program dinas kesehatan baruu !!.docx

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu target dari Millennium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan angka kematian balita. Berdasarkan data terbaru tahun 2012 dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami peningkatan mencapai 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih besar jika dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 288 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Indonesia juga merupakan negara dengan AKI tertinggi dibandingkan dengan negara- negara miskin di Asia. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kemunduran dalam upaya penurunan AKI di Indonesia. Sementara itu Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi dan penurunannya lambat. Angka Kematian Bayi di Indonesia (AKB) mencapai sekitar 56% dan kematian terjadi pada periode neonatal. Indikator angka kematian bayi (AKB) hanya turun sedikit dari pencapaian tahun 2007, yaitu dari 34 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Dan indikator AKABA dalam SDKI 2012 baru turun menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2013). Padahal bila dibandingkan dengan target pencapain MDGs untuk Indonesia pada tahun 2015, AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup dan AKABA sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup (Bappenas, 2012). Sangat jauh pencapaian dari target MDGs saat ini. Adanya lonjakan

Upload: komang-agus-permana-jaya

Post on 27-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu target dari Millennium Development Goals (MDGs) adalah menurunkan angka kematian ibu dan menurunkan angka kematian balita. Berdasarkan data terbaru tahun 2012 dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Ibu (AKI) mengalami peningkatan mencapai 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih besar jika dibandingkan tahun 2007 yang mencapai 288 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Indonesia juga merupakan negara dengan AKI tertinggi dibandingkan dengan negara-negara miskin di Asia. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kemunduran dalam upaya penurunan AKI di Indonesia. Sementara itu Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi dan penurunannya lambat. Angka Kematian Bayi di Indonesia (AKB) mencapai sekitar 56% dan kematian terjadi pada periode neonatal.

Indikator angka kematian bayi (AKB) hanya turun sedikit dari pencapaian tahun 2007, yaitu dari 34 per 1.000 kelahiran hidup menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Dan indikator AKABA dalam SDKI 2012 baru turun menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2013). Padahal bila dibandingkan dengan target pencapain MDGs untuk Indonesia pada tahun 2015, AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup dan AKABA sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup (Bappenas, 2012). Sangat jauh pencapaian dari target MDGs saat ini. Adanya lonjakan AKI, AKB, dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia menunjukkan bahwa terjadi kemunduran dalam upaya penurunan AKI, AKB, dan AKABA di Indonesia serta ketidakmampuan daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Jika hal ini tidak diatasi dengan baik tentu dapat menjadi penghalang untuk tercapainya target MDGs 2015.

Untuk mencapai target penurunan AKI, AKB, dan AKABA di Indonesia diperlukan adanya program-program dari pemerintah. Adapun arah dan strategi kebijakan penurunan AKI, AKB, dan AKABA di Indonesia yaitu, peningkatan anggaran program pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi dan program pembinaan pelayanan kesehatan anak dalam APBN, memperkuat basis pelayanan KIA dalam skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), revitalisasi program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) di Indonesia, dan pemerintah pusat perlu mendorong setiap pemerintah daerah untuk membuat Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan AKI, AKB, dan AKABA.

Dinas Kesehatan memiliki peran yang penting dalam hal ini sebagai pemegang kebijakan dalam pelaksanaan program-program dalam rangka penurunan AKI, AKB, dan AKABA. Untuk itu perlu diketahui apa saja program Dinas Kesehatan Kota Denpasar dalam rangka penurunan AKI, AKB, dan AKABA.

1.2Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah mengetahui program Dinas Kesehatan Kota Denpasar dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan neonatus.

1.2.2Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penulisan paper ini adalah:

1. Mengetahui program Dinas Kesehatan Kota Denpasar dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu bersalin.

2. Mengetahui program Dinas Kesehatan Kota Denpasar dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu nifas.

3. Mengetahui program Dinas Kesehatan Kota Denpasar dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas neonatus

1.3Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan paper ini adalah mahasiswa mengetahui program Dinas Kesehatan agar nantinya mampu menyebarluaskan ke masyarakat sehingga program ini dapat berjalan lebih baik guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas khususnya di Kota Denpasar.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota akan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam perencanaan upaya kesehatan. Dinas Kesehatan Kota Denpasar mempunyai kewajiban membuat perencanaan berbasis wilayah atau evidence based planning, yaitu perencanaan yang dibuat secara terpadu dan benar-benar didasarkan pada besarnya masalah, kondisi daerah serta kemampuan sumber daya.

Dalam upaya mewujudkan pembangunan kesehatan di Kota Denpasar, telah ditetapkan visi dan misi dalam bidang kesehatan. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJPMD) Kota Denpasar tahun 2011-2015. Visi pembangunan kesehatan di Kota Denpasar adalah DENPASAR SEHAT YANG KREATIF, MANDIRI DAN BERKEADILAN.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, kepala Dinas Kesehatan dibantu oleh satu (1) Sekretaris dan empat (4) Bidang yang dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan. Empat (4) bidang tersebut antara lain Bidang Bina Kesehatan Masyarakat terdiri dari : a) Seksi Promosi Kesehatan dan Peran Serta Masyarakat (PSM), b) Seksi Kesehatan Keluarga, c) Seksi Gizi, Bidang Bina Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) terdiri dari : a) Seksi Surveilans dan Pencegahan Penyakit, b) Seksi Penanggulangan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2), c) Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Langsung (P2ML), Bidang Bina Penyehatan Lingkungan terdiri dari : a) Seksi Penyehatan Tempat-Tempat Umum (TTU), b) Seksi Penyehatan Makanan dan Minuman, dan c) Seksi Penyehatan Lingkungan Pemukiman dan Kualitas Air, Bidang Bina Pelayanan Kesehatan terdiri dari : a) Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar, b) Seksi Pelayanan Kesehatan Khusus dan Rujukan, dan c) Seksi Pelayanan Perijinan dan Perbekalan Kesehatan.

Gambar 1 : PP 41 Tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah

2.2 Program Kesehatan Ibu Bersalin, Nifas, dan Neonatus

2.2.1 Kegiatan Kesehatan Ibu Bersalin

a. Persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan

Tujuan :

Menurunkan angka kematian ibu ketika bersalin

Sasaran Kegiatan :

Sasaran pada program ini adalah kepada ibu hamil

Proses Pelaksanaan :

Telah dilaksanakan persalinan normal sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal (Terlampir).

Hasil Kegiatan :

1. Output/ keluaran/ cakupan kegiatan : Terlaksananya persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan

2. Outcome/ Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku : Berdasarkan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) didapatkan hasil kumulatif (hingga bulan maret) presentase ibu bersalin yang ditangani oleh tenaga kesehatan mencapai 74,279%.

3. Impact : Menurunnya risiko angka kematian ibu karena persalinan yang salah.

Kendala/ Masalah :

Petugas dinas kesehatan yang diwawancarai menyatakan tidak terdapat kendala saat melaksanakan program ini.

Solusi :

-

Data mengenai ibu bersalin yang terkumpul pada dinas kesehatan kota Denpasar terdapat lima jenis risiko tinggi yang ditemukan seperti:

1.HPP (Hemorrhage Post Partum) : 2 kasus di Puskesmas III Denpasar Selatan

2.Infeksi

-3 kasus di Puskesmas III Denpasar Utara

-5 kasus di Puskesmas II Denpasar Selatan

3.Eklamsia : 1 kasus di Puskesmas III Denpasar Utara

4.Pre eklamsia : 2 kasus di Puskesmas III Denpasar Selatan

5.Sebab lain

-Penyakit Jantung : 1 kasus di Puskesmas II Denpasar Utara

-Patol : 8 kasus di Puskesmas II Denpasar Barat

Terdapat lima puskesmas yang terbebas dari persalinan berisiko tinggi seperti :

-Puskesmas I Denpasar Barat

-Puskesmas I Denpasar Timur

-Puskesmas II Denpasar Timur

-Puskesmas I Denpasar Utara

-Puskesmas I Denpasar Selatan

-Puskesmas IV Denpasar Selatan.

2.2.2 Kegiatan Kesehatan Ibu Nifas

a. Peningkatan status gizi ibu nifas dengan pemberian konseling, vitamin A dan tablet besi

Tujuan :

1. Mencegah kekurangan vitamin A ibu nifas

2. Meningkatkan status vitamin A ibu nifas

3. Mencegah terjadinya anemia gizi besi pada ibu nifas

4. Menurunkan prevalensi anemia gizi besi pada ibu

5. Meningkatkan motivasi ibu nifas untuk mengubah perilaku

Sasaran Kegiatan:

Pemberian vitamin A dan tablet besi diberikan kepada seluruh ibu nifas terutama pada kelompok ibu yang rawan terjadinya anemia dan kekurangan vitamin A.

Proses Pelaksanaan :

a. Tablet besi : Dapat dilakukan dengan pemberian tablet/sirop besi pada kelompok sasaran, penyuluhan kepada masyarakat dengan pendekatan pemasaran social untuk mengkonsumsi makanan alami sumber besi, serta dengan pemanfaatan pekarangan dengan tanaman sumber besi. Tenaga pelaksana distribusi yaitu petugas Puskesmas, Bidan di Desa, kader dan tenaga lainnya. Untuk mengembangkan kemandirian distribusi tablet/sirup besi dapat dilakukan melalui bidan praktek swasta, Rumah sakit swasta, Poliklinik swasta, rumah bersalin swasta, dokter swasta dan apotik. Tablet tambah darah (TTD) adalah suplemen zat gizi yang mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat (sesuai rekomendasi WHO). Program suplementasi TTD, dengan dosis pemberian kepada ibu nifas dianjurkan minum TTD dengan dosis 1 tablet pada 40 hari setelah melahirkan. Hati-hati pemberian TTD pada daerah endemic malaria, karena pemberian TTD dapat terjadi penumpukan zat besi dalam tubuh. Pada kasus anemia agar diperiksa Hb terlebih dahulu.

b. Vitamin A : cara pelaksanaannya yaitu menentukan sasaran dan dosis kapsul yang diberikan, pada ibu nifas (0-42 hari) setelah melahirkan segera 1 kapsul vitamin A 200.000 SI warna merah dan 1 kapsul lagi diberikan dengan selang waktu 24 jam. Metode yang digunakan dalam pemberian kapsul untuk mencapai target cakupan adalah metode serentak yaitu bulan Februari dan Agustus, metode sweeping atau kunjungan rumah dilakukan paling lambat selama sebulan setelah pemberian serentak dilakukan, untuk sasaran ibu nifas dilakukan segera setelah bersalin atau pada kunjungan pertama neonatal atau pada kunjungan kedua neonatal. Di samping itu juga dilakukan sweeping vitamin A bagi balita dan ibu nifas yang tidak hadir dalam posyandu. Sweeping dilaksanakan pada bulan Maret dan September untuk meningkatkan cakupan. Pada pendistribusian vitamin A untuk ibu nifas juga sudah melebihi target yang telah ditetapkan oleh Propinsi. Segala kegaiatn pemberian vitamin A ini akan tetap berhasil apabila kerjasama yang baik antara petugas puskesmas dengan institusi yang lain seperti bidan swasta, rumah sakit, rumah sakit swasta, klinik bersalin dan lain-lain tetap dipertahankan.

c. Konseling gizi diberikan kepada sasaran ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas sesuai dengan kebutuhan sasaran. Materi konseling yang dapat diberikan pada ibu nifas yaitu ASI Dini, Manajemen laktasi, dan Makanan ibu menyusui.

Hasil Kegiatan :

1. Output/ keluaran/ cakupan kegiatan: Terlaksananya pemberian konseling, vitamin A dan tablet besi pada ibu nifas di kota Denpasar

2. Outcome/ perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku: Cakupan pemberian tablet besi pada Ibu Nifas di Kota Denpasar Tahun 2014 berdasarkan PWS-KIA adalah 16.512 (98,56%), dengan target awal adalah 98%. Sedangkan hasil Cakupan Vitamin A ibu Nifas di Kota Denpasar berdasarkan PWS-KIA Tahun 2014 adalah 5.002 (98,48%), dengan target 86%.

3. Impact (dampak berupa peningkatan status kesehatan) : Penurunan angka kematian ibu nifas.

Kendala/ Masalah :

a. Masih kurangnya kesadaran ibu nifas untuk berkunjung dan mengikuti program, sehingga banyak terjadi lose to follow up.

b. Kurangnya kunjungan tenaga medis untuk ibu nifas, hal ini disebabkan karena kurangnya SDM di puskesmas.

c. Tingginya mobilitas penduduk yang menyebabkan kesulitan dalam mengikuti perkembangan ibu nifas.

Solusi :

Meningkatkan pelatihan mengenai pengetahuan ibu nifas, pelatiahn tersebut dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan tempat praktik dokter swasta atau RS sehingga dapat melakukan follow up ibu agar tidak terjadi komplikasi ibu nifas.

Laporan PWS-KIA Dinas Kesehatan Kota Denpasar pada bulan Februari tahun 2014 terlihat kunjungan nifas I (KF 1) berjumlah 2.977 kunjungan (15,99%) dan pada kunjungan nifas II (KF 3) berjumlah 2.834 kunjungan (15,22%). Terjadinya penurunan kunjungan ibu nifas tersebut diperkirakan akibat beberapa faktor diantaranya kengganan ibu nifas ke puskesmas atau pustu, tidak adanya transportasi, loss to follow up nifas yang mobilisasi tinggi, serta tingkat pengetahuan dan ekonomi keluarga ibu nifas masih kurang.

2.2.3 Kegiatan Kesehatan Neonatus

a. Pelatihan bagi para Bidan mengenai Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Tujuan :

1. Untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas tenaga kesehatan sebagai salah satu intervensi upaya penurunan Angka Kematian Bayi dan Balita.

2. Peserta pelatihan mampu mengelola atau melaksanakan manajemen BBLR di lapangan dengan baik dan benar sesuai dengan kewenangan dan fasilitas yang dimiliki.

Sasaran kegiatan:

Bidan di seluruh wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Denpasar

Proses pelaksanaan :

Dalam pelatihan ini digunakan metoda antara lain ceramah, curah pendapat, diskusi umum, diskusi kelompok, peragaan, peragaan balik, penugasan kelompok, bimbingan serta tanya jawab. Topik yang dibahas yaitu mengenal BBLR dan Tatalaksana BBLR ( melakukan tatalaksana BBLR saat lahir dan sesudah lahir, asuhan BBLR sehat, asuhan BBLR sehat manajemen laktasi, tanda bahaya pada BBLR, asuhan BBLR sakit, asuhan pra rujukan BBLR, asuhan paska perawatan BBLR,pemantauan tumbuh kembang BBLR, pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini dilakukan rutin apabila ada anggaran dana.

Hasil kegiatan :

1. Output/ keluaran/ cakupan kegiatan: Evaluasi pada pelatihan Manajemen BBLR yaitu dengan pretest dan post tes

2. Outcome/ perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku: Peserta pelatihan (Bidan) mampu mengelola BBLR di lapangan dengan baik dan benar sesuai dengan kewenangan dan fasilitas yang dimiliki.

3. Impact (dampak berupa peningkatan status kesehatan) : Penurunan Angka Kematian Bayi

Kendala/ Masalah :

Pembicara dan peserta pelatihan terlambat datang

Solusi:

Panitia mengundur jam mulainya acara.

b. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir untuk Bidan

Tujuan :

1. Untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas tenaga kesehatan sebagai salah satu intervensi upaya penurunan Angka Kematian Bayi dan Balita.

2. Peserta pelatihan mampu mengelola atau melaksanakan manajemen bayi asfiksia di lapangan dengan baik dan benar sesuai dengan kewenangan dan fasilitas yang dimiliki.

Sasaran kegiatan :

Bidan di seluruh wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Denpasar

Proses pelaksanaan :

Dalam pelatihan ini digunakan metoda antara lain ceramah, curah pendapat, diskusi umum, diskusi kelompok, peragaan, peragaan balik, penugasan kelompok, bimbingan serta tanya jawab. Topik yang dibahas yaitu mengenai asfiksia dan Tatalaksana asfiksia (melakukan tatalaksana asfiksia pada bayi saat lahir dan sesudah lahir, tanda bahaya pada bayi dengan asfiksia, pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini dilakukan rutin apabila ada anggaran dana.

Hasil kegiatan :

1. Output/ keluaran/ cakupan kegiatan: Evaluasi pada pelatihan Manajemen Asfiksia yaitu dengan pretest dan post tes

2. Outcome/ perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku: Peserta pelatihan (Bidan) mampu mengelola asfiksia di lapangan dengan baik dan benar sesuai dengan kewenangan dan fasilitas yang dimiliki.

3. Impact (dampak berupa peningkatan status kesehatan) : Penurunan Angka Kematian Bayi

Kendala/ Masalah :

Belum tercapainya kesadaran peserta pelatihan dan pemberi pelatihan sehingga banyak waktu yang terbuang karena salah satu pihak terlambat kedatangannya.

Solusi :

Harus ditingkatkan masing-masing peserta pelatihan dan stakeholder terkait sehingga tidak menunda waktu pelatihan yang dapat menyebabkan terbengkalainya tugas pelayanan kesehatan lainnya.

Berdasarkan data laporan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kota Denpasar 2014 mengenai Kunjungan Neonatal 1 (KN 1), perbandingan jumlah kunjungan pada bulan Pebruari dan Maret terjadi peningkatan maupun penurunan kunjungan neonatus. Adapun puskesmas yang mengalami peningkatan kunjungan yaitu Puskesmas I Denpasar Barat, Puskesmas II Denpasar Timur, Puskesmas I Denpasar Utara, Puskesmas III Denpasar Utara, Puskesmas I Denpasar Selatan dan Puskesmas II Denpasar Selatan. Adapun Puskesmas yang mengalami penurunan kunjungan yaitu Puskesmas II Denpasar Barat, Puskesmas I Denpasar Timur, Puskesmas II Denpasar Utara, Puskesmas III Denpasar Selatan dan Puskesmas IV Denpasar Selatan. Untuk Kunjungan Neonatal 3 (KN 3) mengalami peningkatan pada Maret jika dibandingkan pada bulan Pebruari, namun terdapat tiga puskesmas yang mengalami penurunan yaitu Puskesmas I Denpasar Utara, Puskesmas II Denpasar Selatan, dan Puskesmas III Denpasar Selatan. Perbandingan antara KN 1 dan KN 3 untuk wilayah kota Denpasar terjadi penurunan dari 4590 menjadi 4397 neonatus.

Berdasarkan Laporan Kesehatan Perinatal, Neonatal dan Bayi Kota Denpasar Bulan Maret 2014, perinatal (0-7 hari) total perinatal yang mengalami BBLR sebanyak 28 orang, infeksi 1 orang, asfiksia 18 orang, dan pneumonia tidak ada. Sebagian besar di setiap Puskesmas di wilayah Kota Denpasar terdapat BBLR kecuali Puskesmas II Denpasar Selatan dan Puskesmas III Selatan, untuk penyakit infeksi hanya terdapat di Puskesmas II Denpasar Selatan dan penyakit asfiksia terdapat di Puskesmas II Denpasar Barat dan Puskesmas II Denpasar Selatan. Terdapat 1 perinatal yang meninggal oleh karena asfiksia di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat.

Untuk Neonatal (8-28 hari) tidak terdapat neonatus yang mengalami kelainan, asfiksia maupun pneumonia. Untuk BBLR terdapat 1 neonatus di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Selatan. Tidak ada laporan kematian neonatus pada bulan maret ini. Hal ini mengindikasikan petugas puskesmas sudah melakukan penanganan dengan baik dan ditambah Dinas Kesehatan Kota Denpasar secara rutin mengadakan pelatihan untuk para bidan untuk menangani bayi BBLR dan Asfiksia.

2.3 Analisis dan Sintesis

Program Kesehatan Ibu dan Anak di Dinas Kesehatan Kota Denpasar khususnya untuk program pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan baru tercapai sebanyak 74,20% sedangkan target yang ingin dicapai adalah 99%. Hasil analisis kami terdapat kekurangan persentase 24,8 % dalam hal penanganan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten. Berdasarkan hasil wawancara kami tidak menemukan penyebab kekurangan persentase ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Laksono dan Hidayati, (2010) terdapat beberapa faktor penyebab kurangnya jumlah ibu bersalin yang ditangani oleh tenaga kesehatan yakni : (1) Persepsi proses persalinan dilakukan oleh dukun; (2) faktor ekonomi; (3) adanya keinginan persalinan dilakukan dirumah sendiri; dan (4) adanya keinginan proses persalinan dapat ditunggui oleh keluarga/suami. Untuk mengatasi hal tersebut kami mengusulkan: (1) agar dilaksanakan upaya peningkatan pengetahuan calon ibu bersalin tentang keamanan persalinan pada tenaga kesehatan; (2) memberdayakan kader kesehatan karena dalam hasil penelitian telah dibuktikan kader kesehatan sangat efektif dalam upaya peningkatan pengetahuan ibu bersalin tentang persalinan aman; (3) menyederhanakan materi peningkatan pengetahuan calon ibu bersalin,disesuaikan dengan riwayat pendidikan calon ibu bersalin.

Untuk program kesehatan untuk ibu nifas yaitu pemberian konseling, pemberian vitamin A dan tablet besi. Pemberian tablet besi sudah melebihi target, dimana target awal yaitu 98% sedangkan target yang tercapai yaitu 98,56%. Untuk cakupan pemberian vitamin A pada ibu nifas juga sudah melebihi target dimana target awal yaitu target 86% dan target yang tercapai yaitu 98,48%. Berdasarkan pencapaian presentase ini mengindikasikan program sudah berjalan dengan baik sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Untuk pemberian konseling, penulis tidak mendapatkan presentase pencapaian program ini.

Kuantitas BBLR yang tinggi di Dinas Kesehatan Kota Denpasar ditinjau dari data laporan kesehatan perinatal, neonatal, dan bayi menunjukkan kasus BBLR sebanyak 28 kasus dan kasus asfiksia sebesar 18 kasus dengan satu kematian di Denpasar Barat II. Kasus BBLR tersebar dengan distribusi merata di seluruh puskesmas yang dalam cakupan wilayah dinas kesehatan kota Denpasar. Sedangkan asfiksia hanya tercatat di wilayah Puskesmas II Denpasar Barat dan Puskesmas II Denpasar Selatan. Maka dari pentingnya upaya penanganan bayi dengan BBLR atau bayi dengan asfiksia, maka dinas kesehatan kota Denpasar melaksanakan program pelatihan manajemen BBLR dan asfiksia untuk tenaga kesehatan (bidan). Untuk menilai indikator keberhasilan program dilakukan pre test dan post test namun karena keterbatasan tenaga dan waktu, hasil pretest dan post test tidak dapat dilampirkan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Dinas Kesehatan Kota Denpasar telah melakukan beberapa program guna meningkatkan kesehatan ibu bersalin dan nifas. Program kesehatan ibu bersali yang dilakukan yaitu persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan, program kesehatan ibu nifas; peningkatan status gizi ibu nifas dengan pemberian konseling, vitamin A dan tablet besi. Pada program kesehatan neonatus dilakukan pelatihan bagi para bidan mengenai manajemen bayi berat lahir rendah (BBLR).

2. Pada program peningkatan kesehatan ibu bersalin disesuaikan dengan asuhan persalinan normal (APN) melalui P4K. Program ini berjalan baik dan tidak memiliki kendala berarti.

3. Program kesehatan ibu nifas bertujuan untuk mencegah kekurangan vitamin A pada ibu nifas (anemia gizi besi). Sasaran kegiatan adalah seluruh ibu nifas terutama kelompok yang rawan menderita anemia gizi dan kekurangan vitamin A. Pelaksanaan program tersebut memiliki beberapa kendala yaitu masih kurangnya kesadaran ibu nifas untuk berkunjung dan mengikuti program, sehingga banyak terjadi loss to follow up. Tingginya morbilitas ibu di daerah perkotaan menyebabkan ibu nifas sulit terpantau dan kurangnya kunjungan tenaga medis di rumah ibu nifas hal ini disebabkan karena kurangnya SDM di puskesmas.

4. Program kesehatan neonatus dilakukan dengan peningkatan pelatihan bagi para bidan mengenai manajemen BBLR. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kualitas tenaga kesehatan agar mampu melaksanakan manajemen BBLR di lapangan dengan baik dan benar sesuai dengan kewenangan dan fasilitas yang dimiliki. Sasaran kegiatan ini adalah seluruh bidan yang dibawahi oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Pelaksanaan program ini memiliki beberapa kendala yaitu peserta pelatihan sering melewati jadwal pelatihan sehingga materi yang didapat tidak sepenuhnya dipahami dengan baik.

3.2 Saran

1. Pada pelaksanaan program ibu bersalin karena tidak didapatkan kendala yang berarti maka diharapkan program ini terus meningkat sehingga nantinya seluruh ibu hamil mendapat pelayanan kesehatan yang adekuat oleh tenaga kesehatan yang berkualitas.

2. Untuk mengurangi kendala program kesehatan ibu nifas sebaiknya diberikan penyuluhan yang baik kepada ibu nifas yang memiliki pengetahuan kurang saat datang melahirkan ke pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang bertugas harus memberitahukan dan mengkonfirmasi ulang KIE yang sudah diberikan. Tenaga kesehatan yang bertugas juga harus lebih mengoptimalkan pelayanan yan ada dengan keterbatasan SDM yang dimiliki sehingga program kesehatan ibu nifas. Follow up dapat dilakukan melalui telpon atau sms sedangkan kunjungan rumah dilakukan bila telpon atau sms tidak dihiraukan. Dilakukan juga program lintas sektor melalui kerja sama dengan pelayanan kesehatan swasta sehingga ibu nifas yang tidak berkunjung ke pelayanan kesehatan primer dapat terpantau.

3. Upaya mengurangi kendala pada program pelatihan bidan mengenai menajemen BBLR adalah peningkatan kesadaran masing-masing bidan dan stakeholder terkait sehingga tidak menunda waktu pelatihan yang dapat menyebabkan terbengkalainya tugas pelayanan kesehatan lainnya. Perlu komitmen dari seluruh bidan mengenai pentingnya pelatihan yang dilakukan dan manfaat yang didapat bila bidan mengikuti pelatihan tersebut sehingga bidan akan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelatihan. Bila diperlukan dapat dilakuan reward dan punishment untuk seluruh bidan oleh Dinas Kesehatan.