program visit
DESCRIPTION
program visitTRANSCRIPT
TUGAS CHOP 5
PELAKSANAAN KESEHATAN LINGKUNGAN PARIWISATA DI KUTA BALI
EKA WULAN SARI
1010211046
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
Bali adalah objek pariwisata yang sudah dikenal luas. Para wisatawan banyak yang
berkunjung ke Bali dengan berbagai tujuan. Ada yang ingin berlibur, berbisnis, merawat
kesehatan dan sebagainya. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Provinsi Bali pada tahun 2005
terdapat 1.383.231 wisman, tahun 2006 terdapat 1.258.178 wisman dan tahun 2007 terdapat
1.664.854 wisman.
Hal ini mengindikasikan bahwa banyak wisatawan yang berkunjung ke Bali setiap
tahunnya dan memberi keuntungan devisa bagi pemerintah dan para pelaku pariwisata. Kita
ketahui pula banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada bidang pariwisata.
Pariwisata menjadi bidang utama dalam pembangunan Bali kedepan.
Indonesia memang banyak memiliki objek pariwisata yang dapat dikembangkan dan
beberapa daerah telah menjadi daerah basis pariwisata. Untuk itu tidaklah sulit untuk menarik
wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia. Kalau dipandang dari fasilitas pariwisata yang kita
miliki seperti restaurant, hotel, tempat hiburan, akomodasi, mungkin terkesan telah memenuhi
syarat namun kalau kita melihat kondisi kesehatan lingkungan, kebersihan makanan dan
penjamahnya di beberapa tempat masih belum memenuhi syarat kesehatan.
Hubungan antara kesehatan dan pariwisata sendiri sudah lama diketahui terutama yang
berhubungan dengan berbagai risiko kesehatan yang potensial muncul akibat kontak antara
pengunjung dengan lingkungan dan masyarakat penjamu.
Wisatawan melakukan perjalanan karena berbagai alasan seperti bisnis, kongres,
pengenalan budaya, eksplorasi lingkungan, pertemuan keluarga, reuni dengan teman, dan yang
paling sering adalah untuk kesehatan. Dalam hal ini, pariwisata mampu memenuhi salah satu
kebutuhan dasar manusia untuk mengembalikan kesehatan dan kebugaran mental dan fisik.
Konferensi PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata tahun 1963 juga mengidentifikasi bahwa
kesehatan merupakan salah satu alasan utama untuk melakukan perjalanan wisata. Berbagai
masalah kesehatan yang berhubungan dengan perjalanan dan pariwisata juga telah berhasil
menjembatani World Health Organization (WHO) dan WTO yang kemudian mengembangkan
pedoman dalam pengendalian kualitas air untuk minum dan rekreasi, kesehatan transportasi
udara dan sanitasi dalam pengembangan pariwisata.
Meskipun demikin aktivitas pariwisata tidak bebas dari risiko terhadap kesehatan.
Pariwisata dapat mempengaruhi tidak hanya kesehatan pengunjung tetapi juga kesehatan
masyarakat penjamu. Kondisi lingkungan tempat wisata memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kesehatan wisatawan. Wisatawan umumnya rentan tehadap mikroorganisme karena
mereka tidak pernah terpapar di daerah tempat mereka berasal. Kejadian yang muncul umumnya
berhubungan dengan konsumsi makanan atau minuman yang tidak higienis yang mengakibatkan
gangguan saluran pencernaan.
Masalah tersebut bisa dikontrol secara adekuat melalui penerapan prosedur standar untuk
pengelolaan makanan dan sanitasi lingkungan. Lingkungan yang bersih dijadikan indikator
kualitas oleh wisatawan karena menunjukkan perhatian otoritas setempat terhadap masalah
kesehatan lingkungan. Kelompok penyakit lain yang berisiko didapatkan oleh wisatawan adalah
yang berhubungan atau disebarkan melalui vektor perantara seperti demam berdarah, malaria,
dan penyakit infeksi tropis yang lain. Namun, meskipun terdapat begitu banyak risiko kesehatan
pada perjalanan dan pariwisata, banyak pula cara yang bisa diterapkan untuk mengurangi atau
mengeliminasi risiko tersebut. Hal ini memerlukan usaha sungguh-sungguh oleh pemerintah
yang didukung oleh masyarakat sekitar dan wisatawan yang berkunjung. Upaya kedokteran
pencegahan, pendidikan dan promosi kesehatan masyarakat termasuk kesehatan lingkungan
adalah fundamental dan dapat membawa perubahan sikap dan perilaku yang dapat mengurangi
risiko-risiko tersebut.
Uraian-uraian tersebut menunjukkan bahwa meskipun didasari oleh keinginan untuk
mengembalikan kebugaran atau kesehatan, aktivitas pariwisata tidak bebas dari risiko terhadap
kesehatan itu sendiri. Pariwisata dapat mempengaruhi tidak hanya kesehatan pengunjung tetapi
juga kesehatan masyarakat penjamu. Akan tetapi kebanyakan risiko yang muncul dapat dihindari
atau dikurangi secara signifikan melalui penerapan konsep-konsep kesehatan lingkungan,
pendidikan kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit. Pemerintah, pelaku pariwisata dan
profesional di bidang kesehatan semuanya memiliki tanggung jawab untuk menjadikan
pariwisata sebagai a life-enriching experience di mana wisatawan dapat memanfaatkan waktu
secara berkualitas di lingkungan yang sehat serta membangun kenangan dan kesan yang baik.
Promosi kesehatan wisatawan haruslah menjadi komponen vital dari promosi pariwisata.
Meskipun dalam beberapa hal upaya ke arah itu sudah ada, tetapi masih jauh dari posedur
standar. Juga sangat penting bagi para profesional kesehatan untuk menjadi pelopor dan advokat
dalam promosi kesehatan wisatawan. Sudah seharusnya pariwisata berorientasi kesehatan di
mana penyakit-penyakit dan risiko yang ada bisa dikontrol sebaik mungkin. Sudah saatnya pula
Bali memiliki pusat pengembangan kesehatan pariwisata yang melibatkan sektor pemerintah
terkait, akademisi, pelaku pariwisata dan profesional kesehatan.
Masalah yang dihadapi Bali dalam bidang lingkungan hidup saat ini dan di masa yang
akan datang sangat berat dan sulit dicarikan solusinya. Oleh karena itu, Pemprov Bali berupaya
memprogramkan paling tidak dua puluh tujuh upaya untuk mengatasi permasalahan lingkungan
tersebut. Ke-27 upaya yang diprogramkan melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi
Bali tersebut diharapkan mampu mengatasi lima problema lingkungan serius yang kini mendera
Bali yakni masalah sampah, lahan kritis, abrasi pantai, pencemaran air dan kerusakan terumbu
karang.
Pertama, upaya penanganan permasalahan sampah yang dilaporkan volumenya kini
mencapai 5.806 m kubik per hari. Upaya untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan
Pengembangan Desa Sadar Lingkungan/DSL (untuk Tahun 2010 telah terbentuk 10 DSL),
Gerakan bersih sampah plastik; Pengembangan dan penyaluran kompos; dan Gerakan 3 R
(reuse/pemakaian kembali, reduce/pengurangan, dan recycle/daur ulang). Upaya lainnya adalah
Pengelolaan lingkungan kawasan suci (Pura); Mengembangkan Bapak Angkat; dan Pemberian
penghargaan Sad Kertih. Termasuk dalam program ini adalah program Bali Clean and Green
yang pada Januari tahun 2011 lalu telah disosialisasikan ke kabupaten/kota se-Bali.
Dari 5.806 meter kubik volume sampah yang dihasilkan masyarakat dalam sehari, sebagian
(40%) diantaranya disinyalir berupa sampah plastik yang terdiri dari tas kresek, kantong plastik,
pembungkus makanan ringan, botol minuman, botol air mineral dan sejenisnya. Untuk itu,
pengelolaan sampah saat ini tidak lagi dapat dilakukan dengan cara lama – membuang sampah
begitu saja di tempat pembuangan sampah – melainkan perlu dilakukan penyadaran masyarakat
agar sejak awal melakukan pemilahan antara sampah bukan organik dengan sampah organik.
Agar upaya pemilahan sampah ini berhasil, perlu adanya upaya untuk menguatkan lembaga
kemasyarakatan yang sudah ada untuk mengajak segenap anggotanya mengubah perilaku dalam
penanganan sampah. Program Desa Sadar Lingkungan (DSL) .
Kedua, permasalahan lahan kritis. BLH Bali mencatat seluas 51.107,26 hektar lahan di
Bali masuk katagori lahan kritis. Upaya yang ditempuh adalah reboisasi Gerakan Rehabilitasi
Lahan (Gerhan) berupa penanaman 250.995 Btg pohon penghijauan; pengendalian kebakaran
dan pencurian kayu hutan; dan gerakan penghijauan di atas lahan seluas 26.700 Ha.
Ketiga, permalasahan abrasi pantai. Dari 437,7 km keseluruhan pantai Bali, sebanyak 184
km terindikasi mengalami abrasi. Dari 184 km terindikasi abrasi itu, sepanjang 67,1 km (data
tahun 2010) dipastikan masuk katagori abrasi serius. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah ini adalah penataan pantai/penanganan abrasi sepanjang 40 km; pelestarian dan
penanaman hutan mangrove; dan penertiban sempadan pantai.
Keempat, indikasi pencemaran air (BOD, COD, Phosphat, Nitrat, Deterjen & Total
Coliform) dan penurunan debit air. Kepala UPT Laboratorium Lingkungan BLH Provinsi Bali.
Drs. I Gede Suarjana, M.Si mengemukakan, sepuluh sungai yang selama ini masih menjadi
tempat untuk mandi dan kebutuhan lain di Bali telah positif tercemar berbagai jenis limbah
sehingga telah mengalami penurunan kualitas. Kesepuluh sungai yang tercemar tersebut, yakni
Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad Pakerisan, Tukad Unda, Tukad
Sangsang, Tukad Saba, Tukad Bubuh, dan Tukad Sungi.
Mantan Kepala UPT Laboratorium Lingkungan BLH Bali Drs. I Gede Suarjana, M.Si yang
meneliti kualitas air di Bali pernah mengemukakan, ke sepuluh sungai terindikasi mengandung
Biologycal Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), lapisan minyak, posfat
dan lainnya. "Kalau air sungai ini diminum akan sangat membahayakan. Demikian juga untuk
mandi, badan akan terasa gatal-gatal," katanya. Ia menjelaskan, limbah itu bersumber dari
kegiatan rumah tangga, aktivitas komersial, seperti usaha pembuatan tahu dan tempe, kegiatan
peternakan, sablon dan lainnya. Selain itu, juga karena industri seperti garmen dan lainnya.
"Tukad Mati yang paling parah, karena beban limbah diselesaikan oleh limbah itu sendiri,"
katanya. Untuk itu, diperlukan adanya upaya penanggulangan masalah limbah di sungai itu
berupa penetapan kelas air. Masyarakat tak boleh sama sekali membuang limbah di sungai, serta
pengenaan denda tinggi bagi yang melanggar sebagaimana Peraturan Gubernur 8 tahun 2007
tentang baku mutu lingkungan, dimana orang yang mencemari lingkungan dikenakan kurungan
enam bulan atau denda Rp 50 juta. Undang Undang Lingkungan Hidup bahkan memberi
hukuman tiga tahun atau denda Rp 100 juta. Upaya lain yang dilakukan Pemprov adalah
penghijauan di daerah hulu/DAS; penertiban sempadan sungai; pengembangan septic tank
komunal dan Sanimas; pengembangan WWG; Pengembangan Sistem Moury; pengendalian ijin
pembuangan limbah; pengembangan program Kali Bersih (PROKASIH); dan pengembangan
biopori/sumur resapan (10.000 buah).
Permasalahan kelima, yakni kerusakan terumbu karang diupayakan melalui rehabilitasi
terumbu karang (propagasi/transplantasi); pengembangan kelompok-kelompok pelestari terumbu
karang; pengendalian pencurian terumbu karang; pengendalian illegal fishing; dan peningkatan
peran aktif masyarakat pesisir (ICM). Penanganan terumbu karang ini mendapat priorita karena
penelitian membuktikan, terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan
beragam, baik secara ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam
terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak
langsung.
Manfaat dari terumbu karang yang langsung dapat dimanfaatkan oleh manusia adalah:
sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan, seperti ikan
kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang; pariwisata, wisata bahari melihat
keindahan bentuk dan warnanya; dan penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang
terkandung di dalamnya. Sedangkan yang termasuk dalam pemanfaatan tidak langsung adalah
sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan ombak laut, serta sebagai sumber
keanekaragaman hayati. BLH melaporkan, dari 7.249,1 hektar terumbu karang di Bali, 20,8%
diantaranya dinyatakan mengalami kerusakan.
Keduapuluh tujuh upaya penanganan masalah lingkungan tersebut, merupakan pengejawantahan
dari program Bali Mandara, yakni Program Bali Green Province yang dicanangkan Gubernur
Made Mangku Pastika pada 22 Februari 2010 lalu. Gubernur sangat prihatin akan ancaman
kerusakan lingkungan alam Bali yang disebabkan oleh pemakaian bahan-bakan kimia yang tak
ramah lingkungan. Program Bali Green Province dimaksudkan untuk mengembalikan kearifan
lokal Bali dalam berinteraksi dengan alam lingkungan sehingga alam lingkungan memberikan
kesejahteraan kepada masyarakat Bali.
Salah satu aspek yang menjadi perhatian dalam mendukung pariwisata di Bali adalah
aspek kesehatan, dimana program pemerintah provinsi Bali adalah menjalin kerjasama lintas
sektoral antara sektor pariwisata dan sektor kesehatan dengan mengembangkan puskesmas
wisata. Puskesmas wisata merupakan sebuah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan pariwisata di wilayah
kerjanya. Salah satu Puskesmas wisata yang ada di Bali adalah Puskesmas Kuta 1 yang terletak
di kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Tidak seperti puskesmas pada umumnya, puskesmas Kuta 1 memiliki keunikan tersendiri
karena mengingat lokasinya yang terletak di jantung pariwisata Bali. Selain poliklinik yang
melayani pasien dengan penyakit umum terjadi di masyarakat seperti poliklinik interna,
poliklinik gigi, poliklinik THT dan lainnya, Puskesmas Kuta 1 memiliki 3 poliklinik yang tidak
selalu ada di puskesmas lain di Bali yaitu poliklinik VCT, poliklinik IMS dan poliklinik
methadone yang memiliki peran penting dalam menanggulangi penyakit-penyakit yang angka
kejadiannya tinggi di daerah pariwisata yang memiliki karakteristik mobilitas penduduk tinggi,
banyaknya penduduk pendatang dan mata pencaharian masyarakat sekitar terutama di bidang
perdagangan dan jasa.
Ketiga poliklinik tersebut adalah sebagai penanganan tingkat dasar terhadap penyebaran
penyakit khususnya penyakit menular seksual. Poliklinik VCT melayani pasien dengan
keinginan sendiri melakukan test HIV dengan sebelumnya mendapatkan pre test konseling
sampai dengan merujuk ke rumah sakit pusat apabila ditemukan hasil uji positif. Poliklinik IMS
melayani pasien dengan keluhan penyakit seperti cervicitis, sifilis, GO dan urethritis. Pasien
yang positif terdiagnosa penyakit tersebut selanjutnya akan disarankan untuk melakukan
pemeriksaan di poliklinik VCT untuk early detectionterhadap infeksi HIV. Sedangkan poliklinik
methdone sendiri diperuntukan kepada pasien ketergantungan narkoba suntik dengan
penanganan program terapi rumatan metadon (PTRM) yaitu terapi pengganti morfin/heroin
dengan methadone secara oral sehingga mengurangi dampak buruk akibat narkotika (terutama
IDU) dimana pemakaian narkoba suntik yang tidak aman akan meningkatkan kemungkinan
penyebaran virus penyakit menular seksual yaitu HIV. Selain PTRM poliklinik metadhone juga
memiliki Needle Syringe Program dimana program ini adalah program pemberian jarum suntik
steril dalam upaya pencegahan HIV/AIDS di kalangan pengguna narkoba suntik. Materi
pencegahan di kemas dalam satu paket berisikan jarum suntik steril, alkohol swab, kondom dan
brosur informasi. Puskesmas Kuta 1 juga melakukan program promosi kesehatan berkala yang
bertujuan untuk meningkatakan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan diri, lingkungan dan
wisatawan demi meningkatkan kualitas pariwisata yang ditawarkan.
Pulau Bali yang dikenal sebagai salah satu “pulau terindah di dunia” saat ini menghadapi
ancaman pencemaran lingkungan hidup yang parah. Hal ini bisa dilihat secara kasat mata dari
semakin banyaknya sampah yang berserakan, terutama di kawasan pemukiman padat perkotaan
serta bau yang menyengat dari air selokan yang buntu akibat tergenang cukup lama tanpa ada
pengelolaan. Beberapa hasil penelitian tentang kualitas air (sungai dan laut), khususnya di
Kawasan Teluk Benoa, menunjukan tingkat pencemaran yang tinggi.
Di samping itu, di beberapa kawasan padat lalu lintas, tingkat pencemaran udara semakin
bertambah setiap tahun. Tingkat pencemaran lingkungan yang semakin tinggi sangat
mengkhawatirkan apabila dikaitkan dengan ketergantungan ekonomi masyarakat Bali pada
pariwisata. Bila di masa yang akan datang polutan yang masuk ke lingkungan sudah jauh
melebihi kemampuan daya dukung lingkungan Bali, maka pulau yang dikenal sebagai destinasi
pariwisata terbaik di dunia ini akan ditinggalkan. Pada saatnya nanti, masa depan Bali benar-
benar sangat kritis apabila tidak dilakukan langkah-langkah penyelamatan yang terpadu dan tepat
sasaran.
Salah satu upaya penyelamatan masa depan Bali dari ancaman kerusakan lingkungan
yang semakin parah adalah dicanangkannya Program Bali Clean and Green. Mewujudkan Bali
sebagai Provinsi Hijau dan Bersih merupakan sebuah gagasan yang cerdas. Pulau Bali yang
dijuluki sebagai Pulau Sorga, Pulau Dewata, dan berbagai julukan indah lainnya tentu harus
diimbangi kenyataan bahwa memang Bali adalah pulau yang indah, memiliki aura kesucian yang
tinggi, bersih, aman, dan nyaman. Apakah program tersebut akan tepat sasaran, marilah kita lihat
hasilnyananti.
2. Secara umum, permasalahan lingkungan hidup yang menjadi tantangan mewujudkan Bali
sebagai Provinsi Hijau dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama adalah terkait dengan potensi
sumber daya alam yang semakin kritis, seperti keberadaan kawasan hutan di Bali yang belum
mencapai luas yang ideal dan kondisi yang optimal. Luas lahan kritis di Bali semakin bertambah
akibat perubahan alam dan aktivitas manusia. Lahan hijau semakin berkurang akibat desakan
kebutuhan terhadap pembangunan pemukiman , akomodasi pariwisata, sarana dan prasarana
infrastruktur dan lain lain. Secara kuantitas, potensi air bersih semakin berkurang setiap tahun,
karena berkurangnya sumber air baku yang disebabkan oleh mengecilnya debit dan menurunnya
kualitas air oleh adanya pencemaran. Berkurangnya cadangan air tanah diakibatkan oleh
pengambilan yang melampaui kemampuannya, sehingga potensi air tanah menjadi menurun.
Selain itu, kawasan terbuka hijau semakin hari semakin mengecil yang diikuti alih fungsi lahan
dari kawasan resapan air menjadi kawasan terbangun. Hal ini banyak dijumpai di kawasan yang
berdekatan dengan pusat pertumbuhan pariwisata, pada daerah-daerah yang padat permukiman,
atau pada jalur sepanjang jalan baru. Bahkan intrusi air laut sudah sudah dijumpai pada air tanah
pantai di kawasan pariwisata Sanur, Kuta dan sekitarnya. Sedangkan pencemaran air permukaan
telah pula terjadi pada sungai-sungai yang terutama berada di Kota Denpasar dan Badung.Tentu
sangat tidak mungkin mengharapkan terjadinya peningkatan kawasan hijau yang subur di suatu
kawasan apabila tidak tersedia cadangan air yang memadai. Selain itu, bertambahnya kawasan
pantai yang mengalami abrasi merupakan masalah lingkungan yang sangat serius, karena telah
menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak kecil akibat hilangnya lahan-lahan penduduk serta
rusaknya fasilitas umum.
Permasalahan ketersediaan air ini merupakan tantang terbesar Program Bali Hijau, karena
tidak mungkin tumbuhan dapat hidup dengan baik tanpa ada persediaan air yang memadai. Oleh
karena itu, pemerintah dan para pihak terkait benar-benar harus serius menangani permasalahan
air ini apabila ingin program mewujudkan Bali Hijau tidak hanya program wacana.
Kedua, tantangan mewujudkan Bali sebagai Provinsi yang Bersih berasal dari perilaku
masyarakat dan aktivitas jasa/industri berkaitan dengan produksi sampah dan limbah.
Masalah sampah dan limbah dijumpai terutama pada daerah-daerah yang mempunyai laju
pembangunan yang cukup pesat, seperti Kota Denpasar dan Badung saat ini telah menjadi
momok yang menakutkan. Memang masalah ini selalu akan berkaitan dengan jumlah dan
aktivitas penduduknya, karena makin besar jumlah penduduk dan aktivitasnya makin besar pula
jumlah sampah dan limbah yang dihasilkan. Tata ruang perkotaan yang mengabaikan asas
keterpaduan antar sektor menimbulkan konflik dalam pengendalian masalah yang terjadi setelah
adanya kegiatan pembangunan. Bila tidak diimbangi dengan langkah-langkah yang terpadu,
khususnya dari aspek pengendalian dan penegakan hukum yang konsisten, maka masalah
sampah dan limbah ini akan menjadi ancaman serius terhadap masa depan Bali. Kerbersihan
udara Bali saat ini juga semakin terusik dengan semakin banyaknya polutan yang masuk ke
dalam udara ambien. Akibat tidak tersedianya sistem transportasi publik yang memadai,
sehingga memicu peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor berdampak pada peningkatan
pencemaran udara dan kebisingan. Penggunaan bahan bakar minyak (HSD/MFO) pada
pembangkit listrik di Bali memberikan kontribusi terhadap perubahan kualitas lingkungan di
sekitarnya seperti pencemaran air, udara, kebisingan dan getaran.
Ketiga, tantangan Program Bali Clean and Green juga berasal dari aspek sosial
masyarakat Bali. Semakin bertambahnya penduduk pendatang yang bermukim di kawasan
perkotaan yang padat serta masih ditemukannya penduduk miskin di Bali akan berkaitan dengan
permasalahan lingkungan seperti perambahan hutan, pelanggaran tata ruang wilayah,
pemukiman kumuh maupun masalah sanitasi yang buruk. Kinerja pelayanan birokrasi
pemerintahan yang rendah, terutama pada aspek perizinan usaha, korupsi, kolusi, dan nepotisme
memiliki kaitan dengan sikap apatisme masyarakat Bali terhadap program-program
pembangunan.Di samping itu, sikap mau menang sendiri, arogran, dan mementingkan diri
sendiri, kelompok dan golongan akan mendorong tindakan yang mengabaikan rasa
kesetiakawanan sosial,gotong royong, dan empati yang sangat penting dalam pengendalian
terhadap permasalahan lingkungan.
Berbagai permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi Bali tentunya memerlukan pengelolaan
dan pengendalian dampak lingkungan yang konsisten dan terpadu. Hal ini terkait dengan upaya
meningkatkan partisipasi para pihak terkait dan perubahan perilaku masyarakat dalam
memandang laju proses pembangunan. Harapan agar konsep pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang menyeimbangkan aspek ekonomi, budaya dan lingkungan
menjadi harapan bersama dalam mewujudkan Bali yang maju dan sejahtera.