proposal penelitian asam urat

Upload: aldika-wajburni

Post on 06-Oct-2015

164 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANG MASALAHIlmu kedokteran sangat berkembang pesat seiring berjalannya waktu serta penelitian-penelitian yang begitu banyak. Namun, hasil karya penelitian-penelitian para ilmuan tidak terlalu popular dimata masyarakat pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh masalah komunikasi diantara mereka yang menyebabkan masalah informasi serta pemahaman terhadap suatu penyakit. Pemahaman yang keliru tersebut akan mudah tersebar dari satu ke satu orang lainnya dan diturunkan dari generasi ke generasi.

Kosakata asam urat di masyarakat kita sering disamakan dengan rasa tidak enak yang disebabkan gangguan saraf dan otot. Asam urat adalah terjemahan dari kata uric acid. Adapun uric acid ini berarti zat yang berasal dari urin atau air seni. Asam urat memang ditemukan di air seni penderita yang memiliki radang sendi.

Asam urat, penyakit radang sendi yang sering disalahartikan. Banyaknya anggapan pada masyarakat pada umumnya yang menganggap bahwa nyeri sendi lutut dan nyeri punggung belakang atau low back pain, dikaitkan dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah.

Sedangkan peningkatan kadar asam urat dalam darah atau dikenal dengan istilah hiperurisemia yang terjadi karena kadar asam urat yang berlebih. Asam urat ini berasal dari sisa produk dari metabolisme zat makanan yang disebut purin. Pada umumnya, normalnya asam urat akan disalurkan ke ginjal untuk dibuang melalui urin bersama zat-zat sisa lainnya serta zat-zat yang berlebihan dalam tubuh.

Berdasarkan data The National Institutes of Health (NIH) pada tahun 2002, jumlah penderita asam urat di Amerika Serikat mencapai 2,1 juta. Sebagian besar penderita adalah pria berusia 40-50 tahun (90%) dan wanita (10%) pada masa menopause (www.hanyawanita.com) Menurut WHO, Indonesia merupakan Negara terbesar ke-4 di dunia yang penduduknya menderita asam urat dan berdasarkan Buletin Natural, di Indonesia 35% terjadi pada pria di bawah usia 34 tahun.

Pada penelitian ini gejala klinis yang dicondongkan adalah yang diakibatkan oleh peningkatan kadar asam urat dalam darah yaitu nyeri sendi lutut dan nyeri sendi tulang belakang atau low back pain.Dari berbagai hal tersebutlah yang mendasari penulis untuk mentehaui apakah betul, ada hubungan antara nyeri sendi lutut dan nyeri sendi tulang belakang dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah?. Dengan penelitian ini kami akan membuktikan secara ilmiah apakah diantaranya memiliki hubungan erat yang saling mempengaruhinya ataukah hanyalah mitos belaka yang masih diyakini oleh mayarakat pada umumnya.1.2 RUMUSAN MASALAHMemperlihatkan uraian pada latar belakang, dan kondisi subyek penelitian yang menyangkut hubungan antara keluhan nyeri sendi lutut dan low back pain dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah. Maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara keluhan nyeri sendi lutut dan nyeri pinggang bawah dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah.1.3 TUJUAN PENELITIAN1.3.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui apakah ada hubungan langsung setiap keluhan nyeri sendi terhadap peningkatan kadar asam urat dalam darah.

1.3.2 Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan langsung setiap keluhan nyeri sendi lutut dan low back pain terhadap peningkatan kadar asam urat dalam darah2. Untuk mengetahui juga faktor lain apa saja yang dapat mempengaruhi nyeri sendi lutut dan low back pain.1.4 MANFAAT PENELITIANPenelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum dan pemahaman kepada masyarakat tentang hubungan langsung dari peningkatan kadar asam urat dalam darah terhadap nyeri sendi lutut dan low back pain atau hubungannya terhadap faktor-faktor lain, yang dapat menimbulkan kesadaran untuk mencegah faktor-faktor yang bisa menyebabkan nyeri sendi lutut dan low back pain2. Departemen kesehatan dan berbagai instansi terkait lainnya diharapkan agar hasil penelitian ini dapat member masukan dalam rangka untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian nyeri sendi lutut dan low back pain3. Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan, acuan ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

4. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga proses serta hasil ini dapat memberi masukan dan pembelajaran yang sangat berharga terutama untuk perkembangan keilmuan peneliti.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 ASAM URAT 2.1.1 Pengertian Asam UratGout (pirai) merupakan kelompok heterogenous yang berhubungan dengan genetik pada metabolism purin (hiperuricemia). (Suzanne C.Smeltzer, 2001)Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang dihasilkan dari metbolisme atau pemecahan purin. Asam urat merupakan antioksidan dari manusia dan hewan, tetapi bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami pengkristalan dan dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai peran sebagai antioksidan bila kadarnya yang tidak berlebihan dalam darah, namun bila kadarnya yang berlebihan asam urat akan berperan sebagai proooksidan (McCrudden Francis H. 2000).

Secara alamiah, purin ini sudah terdapat dalam tubuh kita sendiri dan dijumpai pada semua makanan dari sel yang hidup, yakini makanan dari tanaman (sayur, buah, dan kacang-kacangan) aaupun hewan (daging,jeroan, dan ikan sarden). Jadi asam urat merupakan hasil metabolisme di dalam tubuh kita, karena pada setiap metabolisme normal dihasilkan asam urat. Sedangkan pemicunya adalah makanan, dan senyawa lain yang banyak mengandung purin. Tubuh telah menyediakan 85% senyawa purin untuk kebutuhan setiap harinya. Ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan hanya sekitar 15%. (www.dechacare.com)

Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan darah sera urin. Nilai rujukan kadar asam urat dalam darahh pada laki-laki yaitu 2,3 6,1 mg/dl (E. Spicher, Jack Smith W. 1994).2.2 PENINGKATAN ASAM URAT (HIPERURISEMIA)2.2.1 Pengertian Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan metabolism asam urat (overproduction), penurunan pengeluaran asam urat urin, atau gabungan keduanya.

Banyak batasan untuk menyatakan hiperuricemia, secara umum kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal dikatakan sebagai hiperuricmia (Schumacher, 1992). Batasan pragmatis yang sering digunakan untuk hiperuricemia adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat yang bisa mencerminkan ada patologi. Dari data didapatkan hanya 5-10% pada laki-laki normal mempunyai asam urat di atas 7 mg%, dan sedikit dari gout mempunyai kadar asam urat di bawah kadar tersebut. Jadi kadar asam urat di atas 7 mg% pada laki-laki dan 6 mg% pada perempuan dipergunakan sebagai batasan hiperurisemia (Emmerson, 1983; WHO, 1992 ; Cohen et al,1994; Kelley & Wortmann, 1997 : Becker & Meenaskshi, 2005).

Kejadian yang pasti dari hiperurisemia dan gout di masyarakat pada saat ini masih belum jelas. Pravalensi hiperurisemia di masyarakat diperkirakan antara 2,3 sampai 17,6%. Sedangkan pravalensi gout bervariasi antara 1,6 sampai 13,6 per seribu penduduk (Kelleyy & Wortmann, 1997). Pravalensi hiperurisemia dan gout pada penduduk Maori di Selandia Baru cukup tinggi dibandingkan dengan bangsa Eropa. Prevalensi hiperurisemia pada laki-laki 24,5% dan perempuan23,9%, sedangkan pevalensi gout 6,4% (Klemp et al,1996).

Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout atau pirai, namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan kelainan patologi berupa gout. Gout atau pirai adalah penyakit akibat dari penumpukan kristal monosodium urat pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat (Terkeltaub, 2001 ; Becker & Meenaskshi, 2005). Penyakit gout terdiri dari kelainan arthritis pirai atau arthritis gout, pembentukan tophus, kelainan ginjal berupa nefropati urat dan pembentukan batu urat pada saluran kencing (Terkeltaub, 2001: Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005).2.2.2 Etiologi Hiperurisemia

Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia dan gout yang diakibatkan karena penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologi atau anatomi yang jelas (Schumacher Jr, 1992; Kelley & Wortmann, 1997)2.2.2.1 Hiperurisemia dan Gout PrimerHiperurisemia primer terdiri dari hipeurisemia dengan kelainan molecular yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik.Hiperurisemia primer kelainan molekular yang belum jelas terbanyak didapatkan yaitu mencapai 99%, terdiri dari hiperurisemia karena underexcretion (80-90%) dan karena overproduction (10-20%). Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik diperkirakan hanya 1%, yaitu karena peningkatan aktivitas varian dari enzim phoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase, dan kekurangan sebagian dari enzim hypoxanthine phosphoribosyltranferase (HPRT) (Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005).

Hiperurisemia primer karena underexcretion kemungkinan disebabkan karena faktor genetic dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat sehingga menyebabkan hiperurisemia. Keadaan ini telah lama dikenal, peneliti Garrod telah lama mengetahui, terjadi gangguan pengeluaran asam urat ginjal yang menyebabkan hiperurisemia primer (dikutip: Kelley & Wortmsnn, 1997). Kelainan patologi ginjal yang berhubungan dengan underexcretion tidak menunjukkan gambaran spesifik. Peneliti Massari PU mendapatkan gambaran patologi pada ginjal berupa skelosis glomerulus yang global fokal dan segmental dengan fokus atropi tubulus, peradangan intertisial kronis, perubahan basal membran tanpa adanya deposit electro-dense, Leuman EP mendapatkan focal tubulointstertitiil nephrophathy, Puig mendapatkan gambaran lesi interstitial tubulus ginjal, dan Simmond mendapatkan kelainan nefritis interstitiil non spesifik (Massari et al, 1980; Leuman; 1098; Puig et al; 1993; Simmonds, 1994). Bagaimana kelainan molekular dari ginjal sehingga menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat belum jelas diketahui. Kemungkinan disebabkan karena gangguan sekresi asam urat dari tubulus ginjal (Cohen et al, 1994; Reiter et al, 1995; Kelley & Wortmann, 1997). Kadar fractional uric acid clearance pada hiperurisemia primer tipe underexcretion didapatkan lebih rendah dari orang normal (Gibson et al, 1984; Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005).Terdapat suatu kelainan yang disebut familial juvenile gout (FJHN) yaitu hiperurisemia akibat adanya penurunan pengeluaran asam urat pada ginjal dalam suatu keluarga ynag diturunkan secara genetic (Moro, 1991; Puig et al, 1993; Simmonds, 1994; Saeki, 1995; Reiter et al, 1995). Kelainan ini sering ditemukan secara autosomal dominant. Secara klinis sering terjadi pada usia muda, mengenai laki dan perempuan, terjadi penurunan fractional uric acid clearance (FUAC) dan sering menyebbkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (Simmonds, 1994). Kelainan molekular dari FJHN belum diketahui, kemingkinan karena kelainan gen yang menyebabkan penurunan fungsi pengeluaran asam urat ginjl, kemingkinan melalui kelainan transporter asam urat pada basal membran atau pada brush border dari tubulus proksimal ginjal (Simmonds, 1994)

Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik akibat peningkatan aktivitas varian dari enzim PRPP synthetase menyebabkan peningkatan pembentukan purine nucleotide melalui sintesis de novosehingga terjadi hiperurisemia tipe overproduction. Telah diketahui enzim ini disandi oleh DNA pada kromosom X dan diturunkan secara dominan (Kamatami, 1994; Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005)Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik yang disebabkan kekurangan sebagian dari enzim HPRT disebut sindrom Kelley-Seegmiller. Enzim HPRT berperan dalam mengubah purine bases menjadi purine nucleotide dengan bantuan PRPP dalam proses pemakaian ulang dari metabolism purin. Kekurangan enzim HPRT menyebabkan peningkatan produksi asam urat sebagai akibat peningkatan de novo biosintesis. Diperkirakan terdapat tiga mekanisme overproduction asam urat. Pertama, kekurangan enzim menyebabkan kekurangan inosine monophosphate (IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek feedback inhibition proses biosintesis de novo. Kedua, penurunan pemakaian ulang menyebabkan peningkatan jumlah PRPP yang tidak digunakan. Peningkatan jumlah PRPP menyebabkan biosintesis de novo meningkat. Ketiga, kekurangan enzim HPRT menyebabkan hypoxanthine tidak bisa diubah kembali menjadi IMP, sehingga terjadi peningkatan oksidasi hypoxanthine menjadi asam urat (KELLEY & Wortmann, 1997). Kekurangan enzim HPRT diturunkan secara X-linked dan bersifat resesif sehingga didapatkan terutama pada laki-laki. Telah diketahui terjadi berbagai jenis mutasi genetik dari kelainan enzim ini (Kamatami, 1994; Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005)2.2.2.2 Hiperurisemia dan Gout Sekunder

Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan underexcretion.

Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada sindrom Lesh-Nyhan, kekurangan enzim glucose 6-phosphatase pada glycogen storage disease (Vob Gierkee), dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1-phospate aldolase.

Intinya adalah hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia dan gout yang disebabkan karena penyakit lain atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan underexcretion.2.2.2.3 Pemeriksaan Penunjang Untuk Menentukan Penyebab Hiperurisemia

Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjng yang diperlukan (Emmerson, 1983; Kelley & Wortmann, 1997).

Anamnesis terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan, dan kelainan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Apakah ada keluarga yang menderita hiperurisemia atau gout. Untuk mencari penyebab hiperurisemia sekunder perlu ditanyakan apakah pasien peminum alkohol, memakan obat-obatan tertentu secara teratur, adanya kelainan darah, kelainan ginjal atau penyakit lainnya.

Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau penyakit sekunder terutama menyangkut tanda-tanda anemia atau phletora, pembesaran organ limfoid, keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tand kelainan ginjal serta kelainan pada sendi.

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan dan memastikan penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dikerjakan dipilih berdasarkan perkiraan diagnosis setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik (Kelley & Wortmann, 1997). Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah pemeriksaaan darah rutin untuk asam urat darah dan kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin untuk asam urat urin dan kratinin urin 24 jam dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan Pemeriksaan enzim sebagai penyebab hiperurisemia dilaksanakan tergantung pada perkiraan diagnosis.Pemeriksaan asam urat dalam urim 24 jam penting dikerjakan untuk mengetahui penyebab dari hiperurisemia apakah overproduction atau underexcretion. Kadar asam urat dalam urin 24 jam di bawah 600 mg/hari adalah normal pada orang dewasa yang makan pantang purin selama 3-5 hari sebelum pemeriksaan. Namun anjuran untuk makan pantang purin selama 3-5 hari sering tidak praktis. Maka pada orang yang makan biasa tanpa pantang makan purin kadar asam urat urin 24 jam di atas 1000 mg/hari adalah abnormal (hipersekresi asam urat), dan kadar 800-1000 mg/hari adalah borderline (Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005). Kadar asam urat urin 24 jam di atas 800 mg/hari dengan makan biasa tanpa pantang purin merupakan tanda hipersekresi asam urat (Schumacher Jr, 1992).Batasan overproduction asam urat adalah kadar asam urat urin 24 jam di atas normal, kadar 1000 mg/hai pada orang yang makan biasa tanpa pantang purin dapat dikatakan overproduction (Becker & Meenaskshi, 2005). Cohen MG mengatakan apabila kadar asam urat urin 24 jam lebih dari 670 mg/hari pada diet rendah pruin perlu diteliti kemungkinan adanya kelainan overproduction karena keturunan. Overproduction dapat juga diketahui dengan menghitung perbandingan asam urat urin 24 jsm dan kreatinin urin 24 jm atau perbandingan kliren asam urat dan kliren kreatinin fractional uric acid clearance (FUAC) yaitu perbandingan kliren urat dibagi kliren kreatinin dikalikan 10o. Nilai perbandingan asam urat kreatininurin lebih besar dari 0,75 menyatakan adanya overproduction. Dengan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terutama kadar asam urat dalam darah dan pemeriksaan asam urat dan kreatinin urin 24 jam dapat diperkirakan faktor penyebab hiperurisemia sehingga penanganan hiperurisemia dapat diberikan secara menyeluruh dan rasional. 2.3 LOW BACK PAIN 2.3.1 Defenisi Low Back Pain (LBP)

Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher,

Salmond & Pellino, 2002).2.3.2 Klasifikasi Low Back Pain (LBP)

Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

2.3.2.1 Acute Low Back Pain

Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang

secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.2.2.2.2 Chronic Low Back PainRasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3

bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

2.3.3 Penyebab Low Back Pain (LBP)

Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:2.2.3.1 Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak LahirKeadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan.

Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat

menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala-gejala berat sepert club foot, rudimentair foof, kelayuan pada kaki, dan sebagainya. namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.

Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:a. Penyakit SpondylisthesisPada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae, dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae (Bimariotejo, 2009). Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau berjalan (Bimariotejo, 2009). Soeharso (1978) menyebutkan gejala klinis dari penyakit ini adalah:

1. Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada dan panggul terlihat pendek.2. Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang menimbulkan skoliosis ringan.3. Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah.4. Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung spina dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang dari garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.b. Penyakit Kissing SpinePenyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus bersentuhan. Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang ditimbulkan adalah low back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan X-ray dengan posisi lateral (Soeharso, 1978).

c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum (Soeharso, 1978).2.2.3.2 Low Back Pain karena TraumaTrauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP (Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut.

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).

Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada low back pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:

a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan saat posisi supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif b. Perubahan pada sendi Lumba SacralTrauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan keterbatasan gerak.2.2.3.3 Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan

jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain (Soeharso, 1978).Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain:

a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot atau sendi. Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008).b. Penyakit FibrositisPenyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri memberat saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan (Dieppe, 1995 dalam Idyan, 2008).

c. Penyakit Infeksi Menurut Diepee (1995) dalam Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam serta kelemahan.2.2.3.4 Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan sebagainya (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (Klooch, 2006 dalam Shocker, 2008). Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh dan kelemahan otot (Bimariotejo, 2009).2.3.4 Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)

Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis, merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang, membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial (Bimariotejo, 2009). Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga terjadi kelemahan pada tungkai (Idyan, 2008). Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal bawah, disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus, bokong, kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki (Bimariotejo, 2009)2.4 NYERI 2.4.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang individu (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy & Mc. Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005).Namun, ada pasien yang secara fisik tidak mampu melaporkan nyeri secara verbal, sehingga perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri. Dengan demikian, ada 4 atribut pasti dalam pengalaman nyeri, yaitu : nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).

2.4.2 Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri terdiri atas 3 fase, yaitu resepsi, persepsi dan reaksi (Potter & Perry, 2005). Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).

2.4.2.1 Resepsi

Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima stimulus nyeri tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf yang bebas, tidak bermielin atau sedikit bermieln dari neuron aferen. Nosiseptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur-struktur yang lebih dalam seperti pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu (Kozier, 2004).

Nosiseptor memberi respon terhadap stimuli yang membahayakan seperti stimuli kimiawi, thermal, listrik atau mekanis. Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan pembuluh darah yang menjadi anoksia. Pembengkakan jaringan menjadi nyeri akibat tekanan (stimulus mekanis) kepada nosiseptor yang menghubungkan jaringan (Kozier, 2004).

Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang saraf perifer dan mengkonduksi stimulus nyeri: serabut A-Delta bermielin dan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri (Jones & Cory,1990 dalam Potter & Perry, 2005). Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk, viseral dan terus menerus (Puntillo, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).

Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen dan berakhir di bagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis, neurotransmiter seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005), yang memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Di traktus ini juga terdapat serabut-serabut saraf yang berakhir di otak tengah, yang menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medulla spinalis (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005).

Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, informasi ditransmisikan dengan cepat ke otak, termasuk pembentukan retikular, system limbik, talamus, dan korteks sensori dan korteks asosiasi. Seiring dengan transmisi stimulus nyeri, tubuh mampu menyesuaikan diri atau memvariasikan resepsi nyeri. Terdapat serabut saraf di traktus spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis. Serabut ini disebut sistem nyeri desenden, yang bekerja dengan melepaskan neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005)

Impuls nyeri kemudian ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang lebih tinggi di otak, talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (di kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem limbik (Paice, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Di dalam sistem limbik diyakini terdapat sel-sel yang mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadapnyeri (Potter & Perry, 2005).

2.4.2.2 Persepsi

Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak (Paice, 1991 dalam Potter & Pery 2005). Setelah transmisi saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksi yang kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. Meinhart dan McCaffery (1983) menjelaskan 3 sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori-diskriminatif, motivasi-afektif dan kognitif-evaluatif (Potter & Perry, 2005). Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Penjelasannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:Tabel 1. Sistem Interaksi Persepsi Nyeri No Sistem Interaksi Persepsi NyeriNoSistem Interaksi Persepsi Nyeri

1.Sensori-Diskriminatif a. Transmisi nyeri terjadi antara talamus dan korteks sensori.

b. Seorang individu mempersepsikan lokasi, keparahan dan karakter nyeri

c. Faktor-faktor yang menurunkan tingkat kesadaran (mis. Analgesik, anestetik, penyakit serebral) menurunkan persepsi nyeri.d. Faktor-faktor yang meningkatkan kesadaran terhadap stimulus (mis. Ansietas, gangguan tidur) meningkatkan persepsi nyeri.

2.Motifasi-Afektif a. Interaksi antara pembentukan sistem retikular dan sistem limbik menghasilkan persepsi nyeri. b. Pembentukan retikular menghasilkan respons pertahanan, menyebabkan individu menginterupsi atau menghindari stimulus nyeri. c. Sistem limbik mengontrol respon emosi dan kemampuan yaitu koping nyeri.

3.Kognitif-Evaluatif a. Pusat kortikal yang lebih tinggi di otak mempengaruhi persepsi. b. Kebudayaan, pengalaman dengan nyeri, dan emosi, mempengaruhi evaluasi terhadap pengalaman nyeri. c. Membantu seseorang untuk menginterpretasi intensitas dan kualitas nyeri sehingga dapat melakukan suatu tindakan

Sumber : Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4 Volume 2. EGC: Jakarta2.4.2.3 Reaksi

Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku

yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Reaksi terhadap nyeri meliputi beberapa respon antara lain:

a. Respon Fisiologis Potter dan Perry (2005) menyatakan, nyeri dengan intensitas yang ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial akan menimbulkan reaksi flightor fight, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis dan system saraf parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi.

b. Respon Perilaku Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh

yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai. Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah atau sering memanggil perawat. Namun kurangnya ekspresi tidak selalu berarti bahwa klien tidak mengalami nyeri (Potter dan Perry, 2005).

Mahon (1994) mencatat bahwa nyeri dapat memiliki sifat yang mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu berhubungan dengan oarang lain dan merawat diri sendiri.

Meinhart dan McCaffery (1983) dalam Potter dan Perry, (2005), mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri, yaitu:

1. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkannya

2. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri dengan cara yang berbeda-beda, tergantung toleransinya3. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yan diyakini seseorang. Fase akibat terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Klien mungkin masih memerlukan perhatian perawat. Jika klien mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang, maka respon akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu klien memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan pengalaman nyeri.

2.4.3 Klasifikasi Nyeri

2.4.3.1 Nyeri Umum

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi 2 yaitu: nyeri akut dan

nyeri kronik. Klasifikasi ini didasarkan pada waktu/durasi terjadinya nyeri.

a. Nyeri Akut Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung tidak lebih dari 6 bulan dan serangan nyeri bersifat mendadak. Penyebab nyeri diketahui dan daerah nyeri juga dapat diidentifikasi (Long, 1996). Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik (Benedetti et al, 1984; Yeager et al, 1987, dalam Potter & Perry, 2005).

b. Nyeri Kronik Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi, nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 1997). Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi dan ketidakmampuan. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronik terlihat pada tebel 2Tabel 2. Perbandingan Nyeri Akut dan Kronis KarKarakteristik Nyeri akut Nyeri kronis

PengalamanSuatu kejadian Suatu situasi, status ekstensi

SumberEksternal atau dari dalamTidak diketahu, tidak dirubah, pengobatan lama

Serangan MendadakMendadak, berkembang, terselubung

WaktuTransient Lama (Berbulan-bulan sampai bertahun-tahun)

Pernyataan nyeriDaerah nyeri tidak diketahui dengan pastiDaerah nyeri dapat dibedakan. Intensitas nyeri sukar dievaluasi

Gejala klinis Respon khas, gejala lebih jelasPola respon bervariasi

PolaMembatasi diriBerlangsung terus, intensitas bervariasi

Kegiatan Berusaha membebaskan diri dari nyeri Memodifikasi pengalaman nyeri

Sumber: Long, B C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Yayasan IAPK Pajajaran: Bandung2.4.3.2 Nyeri SpesifikNyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain:a. Nyeri Somatis Nyeri somatis yaitu nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang (Long, 1996). Contoh, nyeri yang dirasakan saat kulit tertusuk benda yang runcing.b. Nyeri Menjalar (Referred Pain),

Nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cedera organ visceral (Hidayat, 2006). Contoh, orang yang mendapat serangan jantung mengeluh nyeri pada bagian lengan kiri sedangkan jaringan yang rusak terjadi pada miokardium.

c. Nyeri Viseral

Nyeri viseral merupakan nyeri yang berasal dari bermacam- macam organ visera dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 1997). Contoh, nyeri pada ulkus peptikum.

2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Beberapa faktor mempengaruhi nyeri yang dialami oleh pasien, termasuk:

2.4.4.1 Pengalaman Masa Lalu

Pengalaman sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan mudah di masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang berat, maka ansietas akan muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi nyeri tersebut berhasil dihilangkan, akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri (Potter & Perry, 2005).

2.4.4.2 Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri dari pada individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil (Potter & Perry, 2005).

2.4.4.3 Budaya

Budaya dan etnis mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang berespon terhadap nyeri dan mengekpresikan nyeri. Terdapat variasi yang signifikan dalam ekspresi nyeri pada budaya yang berbeda. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Kozier, 2004).

2.4.4.4 Usia

Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri khususnya pada lansia dan anak-anak. Pada lansia, cara berespons terhadap nyeri mungkin berbeda, persepsi nyeri mungkin berkurang, kecuali pada lansia yang sehat mungkin tidak berubah (Potter & Perry, 2005).

2.4.4.5 Makna Nyeri

Makna seseorang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan (Potter & Perry, 2005).

2.4.4.6 Gaya Koping

Nyeri dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan control terhadap lingkungan atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, jadi gaya koping mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi nyeri. Klien seringkali menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan psikologis dari nyeri. Sumber-sumber koping seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung, melakukan latihan atau menyanyi klien selama ia mengalami nyeri penting untuk dipahami (Potter & Perry, 2005).

2.4.5 Mekanisme Penurunan Nyeri

2.4.5.1 Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)

Teori pengendalian gerbang (Melzack & Wall, 1982 dalam Potter & Perry, 2005) menjelaskan mengapa terkadang sistem saraf pusat menerima stimulus berbahaya dan terkadang tidak, meskipun pada kerusakan jaringan hebat, mengabaikannya. Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan/gerbang ini dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus dan system limbik (Clancy & Mc Vicar, 1992 dalam Potter & Perry, 2005).

Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri. Transmisi impuls nyeri melalui pintu gerbang sumsum tulang belakang dipengaruhi oleh:

a. Aktivitas Serabut Sensori Gerbang akan terbuka dengan adanya perangsangan serabut A delta dan C yang melepaskan substansi P untuk mentransmisi impuls melalui mekanisme gerbang. Sinyal nyeri ini bisa diblok dengan stimulasi serabut A beta.

Serabut saraf A beta adalah serat saraf bermielin yang besar sehingga mengantarkan impuls ke sistem saraf pusat jauh lebih cepat daripada serabut A delta atau serabut C. Serabut ini berespon terhadap masase ringan pada kulit, pergerakan dan stimulasi listrik (Kenworthy, 2002).

Ketiga hal ini, dalam bahasa non fisiologi, membuat otak tetap sibuk sehingga mencegahnya untuk terlalu terganggu dengan impuls yang datang dari sumber nyeri. Serabut ini banyak terdapat di kulit sehingga stimulasi kulit dapat menurunkan persepsi nyeri (Guyton & Hall, 1997). Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut A beta, maka gerbang akan menutup. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung pasien dengan lembut (Potter & Perry, 2005).

b. Neuroregulator: Endorphin Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus saraf memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf dalam kornu dorsalis pada medula spinalis (Potter & Perry, 2005).

Neuroregulator dibagi menjadi 2 kelompok, yakni

neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti substansi P mengirim impuls listrik melewati celah sinaps di antara 2 serabut saraf. Serabut saraf tersebut adalah eksitator dan inhibitor. Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinap (Potter & Perry, 2005).

Endorphin (berasal dari kata endogenous morphin) dan juga enkefalin, serotonin, noradrenalin dan gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah contoh neuromodulator. Enkefalin dan endorphin diduga dapat menghambat impuls nyeri dengan memblok transmisi impuls ini di dalam otak dan medulla spinalis. Kadarnya yang berbeda diantara individu menjelaskan mengapa stimuli nyeri yang sama dirasakan berbeda oleh orang yang berbeda. Kadar ini dikendalikan oleh gen (Guyton & Hall, 1997; Potter & Perry, 2005). Tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin (Potter & Perry, 2005).

2.4.6 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

2.5 SENDI LUTUT 2.5.1 Definisi Sendi LututPersendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh

Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain : a. Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi

b. Kapsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak

c. Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya gerakan. d. Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi.

e. Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh.

Sendi lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel , yaitu pergerakan dua condylus femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan fleksi , ekstensi dan sedikit rotatio. Jika terjadi gerakan yang melebihi kapasitas sendi maka akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain terjadi robekan pada capsul dan ligamentum di sekitar sendi.

2.5.2. Jenis Sendi Pada Lutut

Persendian pada sendi lutut termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial joint), yaitu sendi yang mempunyai cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar lebih leluasa. Secara anatomis persendian ini lebih kompleks daripada jenis sendi fibrous dan sendi cartilaginosa.

Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage yang tipis yang disebut articular cartilage , yang merupakan bantalan pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat rongga yang dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya pada waktu terjadi gerakan.

Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan : 1. Lapisan luar Disebut juga fibrous capsul , terdiri dari jaringan connective yang kuat yang tidak teratur Dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang menutupi bagian tulang. Dan sebagian lagi akan menebal dan membentuk ligamentum.

2. Lapisan dalam Disebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi cavum sendi dan bagian luar merupakan bagian dari articular cartilage.. Membran ini tipis dan terdiri dari kumpulan jaringan connective. Membran ini menghasilkan cairan synovial yang terdiri dari serum darah dan cairan sekresi dari sel synovial. Cairan synovial ini merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida protein , lemak dan sel sel lainnya. Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentu kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakkan

Ada 2 condylus yang menutupi bagian ujung bawah sendi pada femur dan 2 tibial condylus yang menutupi meniscus untuk stabilitas artikulasi femorotibial. Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada segmen inferior dari tendon quadriceps femoris, bersendi dengan femur, dimana patella ini terletak diantara 2 condylus femoralis pada permukaan anteroinferior.

Menurut arah gerakannya sendi lutut termasuk dalam sendi engsel ( mono axial joints )yaitu sendi yang mempunyai arah gerakan pada satu sumbu. Sendi lutut ini terdiri dari bentuk conveks silinder pada tulang yang satu yang digunakan untuk berhubungan dengan bentuk yang concave pada tulang lainnya.

2.5.3 Anatomi Sendi LututSendi lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh manusia. Sendi ini terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris medialis dan lateralis dan condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi pelana , diantara patella dan fascies patellaris femoris.

Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi sebenarnya terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks yaitu :1. condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan berhubungan dengan condylus tibiae 2. satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari patella dan femur.

Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat, pada bagian bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan patella. Fascies articularis femoris . tibiae dan patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies articularis condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis.

2.5.4 Ligamentum Pada Sendi Lutut 2.5.4.1 Ligamentum extrakapsular

1. Ligamentum Patellae Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.

2. Ligamentum Collaterale Fibulare Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitei.

3. Ligamentum Collaterale Tibiae Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a. inferior medialis genu .

4. Ligamentum Popliteum Obliquum Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus.

5. Ligamentum Transversum Genu Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus , terdiri dari jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya , sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang.

2.5.4.2 Ligamentum intrakapsular

Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae.

1. Ligamentum Cruciata Anterior Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah femur bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut berada dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.

2. Ligamentum Cruciatum Posterior Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat- serat anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi , ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.

2.5.5 Cartilago Semilunaris (Meniscus)Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C , yang pada potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas . Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk menerima condylus femoris yang cekung.

1. Cartilago Semilunaris Medialis Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap.

2. Cartilago Semilunaris Lateralis Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis femoris. Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di bandingkan dengan cartilago semilunaris medialis.

2.5.6 Kapsula Articularis

Kapsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m. quadriceps femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari femur diatas tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari bagian tengah dari retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan ke bawah melekat pada ligamentum cruciatum anterior . Selanjutnya capsula articularis ini menutupi kedua ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu lembaran dan melintasi tepi posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi medial dan lateral dari fascies articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial, plica alares yang terkumpul pada bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk suatu synovial villi.

Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari tepi fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar pada synovial membran. Lipatan ini membagi cavum sendi menjadi dua bagian , berhubungan dengan dua pasang condylus femoris dan tibiae.

Lipatan capsul sendi pada bagian samping berjalan dekat pinggir tulang rawan. Sehingga regio epicondylus tetap bebas. Kapsul sendi kemudian menutupi permukaan cartilago , dan bagian permukaan anterior dari femur tidak ditutupi oleh cartilago.

Pada tibia capsul sendi ini melekat mengelilingi margo infraglenoidalis, sedikit bagian bawah dari permukaan cartilago, selanjutnya berjalan kebawah tepi dari masing- masing meniscus. 2.5.7 Bursa Pada Sendi Lutut Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang terletak di bagian bawah dan belakang pada sisi lateral didepan dan bawah tendon origo m. popliteus. Bursa ini membuka kearah sendi melalui celah yang sempit diatas meniscus lateralis dan tendon m. popliteus. Banyak bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di depan, dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini terdapat pada tempat terjadinya gesekan di antara tulang dengan kulit, otot, atau tendon. 2.5.7.1 Bursa Anterior

1. Bursa Supra Patellaris Terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan erat dengan rongga sendi. 2. Bursa Prepatellaris Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah patella dan bagian atas ligamentum patellae.

3. Bursa Infrapatellaris Superficialis Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah ligamentum patellae

4. Bursa Infapatellaris Profunda Terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum patellae dan permukaan anterior tibiae. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui jaringan lemak dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.

2.5.7.2 Bursa Posterior

1. Recessus Subpopliteus Ditemukan sehubungan dengan tendon m. popliteus dan berhubungan dengan rongga sendi.

2. Bursa M. Semimembranosus Ditemukan sehubungan dengan insertio m. semimembranosus dan sering berhubungan dengan rongga sendi. Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan : 1. tendon insertio m. biceps femoris 2. tendon m. sartorius , m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke insertionya pada tibia. 3. di bawah caput lateral origo m. gastrocnemius 4. di bawah caput medial origo m. gastrocnemius

2.5.8 Persarafan Sendi Lutut Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh : 1. N. Femoralis 2. N. Obturatorius 3. N. Peroneus communis 4. N. Tibialis

2.5.9 Suplai DarahSuplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis. 2.5.10 Sistem Lymph System limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia subcutaneous. Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan lymph node sub inguinal superficialis. Sebagian lagi aliran lymph ini akan memasuki lymph node popliteal, dimana aliran lymph berjalan sepanjang vena femoralis menuju deep inguinal lymph node

2.5.11 Pergerakan Sendi LututPergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan fleksi , ekstensi , dan sedikit rotasi. Gerakan fleksi dilaksanakan oleh m. biceps femoris , semimembranosus, dan semitendinosus, serta dbantu oleh m.gracilis , m.sartorius dan m. popliteus. Fleksi sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang dengan paha.

Ekstensi dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi mula-mula oleh ligamentum cruciatum anterior yang menjadi tegang. Ekstensi sendi lutut lebih lanjut disertai rotasi medial dari femur dan tibia serta ligamentum collaterale mediale dan lateral serta ligamentum popliteum obliquum menjadi tegang , serat-serat posterior ligamentum cruciatum posterior juga di eratkan. Sehingga sewaktu sendi lutut mengalami ekstensi penuh ataupun sedikit hiper- ekstensi , rotasi medial dari femur mengakibatkan pemutaran dan pengetatan semua ligamentum utama dari sendi, dan lutut berubah menjadi struktur yang secara mekanis kaku. Rotasio femur sebenarnya mengembalikan femur pada tibia , dan cartilago semilunaris dipadatkan mirip bantal karet diantara condylus femoris dan condylus tibialis. Lutut berada dalam keadaan hiper-ekstensi dikatakan dalam keadaan terkunci.

Selama tahap awal ekstensi , condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan condylus lateralis. Bila sendi lutut di gerakkan ke depan , femur ditahan oleh ligamentum cruciatum posterior, gerak menggelinding condylus femoris diubah menjadi gerak memutar. Sewaktu ekstensi berlanjut , bagian yang lebih rata pada condylus femoris bergerak kebawah dan cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus femoris yang berubah. Selama tahap akhir ekstensi , bila femur mengalami rotasi medial, condylus lateralis femoris bergerak ke depan, memaksa cartilago semilunaris lateralis ikut bergerak ke depan.

Sebelum fleksi sendi lutut dapat berlangsung , ligamentum-ligamentum utama harus mengurai kembali dan mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan diantara permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan terlepas dari keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m. popliteus, yang memutar femur ke lateral pada tibia. Sewaktu condylus lateralis femoris bergerak mundur , perlekatan m. popliteus pada cartilago semilunaris lateralis akibatnya tertarik kebelakang. Sekali lagi cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus yang berubah.

Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka kemungkinan rotasio sangat luas. Rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus. Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps femoris.

Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia secara pasif dapat di gerakkan ke depan dan belakang terhadap femur , hal ini dimungkinkan karena ligamentum utama, terutama ligamentum cruciatum sedang dalam keadaan kendur.

Jadi disini tampak bahwa stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot yang bekerja terhadap sendi dan juga oleh kekuatan kigamentum. Dari faktor-faktor ini , tonus otot berperan sangat penting, dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini , terutama m. quadriceps femoris, setelah terjadi cedera pada sendi lutut. BAB IIIKERANGKA KONSEP3.1 RANCANGAN PENELITIAN Penelitian bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah seluruh pasien yang dirawat dengan keluhan nyeri sendi punggung dan lutut di RS Ibnu Sina Makassar. Studi ini bertujuan untuk melihat hubungan antara peningkatan kadar asam urat dalam darah denga nkeluhan nyeri sendi pinggung dan lutut pada subjek penelitian dimana pengumpulan datanya ditinjau dari penderita nyeri sendi dengan melihat kadar asam urat dalam darahnya serta memberikan pertanyaan melalui kuesioner. Desain ini sesuai dengan tujuan dari studi ini, yaitu untuk mengetahui hubungan antara peningkatan kadar asam urat dalam darah dengan keluhan nyeri sendi pinggung dan lutut di RS Ibnu Sina Makassar.

3.2 LOKASI DAN WAKTU

Penilitian ini akan dilakukan di RS Ibnu Sina Makassar pada bulan April 2013 sampai dengan November 2013.

3.3 POPULASI DAN TEKNIK SAMPEL

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek yang diteliti. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien dengan keluhan nyeri pinggung dan lutut. Adapun sampel yang digunakan ialah seluruh pasien dengan keluhan nyeri pinggung dan lutut di RS Ibnu Sina Makassar.3.3.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling.3.4 INSTRUMEN PENGUMPUL DATA

3.4.1 Instrumen Penelitiana. Kuesionerb. Data sekunder pasien3.4.2 Cara Pengumpulan Dataa. Memberikan kuesioner kepada pasien untuk mengetahui life style, kegiatan, serta pola makannyab. Mengumpulkan data sekunder pasien yang telah mengisi kuesioner untuk mengetahui kadar asam dalam darahnya3.5 ANALISIS DATA

3.5.1 Pengolahan Data

Data yang didapat diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistik yaitu IBM SPSS Statistic 20.

Dan Analisis data kualitatif secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi.

3.5.2 Etika PenelitianKode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek penelitian), dan masyarakat yang memperoleh dampak dari hasil penelitian tersebut. Di dalam penelitian ini, sebelum menyebarkan kuesioner, responden diminta persetujuannya dengan menandatangani lembar informed consent. Informed consent itu sendiri berisi pernyataan bahwa peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan tidakmenyampaikan apapun yang diketahui peneliti tentang responden di luar kepentingan penelitian.

3.5.3 Sarana Penelitian

Sarana yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kuesioner, data sekunder pasien di RS Ibnu Sina Makasssar, alat tulis, kertas, komputer, dan alat hitung.

50