proposal kl givens
DESCRIPTION
klTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari beberapa jenis ikan kerapu, ikan kerapu bebek atau kerapu tikus
(Cromileptes altivelis) merupakan salah satu ikan laut yang memiliki prospek cukup
cerah. Ikan kerapu bebek memiliki harga pasaran yang cukup mahal yakni mencapai Rp
300.000 per kg dan untuk benih Rp 1.500/cm. Beberapa hal yang menyebabkan
mahalnya harga ikan kerapu adalah: (1) ikan kerapu bebek merupakan ikan yang
dilindungi, sehingga ikan kerapu yang dijual merupakan ikan kerapu yang sudah
dibudidayakan, (2) tingkat sintasan ikan kerapu yang rendah merupakan faktor
pembatas pada budidaya ikan kerapu, (3) pemeliharan sampai ukuran konsumsi cukup
lama, sehingga menyebabkan siklus panen yang panjang (Fauzi et al., 2008).
Ikan kerapu bebek adalah jenis ikan karang yang hanya hidup dan tumbuh cepat
di daerah tropis. Ciri khasnya terletak pada bentuk moncong diujung depan kepala yang
menyerupai bebek sehingga disebut kerapu bebek (Akbar dan Sudaryanto, 2001).
Selama ini produksi ikan kerapu lebih banyak disuplai dari hasil perikanan tangkap. Di
Indonesia, dari 58. 905 ton produksi ikan kerapu hanya sekitar 7.500 ton (13%) yang
berasal dari budidaya (Subiyanto, 2005). Produksi dari hasil penangkapan di laut
nilainya semakin menurun hampir mencapai 60%. Hal ini menunjukkan
ketidakseimbangan antara jumlah penangkapan dan hasil ikan di alam yang dapat
membahayakan kelestarian ikan kerapu. Oleh karena itu, produksi ikan kerapu
khususnya kerapu bebek melalui budidaya harus dioptimalkan.
Manajemen pakan ikan merupakan salah satu faktor menentukan keberhasilan
usaha budidaya ikan. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang digunakan untuk budidaya ikan
kerapu ada dua jenis pakan yaitu pakan segar berupa ikan rucah dan/atau pakan buatan
berupa pelet. Pemberian pakan rucah tersebut biasanya memberikan permasalahan
khususnya apabila pembesaran kerapu dilakukan secara intensif. Permasalahan-
permasalahan itu diantaranya adalah : 1) ketersediaan pakan rucah yang sulit untuk
terpenuhi secara konsisten karena tergantung dari hasil penangkapan, 2) kualitas ikan
rucah yang bervariasi (Boonyaratpalin, 1997), 3) ikan rucah berpotensi sebagai
pembawa penyakit (Kim et al., 2007), 4) ikan rucah memberikan limbah buangan yang
1
tinggi. Pakan buatan yang baik adalah pakan yang mengandung gizi yang penting untuk
ikan, memiliki rasa yang disukai oleh ikan dan mudah dicerna oleh ikan (Akbar dan
Sudaryanto, 2001).
Balai Budidaya Laut Lombok merupakan salah satu balai pemerintah yang
mengembangkan pembesaran ikan kerapu. Jenis kerapu yang dikembangkan
diantaranya adalah kerapu bebek. Berdasarkan beberapa hal di atas maka saya
termotivasi untuk melakukan kerja lapangan dengan judul Teknik Pembesaran Kerapu
Bebek (Cromileptes altivelis) di Balai Budidaya Laut Lombok.
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendapatkan wawasan, keterampilan, dan pengalaman kerja dengan terlibat secara
langsung dalam kegiatan pembesaran kerapu bebek (Cromileptes altivelis).
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami teknik pembesaran kerapu bebek.
b. Mengetahui sistem pengelolaan pembesaran kerapu bebek di Balai Budidaya Laut
Lombok.
c. Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pembesaran Kerapu bebek beserta
solusinya.
d. Mengetahui pertumbuhan dan sintasan dengan teknik pembesaran yang diterapkan.
1.3 Manfaat
Kegiatan kerja lapangan diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman mahasiswa dalam teknik pembesaran
kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang dilakukan di Balai Budidaya Laut Lombok.
1.4 Waktu dan Tempat
Waktu : 12 Januari 2015 – 13 Februari 2015
Tempat : Balai Budidaya Laut Stasiun Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara
Barat
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi dan Morfologi
Menurut Weber dan Beofort (1940), klasifikasi kerapu bebek adalah sebagai
berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Verterbrata
Class : Osteichtyes
Sub class : Actinopterigii
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Famili : Serranidae
Genus : Cromileptes
Spesies : Cromileptes altivelis
Kerapu bebek merupakan ikan bertulang belakang (vertebrata) yang rangkanya
terdiri dari tulang keras (osteichtyes). Ikan ini digolongkan kedalam ordo percomorphi
karena jari-jari dibelakang sirip punggung dan sirip dubur merupakan sirip-sirip yang
terpisah-pisah. Karena memiliki sisik sisir (stenoid) yang berukuran sedang/kecil dan
mulut yang berada dibagian ujung dan runcing, ikan ini dimasukkan kedalam subordo
percoidea. Kerapu bebek memiliki satu garis rusuk dan tidak terputus hingga sirip ekor
sehingga termasuk kedalam famili serranidae. Ikan ini termasuk dalam genus
cromileptes (tidak bertaring, langit-langit bergigi, serta sirip dorsal memiliki 10 jari-jari
keras dan 10 jari-jari lunak). Kerapu bebek merupakan spesies Cromileptes altivelis
yang memiliki 10 jari-jari keras dan 18-19 jari-jari lunak pada sirip dorsal, 3 jari-jari
keras dan 10 jari-jari lunak pada sirip anus dengan jumlah sisik pada garis rusuk
sebanyak ±70 buah, sisik diatas garis rusuk ±20 buah dan sisik dibawah garis rusuk
sebanyak ±53 buah.
Kerapu bebek bertubuh pipih dan warna dasar kulit tubuhnya abu-abu dengan
bintik-bintik hitam di seluruh permukaan tubuh (Gambar 1). Kepala berukuran kecil
dengan moncong agak meruncing. Karena kepala yang kecil mirip bebek, maka jenis ini
popular sebagai kerapu bebek. Namun, ada pula yang menyebutnya sebagai kerapu
tikus karena bentuk moncongnya yang meruncing menyerupai moncong tikus. Kerapu
3
bebek digolongkan sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0.5 – 2
kg/ekor (Kordi, 2001).
Kerapu bebek memiliki bentuk sirip ventral yang membulat. Sirip punggung
tersusun dari 10 jari-jari keras dan 19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari
keras dan 10 jari-jari lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih,
namun yang dikonsumsi, umumnya berukuran 30-50 cm. kerapu bebek tergolong ikan
buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Kerapu bebek
merupakan salah satu ikan laut komersial yang telah dibudidayakan (Randall and
Heamstra‚ 1993).
Gambar 1. Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis)
2.2 Habitat dan Biologi
Daerah penyebaran kerapu bebek yaitu Afrika Timur sampai Pasifik Barat Daya.
Di Indonesia kerapu tikus banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Buru dan Ambon. Salah satu indikator adanya kerapu tikus adalah perairan
karang yang terhampar hampir diseluruh perairan pantai di Indonesia. Setianto (2011)
mengemukakan bahwa pada umumnya siklus hidup kerapu tikus muda hidup di perairan
karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 meter selanjutnya saat masa dewasa beruaya ke
perairan yang lebih dalam antara 7-40 meter, pada umumnya perpindahan ini
berlangsung pada siang hari dan senja hari, telur dan larva bersifat pelagis sedangkan
kerapu muda hinggga dewasa bersifat demersal. Menurut Subyakto et al. (2003), kerapu
bersifat hermaprodit protogini, yakni pada tahap perkembangan mencapai dewasa
4
(matang gonad) berjenis kelamin betina kemudian berubah menjadi jantan setelah
tumbuh besar atau ketika umurnya bertambah tua.
Kerapu bebek, yang termasuk dalam keluarga serranidae merupakan ikan
nokturnal dimana ikan ini mencari makan pada malam hari (Risamasu‚ 2008). Aktivitas
ikan nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut
digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu,
gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta lebih
banyak menggunakan indera perasa dan indera penciuman (Subyakto et al.‚ 2003).
2.3 Pembesaran Kerapu Bebek
Pemilihan lokasi yang sesuai sangat penting bagi kelangsungan usaha budidaya
kerapu bebek. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan diantaranya sebagai berikut
(Akbar dan Sudaryanto, 2001):
1. Gangguan Alam
Gangguan alam adalah faktor yang terjadi secara alami, seperti ombak, gelombang,
dan arus yang kuat terjadi terus menerus. Dampaknya berupa stress pada ikan
sehingga mengurangi selera makan ikan dan juga dapat merusak konstruksi wadah
budidaya seperti karamba jaring apung.
2. Predator
Beberapa jenis ikan dapat mengancam kehidupan dan mengganggu ketenangan
ikan sehingga menyebabkan menurunnya produksi. Ikan-ikan tersebut di antaranya
ikan buntal dan ikan besar yang ganas.
3. Pencemaran
Lingkungan perairan seringkali tercemar oleh limbah berupa bahan kimia berbahaya,
sisa pestisida, plastik, detergen, atau sampah organik. Semua dapat mengganggu
kesehatan dan kehidupan ikan. Bahkan bahan kimia tertentu, terutama yang
mengandung logam berat atau bahan beracun dapat mengancam kehidupan ikan dan
orang yang mengkonsumsinya.
4. Lalu Lintas Laut
Lalu lintas kapal atau perahu nelayan dapat mengganggu ketenangan usaha budidaya.
Selain itu, kapal-kapal besar juga berpotensi mencemari lingkungan perairan dengan
buangan limbah atau sisa minyak yang menjadi bahan bakarnya.
5
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, lokasi budidaya sebaiknya
di teluk, selat di antara pulau-pulau berdekatan, atau perairan terbuka dengan terumbu
karang penghalang (barrier reef) yang cukup panjang. Selain itu kondisi air harus
jernih dan bebas dari arus balik (upwelling) (Akbar dan Sudaryanto, 2001). Pemilihan
lokasi yang sesuai sangat penting bagi kelangsungan usaha budidaya ikan kerapu bebek,
sehingga diharapkan dalam melakukan usaha pembenihan ikan kerapu bebek pengusaha
memilih lokasi disekitar pantai, dengan harapan mudah untuk mendapatkan suplay air
laut, selain itu transportasi ke pembenihan harus lancar dan tersedia sumber air tawar.
Syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan budidaya kerapu bebek adalah
kualitas air. Kejernihan suatu perairan belum tentu memberi jaminan kualitas air.
Menurut Sugama et al. (2000) untuk memastikan kualitas air perlu dilakukan
pemeriksaan parameter kualitas air diantaranya:
1. Kecerahan minimal 3-5 meter
2. Kadar garam (salinitas) 30-33 ppt
3. Suhu air 24 0C-32 0C
4. pH air 7-9
5. Kandungan oksigen terlarut (DO, dissolved oxygen) minimal 3 ppm
Keberhasilan pembesaran ikan kerapu bebek sangat ditentukan oleh pakan yang
diberikan. Pakan yang digunakan dalam pembesaran kerapu bebek secara tradisional
adalah ikan rucah. Penggunaan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu bebek memiliki
beberapa permasalahan yaitu, ketersediaannya tidak kontinu, memerlukan tenaga dan
waktu untuk penyiapan, kualiatas ikan rucah yang jelek ditandai dengan ikan yang
membusuk, bau yang tidak sedap, dan tidak dapat digunakan sebagai pakan. Ikan rucah
segar mempunyai kualitas nutrisi yang lebih baik dari pada ikan rucah yang dibekukan,
akan tetapi memiliki resiko sebagai penular bibit penyakit (Sutarmat et al., 2004).
Manajemen pakan ikan merupakan salah satu faktor menentukan keberhasilan
usaha budidaya ikan. Pakan merupakan unsur terpenting dalam menunjang
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Pakan yang digunakan untuk budidaya ikan
kerapu ada dua jenis pakan yaitu pakan segar berupa ikan rucah dan/atau pakan buatan
berupa pelet.
6
III. METODE
Kerja lapangan yang akan dilaksanakan menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Partisipatif
Melibatkan diri secara langsung dalam proses pembesaran kerapu bebek di Balai
Budidaya Laut Lombok.
2. Metode Observasi
Pengamatan secara langsung proses pembesaran kerapu bebek di Balai Budidaya
Laut Lombok dimulai dari persiapan, pemeliharaan hingga pemanenan.
3. Metode Wawancara
Wawancara langsung kepada pembimbing lapangan dan pekerja di bidang
pembesaran kerapu bebek di Balai Budidaya Laut Lombok.
4. Studi Pustaka
Pencarian pustaka yang berkaitan dengan kerapu bebek sebagai sumber informasi
pembahasan laporan.
7
IV. RENCANA PELAKSANAAN KERJA LAPANGAN
Kegiatan kerja lapangan akan dilaksanakan pada taggal 12 Januari 2015 hingga
13 Februari 2015 di Balai Budidaya Laut Stasiun Sekotong, Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat. Adapun rencana kegiatan kerja lapangan disajikan dalam Tabel 1
sebagai berikut:
Tabel 1. Rencana Kegiatan Kerja Lapangan
KegiatanOktober Nov Des Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Survei
Perijinan
Proposal
Pelaksanaan
Laporan
Ujian
Rencana pelaksanaan kegiatan Kerja Lapangan di Balai Budidaya Laut Lombok
yang disusun secara Mingguan disajikan pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2. Rencana pelaksanaan kegiatan Kerja Lapangan
No. Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Minggu I
MingguII
Minggu III Minggu
IV1 Pengenalan lapangan dan sejarah singkat
instansi√ (2 hari)
2 Mencari informasi dan ikut berpartisipasi langsung dalam kegiatan pembesaran kerapu bebek
√ √ √ √
3 Mengumpulkan dan melengkapi data-data √ √ √ √
8
V. RENCANA ISI LAPORAN
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
1.4 Metode dan Tata Laksana
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
II. TINJAUAN PUSTAKA
III.KEADAAN UMUM BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK
3.1 Sejarah
3.2 Lokasi
3.3 Struktur Organisasi
3.4 Sarana dan Prasarana
IV.TEKNIK PEMBESARAN KERAPU BEBEK DI BALAI BUDIDAYA LAUT
LOMBOK
4.1 Pemilihan Lokasi
4.2 Konstruksi Keramba Jaring Apung
4.3 Persiapan Benih
4.4 Peneberan Benih
4.5 Pemberian Pakan
4.6 Pengendalian Hama dan Penyakit
4.7 Monitoring Kualitas Lingkungan
4.8 Pemanenan, Pengangkutan dan Pemasaran
V. PEMBAHASAN
VI.KESIMPULAN DAN SARAN6.1 Kesimpulan6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
9
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, A., I. Mokoginta., dan D. Yaniharto . 2008. Pemeliharaan Ikan Kerapu Bebek
(Cromileptes Altivelis) yang Diberi Pakan Pelet dan Ikan Rucah di Karamba
Jaring Apung. Jurnal Akuakultur 7: 65-70.
Akbar, S., dan Sudaryanto. 2001. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Bebek.
Jakarta. Penebar Swadaya.
Boonyaratpalin M. 1997. Nutrient requirement of marine food fish cultured in South
East Asia. Aquaculture.
Kim J. H, K. G. Dennis., H. Casiano., Choresca., P. C. Se. 2007. Detection of
mayor bacterial and viral pathogens in trash fish used to feed cultured flounder
in Korea. Aquaculture.
Kordi, M. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Kanisius. Yogyakarta.
Risamasu, F. J. L. 2008. Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu
Dasar Berumpon. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21 hlm.
Randall, J. E., and P.C. Heemstra. 1993. Groupers Of The World. Food And Agriculture
Organization Of The United Nations. FAO Species Catalogue : 16.
Setianto, A. 2011. Usaha Budidaya Ikan Kerapu. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.162
hlm.
Sugama, K., Trijoko., Wardoyo., J. H. Hutapea., and S. Kumagai. 2002. Natural
spawning and larval rearing of barrumundi cod, Cromileptes altivelis, in tanks.
Collaborative APEC Grouper Research and Development Network (FWG
01/99). Network of Aquaculture Centres in Asia-Pacific: Bangkok, Thailand.
Subiyanto. 2005. Analisis Penerapan Paket Teknologi Budidaya Pembesaran Ikan
Kerapu. Jurnal Saint dan Teknologi BPPT.
http://www.Ipteknet.com/Articles/2005.
Subyakto, S., dan S. Cahyaningasih. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah
Tangga. Agromedia pustaka. Jakarta. 61 hlm.
Sutarmat, T., A. Hanafi., dan S, Kawahara. 2004. Budidaya Kerapu Macan dalam Karamba Jaring Apung. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol dan JICA.
Weber, M., and de Beaufort. 1940. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. Leiden E.J.B.
10