
makanan atau dalam pakan ternak telah mendapat serifikasi dari “The Food and Drug
Administration; FDA” sebuah lembaga yang berwenang dalam bidang pangan dan obat obatan.
Sertifikasi yang diperoleh adalah “Generally reconised As safe; GRAS). Karena itu penggunaan
phytobiotik dianggap sebagai alternatif pengganti antibiotik yang ideal, terutama bagi
pemeliharaan ternak unggas yang bersifat organik.
Produk yang sesungguhnya berkaitan dengan tujuan kesehatan adalah produk sekunder
yang berupa minyak esensial (seperti: terpenes dan carvacrol), componen yang menyebabkan
rasa pedas (seperti: capsaicin pada paprika dan peperin pada lada), zat pewarna (seperti
xanthophylls) dan komponen phenolic (seperti: asam chicoric dan flavonoids). Sedangkan produk
primer dari tanaman – tanaman tersebut lebih berkaitan pada pertumbuhan seperti: protein,
karbohidrat dan lemak.
A. Minyak esensial
Minyak esensial terdiri dari lipophilic, cairan dan bahan yang mudah menguap. Minyak
esensial termasuk dalam kelompok alkohol, aldehid, ester, eter, keton, phenol dan terpenes.
Sebagai contoh, beberapa tanaman yang sering dimanfaatkan minyak esensialnya adalah tanaman
Rosemary yang banyak mengandun alpha pinene dan 1,8 cineole serta tanaman oregano yang
17
banyak mengandung carvacrol, tymol dan terpentine. Manfaat dari minyak esesnsial untuk ternak
dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 5.1.Pengaruh minyak esensial terhadap ternak
No. Pengaruh Manfaat
1 Mempengaruhi Rasa Meningkatkan konsumsi
2 Meningkatkan sekresi cairan disaluran pencernaan Meningkatkan kecernaan
3 Meningkatkan aktifitas enzim pencernaan Meningkatkan kecernaan
nutrisi dan penyerapan
4 Menghambat proses oksidasi Mengurangi level peroksida di
saluran pencernaan
5 Menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur di saluran
pencernaan
Mengurangi racun
B. Bahan berasa pahit dan pedas
Tanaman – tanaman dalam golongan ini dianggap kurang penting karena kandungannya
dalam tanaman sangat sedikit. Untuk tanaman dalam golongan ini tanaman atau produknya
berasa pahit seperti sage (tanaman rempah rempah yang berasal dari Eropa bagian selatan dan
Mediterania) dan tanaman thyme (rempah daun) banyak mengandung carnesol yang dapat
memunculkan rasa pahit. Untuk tanaman yang berasa pedas seprti rica (capsicin) diyakini pada
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan ternak unggas menolak untuk mengkonsumsi pakan.
C. Pewarna alami (xanthophylls).
Komponen ini banyak digunakan sebagai phytobiotik. zat – zat yang dominan dalam
xanthophills adalah lutein, zeaxanthin, beta carothene dan lycopene. Pada buah rica, zat yang
terdapat pada buah tersebut adalah capsanthin dan capsorubin yang bertanggung jawab atas
warna merah dari buah rica. Xanthophylls adalah antioksidan dan bagian dari pro-vitamin A yang
berfungsi untuk menghambat proses oksidasi.
D. Komponen phenolic
Komponen phenol adalah komponen yang mendominasi penggunaan antibiotik pada
ternak. Fungsi dari komponen phenolik diyakini hampir sama dengan fungsi xanthophylls diman
komponen phenolic juga berfungsi sebagai antioksidasi.
5.2. Mekanisme kerja
18
Fungsi phytobiotik dalam tujuannya untuk meningkatkan produksi ternak hingga saat ini
belum seluruhnya dapat dipahami secara lengkap. Hal ini karena phytobiotik dianggap sebagi
feed adtif yang belum lama mendapatkan kajian intensif dari peneliti. Akan tetapi ada beberapa
kemungkinan mekanisme kerja sehingga phytobiotik dapat merangsang pertumbuhan ternak.
Mekanisme kerja phytobiotik tersebut dapat berupa: dapat meningkatkan sistim kekebalan dan
berfungsi sebagai antioksidan, dapat meningkatkan kecernaan pakan ternak dan dapat
meningkatkan palatabilitas pakan yang akhirnya dapat meningkatkan konsumsi.
A. Anti oksidan dan sistim kekebalan
Penggunaan phytobiotik dalam oksidasi lipid, metabolisme lipid dan dampak kekurangan
kolesterol telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Penambahan tymol dan carvacrol memberikan
dampak terhadap produk – produk non sterol. Oksidasi lemak terjadi pada saat pengelolaan
daging, pemasakan dan penyimpanan dalam kulkas. Proses oksidasi ini akan mempengaruhi
kualitas produk karena produk akan kehilangan warna, bau, rasa dan memperpendek masa
simpan. Penggunaan minyak esensial sebagai antioksidan dapat terjadi karena adanya komponen
phenol dan kemampuan redox. Kajian tentang kemampuan tanaman – tanaman aromatik seperti:
Rosemary, oregano, sage dan tanaman – tanaman rempah dapat menghampat peroksidasi lipid
dan asam lemak.
Kandungan polyunsaturasi asam lemak dalm produk daging yang belum dimasak dan siap
dimasak akan menyebabkan produk tersebut mengalami kerusakan oksidatif. Penggunaan rempah
– rempah termasuk Rosemary dan minyak esensial dapat menstabilkan daging mentah dan daging
yang siap dimasak ketika disimpan dalam kulkas. Kajian penggunaan phytobiotik dalam
meningkatkan kualitas daging juga banyak diteliti oleh ahli nutrisi ternak. Penggunaan biji
anggur sangat bermanfaat dalam fungsinya sebagai antioksidan atau mengurangi produk radikal
bebas.
Penambahan phytobiotik dalam meningkatkan sistim kekebalan telah dilaporkan oleh Hyen et al
(2013). Penelitian mereka menunjukkan bahwa penambahan capsicum dan kunyit oleorosin dapat
meningkatkan sistim kekebalan tubuh melawan bakteri C. Perfringens pada ternak unggas.
Keampuhan penggunaan minyak esensial bergantung dari dosis atau konsentrasi penggunaan.
Viveros et al. (2011) melaporkan bahwa penggunaan ekstrak biji anggur dengan konsentarsi 7,2
g/kg dalam ransum ayam menurunkan pertumbuhan ternak ayam, akan tetapi ketika dosis dan
konsentrasinya diturunkan, dampaknya tidak berpengaruh nyata. Bentuk fisik dari pada
19
phytobiotik juga penting dalam menentukan hasilnya. Cross et al. (2007) menemukan bahwa
Yarrow dalam bentuk rempah – rempah lebih efektif digunakan dibandingkan dalam bentuk
minyak esensial. Ini karena beberapa ingredient telah hilang ketika yarrow dalam bentuk minyak,
seperti: terpenes, tetapi tidak ketika dalam bentuk rempah – rempah. Sebaliknya Rosemary akan
efektif jika dalam bentuk minyak esensial dibandingkan dalam bentuk daun yang digiling dalam
meningkatkan pertumbuhan ternak dan efisiensi penggunaan pakan..
B. Palatabilitas
Penambahan phytobiotik dalam meningkatkan palatabilitas telah banyak dilaporkan oleh
peneliti dan ini merupakan faktor penting dalam penambahan phytobiotik baik untuk manusia
maupun untuk ternak. Beberapa rempah rempah digunakan untuk meningkatkan konsumsi pakan
karena meningkatnya palatabilitas dan karena itu dapat meningkatkan pertumbuhan ternak. Akan
tetapi, beberapa phytobiotik dapat menekan konsumsi pakan karena rasanya yang terlalu keras.
Dalam kaitannya dengan konsumsi pakan, tahapan pertama yang terjadi adalah perubahan bau
yang diakibatkan oleh penambahan phytobiotik. Pada ternak unggas, perubahan rasa dari pakan
tidak banyak mendapatkan perhatian karena poultry tidak terlalu banyak merespon rasa, jika
dibandingkan dengan ternak lain, seperti dengan ternak babi. Kajian pada ternak babi
menunjukkan bahwa penambahan minyak esensial, termasuk capsaicin, cinnamaldehyde,
carvacrol dan asam format dapat menekan konsumsi pakan. Pada unggas, pemberian minyak
tymol yang ditambahkan kedalam pakan menurunkan konsumsi pakan oleh ayam pada 2 minggu
pertama. Ini menunjukan bahwa ayam muda lebih sensitif terhadap rasa dan bau.
C. Kecernaan
Peningkatan pertumbuhan oleh ternak akibat penambahan phytobiotik dapat terjadi
melalui proses peningkatan kecernaan. Karena kecernaan adalah manisfestasi dari kondisi saluran
pencernaan, maka kesehatan saluran pencernaan dengan segala mikroorganisme juga meainkan
peran dalam proses pencernaan. Penggunaan minyak esensial dalam pakan ayam broiler dapat
meningkatkan populasi mikroba yang bermanfaat seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium.
Kondisi ini dapat menurunkan pH saluran pencernaan. Aktifitas enzim pencernaan akan optimal
bergantung salah satunya dari pH saluran pencernaan. Penurunan pH disaluran pencernaan dapat
meningkatkan kecernaan pakan.
Mekanisme lain dari peningkatan kecernaan adalah dengan cara phytobiotik dapat
meningkatkan aktifitas enzim – enzim pencernaan, seperti tripsin, amylase dan garam – garam
20
empedu. Penggunaan minyak esensial dapat meningkatkan fungsi hati dan meningkatkan
konsentrasi enzim yang berasal adri penkreas. Pemberian curcumin, capsaicin dan piperine dapat
meningkatkan aktifitas enzim yang terdapat dalam saluran pencernaan dan pemberian minyak
esensial dapat meningkatkan kecernaan lemak pakan.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, penggunaan phytobiotik dalam pakan ternak
yang tepat menjadi prasarat. Ini karena tidak semua rempah – rempah atau tanaman phytobiotik
mempunyai tingkat efektifitas yang sama dalam meningkatkan produksi ternak. Botsoglou dkk
(2002) melakukan penelitian dengan menambahkan minyak esensial oregano dengan konsentrasi
50 – 100 ppm pada pakan ayam broiler selama 38 hari dan mereka menemukan tidak ada
peningkatan bobot badan dibandingkan dengan kontrol.
5.3. Phytobiotik dalam pakan ternak
Penggunaan phytobiotik dalam pakan ternak telah lama dilakukan oleh peneliti. Ada
beberapa jenis phytobiotik yang sering dimanfaatkan untuk ternak (Tabel 5.2). Sejak awal,
penggunaan antibiotik dimaksudkan untuk menggantikan penggunaan antibiotik growth
promotant. Karena itu penggunannya harus dapat mengemban dua fungsi yakni fungsi kesehatan
dengan meminimalkan pertumbuhan bakteri pathogen atau meningkatkan populasi bakteri yang
bermanfaat dan fungsi kedua sebagai perangsang tumbuh.
Tabel 5.2. Tanaman phytobiotik
Nama Nama Latin Bagian yang digunakan
Daun seribu Achillea Millefolium Infus
Arnika Arnica montana Ekstrak
Kemenyan Baswellia sacra Resin
Jintan Carum carvi Biji dan minyak esensial
Jeruk Citrus sp Minyak esensial
Kunyit Curcuma longa Rhizome
Adas Foeniculum vulgare biji
Biduri Matricaria recutita Infus, minyak esensial
Mint Mentha sp Infus, minyak esensial
Adas manis Pimpinella anisum Biji, minyak esensial
Pinus Pinus sp Minyak esensial, resin
Sage Salvia officinalis Infus, minyak esensial
Cengkeh Syzgium aromaticum Minyak esensial
Jahe Zingiber officinale Rhizome
A. Populasi mikroba
21
Beberapa kajian tentang penggunaan phytobiotik dalam upaya menekan populasi bakteri,
protozoa dan fungi yang bersifat pathogen telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penggunaan
minyak esensial dapat menekan populasi bakteri, terutama bakteri gram negatif. Komponen non-
phenol yang terdapat pada minyak esensial tidak dapat menembus didinding sel bakteri
(lipopolysakarida) yang terdapat pada bakteri gram negatif, akan tetapi bagian terluar dari
dinding sel bakteri gram negatif adalah tidak bersifat tidak tembus air dan karena itu molekul
yang bersifat hydrophobic dapat masuk melalui pori – pori yang terdapat pada dinding sel.
Penelitian secara in-vitro menunjukkan bahwa penggunaan minyak esensial yang berasal dari
tanaman. Seperti tanaman basil, sage, rosemary, oregano dan marjoram bersifat anti bakteri baik
bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif. Penelitian yang dilakukan oleh Cross et al.
(2007) menunjukkan bahwa populasi bakteri coliform yang terdapat di caeca menurun akibat dari
penambahan minyak tyme pada ternak unggas yang mengalami infeksi isepticemia. Ini
mengindikasikan bahwa minyak esesnsial dapat berfungsi sebagai pelindung dari bakteri
coliforms. Outtara et al. (1997) mengatakan bahwa waktu perlakuan akan memberikan dampak
terhadap hasil yang dicapai. Mereka menemukan bahwa bakteri gram negatif akan mati setela 48
jam perlakuan dan bakteri gram positif mati setelah 24 jam perlakuan. Informasi tentang
penggunaan phytobiotik dalam kaitannya dengan poulasi bakteri didalam saluran pencernaan
dapat dilihat pada Tabel 5.3. dibawah ini.
Beberapa keunggulan penggunaan phytobiotik dalam kaitannya dengan populasi mikroba dalam
saluran pencernaan adalah beberapa phytobiotik dapat merangsang pertumbuhan bakteri yang
bermanfaat yang dapat meningkatkan kecernaan nutrisi dan akhirnya meningkatkan pertambahan
bobot badan. Penelitian yang dilakukan oleh Viveros et al. (2003) mengindikasikan bahwa
penggunaan produk yang berasal dari anggur sebagai feed aditif dapat meningkatkan populasi
bakteri yang bermanfaat. Populasi bakteri Lactobacillus dan keragaman bakteri meningkat
dengan penambahan 7,2 g/kg ekstrak biji anggur dalam pakan unggas.
B. Pertumbuhan ternak
Penggunaan phytobiotik sebagai perangsang tumbuh alami untuk ternak unggas banyak
mendapatkan perhatian para peneliti. Beberapa phytobiotik yang dapat meningkatkan
pertumbuhan ternak berhasil diidentifikasi baik untuk ternak unggas maupun untuk ternak babi.
Yan et al. (2010) menemukan bahwa pemberian pakan yang disupplementasi dengan minyak
22
esensial (thyme, Rosemary dan oreganum ekstrak) pada ternak babi fase grower dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisensi penggunaan pakan. Gheisar et al. (2015)
menyatakan bahwa pemberian 0,075% phytobiotik dapat meningkatkan pertambahan bobot
badan dan efisiensi pakan masing masing 3,9 dan 3,4%. Peningkatan pertumbuhan ternak dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme yakni: menstimuli untuk sekresi enzim, peningkatan
palatabilitas melalui peningkatan flavour pakan dan peningkatan aktifitas mikroba di saluran
pencernaan.
Gambaran umum dari phytobiotik adalah phytobiotik memiliki komponen bioaktif yang
sangat beragam dan kompleks. Buah Hawthorn buah yang dianggap dapat merangsang
pertumbuhan dan meningkatkan kecernaan, misalnya, mengandung lebih dari 70 jenis bahan
kimia dan beberapa faktor yang tidak teridentifikasi dan bioaktif komponen. Karena itu
mendteksi komponen bioaktif yang berperan dalam meningkatkan pertumbuhan ternak adalah
relatif sulit. Karena itu juga mendeteksi mekanisme yang real terjadi dalam menunjang
pertumbuhan ternak akibat dari penambahan phytobiotik relatif sulit. Beberapa faktor yang ikut
berpengaruh dalam penentuan keampuhan sebuah produk phytobiotik adalah: sumber tanaman,
waktu panen, kesesuaian dengan bahan pakan lain dan nutrisi lain dalam pakan ternak. Karena
itu, hasil yang sering ditunjukkan dalam penelitian penggunaan phytobiotik sering berbeda –
beda (lihat Tabel dibawah).
Tabel 5.3. Peran phytobiotik terhadap populasi bakteri
Feed aditif Penggunaan Fungsi antibiotik
Capsaicin (kaprika) - 18 ppm - 150-300 ppm
Mengurangi S. enteritidis di ceca Mengurangi E.coli dan C. perfringens
Rosemary 25 mg /kg Mengurangi Coliforms di ileum dan caeca Kubis 5 g/kg Mengurangi C. perfringens Thymol 15 g/ton
150 –200 g/ton - 0,25%
Mengurangi E. coli dan Clostridium Mengontrol Necrotic enteritis Mengurangi Campylobacter di caeca
Eucalyptus (esensial oil) 0,1 g/kg Mengurangi bakteri Coliform di Caeca Green tea ekstrak 0,2 g/kg Mengurangi bakteri Coliform di Caeca Eugenol 1% Mengurang bakteri S. Heidelberg di tembolok Carvacrol 0,05% Mengurang bakteri S. Heidelberg di tembolok Capsicum oleoresin 4 mg/kg Mengontrol Necrotic enetritis Turmeric oleoresin 500 mg/kg Mengurangi Br. Intermedia di caeca
Tabel 5.4. Peran phytobiotik terhadap pertumbuhan ternak
23
Feed aditif Penggunaan Manfaat
Daun kelor 25% Meningkatkan konsumsi pakan Thymol 15 g/ton Meningkatkan bobot badan 4-5% Cinamon 200 ppm Meningkatkan bobot badan dan FCR Ekstrak green tea 0,1 g/kg Meningkatkan bobot badan dan efisiensi pakan Daun Rosemary 5,7-11,5 g/kg Meningkatkan bobot badan dan efisiensi pakan Minyak esensial
Rosemary 100-200 mg/kg Meningkatkan bobot badan dan efisiensi pakan
Minyak esensial
oregano 50-100 mg/kg Meningkatkan bobot badan dan efisiensi pakan
Oregano 200 ppm Meningkatkan bobot badan dan efisiensi pakan Thymol + Carvacrol 60 – 200 mg/kg Meningkatkan bobot badan Daun Marjoram 0,5-1,5% Meningkatkan bobot badan, Konsumsi dan
efisiensi pakan Casaicin 100 mg/kg Meningkatkan bobot badan 1-2% Cinnamon 200 ppm Meningkatkan bobot badan dan efisiensi pakan Rica jawa 200 ppm Meningkatkan bobot badan dan efisiensi pakan
Intisari
Probiotik adalah mikroba yang masih hidup dan bermanfaat buat tubuh. Maksud dari pemberian
probiotik adalah untuk menambah populasi dari bakteri atau mikroba yang bermanfaat bagi tubuh
ternak. Sedangkan phytobiotik adalah zat aktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba
yang berbahaya atau meningkatkan pertumbuhan mikroba yang manfaat.
Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan probiotik ?
2. Apa manfaat penggunaan probiotik dalam pakan ternak ?
3. Apa yang dimaksud dengan phytobiotik?
4. Bagaimana mekanisme kerja phytobiotik ?
References
Aksit, M., Goksoy, E., Kok, F., Ozdemir, D and Ozdogan, M. (2006). The impacts of organic
acid and essential oil supplementations to diets on the microbiological quality of chicken
carcasses. Archiv Fur Geflugelkunde, 70: 168 – 173.
Botsoglou, N. A., P. Florou-Panari, E., Christaki, D. J. Fletouris, and A. B. Spais. (2002). Effect
of dietary oregano essential oil on performance of chickens and on iron-induced lipid
oxidation of breaqst, thigh and abdominal fat tissue. British Poultry Science, 43: 223 –
230.
24
Burt, S. (2004). Essential oils: their antibacterial properties and potential applications in foods – a
review. International Journal of Food Microbiology, 94: 223 – 253.
Chao, S. C., Young, D. G and Oberg, C. J. (2000). Screening for inhibitory activity of essential
oils on selected bacteria, fungi and viruses. Journal of Essential oils Research, 12: 639 –
649.
Cross, D. E., R. M. McDevitt, K. Hillman and T. Acamovic. (2007). The effect of herbs and their
associated essential oils on performance, dietary digestibility and gut microflora in
chickens from 7 to 28 days of age. British Poultry Science, 48: 496 – 506.
Diaz-sanchez, S., D. D’Souza, D. Biswas and I. Hanning. (2015). Botanical alternatives to
antibiotics for use in organic poultry production. Poultry Science, 94: 1419 – 1430.
Fallah, R., Kiani, A and A Azarfar, (2013). A review of the role of five kinds of alternatives to in
feed antibiotics in broiler production. Journal of Veterinary Medicine and Animal Health,
5: 317 – 321.
Franz, C., Baser, K. H. C and Windisch, W. (2010). Essentialoils and aromatic plants in animal
feeding – a european perspective. A review. Flavour Fragrance Journal, 25: 327 – 340.
Gheisar, M. M. And I. H. Kim. (2017). Phytobiotics in poultry and swine nutrition – a review.
Italian Journal of Animal Science. https:doi.org/10.1080/1828051X.2017.1350120.
Gheisar, M. M., Hosseindoust, A and I. H. Kim. (2015). Evaluating the effect of
microencapsulated blends of organic acids and essential oils in broiler chickens diet.
Journal of Applied Poultry Reasearch, 24: 511 - 519.
Gheisar, M. M., Im, Y. M., Lee, H. H., Choi, Y. I and Kim, I. H. (2015). Inclusion of phytogenic
blends in different nutrient density diets of meat type ducks . Poultry Science, 94: 2952 –
2958.
Giannenas, I., Florou-Paneri, P., Botsoglou, N. A., Christaki, E and Spais, A. B. (2005). Effect of
supplementing feed with oregano and (or) alpha tocopheryl acetate on growth of broiler
chickens and oxidative stability of meat. Journal of Animal Feed Science, 14: 521 – 535.
Giannenas, I and Kyriazakis, I. (2009). Phytobased products for the control of intestinal diseases
in chickens in the post antibiotic era. In: T. Steiner (editor). Phytogenics in Animal
Nutrition. Nottingham University Press, Notingham.
Hyen Lee, S., H. S. Lillehoj, S. I. Jang, E. P. Lillehoj, W. Min and D. M. Bravo. (2013). Dietary
supplementation of young broiler chickens with capsicum and turmeric oleoresins
increases resitance to necrotic enteritis. British Journal of Nutrition, 110: 840 – 847.
Mathe, A. (2009). Esential oils: biochemistry, production and utilisation. In: T Steiner (editor),
Phytogenics in animal nutrition. Nottingham University Press, Nottingham.
Outtara, B. R. E. Simard, R. A. Holley, G. J. P. Riette and R. A. Begin. (1997). Antibacterial
activity of selected fatty acids and essential oils against six meat spoilage organisms.
International Journal of Food Microbiology, 37: 155 - 162.
Rao, R. R., Platel, K and Srinivasan, K. (2003). In vitro influence of spices and spice-active
principles on digestive enzymes of rat pancreas and small intestine. Nahrung, 47: 408 –
412.
25
Viveros, A., S. Chamorro, M. Pizzaro, I. Arija, C. Centeno and A. Brenes. (2011). Effects of
dietary polyphenol – rich grape products on intestinal microflora and gut morphology in
broiler chicks. Poultry Science, 9: 566 -578.
Yan, L., Wang, J. P., Kim, H. J., Meng, Q. W., Ao, X., Hong, S. M and Kim, I. H. (2010).
Influence of essential oil supplementation and diets with different nutrient densities on
growth performance, nutrient digestibility, blood characteristic, meat quality and fecal
noxious gas content in grower – finisher pigs. Livestock Science, 128: 115 – 122.