profesionalisme guru
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
menganugerahkan rahmat, karunia serta Ridha-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah tentang ”Pengawasan dan Supervisi Pendidikan”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah supervisi pendidikan.
makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi yang kemudian bermamfaat
bagi kita.
Selama mengerjakan tugas makalah ini, Saya telah banyak menerima
bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini saya
ingin mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Dosen pembimbing yang telah memberikan kami pengarahan, nasihat dalam
pembuatan makalah ini.
2. Rekan-rekan serta semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu
persatu yang telah membantu penyusun dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya penyusun berharap karya tulis ini dapat berguna dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya. Penyusun mengharapkan kritik dan saran
untuk kemajuan di masa-masa mendatang. Atas perhatiannya penyusun ucapkan
terima kasih.
Jakarta, April 2012
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 3
C. Tujuan........................................................................................................ 4
D. Manfaat....................................................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pengertian Pengawasan …………………………........................................... 5
B. Pengertian Supervisi Pendidikan…………………………............................... 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengawasan Supervisi Pendidikan............................................................. 10
B. Tujuan Supervisi Pendidikan..................................................................... 11
C. Sasaran Supervisi Pendidikan................................................................... 12
D. Fungsi Supervisi Pendidikan...................................................................... 13
E. Ruang Lingkup Dan Teknik Supervisi Pendidikan..................................... 15
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 20
B. Saran......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 25
TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
1. Mendeskripsikan Sebuah Permasalahan / Studi Kasus dalam Pendidikan dan Penyelesaiannya.
2. Mengembangkan Instrumen Variabel “ Profesionalisme Guru “
Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Abdul Madjid Latief, M.M, M.Pd
Oleh :
NURAINI HARAHAP : 1108036202
SEKOLAH PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2013
Jawaban nomor 1
Deskripsi Permasalahan/Kasus dalam Pendidikan dan Penyelesaiannya
1.1 Contoh Permasalahan/Kasus dalam Pendidikan
1.2 Penyelesaiannya
Jawaban nomor 2
Teori / Konsep Profesionalisme Guru oleh 5 Pakar Ahli
Untuk menjawab soal ini, penulis akan menguraikannya berdasarkan bentukan kata
berikut : profesi, profesional, propesionalisme dan guru.
2.1 Teori / Konsep Profesi
Profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian
atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya sebutan profesi selalu dikaitkan dengan
pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001 : 897 ) menjelaskan bahwa profesi
merupakan bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (seperti
ketrampilan, kejuruan dan sebagainya) yang menuntut keahlian para pemangkunya.1
Profesi masuk ke dalam kosa kata bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris
(profession) atau bahasa Belanda (professie). Kedua bahasa ini menerima kata dari
bahasa Latin. Dalam bahasa Latin dikenal dengan istilah "Professio" yang berarti
pengakuan atau pernyataan ( Buchori,1994 : 36).
Hal senada juga dikemukakan Yunita Maria YM (http/www1) bahwa secara etimologis profesi memang berasal dari bahasa latin, yaitu proffesio. Lebih lanjut, ia
menjelaskan bahwa proffesio mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan
pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan apa
saja dan siapa saja untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan keahlian
tertentu. Sedangkan dalam arti sempit, profesi berarti suatu kegiatan yang dijalankan
berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut darinya pelaksanaan norma-
norma sosial dengan baik.3
Profesi adalah “ A profession must satisfy an indispensable social need and be
based upon well established and socially acceptable scientific principles" yaitu
sebuah profesi harus memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat diperlukan dan
didasarkan pada prinsip-prinsip ilmiah yang diterima oleh masyarakat dan makna
profesi adalah memahami kewajibannya terhadap masyarakat dan mendorong
anggotanya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan etika yang sudah diterima dan
sudah mapan. (Frank H. Blackington, Sikun Pribadi dari buku School, Society, and
the Professional Educator, dalam Feisol, 1995 : 173-174).4
Leiberman dalam bukunya Education A Profession, yaitu tekanan utamanya terletak
pada pengabdian yang harus dilaksanakan daripada keuntungan ekonomi, sebagai
dasar organisasi (profesi), penampilan, dan pengabdian yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada kelompok profesi.5
Blackington dalam Roestiyah (1986 : 176 ) mengartikan bahwa pofesi adalah suatu
jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan tetapi
murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional.6
Vollmer (1956 : Vii) profesi dari tinjauan sosiologis mengemukakan bahwa profesi
menunjuk kepada suatu kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sebenarnya
tidak ada dalam kenyataan, tetapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang
bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi dengan kompetensi
penuh.7
Luthfi dalam Tafsir (1994 : 108-112), bahwa seseorang disebut profesi bila
memenuhi 10 kriteria berikut ;
(1) Profesi harus memiliki keahlian khusus. Keahlian itu tidak dimiliki oleh profesi lain.
Artinya, profesi itu mesti ditandai oleh adanya suatu keahlian yang khusus untuk
profesi itu. Keahlian itu diperoleh dengan mempelajarinya secara khusus; dan profesi
itu bukan diwarisi.
(2) Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi dipilih
karena dirasakan sebagai kewajiban; sepenuh waktu maksudnya bukan part-time.
Sebagai panggilan hidup, maksudnya profesi itu dipilih karena dirasakan itulah
panggilan hidupnya, artinya itulah lapangan pengabdiannya.
(3) Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal. Artinya, profesi ini dijalani menurut aturan yang jelas, dikenal umum, teorinya terbuka. Secara universal pegangannya diakui.
(4) Profesi adalah untuk masyarakat, bukan untuk dirinya sendiri. Profesi merupakan alat dalam mengabdikan diri kepada masyarakat bukan untuk kepentingan diri sendiri, seperti untuk mengumpulkan uang atau mengejar kedudukan. Jadi profesi merupakan panggilan hidup.
(5) Profesi harus dilengkapi kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. Kecakapan dan kompetensi ini diperlukan untuk meyakinkan peran profesi itu terhadap kliennya.
(6) Pemegang profesi memiliki otonomi dalam menjalankan tugas profesinya. Otonomi ini hanya dapat dan boleh diuji oleh rekan-rekan seprofesinya. Tidak boleh semua orang bicara dalam semua bidang.
(7) Profesi hendaknya mempunyai kode etik, ini disebut kode etik profesi. Gunanya ialah untuk dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas profesi. Kode etik ini tidak akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan juga masyarakat.
(8) Profesi harus mempunyai klien yang jelas yaitu orang yang dilayani.
(9) Profesi memerlukan organisasi untuk keperluan meningkatkan kualitas profesi itu.
(10) Mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain. Sebenarnya tidak ada aspek kehidupan yang hanya ditangani oleh satu profesi. Hal ini mendorong seseorang memiliki spesialisasi.
Sintesisnya
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa Profesi merupakan suatu jabatan atau
pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan dari pelakunya. Biasanya
sebutan “profesi” selalu dikaitkan dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh
seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi
karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti
bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh
sembarang orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan melalui pendidikan dan
pelatihan yang dikembangkan secara khusus .
Dalam pengertian ini, dapat dipertegas bahwa profesi merupakan pekerjaan yang
harus dikerjakan dengan bermodal keahlian, ketrampilan dan spesialisasi tertentu.
Jika selama ini profesi hanya dimaknai sekedar "pekerjaan", sementara substansi
dibalik makna itu tidak terpaut dengan persyaratan, maka profesi tidak bisa dipakai di
dalam semua pekerjaan. Sehingga pemakaian istilah profesi sesungguhnya menuju
pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan
kesetiaan terhadap profesi. Secara teoritis, suatu profesi tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang yang sebelumnya tidak dilatih atau disiapkan untuk profesi itu.
[1] Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa, 1998), hal. 93.
[1] Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional,
(Bandung: Angkasa, 1983), hal. 302.
[1] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Edisi III, hal. 897.
[1] Muchtar Buchori, Pendidikan Dalam Pembangunan, (Yogyakarta: Tiara Wacana
Bekerjasama dengan IKIP Muhammadiyah Jakarta Press, 1994), hal. 36.
[1] Yunita Maria Yeni M., Profesi Guru; Antara Pengabdian dan Tuntutan, dalam
http://www1.bpkpenabur.or.id
[1] Jusuf Amir Feisol, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), hal. 173-174.
[1] HM. Vollmer and D.L. Mills (eds), Professionalization, (Englewood Cliffs, N.J:
Prentice-Hall., 1956), hal. Vii.
[1] Mukhtar Luthfi, Jurnal Mimbar, Vol. 03. Th. 1994, hal. 44.
[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), Cet, II, hal. 108-112.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim
[3] Roestiyah.N. K, Masalah- Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1986),
hal. 176
2.2 Pengertian Profesional
RUU Guru (2007 : pasal 1 ayat 4) dinyatakan bahwa: professional adalah
kemampuan melakukan pekerjaan sesuai dangan keahlian dan pengabdian diri
kepada pihak lain.1
Djojowadono (1987), mengatakan bahwa professional merupakan suatu
pekerjaan yang mempunyai sistem pengetahuan yang isoterik (tidak dimiliki
sembarang orang), ada pendidikan dan pelatihan formal dan ketat, membentuk
asosiasi perwakilannya, mempunyai kode etik / kriteria dan syarat-syarat bagi yang
akan memasuki profesi dan pelayan masyarakat/kemanusian dijadikan motif yang
dominan serta otonomi yang cukup dalam mempraktikkannya.2
Roscoe Pond dalam Soemarno P. Wirjanto (1989), Sarjana hukum dan
Ketua LBH Surakarta, dalam seminar Akademika UNDIP 28-29 Nopember
1989, yang mengutip, mengatakan bahwa dikatakan professional apabila
ada ilmu yang diolah di dalamnya, ada kebebasan, tidak boleh ada hubungan
hirarki, mengabdi kepada kepentingan umum, yaitu hubungan kepercayaan antara
ahli dan klien, ada kewajiban merahasiakan informasi yang diterima dari klien, ada
perlindungan hukum. Ada kebebasan ( = hak tidak boleh dituntut ) terhadap
penentuan sikap dan perbuatan dalam menjalankan profesinya. ada Kode Etik dan
peradilan Kode Etik oleh suatu Majlis Peradilan Kode Etik. Boleh menerima
honorarium yang tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaannya dalam kasus-
kasus tertentu, misalnya membantu orang yang tidak mampu.3
Puwadarminto (2004 : ) profesional diadaptasikan dari istilah bahasa Inggris
yaitu Profession yang berarti pekerjaan atau karir dan profesional berarti
mempunyai keahlian, kemampuan atau keterampilan yang khusus untuk
melaksanakannya , efisien ( teratur ) dan memperlihatkan keterampilan tertentu
serta dilakukan sebagai mata pencarian.4
Profesional adalahsebagai berikut :
1. • Mampu menata, mengelolah dan mengendalikan dengan baik.
2. • Trampil
3. • Berpengalaman dengan pengalaman yang cukup bervariasi
4. • Menguasai standar pendidikan minimal
5. • Menguasai standar penerapan ilmu dan praktik
6. • Kreatif dan berpandangan luas yang sudah dibuktikan dalam praktik
7. • Memiliki kecakapan dan keahlian yang cukup tinggi dan bekemampuan
memecahkan problem teknis
8. • Cukup kreatif, cukup cakap, ahli dan cukup berkemampuan memecahkan
problem teknis yang sudah dibuktikan dalam praktik.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma
tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan
yang dilakukan dengan keahlian atau keterampilan yang tinggi
Professional merupakan penyandangan dan penampilan mendapat pengakuan,
baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu
badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan
atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh
masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi.
professional itu adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan
khusus untuk melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya tentang objek pekerjaannya
tersebut.
Prof. Dr. M. Surya dkk, mengartikan bahwa professional mempunyai makna yang
mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan
sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai
dengan profesinya.[5]
Syafrudin, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indanesia istilah professional adalah
bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[6]
Dari semua pendapat para ahli diatas, menunjukkan bahwa professional secara
istilah dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan atau dididik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka
mendapat imbalan atau hasil berupa upah atau uang karena melaksanakan
pekerjaan tersebut.
Sebagai contoh misalnya sebutan “guru professional” adalah guru yang telah
mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik
dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya.
Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat,
dsb baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan “guru
professional” juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi
penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai
guru. Dengan demikian, sebutan “profesional’’ didasarkan pada pengakuan formal
terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu.
onal yaitu
Sikap jujur dan obyektif,Penguasaan ilmu dalam praktik,Pengalaman yang cukup
bervariasi,Berkompeten memecahkan problem teknis yang sudah dibuktikan dalam
praktik.
Kalau dilihat inti dari batasan diatas maka dapat dilihat bahwa pengertian profesional
tidak dapat dibebaskan dari pengalaman praktik. Timbul pertanyaan bagaimana cara
yang dapat memungkinkan seseorang bisa mempersiapkan dirinya menjadi seorang
profesional dalam waktu yang relatif singkat ? Jawabannya adalah pemagangan
yang tepat, bervariasi dan efektif. Untuk mempersingkat masa pemagangan maka
studi berbagai kasus baik yang terkait dengan evaluasi masalah serta cara
penanggulangan termasuk studi perbandingan dalam berbagai aspek pembangunan
akan sangat membantu mempercepat sesorang ahli untuk mencapai tingkat
profesional.
PROFESIONALPROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu
dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau
seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu
keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut
keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi,
untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
2.3Profesionalisme
3.1 Dalam Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, karangan
J.S. Badudu (2003), definisi profesionalisme adalah mutu, kualitas, dan tindak
tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau ciri orang yang profesional.
Sementara kata profesional sendiri berarti: bersifat profesi, memiliki keahlian dan
keterampilan karena pendidikan dan latihan, beroleh bayaran karena keahliannya
itu.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa profesionalisme memiliki dua criteria
pokok, yaitu keahlian dan pendapatan (bayaran). Kedua hal itu merupakan satu
kesatuan yang saling berhubungan. Artinya seseorang dapat dikatakan memiliki
profesionalisme manakala memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu keahlian
(kompetensi) yang layak sesuai bidang tugasnya dan pendapatan yang layak sesuai
kebutuhan hidupnya.
Ciri-ciri profesionalisme dibidang TI:
- mempunyai keterampilan yang tinggi dalam bidang IT dalam menggunakan
peralatan-peralatan dalam melaksanakan tugasnya dibidang IT
- mempunyai ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam dalam bidang IT dalam
manganalisis suatu masalah dan peka didalam membaca situasi cepat dan tepat
serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
- punya sikap orientasi kedepan sehingga punya kemampuan mengantisipasi
perkembangan lingkungan IT yang terbentang dihadapannya.
- punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta
terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain , namun cermat dalam
memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya terutama didalam
bidang IT.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi
http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/
3.2. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme” adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk
komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme
yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap
perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan
strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna
proesional.
3.3 Profesionalisme juga diungkap oleh Suparlan menyatakan bahwa:
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang berartikan bahwa menunjukkan pada
suatu suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tanggung jawab dan
kesetiaan terhadap pekerjaan itu. Misalnya guru sebagai profesi yang sangat mulia.
3.4 Surya berpendapat tentang profesionalisme yang dikutip oleh Kunandar,
bahwa profesionalisme guru mempunyai makna penting, yaitu:
(1) Profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan
masyarakat
umum.
(2) Profesionalisme guru merupkana suatu cara untuk memperbaiki profesi
pendidikan
yang selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat rendah.
(3) Profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri
yang
memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin dan
memaksimalkan kompetensinya
Profesionalisme
Definisi:
Soedijarto (1990:57) mendefinisikan profesionalisme sebagai perangkat
atribut-atribut yang diperlukan guna menunjang suatu tugas agar sesuai
dengan standar kerja yang diinginkan.
Philips (1991:43) memberikan definisi profesionalisme sebagai individu yang
bekerja sesuai dengan standar moral dan etika yang ditentukan oleh
pekerjaan tersebut.
Dalam Kamus Besar Indonesia, profesionalisme mempunyai makna; mutu,
kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau yang
profesional. Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional.
Dari beberapa definisi tersebut, maka profesionalisme dapat diartikan sesuatu yang
harus ada dalam diri professional, yaitu mutu, kualitas dan tindak tanduk sehingga
dapat memenuhi strandar kerja, moral dan etika yang ada dalam pekerjaan tersebut.
Contoh:
Seorang yang profesional akan mampu menghadapi permasalahan dalam
pekerjaannya dengan baik.
Setiap perusahaan memiliki standar kerja terhadap pegawai-pegawainya.
Setiap profesi memiliki kode etiknya masing-masing.
Aplikasi:
Sikap seorang guru yang profesional adalah guru yang mampu menjadi contoh yang
baik bagi muridnya. Misalnya guru tersebut disiplin, selalu datang tepat waktu
sehingga siswa-siswi akan mencotoh sikap dari guru tersebut. Seorang guru yang
profesional juga harus adil dalam memberikan penilaian terhadap setiap siswanya.
Sumber:
http://pakarcomputer.blogspot.com/2012/02/pengertian-profesi-menurut-para-
pakar.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi
http://ilmuwanmuda.wordpress.com/profesi-keguruan/
http://wiwikyulihaningsih.wordpress.com/2011/04/13/konsep-dasar-profesionalisme/
http://fikriauliafikri.wordpress.com/2011/04/12/konsep-profesionalisasi/.
PROFESIONALISMEProfesionalisme adalah komitmen para profesional terhadap profesinya. Komitmen
tersebut ditunjukkan dengan kebanggaan dirinya sebagai tenaga profesional, usaha
terus-menerus untuk mengembangkan kemampuan profesional, dst.
profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang
professional (Longman, 1987).
Ada 4 ciri‐ciri profesionalisme:
1. Memiliki keterampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta kemahiran dalam
menggunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas
yang bersangkutan dengan bidang tadi.
2. Memiliki ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu
masalah dan peka di dalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat
dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan.
3. Memiliki sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan
mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya.
4. Memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta
terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat
dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.
Watak Kerja Profesionalisme 1. Kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi
tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu
mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil
2. Kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang
berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan
yang panjang, ekslusif dan berat.
3. Kerja seorang profesional –diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral–
harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik
yang dikembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi
profesi.
4. Menurut Harris [1995] ruang gerak seorang profesional ini akan diatur melalui
etika profesi yang distandarkan dalam bentuk kode etik profesi. Pelanggaran
terhadap kode etik profesi bisa dalam berbagai bentuk, meskipun dalam
praktek yang umum dijumpai akan mencakup dua kasus utama, yaitu:
a. Pelanggaran terhadap perbuatan yang tidak mencerminkan respek terhadap nilai-
nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh profesi itu. Memperdagangkan jasa atau
membeda-bedakan pelayanan jasa atas dasar keinginan untuk mendapatkan
keuntungan uang yang berkelebihan ataupun kekuasaan merupakan perbuatan
yang sering dianggap melanggar kode etik profesi dan.
b. Pelanggaran terhadap perbuatan pelayanan jasa profesi yang kurang
mencerminkan kualitas keahlian yang sulit atau kurang dapat dipertanggung-
jawabkan menurut standar maupun kriteria profesional.
Sumber :
http://criz-scania.blogspot.com/2010/02/pengertian-profesionalisme.html
http://zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/kode_etik_profesi.pdf
http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/
http://nurdin-piero.blogspot.com/2012/03/ciri-ciri-seorang-profesional-di-bidang.html
http://ranisakura.wordpress.com/2010/06/04/ciri-ciri-profesionalisme/
Profesionalisme menurut para pakar
Kembali ke duniaku sebagai mahasiswa yang tak luput dari masa-masa sulit
menjelang akhir perkuliahan, yaitu pada masa penyusunan skripsi. Kali ini aku mau
ngpost tentang sebagian dari isi skripsiku yang belum kelar, ntar kalau sudah kelar
tu skripsi yang bikin kusut urat syaraf otakku baru lah aku post kan semua isinya.
Sementara itu, aku hanya akan postingin beberapa definisi profesionalisme menurut
para pakar. mungkin dapat dipergunakan sebagai referensi rekan-rekan yang akan
membuat makalah atau sebagainya.
1. Menurut Siagian (2009:163) profesionalisme adalah, “Keandalan dan keahlian
dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu
yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti
oleh pelanggan.”
2. Sedarmayanti (2004:157) mengungkapkan bahwa, “Profesionalisme adalah
suatu sikap atau keadaan dalam melaksanakan pekerjaan dengan
memerlukan keahlian melalui pendidikan dan pelatihan tertentu dan dilakukan
sebagai suatu pekerjaan yang menjadi sumber penghasilan.”
3. Atmosoeprapto dalam Kurniawan (2005:74), menyatakan bahwa,
“Profesionalisme merupakan cermin dari kemampuan (competensi), yaitu
memiliki pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan
(ability) ditunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin
muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu.”
4. Profesionalisme menurut Dwiyanto (2011:157) adalah, “Paham atau
keyakinan bahwa sikap dan tindakan aparatur dalam menyelenggarakan
kegiatan pemerintahan dan pelayanan selalu didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur yang mengutamakan kepentingan
publik.”
5. Profesionalisme aparatur dalam hubungannya dengan organisasi publik
menurut Kurniawan (2005:79) digambarkan sebagai, “Bentuk kemampuan
untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan
pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat atau disebut dengan istilah resposivitas.”
6. Profesionalisme sumber daya aparatur menurut pendapat saya sendiri
adalah, kemampuan aparatur dalam menyelenggarakan tugas dan
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara efektif serta mampu
secara cepat dan tepat menanggapi aspirasi masyarakat dan perubahan
lainnya sehingga dapat memuaskan masyarakat.
Semoga definisi-definisi tersebut di atas dapat berguna untuk menambah
pemahaman dan pandangan rekan-rekan tentang arti profesionalisme sumber daya
aparatur. berikut juga akan saya sampaikan referensi dari definisi-definisi diatas,
yaitu meliputi:
1. Dwiyanto, Agus, 2011, Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui
Reformasi Birokrasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
2. Kurniawan, Agung, 2005, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta:
Pembaruan
3. Siagian, Sondang P., 2009, Administrasi Pembangunan, Jakarta: Bumi
Aksara.
4. Sedarmayanti, 2004, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian
Kedua: Membangun Manajemen Sistem Kinerja Guna Meningkatkan
Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik),
Bandung: Mandar Maju.
engertian Profesionalisme Guru
Diposkan oleh Aslikan Ahmad di Tuesday, June 05, 2012
Istilah profesionalisme guru terdiri dari dua suku kata yang masing-masing
mempunyai pengertian tersendiri, yaitu kata Profesionalisme dan Guru. Ditinjau dari
segi bahasa (etimologi), istilah profesionalisme berasal dari Bahasa Inggris
profession yang berarti jabatan, pekerjaan, pencaharian, yang mempunyai
keahlian[1], sebagai mana disebutkan oleh S. Wojowasito. Selain itu, Drs.
Petersalim dalam kamus bahasa kontemporer mengartikan kata profesi sebagai
bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu [2].
Dengan demikian kata profesi secara harfiah dapat diartikan dengan suatu
pekerjaan yang memerlukan keahlian dan ketrampilan tertentu, dimana keahlian dan
ketrampilan tersebut didapat dari suatu pendidikan atau pelatihan khusus.
Adapun pengertian profesi secara therminologi atau istilah, sesuai apa yang
diungkapkan oleh para ahli adalah sebagai berikut:
Roestiyah yang mengutip pendapat Blackington mengartikan bahwa pofesi adalah
suatu jabatan atau pekerjaan yang terorganisir yang tidak mengandung keraguaan
tetapi murni diterapkan untuk jabatan atau pekerjaan fungsional[3].
Dr. Ahmad Tafsir yang mengutip pendapat Muchtar Lutfi mengatakan profesi harus
mengandung keahlian. Artinya suatu program harus ditandai dengan suatu keahlian
yang khusus untuk profesi itu[4].
Prof. Dr. M. Surya dkk, mengartikan bahwa professional mempunyai makna yang
mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan
sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai
dengan profesinya.[5]
Syafrudin, mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indanesia istilah professional adalah
bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya dan mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.[6]
Dari semua pendapat para ahli diatas, menunjukkan bahwa professional secara
istilah dapat diartikan sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan atau dididik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan mereka
mendapat imbalan atau hasil berupa upah atau uang karena melaksanakan
pekerjaan tersebut.
Kemudian kata profesi tersebut mendapat akhiran isme, yang dalam bahasa
Indonesia menjadi berarti sifat. Sehingga istilah Profesionalisme berarti sifat yang
harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjannya sehingga
pekerjaan tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik-baiknya, penuh
tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan dilandasi pendidikan
dan ketrampilan yang dimilikinya.
Sedangkan pengertian profesional itu sendiri berarti orang yang melakukan
pekerjaan yang sudah dikuasai atau yang telah dibandingkan baik secara
konsepsional, secara teknik atau latihan[7].
Dari rumusan pengertian diatas ini mengambarkan bahwa tidak semua profesi atau
pekerjaan bisa dikatakan profesional karena dalam tugas profesional itu sendiri
terdapat beberapa ciri-ciri dan syarat-syarat sebagaimana yang dikemukakan oleh
Robert W. Riche, yaitu:
Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan
kepentingan pribadi.
Seorang pekerja profesional, secara relatif memerlukan waktu yang panjang untuk
mempelajari konsep- konsep serta prinsip- prinsip pengetahuan khusus yang
mendukung keahliannya.
Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti
perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam
profesi , serta kesejahteraan anggotanya.
Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi dan kemandirian.
Memandang profesi sebgai suatru karier hidup (a live career) dan menjadi seorang
anggota permanen[8].
Sedangkan pengertian guru seperi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli
sebagai berikut;
Drs. Petersalim dalam kamus bahasa Indonesia Kontemporer mengartikan guru
adalah orang yang pekerjaanya mendidik, mengajar, dan mengasihi, sehingga
seorang guru harus bersifat mendidik[9]. Ahmad D. Marimba, menyatakan bahwa
guru adalah orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mendidik[10].
Amien Daiem Indrakusuma menyatakan bahwa guru adalah pihak atau subyek yang
melakukan pekerjaan mendidik[11].
M. Athiyah Al Abrasyi menyatakan bahwa guru adalah spiritual father atau bapak
rohani bagi seorang murid, memberi santapan jiwa, pendidikan akhlak dan
membenarkannya, meghormati guru itulah mereka hidup dan berkembang[12].
Dari beberapa pengertian guru sebagaimana yang dikemukakan, diatas maka
secara umum dapat diartikan bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, potensi
kognitif, maupun potensi psikomotor. Dari pengertian atau definisi “profesionalisme”
dan “guru” diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa profesionalisme guru
mempunyai pengertian suatu sifat yang harus ada pada seorang guru dalam
menjalankan pekerjaanya sehingga guru tersebut dapat menjalankan pekerjannya
dengan penuh tanggung jawab serta mampu untuk mengembangkan keahliannya
tanpa menggangu tugas pokok guru tersebut.
-------------------
[1] S. Wojowasito, WJS. Poerwadarminto, Kamus Bahasa Inggris Indonesia-
Indonesia Inggris (Bandung: Hasta, 1982), hal. 162
[2] Salim, Yeny salim, Kamus Indonesia Kontemporer, Moderninglish (Jakarta: Pres,
1991), hal. 92
[3] Roestiyah.N. K, Masalah- Masalah Ilmu Keguruan (Jakarta: Bina Aksara, 1986),
hal. 176
[4] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung: Rajawali
Rusda Karya, 1991).hal. 10
[5] M. Surya, dkk, Kapita Selekta Kependidikan SD (Jakarta: Universetas Terbuka,
2003),hal.45
[6] Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Ciputat: Pers,
2002), hal.15
[7] Sadirman A. M, Interaksi dan Motifasi Belajar ( Jakarta: Rajawali Pres,1991), hal.
131
[8] M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993), hal.105
[9] Salim, Yeny Salim, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum ( Jakarta: 1993),
hal. 492
[10] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al Maarif,
1980), hal. 37
[11]Amien Daiem Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya:Usaha
Nasional, 1993),hal. 179
[12] M. Athiyah Al Abrasy, Dasar- Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan
Bintang, 1979), hal. 136
Label: Pendidikan, Profesionalisme Guru
Email This BlogThis! Share to Twitter Share to Facebook
Share this article :
Related Posts
Struktur Kurikulum 2013
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Tujuan Pendidikan Islam
1. Pengertian Profesional
Sedang persyaratannya menurut Uzer Usman adalah:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam.
2. Menemukan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan
bidang profesinya.
3. menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
6. Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
7. Memiliki klien/objek layanan ysng tetap, seperti guru dengan muridnya.
8. Diakui oleh masyarakat, karena memang jasanya perlu dimasyarakatkan.
[2]
Dari pengertian di atas, bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang
memerlukan pendidikan lanjut, profesi juga memerlukan keterampilan melalui
ilmu pengetahuan yang mendalam, ada jenjang pendidikan khusus yang mesti
dilalui sebagai sebuah persyaratan.
Dari keterangan di atas kemudian diajukan pertanyaan “lalu apakah professional itu?” Untuk memberikan kesimpulan dari pengertian profesional sedikitnya
Menurut Harefa(1999: 22-23) ada tiga belas indikator Profesionalisme guru yaitu: 1) bangga pada pekerjaan, dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas, 2) berusaha meraih tanggunjawab;.3) mengantisipasi, dan tidak menunggu perintah, mereka menunjukkan inisiatif; 4) mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas; 5) melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan untuk mereka;6) selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang-orang yang mereka layani; 7) ingin belajar sebanyak mungkin; 8) benar-benar mendengarkan kebutuhan orang-orang yang mereka layani; 9) belajar memahami dan berfikir seperti orang-orang yang mereka layani sehingga bisa mewakili mereka ketika orang-orang itu tidak ada di tempat; 10) mereka adalah pemain tim; 11) bisa dipercaya memegang rahasia; 12) jujur bisa dipercaya dan setia; 13) terbuka terhadap kritik-kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri
Dari indikator yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa
professional itu adalah seseorang yang dipercaya memiliki kemampuan khusus
untuk melakukan satu bidang kerja dengan hasil kualitas yang tinggi berdasarkan
pengalaman dan pengetahuannya tentang objek pekerjaannya tersebut.
Jika disandangkan kata professional kepada guru, maka menurut Danim,
“guru profesional adalah guru yang memiliki kompotensi tertentu sesuai dengan
persaratan yang dituntut oleh profesi keguruan”[4]
Kalau begitu guru profesional adalah guru yang senantiasa menguasai
bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan dalam interaksi belajar
mengajar, serta senantiasa mengembangkannya kemampuannya secara
berkelanjutan, baik dalam segi ilmu yang dimilikinya maupun pengalamannya.
Dengan cara demikian menurut Uzer Usman
“Dia akan memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan untuk
melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dalam intraksi belajar mengajar
sehingga dengan kemampuannya baiki dalam hal metode mengajar, gaya
mengajar ataupun penyampaian materi pelajaraan bisa menyukseskan
intraksi belajar mengajar atau pun proses belajar mengajar”.[5]
Dalam rangka mendukung terwujudnya suasana proses belajar
mengajar yang berkualitas di Sekolah dasar diperlukan adanya guru yang
professional. Karakteristik guru yang professional sedikitnya ada lima
karakteristik dan kemampuan professional guru yang harus dikembangkan,
yaitu:
a. menguasai kurikulum
b. menguasai materi semua mata pelajaran
c. terampil menggunakan multi metode pembelajaran
d. memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya
e. memiliki kedisiplinan dalam arti yang seluas-luasnya[6]
2. Kompetensi Profesionalisme Guru Agama Islam
Sebagaimana layaknya makna profesional bagi guru umum, maka guru
agama pun mestilah seorang profesional. Seperti kesimpulan di atas bahwa guru
profesional adalah guru yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang
pendidikan. Kemampuan atau kompotensi mempunyai kaitan yang erat dengan
intraksi belajar mengajar dalam proses pembelajaran. Dimana seseorang guru
akan ragu-ragu menyampaikan meteri pelajaran jika tidak dibarengi dengan
kompetensi seperti penguasaan bahan, begitu juga dengan pemilihan dan
penggunaan metode yang tidak sesuai dengan materi akan menimbulkan
kebosanan dan mempersulit pemahaman belajar siswa. Dengan demikian
profesionalitas seseorang guru sangat mendukung dalam rangka merangsang
motivasi belajar siswa dan sekaligus tercapainya intraksi belajar mengajar
sebagai mestinya.
“Proses intraksi belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas timbal balik yang langsung dalam situasi
pendidkan untuk mencapai tujuan tertentu. Intraksi guru dengan siswa bukan hanya
dalam penguasaan bahan ajran, tetapi juga dalam penerimaan nilai-nilai,
pengembangan sikap serta mengatasi kesulitaan-kesulitan yang di hadapi oleh
siswa. Dengan demikian di dalam intraksi belajar mengajar dalam rangka
menimbulkan motivasi belajar siswa, guru bukan hanya saja sebagai pelatih dan
pengajar tetapi juaga sebagai pendidik dan pembingbing”.[7]
Kemampuan atau profesionalitas guru (termasuk guru agama) menurut
Mohammad Uzer Usman meliputi hal-hal berikut ini:
1. Menguasai landasan kependidikan
- Mengenal tujuan pendidikan nasinal untuk mencapai tujuan
- Mengenal fungsi sekolah dalam masyarakat
- Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimamfaatkan
dalam proses belajar mengajar.
2. Menguasai bahan pengajaran
- Mengusai bahan pengajaran kurikulum pendidikan pendidikan dasar dan
menegah
- Mengusai bahan pengayaan
3. Menyusun program pengajaran
- Menetapkan tujuan pembelajaran
- Memiliki dan mengembangkan bahan pembelajaran
- Memiliki dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai
- Memilih dan memamfaatkan sumber belajar
4. Melaksanakan program pengajaran
- Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat
- Mengatur ruangan belajar
- Mengelola intraksi belajar mengajar
5. Menilai hasil belajar mengajar yang telah dilaksanakan
- Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran
- Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.[8]
Sesuai dengan kutipan di atas, maka seorang guru profesional adalah
guru yang mempunyai strategi mengajar, menguasai bahan, mampu menyusun
program maupun membuat penilaian hasil belajar yang tepat.
Selain hal di atas guru juga mesti memiliki kemampuan dalam
membangkitkan motivasi bagi belajar siswa. Mengenai hal ini menurut Ibrahim
dan Syaodih ada beberapa kemampuan yang mesti dimiliki oleh guru yaitu :
“Pertama, menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang
bervariasi. Dengan metode dan media yang bervariasi kebosanan pun dapat
dikurangi atau dihilangkan. Kedua, memilih bahan yang menarik minat dan
dibutuhkan siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik perhatian, dengan
demikian akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Ketiga,
Memberikan saran antara lain ujian semester, ujian tegah semester, ulangan
harian dan juga kuis. Keempat, memberikan kesempatan untuk sukses.
Bahan atau soal yang sulit yang hanya bisa dicapai siswa yang pandai. Agar
siswa ysng kursng pandai juga bisa maka diberikan soal yang sesuai dengan
kepandainnya. Kelima, diciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Dalam hal ini di lakukan guru dengan cara belajar yang punya rasa
persahabatan, punya humor, pengakuan keberadaan siswa dan menghindari
celaan dan makian. Keenam, Mengadakan persaingan sehat melalui hasil
belajar siswa. Dalam persaingan ini dapat diberikan pujian, ganjaran ataupun
hadiah.”[9]
Sejalan dengan kutipan di atas, maka profesionalitas guru adalah rangka
motivasi siswa untuk sukses dalam belajar akan terlihat dengan kemampuan di
dalam intraksi belajar mengajar yang muncul indikator penggunaan metode dan
media yang bervariasi, pemilihan bahan yang menarik minat, pemberian
kesempatan untuk sukses, penyajian suasana belajar mengajar yang
menyenangkan dan juga pengadaan persaingan sehat.
Beberapa pendapat menjelaskan tentang kompotensi guru agama dalam
rangka motivasi siswa antara yaitu:
1. Penggunaan metode dan media yang bervariasi.
Di dalam intraksi belajar mengajar tidaklah kita temui selamanya berjalan
dengan sukses, tetapi pasti ada jal-hal yang menyenangkan siswa merasa
bosan mengikuti pelajaran sehingga materi yang disampaikan oleh guru
dapat dipahami dan dikuasainya secara obtimal. Salah satu yang
menyebabkan timbulnya kebosanan siswa dalam belajar adalah penggunaan
metode dan media yang menoton. Jadi jika terdapat di antara siswa
menentang pelajaran yang diberikan maka salah satu sebabnya adalah
masalah metode dan media yang di pergunakan guru tidak sesuai dengan
materi yang disampaikan. Misalnya seorang guru hanya menggunakan satu
macam metode dan media dalam berbagai materi pelajaran, siswapun akan
merasa bosan dan tidak mengikuti pelajaran sebaimana yang diiginkan. Oleh
sebab itu suksesnya intraksi belajar mengajar harus dibarengi dengan
metode dan media yang bervariasi agar menghasilkan pembeljaran
sebagaimana harusnya. Dengan demikian penggunaan metode dan media
yang bervariasi adalah salah satu pendorong bagi siswa[10]
Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa variasi metode dan media dalam
intraksi belajar mengajar adalah hal yang penting dalam rangka membangkitkan
motivasi belajar siswa mengikuti pelajaran,
2. Memilih bahan yang menarik minat belajar siswa
Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat dan perhatian
siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menatap pada
diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap belajar sebab
dengan minat seseorang akan melakukan suatu yang diminatinya. Sebaliknya
tampa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu.[11]
Sejalan dengan kutipan di atas sepatutnya seorang guru berusaha untuk
menarik minat belajar siswa, walaupun pada kenyataannya tidak semua materi
yang di sampaikan oleh guru disukai siswa. Tetapi disinilah tugas guru
memahami sifat, mental, minat dan kebutuhan siswa agar dia bisa memberikan
bimbingan dan pelajaran dengan sebaik-baiknya untuk menarik minat siswa.
Beberapa cara membangkitkan minat belajar siswa, yaitu :
a. Mengajar dengan cara menarik.
b. Mengadakan selingan yang sehat.
c. Menggunakan alat peraga
d. Sedapat mungkin mengurangi / menghilangkan sesuatu yang
menyebabkan perhatian yang tak perlu.
e. Dapat menunjukkan kegunaan bahan pelajaran yang di berikan
f. Berusaha mengadakan hubungan antara apa yang sudah ada
diketahui murid dengan yang akan diketahuinya[12]
3. Memberikan sasaran antara, seperti ujian semester, ujian tegah semester,
ulangan harian dan kuis.
Pengetuan yang dak ulang-ulang atau tidak adanya pengujian akan
mudah hilang dan tidak akan menetap dalam ingatan. Tetapi pengetahuan yang
sering di ulang-ulang akan menjadi pengetahuan dan dapat digunakan. Maka
pada waktu intraksi belajar mengajar guru hendaknya sering mengadakan
ulangan yang teratur, agar bahan pelajaran yang di ajarkan itu benar-benar
dimiliki murid dan siap digunakan.
Ulangan harian atau kuis diadakan apabila :
a. Sebagian besar murid-murid tidak mengerjakan tugas yang diberikan
b. Pelajaran yang lampau telah dilupakan
c. Jika mungkin sebelum pelajaran dimulai. Sedangkan ulangan tengah
semester dan semester diadakan pada waktu sebelum libur.[13]
Ulangan harian dan kuis diadakan oleh guru saat berlangsungnya proses
belajar mengajar dengan tujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan proses belajar
mengajar.
b. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya dan proses belajar
mengajar dengan baik[14]
Oleh sebab itu, tujuan ulangan harian atau kuis untuk perbaikan proses
belajar mengajar, maka sebagian guru hendaknya memiliki kebesaran hati
mencari kekurangannya dalam proses belajar mengajar seperti metopdologi,
didaktik, motivasi dan penguasaan terhadap bahan yangt diajarkan. Dengan
demikian termasuk juga tujuan ulangan harian atau kuis untuk merangsang siswa
agar lebih rajin belajar dan sekal;igus mengetahui bagian-bagian materi yang
belum dikuasainya. Sedangkan ujian semester untuk mengukur keberhasilan
belajar siswa ataupun kelulusan naik klelas atau tidak.[15]
4. Pemberian kesempatan untuk sukses
Pemberian kesempatan untuk sukses adalah pemberian soal kepada
siswa sesuai dengan kemampuannya. Sebagai guru hendaknya memahami
bahwa murid / siswa tidaklah semua punya kesamaan tingkat pengetahuannya,
dimana sebagian ada yang pintar, ada yang sedang dan ada pula yang bodoh.
[16] Mengenai pemberian soal kepada siswa Chabib Thoha mengatakan:
“Pemberian soal haruslah tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah,
karena bilamana soal memiliki tingkat kesukaran yang maksimal maka murid /
siswa yang punya intlegensi dibawah sedang mungkin kesukaran dan tidak
mampu menjawab secara optimal yang akhirnya tidak pernah merasa sukses
dalam belajar, artinya tidak ada kesempatan untuk sukses.[17]
Jadi dengan berpedoman kepada kutipan di atas dapat dipahami bahwa soal
yang diberikan guru mestinya jangan terlalu mudah, karena tidak ada nantinya
pembeda yang pandai, yang sedang yang bodoh. Dan jangan pula terlalu payah,
karena ada nantinya siswa yang tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk
sukses, yang memungkinkan motivasi belajar tidak timbul. Akhirnya tidak mampu
memahami pelajaran, dan malas untuk mengikuti intraksi belajara mengajar.
5. Penyajian suasana belajar mengajar yang menyenangkan.
Siswa lebih senang melanjukan belajarnya jika kondisi pengajaran
menyenangkan. Jadi dengan guru harus berusaha semaksimal mungkin didalam
intraksi belajar mengajar dalam rangka memberikan motivasi bagi siswa agar
mereka bergiat terus belajar dan mencapai tujuan. Cara untuk menyenangkan
siswa dalam belajar adalah:
a. Usahakan jangan mengulangi hal-hal yang mereka ketahui, sebab
mereka jenuh.
b. Suasana fisik kelas jangan membosankan
c. Hindarkan dari prustasi, seperti pertanyaan yang tak masuk akal.
d. Hindarkan suasan kelas yang bersifat emosional sebagai akibat
adanya kontak personal.
e. Siapkan tugas-tugas yang menantang selama diselenggarakan intraksi
belajar mengajar.
f. Berikan siswa pengetahuan tentang hasil-hasil yang telah di capai
masing-masing siswa.
g. Berikan ganjaran yang pantas terhadap usaha-usaha yang dilakukan
oleh siswa.[18]
6. Mengadakan persaigan sehat
Persaingan, sebenarnya adalah berdasarkan kepada dorongan untuk kedudukan
dan penghargaan. Kebutuhan akan kedudukan dan penghargaan adalah
merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan. Oleh karena itu persaingan dapat menjadi tenaga pendorong
yang sangat besar bagi perkembagan belajar siswa. Persaingan dalam rangka
memotivasi belajar siswa dapat dilakukan guru dalam bentuk bermacam mata
pelajaran. Dan pada biasanya persaingan secara sehat yang diadakan guru
selalu diikuti dengan ganjaran seperti pemberian hadiah ataupun pujian, sesuai
dengan bentuk dan tingkat persaingan sehat itu ada hal-hal yang perlu
diperhatikan sebagaimana berikut ini :
a. Persaingan jalan terlalu intensif, sebab akan mengakibatkan hal-hal
negatif, seperti anak yang lemah akan merasa dirinya tidak mampu
dan putus asa.
b. Persaingan harus diadakan dalam suasana yang jujur, yang sportif.
c. Semua anak ikut bersaing hendaknya mendapat penghargaan, baik
yang menang maupun yang kalah.
d. Hendaknya persaingan itu berjenis-jenis, agar yang menang tidak itu-
itu saja.[19]
Dengan demikian jika persaingan tersebut dilaksanakan dengan adanya
aturan-aturan sebagauimana yang di atas, maka persaingan itu akan jadi
persaingan sehat yang merupakan motivasi yang berperan untuk belajar siswa.
Di mana dengan motivasi tersebut siswa-siswa berlomba memahami dan
menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan belajar sehingga mencapai secara
optimal.
Bila profesionalitas guru yang memiliki indikator seperti diatas
direalisasikan di dalam intraksi belajar mengajar maka siswa akan aktif mengikuti
intraksi belajar mengajar, menyelesaikan tugas –tugas dengan penuh kesadaran,
mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru. Pada kondisi yang seperti itu
maka kesuksesan belajar dapat tercapai secara maksimal.
[1] Syafruddin Nurdin, Guru Profesinal dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta :
Ciputat Pers, 2002), h.. 16.
[2] Muhammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : Remaja
Rosda Karya, 2002 ), h..15.
[3]Andrias Harefa, Membangkitkan Roh Profesionalisme, (Jakarta: Gramedia:
1999), h. 22-23
[4] Sudarman Danim, Media Komunikasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara,
1994), h..53.
[5] Muhammad Uzer Usman op. cit., h.. 9.
[6]Departemen Pendidikan Nasional, Peningkatan Mutu Pendidikan di
Sekolah Dasar, (Jakarta: PEQIP, 2001), h. 12.
[7] R. Ibrahim, Nana Syaodih S. Perencanaan Pengajaran, (Jaakarta : Rineka
Cipta, 1996), h. .33-34
[8] Muhammad Uzer Usman op. cit., h.. 18-19.
[9] R. Ibrahim, Nana Syaodih S., op. cit., h..28
[10] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem, (Jakarta : Bumi aksara, 2002), h.. 16,
[11] Muhammad Uzer Usman, op. cit., h..27.
[12] Team Didaktik Metodik KurikulumIKIP Surabaya, Pengantar Didaktik
Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta : Raja Grafindo persada, 1993), h.. 23.
[13] Ibid., h.. 26.
[14] M. Chabib Thoha, Tehnik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada 1996), h..47.
[15] Ibid., h.. 48.
[16] S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2000),h.. 33.
[17] M. Chabib Thoha, Op. cit. , h.. 145.
[18] Oemar Hamalik, Op. Cip., h.. 161
[19] Amir Daen, Pengantar Ilmu Pendidkan, (Surabaya : Usaha Nasional,
1973), h.. 167
Diposkan oleh Hs Hasibuan Botun
1.2Sintesis Propesionalisme Guru
Profesionalisme guru berarti mempunyai keterampilan yang tinggi dalam
mengembangkan kompetensi bidang keguruannya yakni pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional mempunyai ilmu dan pengalaman serta
kecerdasan dalam bidang IT dalam manganalisis suatu masalah dan peka
didalam membaca situasi cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil
keputusan terbaik atas dasar kepekaan. Standar kompetensi guru ini
dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru.
5. Memiliki sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan
mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di hadapannya.
6. Memiliki sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta
terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat
dalam memilih yang terbaik bagi diri dan perkembangan pribadinya.
Watak Kerja Profesionalisme 5. Kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi
tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu
mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil
2.3 Tabel 3. Kisi-Kisi Instrumen Tes Kompetensi Profesional Guru.
No Dimensi Indikator No. Item Jml1. Kompetensi
non substantif
Kompetensi
Substantif
a. Landasan dan wawasan
pendidikan
b. Kepribadian, profesi dan
pengembangan
a. Materi pembelajaran
b. Pengelolaan pembelajaran
c. Evaluasi pembelajaran
Jumlah 662. 58
Instrumen untuk mendapatkan data tentang kepemimpinan kepala sekolah
adalah dengan menggunakan Skala Likert dengan lima pilihan, yaitu: SS = Sangat
Setuju, S = Setuju, R = Ragu-ragu, TS = Tidak Setuju, dan STS = Sangat Tidak
Setuju. Terdapat 50 butir pernyataan yang terdiri dari 35 butir pernyataan positif dan
15 butir pernyataan negatif. Bobot dari setiap pernyataan tertera dalam tabel 4.
Tabel 4. Bobot Pernyataan Kepemimpinan Kepala Sekolah.
Bobot Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
Tabel 5. Kisi-Kisi Instrumen Kepemimpinan Kepala Sekolah.
No Dimensi Indikator No. Item Jml1 Kewibawaan Kepala Sekolah a. Pembinaan terhadap bawahan
b. Memberdayakan SDM
c. Rutinitas kerja kepala sekolah
2 Sifat danKeterampilanKepala a. Keteladanan dalam
sekolah pelaksanaan tugas
b. Menyusun administrasi dan
program sekolah
c. Menentukan anggaran belanja
sekolah
d. Pembagian pelaksanaan tugas
3 PerilakuKepala Sekolah a. Instruktif
b. Konsultatif
c. Partisipatif
d. Delegatif
Jumlah 5059
Uji coba instrumen dilakukan guna mencari validitas dan reliabilitas dari
instrumen kepemimpinan kepala sekolah. Uji coba instrumen dilakukan terhadap 20
orang guru yang tidak termasuk dalam sampel penelitian. Secara keseluruhan
jumlah
butir pernyataan yang diberikan adalah 50 buah. Skor selengkapnya dari uji coba
instrumen kepemimpinan kepala sekolah dapat dilihat pada lampiran 7.
Hasil analisis item dengan menggunakan analisis konsistensi internal yang
terdapat pada lampiran 7 menunjukkan bahwa ada 35 butir item yang valid dalam
arti
memiliki koefisien korelasi di atas 0,30 yaitu butir pernyataan nomor : 1, 2, 4, 6, 8, 9,
10, 11, 12, 14, 18, 19, 20, 22, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 38, 40, 41, 43,
44,
45, 46, 47, 48, 49, dan 50. Sedangkan butir yang tidak valid yang berarti memiliki
koefisien korelasi di bawah 0,30 adalah sebanyak 15 butir, yaitu nomor : 3, 5, 7, 13,
15, 16, 17, 21, 23, 24, 25, 36, 37, 39, dan 42. Setelah memperhatikan butir-butir
yang
tidak valid di atas dan membandingkannya dengan kisi-kisi yang telah disusun,
ternyata butir-butir yang tidak valid tersebut diprediksi tidak mempengaruhi proporsi
yang terdapat dalam kisi-kisi. Oleh karena itu diputuskan untuk tidak melakukan
revisi butir-butir yang tidak valid tersebut. Selanjutnya butir-butir yang tidak valid
tersebut tidak digunakan.
Sementara itu butir-butir pernyataan yang valid kemudian dianalisis
reliabilitasnya dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Hasil perhitungan
pada
lampiran 7 menunjukkan koefisien reliabilitas () sebesar 0,9064. Menurut Usman
dan Akbar, koefisien reliabilitas () di atas 0,80 sudah memperlihatkan bahwa
60
instrumen itu reliabel.5 Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa
instrumen kepemimpinan kepala sekolah sudah reliabel dan memenuhi syarat guna
dijadikan instrumen penelitian.
3. Variabel Sikap Guru Terhadap PekerjaanDalam penelitian ini, yang dimaksud dengan sikap guru terhadap pekerjaan
adalah suatu kecenderungan seorang guru dalam merespon suka atau tidak suka
terhadap pekerjaannya, yang pada akhirnya diungkapkan dalam bentuk tindakan
atau
perilaku yang berkenaan dengan profesinya. Respon dan perilaku seorang guru
terhadap pekerjaannya dapat diungkapkan dalam bentuk kepercayaan dan
kepuasaan
guru terhadap pekerjaannya maupun dalam bentuk perilaku yang ditampilkan.
Indikator-indikator sikap guru terhadap pekerjaan yaitu: (1) Kepercayaan guru
terhadap pekerjaan, yang meliputi: peraturan-peraturan atau norma, administrasi,
(2) Kepuasan guru terhadap pekerjaan, yang meliputi: pekerjaan itu sendiri, gaji atau
pendapatan, peluang promosi, lingkungan kerja, (3) Perilaku, yang meliputi:
tanggung jawab, etos kerja, disiplin ,dan kreativitas.
Instrumen untuk mendapatkan data tentang sikap guru terhadap pekerjaan
adalah dengan menggunakan Skala Likert dengan lima pilihan, yaitu: SS = Sangat
Setuju, S = Setuju, R = Ragu-ragu, TS = Tidak Setuju, dan STS = Sangat Tidak
Setuju. Terdapat 50 butir pernyataan yang terdiri dari 35 butir pernyataan positif dan
15 butir pernyataan negatif. Bobot dari setiap pernyataan tertera dalam tabel 6.
5 Ibid., h. 291
61
Tabel 6. Bobot Pernyataan Sikap Guru Terhadap Pekerjaan.
Bobot Pernyataan Positif Pernyataan Negatif SS S KR TS
STS
5 4 3 2
1
Tabel 7. Kisi-Kisi Instrumen Sikap Guru Terhadap Pekerjaan.
No Dimensi Indikator No. Item JmlSTS TS KR S SS
1 2 3 4 5
Kognitif
Afektif
Konatif
Kepercayaan terhadap pekerjaan:
a. Kesesuaian pekerjaan dengan
kemampuan
b. Kesesuaian dengan minat
Kepuasan guru terhadap pekerjaan:
a. Pekerjaan itu sendiri
b. Gaji atau pendapatan
c. Peluang promosi
d. Lingkungan kerja
Perilaku:
a. Tanggung jawab
b. Etos kerja
c. Disiplin
d. Kreativitas.