proposal penelitian keperawatan jiwa

41
1 JUDUL PENELITIAN PENGARUH TERAPI PSIKORELIGIUS TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI DI RUANG BEDAH RS ISLAM FAISAL MAKASSAR. II. RUANG LINGKUP PENELITIAN KEPERAWATAN JIWA III. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mendapatkan kesehatan mental yang prima, tidaklah mungkin terjadi begitu saja. Selain menyediakan lingkungan yang baik untuk pengembangan potensi, dari individu sendiri dituntut untuk melakukan berbagai usaha menggunakan berbagai kesempatan yang ada untuk mengembangkan dirinya. Individu perlu merefleksikan kembali penyebab dari berbagai perilakunya, mengevaluasi kembali kehidupan beragamanya, menggunakan berbagai sarana yang selama ini telah tersedia, yaitu berbagai macam teknik konseling dan psikoterapi, serta mengembangkan kebiasaan pribadi, dalam hal ini mencoba berlatih dan mendeskripsikan emosi yang dialami. Secara teori, tidak ada batasan sejauh mana derajat kesehatan, baik mental maupun fisik dapat dicapai. Banyak yang sudah puas bila tidak ada gejala-gejala yang menunjukkan gangguan baik berupa gangguan kebutuhan, mental maupun spiritual. Ini menjadi kriteria kesehatan umum. Gerakan-gerakan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal inilah yang saat ini

Upload: tengku-nur-wahyudi

Post on 01-Dec-2015

465 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

1

JUDUL PENELITIAN

PENGARUH TERAPI PSIKORELIGIUS TERHADAP TINGKAT

KECEMASAN PASIEN PRA OPERASI DI RUANG BEDAH RS ISLAM

FAISAL MAKASSAR.

II. RUANG LINGKUP PENELITIAN

KEPERAWATAN JIWA

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mendapatkan kesehatan mental yang prima, tidaklah mungkin terjadi

begitu saja. Selain menyediakan lingkungan yang baik untuk pengembangan

potensi, dari individu sendiri dituntut untuk melakukan berbagai usaha

menggunakan berbagai kesempatan yang ada untuk mengembangkan dirinya.

Individu perlu merefleksikan kembali penyebab dari berbagai perilakunya,

mengevaluasi kembali kehidupan beragamanya, menggunakan berbagai sarana

yang selama ini telah tersedia, yaitu berbagai macam teknik konseling dan

psikoterapi, serta mengembangkan kebiasaan pribadi, dalam hal ini mencoba

berlatih dan mendeskripsikan emosi yang dialami.

Secara teori, tidak ada batasan sejauh mana derajat kesehatan, baik mental

maupun fisik dapat dicapai. Banyak yang sudah puas bila tidak ada gejala-gejala

yang menunjukkan gangguan baik berupa gangguan kebutuhan, mental maupun

spiritual. Ini menjadi kriteria kesehatan umum. Gerakan-gerakan untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal inilah yang saat ini sedang muncul, tumbuh dan

berkembang di mana-mana terutama di kota-kota besar di dunia. Ada banyak cara

untuk mendapatkan derajat kesehatan yang memuaskan, sejalan dengan

teraktualnya potensi-potensi dalam diri yang belum tergali.

Terapi merupakan salah satu cara untuk semakin mengenal dan menemukan

keunikan diri. Sekarang ini terapi banyak digunakan bukan hanya bagi mereka

yang merasa memiliki masalah, namun baik juga digunakan sebagai alat

pemahaman dan pengenalan diri. Hasilnya mereka akan menemukan mutiara-

mutiara lain dalam diri mereka yang selama ini mungkin tidak mereka sadari

(Siswanto, 2007)

Di awal abad ke-20, ditandai dengan kemajuan yang pesat dalam ilmu kedokteran

Page 2: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

2

modern dengan adanya spesialisasi sebagai respon atas munculnya penyakit-

penyakit baru yang mencemaskan. Namun persoalannya ternyata tidak berhenti

dipenanganan medis belaka. Penyakit-penyakit psikis ternyata tidak sepenuhnya

mampu ditanggulangi oleh bidang medis. Itulah antara lain yang menjadi alasan

mengapa banyak orang sekarang ini yang mencari alternatif penyehatan dan

penyembuhan terhadap terapi-terapi spiritual. Oleh karena itu, guna memperoleh

kesehatan yang holistik, hendaknya kita harus memahami aspek-aspek jasmani,

mental dan spiritual sehingga secara terpadu dapat mengetahui cara yang benar

untuk menyeimbangkan dan mengobati setiap bidang tersebut. Prinsip

keseimbangan ini yang diajarkan Tuhan kepada kita di setiap aspek kehidupan.

Tanpa keseimbangan maka tidak akan pernah ada kehidupan yang tertib, aman

dan sehat. Demikian juga hanya dengan tubuh manusia yang melakukan

keseimbangan aktivitas bioelektrik dan biokimianya sendiri sehingga tetap hidup

dan sehat dalam menjalankan aktivitasnya. Penelitian psikiatrik membuktikan

bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara komitmen agama dan

kesehatan. Orang yang sangat religius dan taat menjalankan ajaran agamanya

relatif lebih sehat dan atau mampu mengatasi penderitaan penyakitnya sehingga

proses penyembuhan penyakitnyapun lebih cepat (Zainul Z, 2007).

Saat ini perkembangan terapi di dunia kesehatan sudah berkembang ke arah

pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian yang telah

dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan

kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang

merupakan stresor psikososial. World Health Organization (WHO) telah

menetapkan unsur spiritual (agama) sebagai salah satu dari 4 unsur kesehatan.

Keempat unsur kesehatan tersebut adalah sehat fisik, sehat psikis, sehat sosial, dan

sehat spiritual. Pendekatan baru ini telah diadopsi oleh psikiater Amerika Serikat

(The American Psychiatric Association atau APA, 1992) yang dikenal dengan

pendekatan “bio-psyco-socio-spiritual” (Ilham A, 2008).

Pada tahun 1946, WHO mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan lengkap dari

kesejahteraan fisik, mental, sosial dan bukan semata-mata katiadaan penyakit atau

kesakitan. Definisi kesehatan ini merupakan pemicu dan pemacu penelitian dan

praktik di bidang psikoreligi kesehatan. Psikoreligi kesehatan mulai berkembang

Page 3: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

3

pesat sejak saat itu, jika dikaitkan dengan faktor-faktor psikologis yang

mempengaruhi kesehatan seseorang yang bertujuan untuk memperoleh kesehatan

dalam arti yang sesuai dengan pengertian WHO di atas (Hasan P, 2008).

Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika, ada sekelompok pasien yang selalu

menunda-nunda operasi sehingga jadwal operasi yang sudah dibuat ditunda lagi,

kecuali pada operasi yang darurat. Ada masalah apa dengannya? Padahal dalam

pemeriksaan semua sudah bagus, tidak ada alasan untuk menunda operasi. Setelah

diselidiki ternyata mereka mengalami ketakutan menghadapi operasi (Yosep I,

2009).

Lindenthal (1970) dan Star (1971) melakukan studi epidemiologi yang hasilnya

menunjukkan bahwa penduduk yang religius resiko untuk mengalami stres jauh

lebih kecil dari pada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya.

Clinebell (1981) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada setiap diri manusia

terdapat kebutuhan dasar spiritual (Basic Spiritual Needs). Kebutuhan dasar

spiritual ini adalah kebutuhan kerohanian, keagamaan, dan ke-Tuhan-an yang

kerena paham materialisme dan sekularisme menyebabkan kebutuhan dasar

spiritual terlupakan tanpa disadari. Dengan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar

spiritual maka daya tahan dan kekebalan seseorang dalam menghadapi stressor

psikososial menjadi melemah, yang kemudian sebagian dari mereka melarikan

diri kepada hal-hal yang negatif (Ilham A, 2008).

Saat ini di rumah sakit umum dianjurkan melaksanakan suatu program yang

dinamakan Program Integrasi Kesehatan Jiwa. Tentu saja ini telah mulai

dijalankan di sejumlah rumah sakit yang berdasarkan agama atau yang dikelola

organisasi sosial keagamaan melalui pelaksanaan terapi agama. Di samping dokter

yang mengobati, ada juga agamawan yang mendampingi, memberikan dan

menuntun doa. Alangkah baiknya bila rohaniawan yang membimbing di rumah

sakit juga mempunyai pengetahuan kesehatan atau dokter-dokter yang ada dapat

pula memberikan tuntunan agama. Tujuannya agar pasien yang terbaring itu tidak

merasa jenuh dan tidak berontak. Karena dalam keadaan berbaring pun ia bisa

beribadah, berdzikir atau mengaji serta sholat dengan segala kemampuannya.

Dengan demikian pasien tidak merasa ragu karena senantiasa dapat mendapat

pahala. Sebaliknya orang yang tidak memiliki tuntunan agama akan merasa

Page 4: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

4

gelisah, ingin pulang, cemas, dan sebagainya, yang justru akan menurunkan

respon imunitasnya.

Perasaan takut dioperasi timbul karena takut menghadapi kematian dan tidak bisa

bangun lagi setelah dioperasi. Ada pula orang lain yang tidak bermasalah dalam

menghadapi operasi, ternyata permasalahannya adalah komitmen agama. Pada

kelompok yang lurus-lurus saja, yang komitmen agamanya kuat dan alur

pemikiran sebagai berikut : kami percaya pada Tuhan, kami menjalani operasi

dengan harapan sembuh, andai kata kami meninggal pun tetap saja harus

menghadap Tuhan nantinya karena semua yang bernyawa pasti akan mati. Kami

sudah siap mati karena kami sudah memohon dan berdoa (Yosep I, 2009).

Dalam mengembangkan psikologi kesehatan, para ilmuan kemudian melihat

bahwa kaitan antara jiwa dan tubuh merupakan hal yang sebetulnya telah lama

dikaji. Para filosofi dan tokoh agama, dengan berbagai latar belakang, telah sejak

lama membahas hal ini, tak terkecuali ulama Islam. Banyak tokoh Islam yang

terkenal yang telah mengembangkan hal ini, baik secara konsep maupun praktik,

seperti Nabi Muhammad SAW, kemudian Al Razi (841-926 M), Ibnu Sina (980-

1037 M), dan lain-lain. Pendekatan Islam telah lama sejak awal bahkan telah

mencakup dimensi biologis, mental dan spiritual serta sosial (Hasan P, 2008).

Masyarakat Indonesia telah mengalami pergeseran dari masyarakat agraris ke

masyarakat indutri. Hal ini berakibat pergeseran pola kependudukan yang

berdampak pada pergeseran pola penyakit. Pola hidup penduduk di kota-kota

besar (urban) berbeda dengan di pedesaan (rural). Penduduk di kota-kota besar

banyak yang menderita ketegangan jiwa (stres mental atau kecemasan)

berubahnya kebiasaanya hidup seperti kurang gerak, berubahnya pola makan ke

arah konsumsi tinggi lemak, kebiasaan merokok, minum alkohol dan lain

sebagainya. Adanya pergeseran masyarakat ke industri dan ditambah pola hidup

masyarakat urban telah mampu menciptakan dimensi baru penyakit, paling tidak

dimensi psikoreligi. Pada dimensi psikoreligi, terjadinya penyakit dilihat dari

sudut pandang gejolak emosi dan ketenangan beribadah. Dimensi psikoreligi

memandang kepribadianlah yang bertanggung jawab terhadap timbulnya penyakit

(Ilham A, 2008).

Apabila faktor psikologi dapat teridentifikasi sebagai faktor pendukung

Page 5: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

5

pemunculan atau perburukan kondisi fisik, maka dapat digunakan diagnosis faktor

psikologis yang mempengaruhi kondisi medis. Sebuah penilaian dibuat tentang

komponen emosional yang mempengaruhi kondisi kesehatan fisik seseorang.

Sering kali faktor psikologis dapat mengganggu penatalaksanaan masalah medis

dan dapat menambah resiko kesehatan klien. Faktor psikologis yang

mempengaruhi masalah medis dapat didiagnosis sebagai gangguan mental.

Ansietas dan depresi dapat memperburuk berbagai penyakit dan dapat

memperpanjang periode penyembuhan. Sering kali, sifat kepribadian atau gaya

koping tertentu dapat mengganggu kesehatan atau menimbulkan faktor resiko

pada klien untuk terkena penakit tertentu seperti penyakit jantung. Respon

fisiologis yang berhubungan dengan kecemasan dapat mencetuskan beberapa

masalah seperti nyeri dada dan serangan asma. Pada beberapa klien, faktor-faktor

psikologis yang tidak tergolongkan seperti pertimbagan budaya, pertimbangan

agama, dapat mempengaruhi rangkaian atau hasil terapi. Para ilmuan telah

mengikuti sejak lama bahwa orang berespon terhadap kecemasan baik pada

tingkat fisiologis maupun psikologis. Riset selanjutnya menunjukkan bagaimana

sistem imun berinteraksi dengan proses neurobiologis. Ketika seseorang

mengalami kecemasan dan stres yang berkepanjangan, kadar epinefrin,

norepinefrin dan kortisol meningkat. Pelepasan hormon stres yang terus-menerus

dapat merusak mekanisme neurobiologis dan pola fisiologis normal yang

memfasilitasi adaptasi tubuh. Sebagian besar klien yang memiliki faktor-faktor

psikologis yang mempengaruhi kondisi medis berada pada kondisi medikal-bedah

karena mereka memeriksakan kesehatan yang berhubungan dengan kondisi

fisiologis mereka. Ketika seseorang klien melaksanakan anjuran untuk terus

mengikuti terapi, fokusnya ada pada bagaimana faktor-faktor psikologis seperti

ansietas dan depresi mempengaruhi berbagai terapi atau hasilnya (Akemat, 2007).

Dari sejumlah penelitian para ahli, ternyata bisa disimpulkan bahwa komitmen

agama dapat mencegah dan melindungi seseorang dari penyakit, meningkatkan

kemampuan mengatasi penyakit dan mempercepat pemulihan penyakit yang

dipadukan dengan terapi kedokteran. Agama lebih bersifat protektif daripada

problem producing. Komitmen agama mempunyai hubungan signifikan dan

positif dengan clinical benefit. Kesimpulan umum adalah masyarakat dan bangsa

Page 6: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

6

kita merupakan bangsa yang religius, maka sepatutnyalah pendekatan keagamaan

dalam praktek kedokteran dan keperawatan dapat diamalkan dalam dunia

kesehatan, dengan catatan bukan untuk mengubah keimanan seseorang terhadap

agama yang sudah diyakininya, melainkan untuk membangkitkan kekuatan

spiritualnya dalam menghadapi penyakit (Yosep I, 2009).

Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena

akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta

dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien akan selalu

membutuhkan bantuan religius atau spiritual (Alimul A, 2006).

Berdasarkan data rekam medik di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar periode

Januari sampai dengan Desember 2010, data kegiatan atau tindakan pembedahan

yang telah dilakukan adalah sebanyak 1127 kali tindakan. Data tersebut antara

lain bedah umum atau tumor sebanyak 270 kali, bedah KB atau Sectio sebanyak

247 kali, bedah saraf sebanyak 27 kali, bedah THT sebanyak 8 kali, bedah urologi

sebanyak 159 kali, bedah mata sebanyak 11 kali, bedah ortopedi sebanyak 208

kali, bedah gigi sebanyak 14 kali, bedah plastik sebanyak 8 kali, bedah thoraks

sebanyak 24 kali, dan bedah digestif sebanyak 130 kali tindakan.

Sedangkan pada periode Januari sampai dengan Maret 2011, kegiatan atau

tindakan pembedahan yang telah dilakukan sebanyak 312 kali tindakan. Data

tersebut antara lain bedah umum atau tumor sebanyak 51 kali, bedah KB atau

sectio sebanyak 66 kali, bedah saraf sebanyak 2 kali, bedah THT sebanyak 4 kali,

bedah urologi sebanyak 60 kali, bedah mata sebanyak 2 kali, bedah ortopedi

sebanyak 47 kali, bedah gigi sebanyak 3 kali, bedah thoraks sebanyak 12 kali dan

bedah digestif sebanyak 65 kali.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut

tentang “Pengaruh terapi psikoreligius terhadap tingkat kecemasan pasien

praoperasi di ruang bedah Rumah Sakit Islam Faisal Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah apakah ada

pengaruh terapi psikoreligius terhadap tingkat kecemasan pasien praoperasi di

ruang bedah Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.

C. Tujuan Penelitian

Page 7: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

7

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi psikoreligius terhadap tingkat kecemasan

pasien praoperasi di ruang bedah Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kecemasan pasien sebelum pemberian terapi psikoreligius

pada masa pra bedah.

b. Untuk mengetahui kecemasan pasien setelah pemberian terapi psikoreligius

pada masa pra bedah.

c. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan sesudah

pemberian terapi psikoreligius.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan yang bermakna dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan

kepada pasien yang mengalami kecemasan pada masa praoperasi.

2. Bagi Pendidikan

Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya tentang pengaruh terapi psikoreligius terhadap pasien yang mengalami

kecemasan pada masa praoperasi, serta dapat digunakan sebagai bahan pustaka

atau bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Keluarga

Sebagai bahan informasi, utamanya bagi keluarga tentang pentingnya terapi

psikoreligius untuk mengurangi kecemasan pada pasien praoperasi.

4. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti untuk menambah wawasan,

pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan diri khususnya dalam bidang

penelitian.

5. Bagi Profesi Keperawatan

Sebagai pengembangan ilmu khususnya dalam keperawatan jiwa, yang

selanjutnya dapat meningkatkan pemahaman terhadap pentingnya

memasyarakatkan terapi psikoreligius kepada pasien yang mengalami kecemasan

pada masa praoperasi.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

Page 8: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

8

A. Tinjauan Umum tentang Terapi Psikoreligius

1. Defenisi

Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan dalam praktek keperawatan

khususnya keperawatan jiwa yang menggunakan pendekatan keagamaan antara

lain doa-doa, dzikir, ceramah keagamaan, dan lain-lain untuk meningkatkan

kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang

merupakan stressor psikososial guna peningkatan integrasi kesehatan jiwa (Ilham

A, 2008).

Terapi psikoreligius merupakan suatu pengobatan alternatif dengan cara

pendekatan keagamaan melalui doa dan dzikir yang merupakan unsur penyembuh

penyakit atau sebagai psikoterapeutik yang mendalam, bertujuan untuk

membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat

dan tindakan medis (Rozalino R, 2009).

Pendekatan keagamaan dalam praktek kedokteran dan keperawatan dalam dunia

kesehatan, bukan untuk tujuan mengubah keimanan seseorang terhadap agama

yang sudah diyakininya, melainkan untuk membangkitkan kekuatan spiritual

dalam menghadapi penyakit merupakan terapi psikoreligius (Yosep I, 2009).

Yang dimaksud dengan terapi spiritual kurang lebih adalah terapi dengan

memakai upaya-upaya untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini sama dengan

terapi keagamaan, religius, atau psikoreligius, yang berarti terapi dengan

menggunakan faktor agama, kegiatan ritual keagamaan, seperti sembahyang,

berdoa, memanjatkan puji-pujian, ceramah keagamaan, kajian kitab suci, dan

sebagainya. Hanya saja terapi spiritual lebih umum sifatnya dan tidak selalu

dengan agama formal masing-masing individu (Wicaksana I, 2008).

Pengertian terapi spiritual atau terapi religius adalah sebuah terapi dengan

pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien, pendekatan ini

dilakukan oleh seorang pemuka agama dengan cara memberikan pencerahan,

kegiatan ini dilakukan minimal 1 kali seminggu untuk semua klien dan setiap hari

untuk pasien. Terapi spiritual berbeda dengan berdoa, doa tersebut ditiupkan

disebuah gelas berisi air minum kemudian meminta klien meminum air tersebut,

meskipun sama - sama menggunakan sebuah perilaku dalam sebuah agama atau

kepercayaan tetapi akan sangat berbeda dengan terapi spiritual (Rosyidi I, 2009).

Page 9: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

9

2. Unsur-Unsur Psikoreligi

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam terapi psikoreligius adalah sebagai

berikut (Ilham A, 2008) :

a. Doa – doa

Dalam dimensi psikoreligius, doa berarti permohonan penyembuhan kepada

Tuhan Yang Maha Esa.

b. Dzikir

Dzikir adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya, mengucapkan baik

secara lisan maupun dalam hati segala kuasa-Nya.

Dari sudut ilmu kedokteran jiwa atau keperawatan jiwa atau kesehatan jiwa, doa

dan dzikir (psikoreligius terapi) merupakan terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi

daripada psikoterapi biasa (Ilham A, 2008)

3. Proses Keperawatan pada Terapi Psikoreligius

Adapun proses keperawatan dalam terapi psikoreligius (Ilham A, 2008) antara

lain :

a. Pengkajian

Pada dasarnya informasi yang perlu digali secara umum adalah

1) Afiliasi Agama

a) Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak

aktif.

b) Jenis partisipasi dalam kegiatan agama

2) Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi

a) Praktik kesehatan: diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara

kegamaan.

b) Persepsi penyakit: hukuman, cobaan terhadap keyakinan.

c) Strategi koping.

3) Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi

a) Tujuan dan arti hidup

b) Tujuan dan arti kematian

c) Kesehatan dan pemeliharannnya

d) Hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan orang lain

4) Pengkajian Data Subjektif

Page 10: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

10

Pedoman pengkajian spiritual yang disusun oleh Stoll dalam Craven & Hirnle.

Pengkajian mencakup 4 area, yaitu :

a) Konsep tentang Tuhan atau ke-Tuhan-an

b) Sumber harapan dan kekuatan

c) Praktik agama dan ritual

d) Hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan

5) Pengkajian Data Objektif

Meliputi :

a) Pengkajian afek dan sikap, perilaku, verbalisasi, hubungan interpersonal dan

lingkungan

b) Pengkajian data objektif terutama dilakukan melalui observasi.

Pada umumnya karakteristik klien yang potensial mengalami distres spiritual

adalah sebagai berikut :

a) Klien tampak kesepian dan sedikit pengunjung

b) Klien yang mengekspresikan rasa takut dan cemas

c) Klien yang mengekspresikan keraguan terhadap sistem kepercayaan atau agama

d) Klien yang mengekspresikan rasa takut terhadap kematian

e) Klien yang akan dioperasi

f) Penyakit yang berhubungan dengan emosi atau implikasi sosial dan agama

g) Mengubah gaya hidup

h) Preokupasi tentang hubungan agama dan kesehatan

i) Tidak dapat dikunjungi oleh pemuka agama

j) Tidak mampu atau menolak melakukan ritual spiritual

k) Memverbalisasikan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan hukuman dari

Tuhan

l) Mengekspresikan kemarahannya kepada Tuhan

m) Mempertanyakan rencana terapi karena bertentangan dengan keyakiann agama

n) Sedang menghadapi sakaratul maut (dying)

b. Diagnosa

Distres spiritual mungkin memengaruhi fungsi manusia lainnya. Berikut ini

adalah diagnosis keperawatan, distres spiritual sebagai etiologi atau penyebab

masalah lain :

Page 11: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

11

1) Gangguan penyesuaian terhadap penyakit yang berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk merekonsiliasi penyakit dengan keyakinan spiritual.

2) Koping individual tidak efektif yang berhubungan dengan kehilangan agama

sebagai dukungan utama (merasa ditinggalkan oleh Tuhan).

3) Takut yang berhubungan belum siap untuk menghadapi kematian dan

pengalaman kehidupan setelah kematian.

4) Berduka yang disfungsional : keputusasaan yang berhubungan dengan

keyakinan bahwa agama tidak mempunyai arti.

5) Keputusasaan yang berhubungan dengan keyakinan bahwa tidak ada yang

peduli termasuk Tuhan .

6) Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan perasaan menjadi korban.

7) Gangguan harga diri yang berhubungan dengan kegagalan untuk hidup sesuai

dengan ajaran agama.

8) Disfungsi seksual yang berhubungan dengan konflik nilai.

9) Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan distres spiritual.

10) Risiko tindak kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan perasaan

bahwa hidup ini tidak berarti.

c. Perencanaan

1) Mengidentifikasi keyakinan spiritual yang memenuhi kebutuhan untuk

memperoleh arti dan tujuan, mencintai dan keterikatan serta pengampunan

2) Menggunakan kekuatan, keyakinan, harapan dan rasa nyaman ketika

menghadapi tantangan berupa penyakit, cedera atau krisis kehidupan lain.

3) Mengembangkan praktek spiritual yang memupuk komunikasi dengan diri

sendiri, dengan Tuhan dan dengan dunia luar.

4) Kepuasan dengan keharmonisan antara keyakinan spiritual dengan kehidupan

sehari-hari

d. Implementasi

1) Periksa keyakinan spiritual pribadi perawat

2) Fokuskan perhatian pada persepsi klien terhadap kebutuhan spiritualnya.

3) Jangan mengasumsi klien tidak mempunyai kebutuhan spiritual.

Page 12: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

12

4) Mengetahui pesan nonverbal tentang kebutuhan spiritual.

5) Beri respon secara singkat, spesifik dan faktual.

6) Mendengarkan secara aktif dan menunjukkan empati yang berarti menghayati

masalah klien.

7) Menerapkan teknik komunikasi terapeutik dengan teknik mendukung,

menerima, bertanya, memberi informasi, refleksi, menggali perasaan dan

kekuatan yang dimiliki klien.

8) Meningkatkan kesadaran dengan kepekaan pada ucapan atau pesan verbal

klien.

9) Bersikap empati yang berarti memahami perasaan klien.

10) Memahami masalah klien tanpa menghukum walaupun tidak tentu menyetujui

klien.

11) Menentukan arti dari situasi klien bagaimana klien berespon terhadap

penyakit

12) Apakah klien menganggap penyakit yang dideritanya merupakan hukuman,

cobaan, atau anugerah dari Tuhan

13) Membantu memfasilitasi klien agar dapat memenuhi kewajiban agama

14) Memberitahu pelayanan spiritual yang tersedia di rumah sakit

e. Evaluasi

1) Mampu beristirahat dengan tenang

2) Menyatakan penerimaan keputusan moral atau etika

3) Mengekspresikan rasa damai berhubungan dengan Tuhan

4) Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka dengan pemuka agama

5) Menunjukkan afek positif tanpa perasaan marah, rasa bersalah dan ansietas

6) Menunjukkan perilaku lebih positif

7) Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya.

B. Tinjauan Umum tentang Kecemasan

1. Defenisi

Kecemasan (anxiety) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai

kekuatiran, kegelisahan, ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi. Itu juga berarti

suatu perasaan takut, kuatir bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan

(Salam N, 2009).

Page 13: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

13

Dalam Kamus Konseling (Sudarsono, 2001), kecemasan (anxiety) didefinisikan

sebagai keadaan emosi yang kronis dan kompleks dengan keterperangkapan dan

rasa takut yang menonjol. Dalam Kamus Konseling Sudarsono, dikenal 3 (tiga)

jenis kecemasan yang senantiasa ada dalam diri kita. Ketiga kecemasan itu

adalah :

a. Kecemasan Alamiah (natural anxiety)

Kecemasan alamiah (natural anxiety) merupakan kekuatiran yang spesifik,

relaistik, masuk akal, dan berperan membawa pertolongan. Ia berkaitan dengan

ketidakpastian alamiah di tengah kehidupan, ketidakpastian tentang bagaimana

sesuatu bakal terjadi. Ia juga merangkum konflik antara diri sendiri dengan dunia

kehidupan.

b. Kecemasan Melumpuhkan (toxic anxiety)

Kecemasan melumpuhkan (toxic anxiety) merupakan kekuatiran bersifat kabur,

non-realistik, tak masuk akal, repetitif namun tak efektif. Ia merangkum konflik

diri sendiri dengan diri sendiri. Ia bersumber dari afeksi bawah sadar yaitu

keinginan, pikiran dan memori yang disupresikan. Ia pula bisa bersumber dari

kecemasan alamiah dan luhur yang ditekan dan tidak diekspresikan. Kecemasan

ini dapat meracuni dan melumpuhkan diri kita sehingga ia di sebut kecemasan

toksik.

c. Kecemasan Luhur (sacred anxiety)

Kecemasan luhur (sacred anxiety) merupakan keprihatinan-keprihatinan atau

kegelisahan-kegelisahan akhirat tentang kematian dan makna serta tujuan

kehidupan. Ia adalah hasil interaksi rasionalitas sadar, afeksi bawah sadar dan

rahmat Tuhan. Ia lahir dari ketidaktahuan eksistensial yang direpresentasikan oleh

pertanyaan seperti: apa makna dan tujuan kehidupan, apa nasibku setelah

kematian dan apakah ada Tuhan. Kecemasan ini merangkum konflik diri sendiri

terhadap kehidupan. Ia bersifat terus menerus tapi hanya sekali waktu hadir dalam

kehidupan.

Menurut Ramlah (2003) kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi

yang sangat menekan kehidupan seseorang. Sedangkan kecemasan menurut

(Stuart G, 2006) adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang

Page 14: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

14

berkaitan perasaan tidak pasti dan tidak berbahaya.

2. Etiologi

Karakteristik kecemasan berbeda dengan rasa takut. Ketakutan memiliki obyek

yang jelas dimana seseorang dapat mengidentifikasikan dan menggambarkan

obyek ketakutan. Ketakutan melibatkan penilaian intelektual terhadap stimulus

yang mengancam sedangkan kecemasan merupakan penilaian emosional terhadap

penilaian itu. Ketakutan diakibatkan oleh paparan fisik maupun psikologis

terhadap situasi yang mengancam. Ketakutan menyebabkan kecemasan. Dua

pengalaman emosi ini dibedakan dalam ucapan yaitu kita mengatakan memiliki

rasa takut tetapi menjadi cemas. Inti permasalahan dalam suatu bentuk kecemasan

adalah pada penjagaan diri. Kecemasan terjadi sebagai akibat adanya ancaman

terhadap keberadaan diri (selfhood), self-esteem (harga diri), atau pada identitas

diri, kecemasan dapat terjadi pada orang yang takut mendapatkan hukuman,

celaan, penolakan cinta, gangguan hubungan, isolasi, atau kehilangan fungsi

tubuh. (Stuart, 2006), rasa cemas disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan makanan,

minuman, perlindungan dan keamanan.

b. Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan

orang/benda yang dicintai, perubahan status sosial/ekonomi.

c. Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada perkembangan masa bayi, anak,

remaja.

3. Gejala

Kecemasan disadari atau tidak selalu hadir dalam hidup ketika kita berinteraksi

dan berelasi dengan diri sendiri, orang lain dan dunia sekitar kita. Gejala

kecemasan dalam (Salam N, 2009) ditandai pada tiga aspek :

a. Aspek biologis atau fisiologis, seperti peningkatan denyut nadi dan tekanan

darah, tarikan nafas menjadi pendek dan cepat, berkeringat dingin, termasuk di

telapak tangan, nafsu makan hilang, mual/ muntah, sering buang air kecil, nyeri

kepala, tak bisa tidur, mengeluh, pembesaran pupil dan gangguan pencernaan.

b. Aspek intelektual atau kognitif; seperti ketidakmampuan berkonsentrasi,

penurunan perhatian dan keinginan, tidak bereaksi terhadap rangsangan

lingkungan, penurunan produktifitas, pelupa, orientasi lebih ke masa lampau

Page 15: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

15

daripada masa kini/masa depan.

c. Aspek emosional dan perilaku; seperti penarikan diri, depresi, mudah

tersinggung, mudah menangis, mudah marah dan apatisme.

4. Tingkat Kecemasan

Respon kecemasan terjadi dalam sebuah rentang. Peplau membagi dalam empat

tingkat yaitu ringan, moderat, berat, dan panik.

Tingkat Kecemasan yaitu :

a. Rasa cemas ringan: berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi sehari-

hari. Keadaan ini akan meningkatkan persepsi individu, yang mengakibatkan

orang akan berhati-hati atau waspada dan mendorong manusia untuk belajar serta

kreatif.

b. Rasa cemas sedang: lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu

lebih memfokuskan hal yang penting saat itu saja dan mengesampingkan hal

lainnya, dan dapat melakukan hal yang terarah

c. Rasa cemas berat: lapangan persepsi sangat menurun. Lapangan persepsi

menurun, pemikiran pada hal yang spesifik dan terinci tidak untuk yang lain, tidak

mampu berfikir realistis, butuh banyak pengarahan, dia sudah harus diberi

pertolongan atau tuntunan.

d. Panik: lapangan persepsi sudah sangat sempit. Individu tidak dapat

mengendalikan diri lagi. Bila manusia salah orientasi; ketika menghadapi masalah

pelik; rasa dan periksa tidak berfungsi; Disebut orang sedang panik. Karena

mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi

kepribadian. Dengan panik, terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya

kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang,

dan kehilangan pemikiran yang rasional. Seseorang mungkin menjadi pucat,

tekanan darah menurun, hipotensi, koordinasi otot-otot lemah, nyeri, sensasi

pendengaran minimal. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan dan

jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat

bahkan kematian (Suzanne, S.C, 2002).

Page 16: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

16

Menurut Peplau kecemasan dapat dikomunikasikan secara interpersonal karena itu

perawat harus memperhatikan dan sekaligus mengatasi kecemasan personal

(Chitty,1997). Kesadaran diri juga penting untuk mencegah perawat larut dalam

kecemasan klien (Salam N, 2009).

5. Alat Ukur Kecemasan

Derajat kecemasan dapat diukur dengan berbagai instrumen. Maramis M.E

menyatakan ada tes-tes kecemasan dengan pertanyaan langsung, mendengarkan

cerita penderita serta mengobservasinya terutama perilaku nonverbalnya. Ini

sangat berguna dalam menentukan adanya kecemasan dan untuk menetapkan

tingkatnya. Skala kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Semantik

Differensial Scale maupun Visual Analog dapat dilakukan (Burns & Groove,

1999). Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengukur skala kecemasan

adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) yaitu mengukur aspek kognitif

dan afektif yang meliputi (Hidayat A, 2007):

Cara penilaian :

Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali

Skor 1 : 1 dari gejala yang ada

Skor 2 : separuh dari gejala yang ada

Skor 3 : lebih dari separuh gejala yang ada

Skor 4 : Semua gejala ada

a. Perasaan cemas, ditandai dengan :

1) Cemas

2) Firasat buruk

3) Takut akan pikiran sendiri

4) Mudah tersinggung

b. Ketegangan yang ditandai oleh :

1) Merasa tegang

2) Lesu

3) Tidak dapat istirahat tenang

4) Mudah terkejut

5) Mudah menangis

6) Gemetar

Page 17: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

17

7) Gelisah

c. Ketakutan ditandai oleh :

1) Ketakutan pada gelap

2) Ketakutan ditinggal sendiri

3) Ketakutan pada orang asing

4) Ketakutan pada binatang besar

5) Ketakutan pada keramaian lalu lintas

6) Ketakutan pada kerumunan orang banyak

d. Gangguan tidur ditandai oleh :

1) Sukar masuk tidur

2) Terbangun malam hari

3) Tidur tidak nyenyak

4) Bangun dengan lesu

5) Mimpi-mimpi

6) Mimpi buruk

7) Mimpi yang menakutkan

e. Gangguan kecerdasan ditandai oleh :

1) Sukar konsentrasi

2) Daya ingat buruk

3) Daya ingat menurun

f. Perasaan depresi ditandai oleh :

1) Kehilangan minat

2) Sedih

3) Bangun dini hari

4) Kurangnya kesenangan pada hobi

5) Perasaan berubah sepanjang hari

g. Gejala Somatik/Fisik (otot) ditandai oleh :

1) Nyeri pada otot

2) Kaku

3) Kedutan otot

4) Gigi gemeruntuk

5) Suara tidak stabil

Page 18: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

18

h. Gejala Somatik/Fisik (sensorik) ditandai oleh :

1) Tinitus

2) Penglihatan kabur

3) Muka merah dan pucat

4) Merasa lemas

5) Perasaan ditusuk-tusuk

i. Gejala Kardiovaskuler (Jantung & pembuluh darah) ditandai oleh :

1) Takikardia (denyut hantung cepat)

2) Berdebar-debar

3) Nyeri dada

4) Denyut nadi mengeras

5) Rasa lemas seperti mau pingsan

6) Detak jantung hilang sekejap

j. Gejala Respiratori (pernafasan) ditandai oleh :

1) Rasa tertekan atau sempit di dada

2) Perasaan tercekik

3) Merasa nafas pendek/ sesak

4) Sering menarik nafas panjang

k. Gejala Gastrointestinal (pencernaan) ditandai oleh :

1) Sulit menelan

2) Perut melilit

3) Gangguan pencernaan

4) Nyeri lambung sebelum atau sesudah makan

5) Rasa panas di perut

6) Perut terasa kembung atau penuh

7) Muntah

8) Defekasi lembek (BAB lembek)

9) Konstipasi (sukar buang air besar)

10) Berat badan menurun

l. Gejala Urogenital ditandai oleh :

1) Sering kencing

2) Tidak dapat menahan kencing

Page 19: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

19

3) Tidak datang bulan (tidak ada haid)

4) Darah haid berlebihan

5) Darah amat sedikit

6) Masa haid berkepanjangan

7) Masa haid amat pendek

8) Haid beberapa kali dalam sebulan

9) Frigiditas (menjadi dingin)

10) Ejakulasi dini

11) Ereksi melemah

12) Ereksi hilang

13) Impoten

m. Gejala Otonom ditandai oleh :

1) Mulut kering

2) Muka merah kering

3) Mudah berkeringat

4) Pusing, sakit kepala

5) Kepala terasa berat

6) Bulu - bulu berdiri

n. Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh :

1) Mulut kering

2) Muka merah

3) Mudah berkeringat

4) Kepala pusing

5) Kepala terasa berat

6) Kepala terasa sakit

7) Bulu-bulu berdiri

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan 14

dengan ketentuan sebagai berikut :

Keterangan :

Hasil penilaian skor

Page 20: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

20

Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

14-20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang

28-41 = kecemasan berat

42-56 = kecemasan berat sekali (panik)

C. Tinjauan Umum tentang Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan adalah suatu tindakan medis yang bersifat invasif yang

berguna untuk pengobatan penyakit dan menegakkan diagnostik, di mana untuk

jenis tindakannya ada dua jenis yaitu secara elektif dan cito atau segera ( Levis,

2000). Pembedahan elektif merupakan kegiatan yang direncanakan secara hati-

hati, terantisipasi dan dijadwalkan dengan jenis pembedahannya herniatomi,

tonsilektomi, sirkumsisi, biopsy tumor, debridement, exisi. Pembedahan cito atau

segera dilakukan karena alasan kedaruratan yang mengancam jiwa. Pembedahan

cito antara lain appendiktomi, hidrocel, invaginasi, vena seksi dan lainnya

(Suzanne, S.C, 2002).

Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

membuat sayatan, setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan

tindak perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Perawatan

selanjutnya akan termasuk dalam perawatan pasca bedah. Tindakan pembedahan

atau operasi dapat menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala

yang sering adalah nyeri (Sjamsuhidajat, 1998).

Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap

kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi

dengan tangan (Wane N, 2010).

Pembedahan merupakan terapi atau chikitsa yang paling baik, cepat dan berhasil

untuk menanggulangi penyakit tertentu yang memerlukan pengangkatan atau

menghilangkan bagian tubuh yang menyebabkan terjadinya penyakit ( Nala N,

2011).

Pembedahan adalah penyembuhan penyakit dengan jalan memotong, mengiris

anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anestesi, dirawat inap

Page 21: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

21

dan jenis operasi yang dilaksanakan lebih serius daripada operasi kecil. Operasi

ini beresiko pada ancaman jiwa. (Hasanuddin M, 2008).

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti

Saat ini perkembangan terapi di dunia kesehatan sudah berkembang ke arah

pendekatan keagamaan (psikoreligius). Dari berbagai penelitian yang telah

dilakukan ternyata tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan

kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang

merupakan stresor psikososial.

Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah pegaruh doa-doa dan dzikir

(terapi psikoreligius) terhadap tingkat kecemasan pasien yang secara rinci akan di

uraikan dalam kerangka konsep.

B. Bagan Kerangka Konsep

Beradasarkan landasan teori yang telah diuraikan pada tinjauan kepustakaan,

maka secara garis besar skema mengenai sistem keterkaitan antara konsep

penelitian ini adalah sebagai berikut :

Intervensi Terapi Psikoreligius

Kecemasan Kecemasan

Pre Intervensi Post Intervensi

O1  O²

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Terapi psikoreligius

Terapi psikoreligius dalam penelitian ini adalah pendekatan keagamaan melalui

Page 22: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

22

doa-doa, dzikir dan nasehat keagamaan, bukan untuk tujuan mengubah keimanan

seseorang terhadap agama yang sudah diyakininya, melainkan untuk

membangkitkan kekuatan spiritual dalam menghadapi penyakit.

Kriteria Objektif :

a. Mendapat terapi : Bila responden diberikan terapi psikoreligius dalam bentuk

nasehat keagamaan, doa dan dzikir selama kurang lebih 15 menit.

b. Tidak mendapat terapi : Bila responden tidak diberikan terapi psikoreligius

dalam bentuk nasehat keagamaan, doa dan dzikir selama kurang lebih 15 menit.

2. Tingkat Kecemasan Pasien

Tingkat kecemasan pasien dalam penelitian ini segala bentuk kekhawatiran,

kegelisahan dan ketakutan pasien terhadap rencana tindakan pembedahan yang

akan pasien tersebut jalani.

Kriteria Objektif :

a. Meningkat : Bila nilai kecemasan pasien setelah diberikan intervensi (terapi

psikoreligius) dibandingkan sebelum pemberian intervensi, meningkat.

b. Menurun : Bila nilai kecemasan pasien setelah diberikan intervensi (terapi

psikoreligius) dibandingkan sebelum pemberian intervensi, menurun.

D. Hipotesis Penelitian

a. Hipotesis Nol (Ho)

Tidak ada pengaruh terapi psikoreligius terhadap tingkat kecemasan pasien pra

operasi.

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

Ada pengaruh terapi psikoreligius terhadap tingkat kecemasan pasien pra operasi.

VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang

digunakan adalah pre experimental design dengan desain uji Pre-Post Test

Design. Pre experimental design merupakan eksperimen yang paling mudah serta

tidak untuk membuktikan kausalitas. Pre-post test design merupakan penelitian

yang dilakukan dengan cara memberikan pretest (pengamatan awal) terlebih

dahulu sebelum diberikan intervensi, setelah itu diberikan intervensi, kemudian

Page 23: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

23

dilakukan posttest (pengamatan kedua) (Hidayat A, 2007).

B. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempumyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani pembedahan di

Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagai jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi menurut Sastroasmoro dan Ismail dalam

Nursalam (2003).

Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani pembedahan dan

memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi yang berada di ruang bedah Rumah Sakit

Islam Faisal Makassar.

Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yaitu cara

pengambilan sampel untuk tujuan tertentu dengan cara yang tidak harus

berkesinambungan.

Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan

tabel yang dikembangkan para ahli. Secara umum, untuk penelitian korelasional

jumlah sampel adalah 30, sedangkan dalam penelitian eksperimen jumlah sampel

minimum 15 dari masing-masing kelompok dan untuk penelitian survey jumlah

sampel minimum adalah 100. Besaran atau jumlah sampel ini sampel sangat

tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau kesalahan yang diinginkan peneliti.

Namun, dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian sosial maksimal tingkat

kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka makin kecil

jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah

sampel (semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan

generalisasi dan sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah

populasi) maka semakin besar peluang kesalahan generalisasi (Teorionline, 2010).

Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti membatasi sampel yaitu sampai 30

sampel atau 30 orang pasien yang akan menjalani operasi sebagai sampel.

Page 24: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

24

C. Waktu Dan Tempat

1. Waktu

Penelitian akan dilaksanakan selama 1 bulan sejak proposal penelitian ini selesai

diseminarkan, yaitu bulan Mei 2011.

2. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar.

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Karena penelitian ini membutuhkan jawaban yang sejujurnya dan memperoleh

jawaban yang akurat, maka sampel dalam penelitian ini ditambah dengan

persyaratan sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien yang akan menjalani pembedahan 1 hari kemudian.

2) Beragama Islam

3) Pasien yang bersedia untuk diterapi dan diteliti

4) Dalam keadaan sadar, bisa membaca dan menulis.

5) Jenis operasi besar, antara lain laparatomi, prostatektomi, herniatomi,

appendiktomi, tonsilektomi, biopsy tumor, debridement, exisi, hidrocel,

invaginasi, vena seksi, fraktur, sectio, digestif, thoraks dan THT.

6) Umur 18 tahun ke atas

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Pasien yang tidak kooperatif.

2) Pasien yang menolak untuk melanjutkan penelitian.

3) Pasien yang bersedia untuk diterapi tetapi tidak bersedia untuk diteliti.

E. Cara Pengumpulan Data Dan Analisa Data

1. Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data atau informasi yang diinginkan, peneliti menggunakan

alat ukur kuisioner skala kecemasan dengan cara wawancara langsung

menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Peneliti akan bekerjasama dengan

Page 25: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

25

pihak rumah sakit yang berwewenang melakukan tugas terapi psikoreligius

dengan cara pembacaan doa – doa dan juga dzikir kepada pasien yang akan

menjalani operasi di ruang bedah dan juga di ruangan lainnya. Pertama – tama,

peneliti akan mengukur tingkat kecemasan pasien menggunakan skala kecemasan

dengan cara wawancara langsung menggunakan teknik komunikasi terapeutik.

Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien dan

dilakukan 12 jam sebelum intervensi (pemberian terapi psikoreligius). Setelah

wawancara, dilakukanlah intervensi kepada pasien pra operasi yaitu dengan

memberikan terapi psikoreligius dengan doa-doa dan dzikir. Setelah dilakukan

intervensi, 12 jam kemudian peneliti kembali mengukur tingkat kecemasan pasien

menggunakan skala kecemasan juga dengan cara wawancara langsung

menggunakan teknik komunikasi terapeutik. Teknik wawancara langsung

digunakan oleh peneliti karena dengan wawancara secara langsung maka akan

terjadi kontak langsung dengan pasien. Peneliti akan mendapatkan kedekatan

emosional dengan pasien dan juga agar pasien jujur mengakui dan memberikan

data kecemasannya secara jujur dan terbuka.

2. Analisa Data

Terapi psikoreligius dikatakan berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pasien

praoperasi jika skala kecemasan pasien sebelum dilakukan intervensi

dibandingkan dengan skala kecemasan pasien setelah dilakukan intervensi,

menurun. Terapi psikoreligius dikatakan tidak berpengaruh terhadap tingkat

kecemasan pasien praoperasi jika skala kecemasan pasien sebelum dilakukan

intervensi dibandingkan dengan skala kecemasan pasien setelah dilakukan

intervensi, tetap atau meningkat.

F. Langkah Pengolahan Data

Setelah data – data terkumpul, maka peneliti melakukan :

1. Editing

Proses editing (penyuntingan data) dilakukan dengan memeriksa setiap lembar

kuisioner skala kecemasan yang didapatkan oleh peneliti setelah melakukan uji

pre-post test dengan cara wawancara langsung menggunakan teknik komunikasi

terapeutik dengan pasien.

2. Pemberian kode

Page 26: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

26

Pada tahap ini yang dilakukan adalah pemberian kode atau tanda dari tiap lembar

kuisioner skala kecemasan yang telah didapatkan dari hasil wawancara peneliti

dengan pasien pra operasi. Untuk mempermudah pemasukan data maka dibuat

format koding, kemudian hasil koding di masukkan ke dalam tabel pengkodean.

Setelah itu, data siap di masukkan kedalam komputer.

3. Tabulasi

Pada tahap ini, dilakukan pengelompokan data dalam suatu table sesuai dengan

tujuan penelitian.

4. Statistik yang digunakan

a. Analisis deskriptif

b. Uji Independent Sample t-Test, merupakan suatu uji statistik parametrik dengan

pendekatan skala interval, dengan derajat kemaknaan <0,05. Dalam melakukan

analisa data menggunakan bantuan program SPSS.

G. Keterbatasan

Ada beberapa macam keterbatasan yang didapatkan oleh peneliti antara lain :

1. Insrumen penelitian

Pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan kuisioner skala kecemasan

memungkinkan kurang teliti terhadap pengamatan dan wawancara yang dilakukan

peneliti.

2. Faktor Feasibility

Keterbatasan waktu, sarana, dana, serta kemampuan peneliti sehingga

mempengaruhi perumusan, penyusunan dan pengolahan data.

H. Masalah Etika

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting

dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung

dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan. Menurut (Hidayat

A, 2007) masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut :

1. Informed Consent ( Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan

untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti

Page 27: Proposal Penelitian Keperawatan Jiwa

27

maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya, jika subjek bersedia, maka

mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak pasien.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

VII. PERSONALIA PENELITIAN

A. Pembimbing

1. Pembimbing I : Faisal Asdar, S.Kep., Ns., M.Kes., Sp.Pd.

2. Pembimbing II : M. Askar AS, S.Kep., Ns., M.Kes., Sp.B.

B. Pelaksana

Nama : Sudirman

NIM : NH0107176