produksi protein rekombinan hbsag100-gst sebagai … · mahasiswi semester lima fakultas kedokteran...

106
PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK MENGHASILKAN ANTIBODI PADA MENCIT SLAMET RIYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Upload: tranthuan

Post on 24-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST

SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK

MENGHASILKAN ANTIBODI

PADA MENCIT

SLAMET RIYADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Produksi

Protein HBsAg Rekombinan sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan

Antibodi pada Mencit” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2012

Slamet Riyadi

NIM D061030061

Page 3: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

ABSTRACT

SLAMET RIYADI. Production of HBsAg100-GST Recombinant Protein as an

Immunogen Model for Generating Antibody in Mice. Under direction of RARAH

R.A. MAHESWARI, MIRNAWATI SUDARWANTO, FRANSISKA R.

ZAKARIA, and MUHAMAD ALI.

Since years ago, a new paradigm of vaccine design is emerging. Instead of

attenuated virulent microorganisms or killed virulent microorganisms, effective

subunit vaccines were developed using recombinant DNA technology.

Biosynthesis of recombinant protein in Escherichia coli may offer an alternative

procedure to generate therapeutic protein free from human protein. In this

research, hydrophilic domain of S protein (aa 100-164)-encoding gene of hepatitis

B surface antigen was cloned for vaccine candidate production. The gene was

ligated with pGEX-4T-2 vector and sequenced. Sequences alignment of the

amplified fragment with genome of hepatitis B virus indicated that the sequences

were identical. In this research, cloned DNA fragment of Hepatitis B surface

antigen was placed downstream from the gluthatione S-transferase (GST) protein-

encoding gene in expression plasmid pGEX-4T-2 and expressed in Escherichia

coli cells. A polypeptide of 34.8 kDa molecular weight was synthesized and

identified as HBsAg100-GST fusion proteins. The recombinant proteins were then

purified using GSTrap and HiTrap column and could be used for vaccine

candidate or for antibody generation. The purified protein was tried to trigger cell

immune to produce antibody in mice. Results indicated that the immunogenicity

of HBsAg100-GST was higher than GST protein in elicit the levels of HBsAg100-

specific IgG antibody in mice. These results suggest that the HBsAg100 produced

in E. coli has immunogenicity. A major result achieved from this research was

clones carrying S antigens-encoding gene that could be used further for

production of recombinant hepatitis B vaccine candidates.

Keywords: pGEX-4T-2, recombinant, antigen, vaccine, antibodi, HBsAg100-GST.

Page 4: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

RINGKASAN

SLAMET RIYADI. Produksi Protein Rekombinan HBsAg100-GST sebagai Model

Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada Mencit. Dibimbing oleh RARAH

R.A. MAHESWARI, MIRNAWATI SUDARWANTO, FRANSISKA R.

ZAKARIA, dan MUHAMAD ALI.

Kemajuan teknologi molekuler dalam beberapa dekade terakhir, terutama

sejak ditemukannya sekuen genom lengkap dari mikroba-mikroba patogen, telah

menemukan jalan baru bagi dihasilkannya berbagai jenis protein rekombinan, baik

vaksin, antibodi, maupun peptide sintetik yang memiliki manfaat tertentu. Pada

saat ini, vaksin telah dihasilkan dengan teknologi DNA rekombinan, yaitu melalui

kloning gen penyandi protein tertentu pada mikroorganisme patogen yang

dilanjutkan dengan ekspresi gen tersebut pada sel hewan, sel tanaman, ataupun

pada bakteri.

Penggunaan mikroorganisme virulen yang dilemahkan ataupun yang

dimatikan telah diganti dengan penggunaan vaksin sub unit yang lebih efektif

dengan teknologi DNA rekombinan. Melalui penggunaan teknologi tersebut, gen

tertentu dari mikroorganisme virulen dapat dikloning, diekspresi dan dievaluasi

penggunaannya sebagai vaksin. Tersedianya bioteknologi rekayasa genetika yang

dilahirkan pada tahun 1973, telah memungkinkan manusia untuk mengisolasi gen

(serangkaian molekul DNA) serta memanipulasinya, kemudian memindahkan gen

tersebut dari satu organisme ke organisme lain. Peranan bioteknologi dirasakan

semakin bertambah besar dalam menunjang kegiatan pembangunan industri di

berbagai sektor, terutama sektor kesehatan dan pertanian termasuk sub sektor

peternakan.

Introduksi plasmid pGEX-SR100 ke dalam bakteri inang E. coli DH5α

(transformasi) berhasil dilakukan dengan teknik heat shock. Koloni bakteri E. coli

DH5α pembawa plasmid rekombinan pGEXSR100 hasil transformasi

ditumbuhkan pada media seleksi (ampisilin 50 µl/ml) yang mengandung X-

gal dan IPTG. Penentuan bahwa bakteri-bakteri berwarna putih adalah pembawa

gen SR100, dilakukan melalui skrining dengan PCR menggunakan koloni bakteri

tersebut sebagai cetakan (PCR Koloni). Primer yang digunakan untuk PCR koloni

Page 5: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

tersebut harus dapat mengamplifikasi bagian 5’-insert dan bagian 3’-insert dari

plasmid, sehingga dipastikan tidak terjadi kesalahan arah insert. Amplifikasi

hanya akan terjadi pada DNA rekombinan yang tidak tersambung secara terbalik.

Adanya pita tunggal DNA dari gambar hasil elektroforesis merupakan indikasi

bahwa klon yang diamplifikasi mengandung plasmid rekombinan.

Koloni yang mengandung plasmid rekombinan dengan hasil PCR koloni

pita tunggal kemudian dikultur dari replika pada media LB pada suhu 37oC

selama 12 jam dengan shaker untuk isolasi plasmid rekombinan. Plasmid hasil

isolasi tersebut kemudian disekuensing. Hasil pensejajaran (alignment)

sekuensing plasmid rekombinan yang diisolasi dari koloni bakteri rekombinan

menunjukkan kesamaan dengan sekuen dari bagian genom virus hepatitis B. Hal

ini menunjukkan bahwa gen hasil amplifikasi tersebut tidak mengalami mutasi

dan dapat digunakan untuk produksi antigen hepatitis B bagian S pada bakteri.

Plasmid rekombinan yang tidak memiliki mutasi pada sekuen insert selanjutnya

disimpan untuk ditransformasikan pada E. coli BL21 dan produksi protein

HBsAg100-GST.

Pemisahan terhadap hasil sonikasi untuk mengetahui bahwa protein

rekombinan dalam bentuk terlarut (soluble) menggunakan sentrifugasi dan

filterisasi (filter ukuran 0.22 µm). Kelarutan protein rekombinan sangat penting

untuk mempermudah proses pemurnian. Hasil yang diperoleh baik larutan

maupun pelet dimasukkan ke dalam gel akrilamid. Kelarutan dari protein

rekombinan diperlihatkan oleh adanya pita-pita protein target pada bagian

supernatan. Sebaliknya hasil SDS-PAGE dari pelet bakteri yang tidak

memperlihatkan adanya pita-pita dari protein target menjadi indikator bahwa

protein rekombinan tersebut berada dalam bentuk tak larut (insoluble). E. coli

BL21 yang membawa plasmid rekombinan pGEX-SR100 memiliki protein dengan

ukuran sekitar 34.8 kDa karena merupakan gabungan antara GST yang memiliki

berat 28 kDa dengan antigen S dengan ukuran 6.8 kDa.

Penelitian ini menggabungkan fragmen DNA dari antigen permukaan virus

Hepatitis B dengan gen penyandi enzim gluthation-S-transferase (GST) di dalam

plasmid pGEX-4T-2 yang diekspresikan di dalam sel-sel E.coli. Polipeptida

dengan berat molekul sekitar 34.8 kDa telah diproduksi dan diidentifikasi sebagai

Page 6: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

protein gabungan HBsAg100-GST. Protein gabungan tersebut kemudian

dimurnikan menggunakan kolum GSTrap yang disambung dengan kolum HiTrap.

Hasil pemurnian fusi HBsAg100 dan GST dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa antigen rekombinan yang diperoleh setelah pemurnian relatif murni dan

dalam jumlah yang cukup untuk digunakan dalam aplikasi (assay) selanjutnya.

Keberhasilan isolasi ini tidak terlepas dari sifat meningkatnya kelarutan protein

rekombinan karena fusi dengan GST. Berdasarkan uji antigenisitas pada mencit

BALB/c, protein HBsAg100-GST hasil purifikasi dapat menghasilkan antibodi

anti HBsAg100-GST yang berpotensi sebagai vaksin.

Nilai optikal densiti (OD) dari serum mencit yang diperoleh dari darah

mencit sebelum dan setelah dilakukan vaksinasi dengan HBsAg100-GST pada

kelompok A dan dengan GST pada kelompok B menunjukkan, bahwa rerata

respon humoral mencit yang diimunisasi dengan fusi protein meningkat setelah

dilakukan imunisasi maupun setelah dilakukan booster. Namun, seiring dengan

penambahan waktu pemeliharaan, respon humoral mencit tersebut menurun

sedikit demi sedikit sampai akhir minggu ke 12.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gen SR100

berhasil diamplifikasi, kemudian diligasi dengan vektor pGEX-4T-2, dan

ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α. Hasil sekuensing menunjukkan

tidak terdapat mutasi pada gen hasil kloning. Uji lanjut untuk konfirmasi

imunogenisitas protein antigen HBsAg100-GST masih perlu dilakukan pada

hewan lain seperti kelinci, kambing dan kuda.

Kata kunci: pGEX-4T-2, rekombinan, HBsAg100-GST, vaksin, antibodi.

Page 7: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 8: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST

SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK

MENGHASILKAN ANTIBODI

PADA MENCIT

SLAMET RIYADI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 9: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

Penguji Luar Komisi Pembimbing

Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tertutup (25 Januari 2012)

1. Prof. Dr. drh. Retno Damayanti Soeyoedono, MS

2. Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si

Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Terbuka (30 Januari 2012)

1. Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc

2. Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA.

Page 10: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

Judul Disertasi : Produksi Protein Rekombinan HBsAg100-GST sebagai Model

Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada Mencit

Nama : Slamet Riyadi

NRP : D061030061

Program Studi : Ilmu Ternak

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA Prof. Dr. drh. Mirnawati Sudarwanto

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc Muhamad Ali, S.Pt., M.Si., Ph.D

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Ilmu Ternak

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 30 Januari 2012 Lulus Tanggal:

Page 11: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

PRAKATA

Atas tersusunnya disertasi ini dengan judul “Produksi Protein Rekombinan

HBsAg100-GST sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada

Mencit”, Penulis panjatkan puji syukur kepada Allah SWT., Tuhan yang maha

mengetahui dan maha menolong sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Disertasi ini memuat tiga bab yang merupakan pengembangan dari naskah

artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 1 berjudul Kloning Gen SR100 dalam

rangka Produksi Protein Rekombinan sebagai Model Imunogen untuk

Menghasilkan Antibodi sedang menunggu penerbitan di Jurnal Peternakan

Indonesia Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Bab 2 berjudul

Biosintesis Antigen Permukaan HBsAg100 pada E. coli dalam rangka Produksi

Protein Rekombinan sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi juga

sedang menunggu penerbitan di Jurnal Kedokteran YARSI Fakultas Kedokteran

Universitas YARSI, Jakarta. Bab 3 berjudul Imunogenisitas Protein Rekombinan

HBsAg100-GST dalam Memicu Sel Imun untuk Menghasilkan Antibodi pada

Mencit sedang disiapkan untuk dikirim ke penerbit Jurnal Ilmiah.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada

Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Rarah Ratih Adji Maheswari, DEA (Ketua); Prof. Dr.

drh. Mirnawati Sudarwanto (Anggota); Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc.

(Anggota), dan Dr. Muhamad Ali, M.Si. (Anggota). Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada istri dan anak-anak tercinta atas segala do’a dan kasih

sayangnya. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan

disertasi ini.

Kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan disertasi

ini sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat mendukung pengembangan

bioteknologi di Indonesia pada khususnya dan bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Pebruari 2012

Slamet Riyadi

Page 12: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

RIWAYAT HIDUP

Dilahirkan di Pemalang pada tanggal 29 Maret 1960 sebagai anak kedua

dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Kampyun (alm) dan Ibu Maryati

(alm). Menikah dengan Rahma Jan dikaruniai seorang putri, Lisantiyas Nurani

mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra,

Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan Teknik Mesin Fakultas

Teknik UNRAM dan Abdul Ghoffar Triatmojo mahasiswa semester tiga Fakultas

Kedokteran UNRAM. Pada saat ini, bertugas sebagai Staf Pengajar di Fakultas

Peternakan Universitas Mataram di Mataram.

Riwayat pendidikan dimulai dengan menyelesaikan pendidikan SDN 2

Kendalsari, kecamatan Petarukan, kabupaten Pemalang, tahun 1972. SMPN

Petarukan, kabupaten Pemalang, tahun 1975. SMAN Pemalang tahun 1979, dan

S1 Fakultas Peternakan UNDIP tahun 1986. Selanjutnya menempuh pendidikan

program S2 Ilmu Peternakan UGM, lulus 2001. Tahun 2003 melanjutkan

pendidikan Program S3 pada Program Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana

IPB. Pada tanggal 1 Maret 1987 diangkat sebagai CPNS di Fakultas Peternakan

Universitas Mataram, kemudian ditetapkan sebagai PNS sejak 1 Oktober 1988

pada instansi yang sama.

Page 13: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .............................................................................................. xxi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xxiii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xxv

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xxvii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ................................................................................. 1

Perumusan Masalah ......................................................................... 4

Tujuan Penelitian .............................................................................. 5

Manfaat Penelitian ........................................................................... 5

Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 5

Kerangka Pemikiran ......................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Hepatitis B dan Antigen Permukaan ....................................... 9

Struktur DNA dan Genome Virus Hepatitis B ................................. 13

DNA Rekombinan dan Kloning DNA .............................................. 19

Vaksin Hepatitis B ............................................................................ 21

Aplikasi Rekayasa Genetik di Bidang Peternakan.............................. 23

KLONING GEN SR100 DALAM RANGKA PRODUKSI PROTEIN

REKOMBINAN SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK

MENGHASILKAN ANTIBODI

Abstrak ............................................................................................. 25

Abstract ............................................................................................ 25

Pendahuluan ..................................................................................... 26

Bahan dan Metode ............................................................................ 27

Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 30

Simpulan .......................................................................................... 36

Daftar Pustaka .................................................................................. 36

BIOSINTESIS ANTIGEN PERMUKAAN HEPATITIS B HBsAg100

PADA E. COLI DALAM RANGKA PRODUKSI PROTEIN

REKOMBINAN SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK

MENGHASILKAN ANTIBODI

Abstrak ............................................................................................. 39

Abstract ............................................................................................ 39

Pendahuluan ..................................................................................... 40

Bahan dan Metode ............................................................................ 42

Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 44

Simpulan .......................................................................................... 47

Daftar Pustaka .................................................................................. 48

Page 14: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

IMUNOGENISITAS PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST

DALAM MEMICU SEL IMUN UNTUK MENGHASILKAN

ANTIBODI PADA MENCIT

Abstrak ............................................................................................... 49

Abstract ............................................................................................... 49

Pendahuluan ....................................................................................... 49

Bahan dan Metode .............................................................................. 51

Hasil dan Pembahasan ........................................................................ 54

Simpulan ............................................................................................. 57

Daftar Pustaka .................................................................................... 57

PEMBAHASAN UMUM .......................................................................... 59

SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 67

LAMPIRAN .............................................................................................. 71

Page 15: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Ukuran genome dari beberapa makhluk hidup dalam bentuk haploid ......... 16

2 Daftar primer yang digunakan dalam penelitian .......................................... 30

3 Nilai optikal densiti (OD) serum mencit yang diperoleh dari darah mencit

setelah satu minggu dilakukan vaksinasi dengan antigen HBsAg100-GST

pada beberapa tingkat pengenceran ..............................................................

56

Page 16: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Sekelompok virus Hepatitis B (Sumber: Stannard 1995) ................. 10

2 Pembesaran dari dua buah core yang ditunjuk dengan tanda panah

(Sumber: Stannard 1995) ..................................................................

10

3 Representasi diagram dari virus Hepatitis B dan komponen antigen

permukaan (Sumber: Stannard 1995) ...............................................

10

4 Ilustrasi virus Hepatitis B dengan capsid dan internal density yang

tampak pada irisan melintang (Sumber: Dryden et al. 2006) ...........

11

5 Diagram struktur dari bagian DNA heliks ganda (Sumber: Andre

2006) .................................................................................................

14

6 Diagram organisasi genome virus hepatitis B (Sumber: Wagner

2004) .................................................................................................

18

7 Koloni E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100 hasil

transformasi yang ditumbuhkan pada media seleksi

(ampisilin). Koloni berwarna putih merupakan koloni bakteri

pembawa plasmid rekombinan, sedangkan koloni berwarna

biru tidak membawa plasmid rekombinan ..............................

33

8 Hasil elektrophoresis dari PCR koloni. M = Marker (1000 pb), 1

dan 2 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100 sebagai

cetakan ..............................................................................................

34

9 Pita DNA plasmid pGEX-4T-2 rekombinan hasil elektroforesis

dalam 1% agrosa M : marker DNA λ. Lajur 1: Pita DNA plasmid

utuh pGEX-4T-2 rekombinan. Lajur 2, 3, 4, 5, 6, 7 : pita DNA

plasmid pGEX-4T-2 rekombinan yang dipotong dengan enzim

HindIII ..............................................................................................

34

10 Alignment sekuen gen insert (penyandi antigen HBsAg100) dengan

bagian genom virus Hepatitis B (Geneious Basics 5.4.3) ..................

35

11 Hasil ekspresi plasmid rekombinan. Kolom 1 = E.coli BL21 (tanpa

membawa plasmid rekombinan), Kolom 2 = E.coli BL21 pembawa

plasmid pGEX-4T-2, Kolom 3 = E. coli BL21 pembawa plasmid

pGEX-SR100 terlarut, Kolom 4 = E. coli BL21 pembawa plasmid

pGEX-SR100 terlarut dengan pengenceran 10x, Kolom 5 = E. coli

BL21 pembawa plasmid pGEX-SR100 (pelet), Kolom 6 = E. coli

BL21 pembawa plasmid pGEX-SR100 pellet dengan pengenceran

10x, Kolom 7 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100

terlarut, Kolom 8 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100

terlarut dengan 10 x pengenceran. M = Marker. Tanda panah pada

Kolom nomor 2 menunjukkan enzim GST, sedangkan tanda panah

pada Kolom nomor 4 menunjukkan protein fusi antara GST dan

HBsAg100 .........................................................................................

44

Page 17: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

12 Protein rekombinan hasil pemurnian. M = marker (ukuran berat

molekul pada masing-masing pita dari atas ke bawah: 116 kDa, 66

kDa, 45 kDa, 31 kDa, 21,5 kDa, 14,4 kDa, 6,5 kDa), Kolom 1 =

protein bakteri (unbound protein), Kolom 2 = protein bakteri

(unbound protein) diencerkan 10x, Kolom 3 = protein bakteri

(unbound protein) 2, Kolom 4 = protein bakteri (unbound protein) 2

yang diencerkan 10x, Kolom 5 = protein rekombinan (bound protein),

Kolom 6 = protein rekombinan (bound protein) dengan pengenceran

10x, Kolom 7 = protein rekombinan (bound protein) 2, Kolom 8 =

protein rekombinan (bound protein) 2 dengan pengenceran 10x .......

46

13 Imunisasi terhadap mencit dilakukan dengan penyuntikan secara

subcutaneus .........................................................................................

52

14 Respon humoral mencit terhadap vaksinasi HBsAg100-GST

(kelompok A) dan GST (kelompok B) berdasarkan nilai optikal

densiti (OD) yang diukur setiap minggu setelah dilakukan vaksinasi...

56

Page 18: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Topologi dan peta fisik plasmid pGEM-T Easy .................................... 73

2 Genom lengkap dari isolat virus hepatitis B “2059 Java” .................. 74

3 Program PCR yang berhasil digunakan untuk amplifikasi gen SR100.. 77

4 Topologi dan peta fisik plasmid pGEX-4T-2 ...................................... 78

5 Situs-situs pemotongan dan sekuen lengkap pGEX-4T-2 ................... 79

6 Hasil sekuensing gen SR100 dengan menggunakan primer pGEX-5’... 83

7 Hasil sekuensing gen SR100 dengan menggunakan primer pGEX-3’... 85

8 Mesin Thermal Cycler untuk mengamplifikasi segmen DNA 87

9 Alat elektroforesis untuk memisahkan segmen DNA ......................... 87

10 Alat elektroforesis (BIO-RAD) untuk memisahkan molekul protein

berdasarkan berat molekulnya (tampak depan) ..................................

88

11 Alat elektroforesis (BIO-RAD) untuk memisahkan molekul protein

berdasarkan berat molekulnya (tampak atas) ......................................

88

12 Kelompok kandang mencit dalam penelitian ...................................... 89

13 Keadaan mencit di dalam kandang percobaan .................................... 89

14 Proses mencampur HBsAg100-GST dengan Freund’s Adjuvant

sebagai bahan vaksin ...........................................................................

90

15 Menyiapkan mencit untuk vaksinasi ................................................... 90

16 Proses vaksinasi terhadap mencit sedang berlangsung ....................... 91

17 Pengambilan darah mencit melalui ujung ekor ................................... 91

18 Hasil elisa dalam penentuan konsentrasi serum mencit untuk menguji 92

19 Mesin Elisa Photoreader yang digunakan untuk membaca hasil elisa.. 92

20 Printer yang terhubung dengan Mesin Elisa ....................................... 93

21 Data hasil pembacaan optikal densiti (OD) terhadap serum mencit

yang diperoleh dari darah mencit sebelum dan setelah dilakukan

vaksinasi ..............................................................................................

93

Page 19: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak tahun 1972 telah berkembang usaha rekayasa genetika yang

memberikan harapan bagi industri peternakan, baik yang berkaitan dengan

masalah reproduksi, pakan maupun kesehatan hewan. Old dan Primrose (1989)

menjelaskan, bahwa teknik rekayasa genetika telah ditemukan pada waktu yang

hampir bersamaan, yaitu pertama kali dilaporkan pada tahun 1972 oleh Jackson et

al. Selanjutnya dilaporkan pula oleh Lobban dan Kaiser pada tahun 1973 dengan

melakukan pengklonan suatu fragmen DNA asing, atau DNA penumpang, atau

DNA sasaran dalam suatu vektor. Winarno dan Agustinah (2007), menegaskan

bahwa dengan adanya penemuan tersebut menunjukkan awal dimulainya revolusi

bioteknologi modern.

Bioteknologi baru atau bioteknologi modern juga disebut sebagai rekayasa

genetika atau modifikasi genetika. Pada umumnya bioteknologi diasosiasikan

sebagai rekayasa genetik dan biologi molekuler, namun sebenarnya lebih luas dari

itu, yaitu meliputi mikrobiologi, biokimia dan pengetahuan reproduksi

(Wiryosuhanto dan Sudradjat 1992). Menurut Winarno (2004), The European

Federation of Biotechnology pada tahun 1982 telah memberikan definisi bahwa

bioteknologi adalah aplikasi terpadu dari biokimia, mikrobiologi, ilmu teknik atau

rekayasa (engineering) bagi pemanfaatan mikroba, kultur jaringan serta

komponen-komponennya dalam skala industri. Wiryosuhanto dan Sudradjat

(1992) mendefinisikan bioteknologi sebagai serangkaian teknik yang

berhubungan dengan biokimia dan kemampuan genetik dari mahluk hidup untuk

tujuan praktis. Muladno (2002) menyatakan, bahwa semua teknologi yang

memanfaatkan mahluk hidup sebagai salah satu komponen utamanya sering

disebut sebagai bioteknologi, namun dalam arti sempit, bioteknologi diartikan

sebagai teknologi rekayasa genetika yang bekerja pada level molekuler khususnya

DNA.

Wiryosuhanto dan Sudradjat (1992) menjelaskan, beberapa hasil penelitian

bioteknologi peternakan saat ini sudah dapat diaplikasikan dan dimanfaatkan

untuk meningkatkan reproduksi ternak, pakan ternak serta untuk memperbaiki

Page 20: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

2

status kesehatan hewan. Selanjutnya dijelaskan bahwa bioteknologi reproduksi

meliputi inseminasi buatan, embryo transfer dan pemuliabiakan ternak dan dalam

upaya peningkatan reproduksi ternak telah dikembangkan penelitian dan aplikasi

bioteknologi sampai dengan generasi keempat, yaitu hewan transgenik. Sebagai

generasi pertama adalah inseminasi buatan dan embryo transfer merupakan

generasi kedua, sedangkan generasi adalah kloning. Bioteknologi di bidang pakan

merupakan teknologi biokimia dan mikrobiologi yang telah diaplikasikan untuk

perbaikan mutu pakan, seperti manipulasi mikroba rumen maupun dengan

perlakuan kimiawi dan mikrobiologi.untuk meningkatkan daya cerna dari hijauan

makanan ternak, jerami dan limbah pertanian yang tinggi kadar selulosanya.

Bioteknologi kesehatan hewan meliputi: (1) produksi komersial berbagai macam

zat penggertak pertumbuhan (growth promotors), seperti produksi hormone

dengan DNA rekombinan memanfaatkan bakteri tertentu. (2) produksi komersial

substansi imunogenik untuk memproduksi vaksin dengan DNA rekombinan yang

lebih baik dan lebih aman dibandingkan dengan antigen konvensional yang

berasal dari bakteri atau mikroorganisme lain yang patogen. Selanjutnya Muladno

(2002) menjelaskan, bahwa dengan tersedianya bioteknologi rekayasa genetika

yang dilahirkan pada tahun 1973, telah memungkinkan manusia untuk

mengisolasi gen (serangkaian molekul DNA) serta memanipulasinya dan

kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme ke organisme lain.

Perbedaan teknologi ini dibanding dengan teknologi lainnya adalah bahwa

teknologi ini memanfaatkan mahluk hidup sebagai komponen utamanya. Mahluk

hidup yang digunakan bisa berasal dari mikroorganisme, tanaman atau hewan.

Peranan bioteknologi dirasakan semakin bertambah besar dalam menunjang

kegiatan pembangunan industri di berbagai sektor, terutama sektor kesehatan dan

pertanian termasuk sub sektor peternakan. Cakupan bioteknologi ini sangat luas

baik yang baru dalam tahap penelitian maupun yang sudah dapat diaplikasikan. Di

bidang kesehatan dan kedokteran, telah ditemukan berbagai jenis obat-obatan

baru hasil pengembangan bioteknologi modern, antara lain insulin bagi pasien

diabetes yang kini dapat diperoleh lebih mudah dan lebih murah harganya,

hormon pertumbuhan manusia dan vaksin Hepatitis B (Winarno dan Agustinah

2007). Hepatitis B ditemukan di seluruh dunia, terutama di negara-negara

Page 21: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

3

berkembang. Virus Hepatitis B merupakan penyebab utama hepatitis akut yang

dapat berlanjut menjadi kronis, sirosis dan kanker hati. Komplikasi akibat virus

ini telah mengakibatkan sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun (Kimura et al.

2005).

Selubung virus hepatitis B (hepatitis B virus envelope) terdiri dari membran

glikoprotein dimana terdapat 3 bagian protein permukaan yaitu antigen pre-S1

(119 asam amino), pre-S2 (55 asam aminio) dan S (226 asam amino) (Yamada et

al. 2001; Jaoude dan Sureau 2005, Barrera et al. 2005). Beberapa ahli

menggolongkan ketiga protein tersebut sebagai protein kecil (small), sedang

(middle) dan besar (large). Antigen S telah digunakan secara luas sampai saat ini

sebagai vaksin konvensional. Menurut Hu et al. (2004a), asam amino ke 139-147

pada bagian S merupakan epitop utama pada protein S tersebut dan asam amino

Pre-S1 dan Pre-S2 masih dikaji tingkat immunogenisitasnya melalui serangkaian

diagnosa (Maruyama et al. 2000).

Proyek immunisasi massal di Lombok menunjukkan penggunaan vaksin

konvensional mampu menurunkan prevalensi Hepatitis B hanya sampai 70%

(Mulyanto et al. 2002). Hasil immunisasi Hepatitis B tersebut belum optimal,

kemungkinan hal ini disebabkan oleh vaksin konvensional tersebut (Korean

Green Cross) berasal dari plasma darah orang asing sehingga tidak mampu

menstimulasi munculnya antibodi spesifik yang mampu melawan virus Hepatitis

B yang terdapat di Indonesia.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk

melakukan rekayasa terhadap gen penyandi antigen permukaan Hepatitis B untuk

menghasilkan antigen rekombinan Hepatitis B bagian S (HBsAg100) pada E. coli.

Bagian gen penyandi epitop yang bersifat hidrophilik (dari asam amino nomor

100-164) dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi pada E. coli. Selain itu, gen

penyandi HBsAg100 digabung dengan gen penyandi enzim gluthation-S-

transferase (GST) dapat meningkatkan ekspresi maupun solubilitas antigen yang

sangat penting untuk aktivitas maupun proses purifikasi. Gen penyandi HBsAg100

adalah gen yang diisolasi dari virus Hepatitis B sub tipe adw sebagai sub tipe

utama di Indonesia yang digunakan untuk membuat model dalam memproduksi

antigen rekombinan. Selanjutnya model tersebut digunakan untuk menghasilkan

Page 22: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

4

protein antibodi yang sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai kandidat vaksin galur

lokal yang mampu memberikan respon antibodi yang spesifik sesuai dengan

genetik virus Hepatitis B yang terdapat di Indonesia.

Protein HBsAg100 rekombinan yang dihasilkan dengan teknologi rekayasa

DNA menggunakan bakteri ini diharapkan dapat menggantikan metode produksi

vaksin konvensional dari plasma yang banyak memiliki kelemahan, diantaranya,

rendahnya imunogenisitas, sumber plasma yang terus berkurang (karena jumlah

penderita penyakit Hepatitis B menurun sejalan dengan keberhasilan program

vaksinasi), serta kekhawatiran adanya kontaminasi penyakit lain (terutama HIV)

pada serum donor. Antigen ini diharapkan dapat menghasilkan kandidat vaksin

rekombinan Hepatitis B yang sesuai dengan genetik virus tersebut di Indonesia,

karena gen penyandi antigen tersebut diisolasi dari virus HB yang terdapat di

Indonesia.

Perumusan Masalah

Perlunya dikembangkan bioteknologi dalam memenuhi kebutuhan manusia

dalam perkembangan dunia global dapat dipertimbangkan berdasarkan

permasalahan sebagai berikut:

1 Bioteknologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam

berbagai aspek kehidupan manusia.

2 Perkembangan bioteknologi yang sangat pesat perlu dimanfaatkan secara

maksimal.

3 Aplikasi bioteknologi di Indonesia masih terbatas, sehingga perlu untuk digali

dan dikembangkan, khususnya di bidang peternakan yang meliputi

bioteknologi reproduksi, pakan ternak dan bioteknologi molekuler di bidang

produksi ternak dan kesehatan hewan seperti pembuatan bahan obat dan bahan

vaksin.

4 Di bidang kesehatan hewan, penggunaan vaksin konvensional yang

mempunyai banyak kelemahan bisa diatasi dengan pembuatan bahan vaksin

dari protein imunogenik rekombinan.

Page 23: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

5

Tujuan Penelitian

1 Membuat model plasmid rekombinan untuk memproduksi protein HBsAg100

rekombinan.

2 Menghasilkan klon pembawa gen penyandi HBsAg100 yang telah dikloning

dengan plasmid yang khusus digunakan untuk ekspresi (pGEX-4T-2).

3 Produksi dan isolasi protein HBsAg100-GST rekombinan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk produksi substansi antigenik dalam rangka

memproduksi vaksin dengan DNA rekombinan yang lebih baik dan lebih aman

dibandingkan dengan antigen konvensional yang berasal dari bakteri atau

mikroorganisme lain yang patogen.

Ruang Lingkup

1 Mengisolasi gen penyandi HBsAg100 dari virus Hepatitis B sub tipe adw yang

merupakan sub tipe utama di Indonesia.

2 Memperbanyak HBsAg100 dengan PCR.

3 Membuat plasmid rekombinan melalui ligasi HBsAg100 dengan plasmid

pGEX-4T-2.

4 Melakukan transformasi plasmid rekombinan terhadap E. coli DH5α untuk

kloning, dilanjutkan dengan skrining klon yang membawa plasmid

rekombinan. Sekuensing dilakukan untuk memastikan tidak terdapat mutasi

pada gen target, kemudian dilanjutkan lagi dengan transformasi ke dalam E.

coli BL21 untuk menghasilkan protein HBsAg100-GST rekombinan.

5 Melakukan pengujian antigenisitas protein antigen S rekombinan pada mencit

BALB/c dengan teknik ELISA. Melakukan pengujian imunogenisitas protein

HBsAg100-GST rekombinan melalui respon mencit BALB/c yang diimunisasi

dengan HBsAg100-GST, kemudian melakukan pengambilan serum dan

menganalisa kandungan antibodi yang terbentuk dengan teknik ELISA.

Page 24: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

6

Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan daerah hiperendemik penyakit Hepatitis B. Harga obat

yang digunakan untuk mengatasi penyakit tersebut sangat mahal, sehingga

vaksinasi merupakan metode yang lebih murah dan efektif. Vaksin konvensional

yang digunakan di Indonesia saat ini (Korean Green Cross) merupakan vaksin

yang dihasilkan dari plasma darah orang asing. Virus Hepatitis B merupakan virus

DNA yang memiliki enzim polymerase dengan kecermatan rendah, maka

frekuensi terjadinya mutasi cukup tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya

perbedaan sekuen dari gen virus Hepatitis B yang ada di luar negeri dengan virus

Hepatitis B yang terdapat di Indonesia. Penggunaan vaksin galur luar negeri akan

menstimulasi munculnya tanggap kebal (antibodi) spesifik terhadap virus

Hepatitis B yang ada di luar negeri. Sebaliknya, vaksin tersebut kemungkinan

kurang efektif untuk menghasilkan antibodi yang spesifik untuk melawan virus

Hepatitis B yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, produksi protein HBsAg100

rekombinan sebagai kandidat vaksin Hepatitis B yang terdapat di Indonesia sangat

mendesak untuk dilakukan sehingga dihasilkan respon antibodi yang mampu

melawan virus tersebut. Berkaitan dengan hal ini, maka sangat perlu dilakukan

penelitian tentang “Produksi Protein Rekombinan HBsAg100-GST sebagai Model

Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi pada Mencit”.

Masalah utama untuk menghasilkan antigen permukaan Hepatitis B

menggunakan bakteri E. coli adalah rendahnya tingkat ekspresi. Hal ini

disebabkan karena ekspresi gen penyandi antigen permukaan Hepatitis B

terhambat oleh adanya bagian gen up-stream yang menghasilkan protein bagian

dari antigen yang bersifat hidrophobik (Sheu dan Lo 1995). Selain itu, hasil

penelitian pendahuluan dalam rangkaian penelitian ini menunjukkan bahwa

antigen permukaan Hepatitis B bersifat toksik bagi inang (E. coli). Oleh karena

itu, penelitian yang mengarah pada optimalisasi ekspresi antigen pada E. coli

sangat perlu dilakukan. Pada penelitian ini, optimalisasi ekspresi dilakukan

dengan melakukan kloning dan ekspresi gen yang menghasilkan antigen

hidrophilik yang tetap mempertimbangkan utuhnya bagian-bagian epitop dari

antigen tersebut. Disamping itu, sifat toksik antigen tersebut akan diatasi dengan

mencegah terjadinya ekspresi dini (leacky expression) sebelum populasi bakteri

Page 25: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

7

mencukupi untuk menghasilkan antigen yang memadai. Pencegahan ekspresi dini

tersebut akan dilakukan dengan pengayaan media melalui penambahan glukosa

untuk mencegah bakteri E. coli mengalami kekurangan nutrisi yang merupakan

penyebab bakteri tersebut mengekspresikan berbagai jenis enzim (termasuk

protein rekombinan) untuk melakukan metabolisme terhadap media.

Tidak adanya protein disulfide isomerase pada bakteri E. coli menyebabkan

protein rekombinan yang diekspresi menggunakan bakteri ini tidak mampu

mengalami folding secara sempurna. Hal ini berdampak pada rendahnya kelarutan

serta aktifitas dari protein yang dihasilkan. Strategi yang banyak dilakukan untuk

mengatasi masalah tersebut adalah melakukan penggabungan dengan gluthatione-

S-transferase (GST) (Vikis dan Guan 2000; Koschorreck et al. 2005). Oleh karena

itu, penggabungan antigen permukaan Hepatitis B yang akan diproduksi dengan

GST sangat perlu dilakukan. Disamping itu, penggabungan dengan GST juga

akan sangat mempermudah proses pemurnian. Adanya kolum GSTrap yang

tersedia secara komersial merupakan tindak lanjut dihasilkannya plasmid pGEX-

4T-2 yang akhir-akhir ini sangat popular digunakan untuk produksi protein

rekombinan pada bakteri E. coli. Hal ini disebabkan karena plasmid tersebut

merupakan plasmid yang mampu menghasilkan protein rekombinan dalam jumlah

banyak (Ali et al. 2005).

Page 26: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Hepatitis B dan Antigen Permukaan

Menurut Dayal dan Maldonado (1998), Virus Hepatitis B masuk dalam

famili virus Hepadna dan mempunyai ukuran genome yang terkecil diantara

semua virus DNA hewan, yaitu dengan ukuran panjang 3,2 kb. Menurut Stannard

(1995), virus Hepatitis B menyebabkan infeksi kronis dan akut pada hati manusia.

Infeksi akut biasanya sampai beberapa bulan saja, sedangkan infeksi kronis bisa

mencapai bertahun-tahun bahkan bisa sampai selama hidupnya. Diameter total

dari virus Hepatitis B adalah 42 nm, sedangkan diameter core atau

nucleocapsidnya adalah 27 nm. Core dilapisi oleh mantel (outer coat) yang

tebalnya sekitar 4 nm. Protein yang terdapat pada mantel disebut surface antigen

atau HBsAg. HBsAg ini kadang-kadang berkembang memanjang membentuk

ekor (tubular) pada salah satu sisi dari partikel virus tersebut. Gambaran virus

Hepatitis B yang lebih jelas, diilustrasikan pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3

dan Gambar 4.

Virus Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sampai ratusan juta orang di

seluruh dunia dan sekitar 20 juta orang terinfeksi setiap tahun, dan sekitar 78%

penderita berdomisili di Asia (Joshi dan Kumar 2001). Di Indonesia, jumlah

penderita penyakit tersebut mencapai sekitar 15 juta orang. VHB merupakan

penyebab utama sirosis (pengerasan hati) dan kanker hepatoseluler (Human

Hepatocellular Carcinoma) yang merupakan salah satu penyakit terganas

penyebab kematian di seluruh dunia. Jenis kanker ini telah menyebabkan

kematian lebih dari 1 juta orang setiap tahun (Ji et al. 2005).

Page 27: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

10

Gambar 1. Sekelompok virus Hepatitis B (Sumber: Stannard 1995).

Gambar 2 Pembesaran dari dua buah core yang ditunjuk dengan tanda panah

(Sumber: Stannard 1995).

Gambar 3 Representasi diagram dari virus Hepatitis B dan komponen antigen

permukaan (Sumber: Stannard 1995).

Page 28: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

11

Gambar 4 Ilustrasi virus Hepatitis B dengan capsid dan internal density yang

tampak pada irisan melintang (Sumber: Dryden et al. 2006).

Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi

virus Hepatitis B yang bersifat menetap, timbul sebagai akibat infeksi pada waktu

bayi dan anak-anak. Makin muda usia seseorang terkena infeksi virus tersebut,

maka akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita infeksi virus Hepatitis B

yang menetap, sehingga lebih besar jumlah resiko untuk menjadi sirosis hati dan

kanker hati primer dikemudian hari (Mulyanto et al. 2002).

Penelitian tentang sebaran geografis virus ini menunjukkan bahwa virus

tersebut tersebar di seluruh dunia. Namun, prevalensi tertinggi ditemukan di Asia

Tenggara dan Sub-sahara Afrika. Mulyanto et al. (1997) membagi zona distribusi

sub tipe virus Hepatitis B di Indonesia berdasarkan perbedaan epitope pada

HBsAg menjadi 4 bagian: (1) zona adw yang merupakan sub tipe utama di

Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan bagian Selatan, Bali, Lombok,

Ternate dan Morotai, (2) zona ayw yang meliputi bagian barat dari Nusa Tenggara

dan Maluku, (3) zona adr meliputi Papua, dan (4) campuran antara berbagai sub

tipe yang terdapat di Kalimantan Selatan dan Sumbawa.

Page 29: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

12

Virus Hepatitis B merupakan virus DNA untai ganda dengan panjang

genome mencapai 3.2-3.3 kilo pasangan basa (kpb). Virus yang termasuk famili

hepadnaviridae tersebut memiliki genome yang terbungkus oleh glycoprotein.

Siklus replikasi virus ini dimulai dengan melekatnya protein selubung tersebut

pada hepatosit. Di dalam inti sel hati, sintesis DNA virus disempurnakan dimana

genome virus tersebut diubah menjadi cccDNA (covalently closed circular DNA).

cccDNA inilah yang akan menjadi template untuk sintesis RNA yang kemudian

akan diubah menjadi DNA virus (Lok dan McMahon 2001).

Selubung virus Hepatitis B (Hepatitis B virus envelope) terdiri dari

membran glikoprotein dimana terdapat 3 bagian protein permukaan yaitu antigen

pre-S1 (119 asam amino), pre-S2 (55 asam aminio) dan S (226 asam amino)

(Jaoude dan Sureau 2005; Barrera et al. 2005). Beberapa ahli menggolongkan

ketiga protein tersebut sebagai protein kecil (small), sedang (middle) dan besar

(large). Antigen pre-S1 memiliki beberapa epitop yang memiliki daya

immunogenik (Hu et al. 2004). Antigen bagian pre-S1 ini dibutuhkan oleh virus

Hepatitis B untuk melakukan infeksi pada korban (Barrera et al. 2005). Menurut

Deng et al (2005), asam-asam amino Pre-S1 pada nomor 21-47 merupakan epitop

yang berfungsi untuk melekatnya virus pada jaringan hati. Oleh karena itu, protein

bagian ini memiliki peranan yang sangat penting untuk siklus virus Hepatitis B.

Antigen pre-S2 diduga mempunyai tingkat imunogenisitas lebih tinggi

dibandingkan HBsAg (Ji et al. 2005) terutama 26 asam amino pada ujung N

(Joung et al. 2004). Antigen pre-S2 mempunyai peranan sangat penting, hal ini

telah dibuktikan secara nyata melalui serangkaian diagnosa (Maruyama et al.

2000). Menurut Hu et al. (2004a), HBsAg telah digunakan secara luas sampai saat

ini sebagai vaksin konvensional, asam-asam amino ke 139-147 pada bagian S

merupakan epitop utama pada protein S (HBsAg). Namun demikian, penghilangan

epitop ini masih tetap dapat memberikan reaksi antigenisitas yang menunjukkan

bahwa masih terdapat epitop lain selain epitop yang terletak pada asam-asam

amino nomor 139-147 tersebut.

Page 30: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

13

Struktur DNA dan Genome Virus Hepatitis B

Menurut Winarno dan Agustinah (2007), DNA adalah deoxyribo nucleic

acid, yaitu sebuah asam nukleat yang terdiri atas sejumlah nukleotida yang diatur

sedemikian rupa sehingga berbentuk single strand. Biasanya dua buah utas DNA

saling melingkar satu sama lain untuk membentuk sebuah double helix (heliks

ganda), seperti ditunjukkan oleh Andre (2006) pada Gambar 5. Muladno (2002)

menegaskan bahwa untuk membentuk rangkaian molekul DNA heliks ganda, basa

nitrogen dari setiap nukleotida dalam satu rangkaian akan berpasangan dengan

basa nitrogen dari setiap nukleotida pada rangkaian lainnya melalui ikatan

hidrogen. Pengikatan basa nitrogen dari masing-masing nukleotida tersebut sangat

spesifik. Basa A (Adenine) dari satu nukleotida selalu berikatan dengan basa T

(Thymine) dari nukleotida lainnya, sedangkan basa G (Guanine) selalu

berpasangan dengan basa C (Cytosine). Pasangan A dan T terbentuk dengan dua

ikatan hidrogen, sedangkan pasangan G dan C terbentuk dengan tiga ikatan

hidrogen. Oleh karena itu, pasangan G-C lebih stabil daripada pasangan A-T.

Winarno dan Agustinah (2007) menjelaskan, bahwa gugus basa DNA terdiri

atas empat senyawa berikut: sitosin, adenin, guanin atau timin. Gugus gulanya

adalah deoksiribosa. DNA terdapat di dalam kromosom prokariot dan eukariot

dan di dalam mitokondria eukariot. DNA merupakan materi kebakaan atau

keturunan di hampir semua organisme hidup yang mampu memperbanyak dirinya

sendiri dalam pembelahan inti. Winarno dan Agustinah (2007) menjelaskan

bahwa hipotesa Watson dan Crick merupakan hipotesa berdasarkan X-ray

crystallography yang mengusulkan bahwa DNA merupakan suatu heliks ganda

dari dua uliran rantai fosfat dan gula yang saling bergantian, dengan gula yang

terkait oleh sepasang basa. Selanjutnya Muladno (2002) menjelaskan, bahwa

Watson dan Crick akhirnya memperoleh Nobel dalam bidang biologi modern pada

tahun 1953 setelah menemukan bukti bahwa struktur DNA adalah heliks ganda.

Penemuan ini merupakan tonggak sejarah yang penting terhadap munculnya

teknologi rekayasa genetika yang lahir 20 tahun kemudian, yaitu tahun 1973.

DNA bersama-sama protein (histone) dan molekul ribo nucleic acid (RNA),

terdapat di dalam inti sel. Ketiga materi tersebut saling kait mengkait dalam suatu

Page 31: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

14

susunan yang sangat rumit membentuk kromosom yang merupakan komponen

penting dalam semua sel mahluk hidup.

Gambar 5 Diagram struktur dari bagian DNA heliks ganda (Sumber: Andre 2006).

Melalui suatu proses kimia, kromosom dapat dikeluarkan dari inti sel.

Selanjutnya, protein yang berikatan dengan DNA dilisiskan dengan enzim

proteinase, sedangkan RNA yang masih berada di sekitar DNA dikatalisis atau

diurai dengan enzim RNAse. Selanjutnya, DNA yang telah terbebas dari protein

(histone) dan RNA siap direkayasa atau dimanipulasi dalam teknologi rekayasa

genetika (Muladno 2002). Old dan Primrose (1989) menjelaskan, bahwa istilah

manipulasi gen dapat diterapkan pada beberapa macam teknik genetika in-vivo

maupun in-vitro yang canggih. Di negara-negara Barat terdapat definisi resmi

Page 32: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

15

yang tepat untuk istilah manipulasi gen sebagai akibat adanya peraturan

Pemerintah untuk mengendalikannya. Di Inggris, manipulasi gen didefinisikan

sebagai pembentukan kombinasi baru materi yang dapat diturunkan dengan

melakukan penyisipan (insertion) molekul-molekul asam nukleat, yang dihasilkan

dengan cara apapun di luar sel, ke dalam suatu virus, plasmid bakteri atau sistem

pembawa lainnya yang memungkinkan terjadinya penggabungan ke dalam

organisme inang secara tidak alami tetapi selanjutnya mampu melakukan

penggandaan lagi. Definisi resmi ini menekankan penggandaan molekul asam

nukleat asing (asam nukleat ini hampir selalu DNA) di dalam tubuh organisme

inang yang berbeda. Kemampuan untuk melintasi penghalang spesies alami dan

memasukkan gen-gen dari organisme apapun ke dalam suatu organisme inang

yang tidak berhubungan merupakan satu ciri penting manipulasi gen. Ciri penting

kedua berupa kenyataan bahwa relatif sepotong kecil DNA tertentu digandakan

dalam tubuh organisme inang.

Setiap organisme mempunyai sebuah genome yang mengandung semua

informasi biologik yang diperlukan untuk membangun dan memelihara kehidupan

organisme tersebut. Informasi biologik yang terkandung di dalam genome dikode

oleh DNA yang terkandung di dalam genome yang dibagi ke dalam unit-unit

khusus yang disebut gen (Barnum 2005). Menurut Winarno dan Agustinah (2007),

genome dalam arti sederhana berarti satu set lengkap mengandung informasi

genetika yang dimiliki oleh suatu organisme. Selanjutnya dijelaskan oleh

Muladno (2002), bahwa setiap mahluk hidup mempunyai sel yang di dalam inti

selnya terdapat kromosom dengan jumlah berbeda-beda untuk setiap mahluk

hidup. Manusia mempunyai 23 pasang kromosom dalam setiap intinya. Sapi

mempunyai 30 pasang kromosom, lalat buah Drosophila mempunyai empat

pasang kromosom, bakteri E. coli mempunyai satu kromosom. Beberapa peneliti

lain menambahkan, bahwa virus hepatitis B mempunyai 1 kromosom (Dayal dan

Maldonado 1998; Mason et al. 1998; Burda et al. 2001; Muljono dan

Soemohardjo 2003; Anzola 2004; Wagner et al. 2004; Beck dan Nassal 2007;

GenBank 2008; Nurainy et al. 2008).

Menurut Muladno (2002), total kromosom dalam inti sel dinamakan

genome atau lebih tepatnya disebut genome inti karena berasal dari inti sel. Jadi

Page 33: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

16

bisa dikatakan bahwa genom manusia terdiri atas 23 pasang kromosom, genom

sapi terdiri atas 30 pasang kromosom, dan seterusnya. Apabila DNA dari genom

tersebut direntang secara linear, maka ukuran panjang rentangan DNA pada

genom tersebut berbeda-beda pada setiap organisme seperti dijelaskan pada Tabel

1. Rentangan DNA dari genom tersebut disebut genomic DNA.

Berdasarkan data pada Tabel 1, maka dapat dijelaskan bahwa besarnya

ukuran genom tidak mencerminkan besarnya ukuran makhluk hidup, seperti

apabila membandingkan ukuran tubuh manusia dengan ukuran tubuh tikus yang

sangat jauh berbeda, tetapi keduanya mempunyai ukuran genom yang hampir

sama. Demikian pula, ukuran tubuh cacing yang jauh lebih besar dari ukuran

tubuh lalat buah Drosophila, tetapi ukuran genome cacing lebih sedikit daripada

ukuran genome lalat buah Drosophila.

Tabel 1 Ukuran genome dari beberapa makhluk hidup dalam bentuk haploid

Jenis mahluk hidup Ukuran genome

(dalam pb)

Virus Hepatitis B 3 215*

Virus T4 160 000**

Bakteri E.coli 4 200 000**

Jamur 20 000 000**

Cacing 80 000 000**

Lalat buah Drosophila 140 000 000**

Tikus 3 000 000 000**

Manusia 3 300 000 000** Sumber: *Nurainy et al. 2008, **Lewin 1990.

Muladno (2002) menyatakan, bahwa virus dan bakteri merupakan makhluk

hidup yang sederhana dan mempunyai ukuran genome yang kecil sehingga

organisasi genomenya juga sederhana. Oleh karena itu, kedua makhluk hidup ini

menjadi “bahan utama” untuk penelitian-penelitian dalam bidang genetika

molekuler. Seperti telah diuraikan di atas, bahwa virus Hepatitis B mempunyai

ukuran genome yang terkecil diantara semua virus DNA, yang menurut beberapa

peneliti (Dayal dan Maldonado 1998; Burda et al. 2001; Muljono dan

Soemohardjo 2003; Anzola 2004; Wagner et al. 2004; Beck dan Nassal 2007;

Nurainy et al. 2008), virus Hepatitis B mempunyai ukuran panjang genom sekitar

Page 34: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

17

3.2 kb. Dayal dan Maldonado (1998) menjelaskan bahwa virus hepatitis B

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1 Genome virus hepatitis B yang menurut mereka ditemukan oleh William S.

Robinson dari Stanford University School of Medicine merupakan genome

yang terkecil dengan ukuran panjang 3,2 kb. Diagram organisasi genome

virus Hepatitis B diilustrasikan pada Gambar 7.

2 Informasi genetik dibawa melalui DNA rantai ganda.

3 DNA penyusun genome terdiri atas rantai yang lebih panjang yang disebut

rantai negatif (-) lengkap, dan rantai positif (+) tidak lengkap, terdapat sekitar

15-50% merupakan rantai tunggal.

4 Genome sirkuler dipertahankan dalam bentuk longgar oleh pasangan basa

dari sekuen overlap 240 nukleotida dan Direct Repeats (DR) pendek antara

kedua rantai pada ujung 5’.

5 Ujung 5’ dari rantai negatif (-) mengikat protein secara kovalen, sedangkan

ujung 5’ dari rantai positif (+) mengikat oligoribonukleotida sebagai RNA

primer.

6 Nukleokapsid berbentuk icosahedral.

7 Nukleokapsid dikelilingi oleh amplop lipid.

8 Diameter Nukleokapsid 27 nm.

9 Melalui gambar mikrograf elektron, virus tampak spherical (bentuk bola)

dengan diameter total 42 nm.

10 Mengandung 4 Overlapping Open Reading Frames (ORF): S, C, P, dan X

yang disandi pada rantai DNA (-).

11 Nomer Triangulasi=3 (T=3).

12 Gen S terdiri atas 3 bagian: yaitu pre-S1, pre-S2, dan S. Tiga macam protein

yang berbeda diproduksi oleh kombinasi dari ke tiga gen tersebut dalam

kombinasi yang berbeda: protein L (large protein), yaitu protein pada amplop

yang dibuat berdasarkan pengkodean dari gen-gen pre-S1, pre-S2, dan S;

protein M (middle-sized proteins/medium surface protein) pada amplop yang

dikode oleh gen pre-S2 dan gen S; dan protein S yang merupakan komponen

mayor (major component) dari HBsAg.

Page 35: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

18

Gambar 6 Diagram organisasi genome virus hepatitis B (Sumber: Wagner 2004).

Nurainy et al. (2008) melalui risetnya yang berjudul Genetic Study of

Hepatitis B Virus in Indonesia Reveals a New Subgenotype of Genotype B in East

Nusa Tenggara dengan menggunakan isolat Virus Hepatitis B 2059Java, berhasil

menemukan sekuen genom lengkap Virus Hepatitis B (Lampiran 2). Selanjutnya

dijelaskan, bahwa sekuen genome lengkap tersebut tersusun atas 4 overlapping

open reading frames yang masing-masing mempunyai sekuen sebagai berikut:

1 Gen P (sekuen:2307-3215, 1-1623); yang menyandi pembentukan enzim-enzim

DNA polymerase, reverse trancriptase, dan RNAse.

2 Gen S yang terdiri atas 3 bagian, yaitu: gen pre-S1, gen pre-S2, dan gen S. Tiga

jenis protein amplop VHB yang berbeda diproduksi berdasarkan pengkodean

dari kombinasi tiga gen-gen ini dalam kombinasi yang berbeda. (1) Protein L

(large protein) dikode oleh kombinasi dari gen-gen pre-S1, pre-S2, dan S

(sekuen: 2848-3215, 1-835). (2) Protein M (medium protein) dikode oleh

kombinasi dari gen pre-S2 dan gen S (sekuen: 3205-3215, 1-835). (3) Protein S

(HBsAg) dikode oleh gen S (155-835).

3 Gen X (sekuen: 1374-1838); yang menyandi pembentukan protein X yang

peranannya belum diketahui secara pasti, tetapi diduga berperan dalam aktivasi

transkripsi.

Page 36: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

19

4 Gen C (sekuen: 1814-2452); yang berperan mengkode pembentukan HBcAg

(antigen core).

DNA Rekombinan dan Kloning DNA

DNA rekombinan adalah suatu DNA buatan atau hasil rekayasa yang

berasal dari satu sumber atau lebih yang tergabung ke dalam satu molekul

rekombinan (Barnum 2005). Selanjutnya, Winarno dan Agustinah (2007)

menjelaskan, bahwa teknologi rekayasa genetika merupakan kegiatan

bioteknologi modern dengan teknologi DNA rekombinan (rDNA) untuk

melakukan pemindahan atau transfer suatu sifat tertentu yang dibawa gen, yang

tersusun dalam DNA, dari suatu spesies yang sama atau berbeda untuk

menghasilkan spesies baru yang lebih unggul. Muladno (2002) juga menyatakan,

seiring dengan kemajuan teknologi molekuler, perpindahan gen dapat terjadi antar

organisme yang sama sekali tidak berkerabat dekat, misalnya gen manusia

dipindahkan ke bakteri atau gen manusia dipindahkan ke hewan ternak.

Perpindahan gen tersebut mengakibatkan terbentuknya molekul DNA yang

berasal dari sumber yang berbeda dapat digabungkan menjadi DNA rekombinan.

Teknik menggabungkan molekul DNA tersebut dikenal sebagai Teknik DNA

Rekombinan.

Biasanya DNA rekombinan merupakan gabungan antara DNA vektor yang

merupakan molekul DNA yang dapat mereplikasi diri dan DNA asing yang

biasanya berupa gen dari suatu mahluk hidup. Vektor tersebut berfungsi sebagai

pembawa DNA asing yang berasal dari suatu organisme untuk dipindahkan ke

dalam organisme lain. Gen yang terkandung pada DNA rekombinan di dalam

organisme resipien diharapkan dapat diekspresikan untuk menghasilkan protein

(Muladno 2002). Menurut Glick dan Pasternak (1994), teknologi DNA

rekombinan, juga disebut kloning gen atau kloning molekuler, adalah suatu istilah

yang mencakup sejumlah protokol percobaan yang bertujuan untuk transfer

informasi genetik (DNA) dari suatu organisme ke organisme yang lain. Percobaan

DNA rekombinan biasanya mengikuti prosedur sebagai berikut:

1 DNA target (DNA asing, DNA insert, DNA klon) dari organisme donor

diekstrak, dipotong secara enzimatik, kemudian disambung dengan plasmid

Page 37: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

20

atau DNA vektor (vektor kloning) untuk membentuk suatu bentuk baru yang

disebut molekul DNA rekombinan (rDNA).

2 DNA rekombinan tersebut ditransfer ke dalam sel inang. Proses introduksi

DNA rekombinan ke dalam suatu sel inang atau bakteri disebut transformasi.

3 Selanjutnya sel-sel bakteri tersebut dikultur dan diseleksi atau dimurnikan,

kemudian diisolasi.

4 Sel-sel bakteri inang yang telah dimurnikan dan diisolasi, siap dikultur atau

dikembangbiakkan untuk memproduksi protein spesifik yang dikode oleh DNA

klon yang terkandung dalam DNA rekombinan.

Pembuatan DNA rekombinan memerlukan bantuan dua macam enzim.

Pertama, enzim endonuclease (restriction enzyme) berperan sebagai pemotong

molekul DNA. Kedua, enzim ligase berfungsi untuk menggabungkan molekul-

molekul DNA yang telah dipotong oleh enzim restriksi (Muladno 2002; Barnum

2005).

Ilustrasi tahapan pembuatan DNA rekombinan pada Gambar 8 menunjukkan

bahwa enzim endonuclease yang digunakan untuk memotong kedua sumber DNA

adalah BamHI. Enzim restriksi ini memotong kedua molekul DNA tersebut pada

lokasi yang sama dengan membentuk potongan sticky end atau kohesif.

Selanjutnya enzim ligase DNA menggabungkan kedua molekul DNA tersebut

dengan ikatan kovalen menjadi satu molekul DNA rekombinan.

Muladno (2002) menegaskan bahwa pada prinsipnya kloning DNA adalah

proses penggandaan jumlah DNA rekombinan melalui proses perkembangbiakan

sel bakteri (biasanya E. coli). Hal ini dilakukan dengan memasukkan DNA

rekombinan yang dihasilkan dari proses penggabungan tersebut di atas ke dalam

sel E. coli. Selanjutnya sel ini diinkubasi pada suhu optimal sehingga sel dapat

berkembangbiak secara eksponensial. Masuknya molekul DNA rekombinan ke

dalam sel akan mengubah fenotip sel tersebut, sehingga proses pemasukan

molekul DNA ke dalam sel juga disebut transformasi. Sel yang digunakan dalam

proses transformasi ini biasanya disebut dengan sel kompeten. Plasmid

merupakan molekul kecil yang berukuran sekitar lima ribu pasang basa yang

terdapat di dalam sel bakteri Escherichia coli, posisinya terpisah dengan

kromosom dan mampu mereplikasi sendiri tanpa harus bergantung kepada

Page 38: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

21

kromosom, kebanyakan berupa rangkaian molekul DNA untai ganda dan biasanya

berbentuk bulat. Selanjutnya Glick dan Pasternak (1994) menerangkan, bahwa ori

adalah sekuen nukleotida yang merupakan tempat diawalinya atau dimulainya

sintesis DNA pada saat replikasi.

Barnum (2005) menjelaskan, ada beberapa cara dalam melakukan kloning

DNA, dan metode yang digunakan bervariasi tergantung pada tipe DNA, tipe sel

inang, dan tujuan akhir dari kloning DNA. Contohnya, tipe vektor yang

digunakan untuk kloning akan tergantung kepada apakah DNA klon akan tetap

berada di dalam vektor atau akan disisipkan ke dalam kromosom sel inang.

Vaksin Hepatitis B

Menurut Dayal dan Maldonado (1998), vaksin hepatitis B yang pertama kali

mendapat lisensi (pada tahun 1981) adalah Heptavax-B dan telah dipasarkan oleh

Merck Sharp dan Dhome. Vaksin tersebut diperoleh dari hasil ekstraksi dan

pemurnian antigen HBsAG dari serum penderita hepatitis B kronis. Selanjutnya

dijelaskan bahwa vaksin rekombinan atau sebagai hasil rekayasa genetika yang

telah berhasil diproduksi secara komersial adalah Recombivax HB Chiron Corp

dan Merck serta Engerix-B oleh SmithKline Biologicals. Vaksin rekombinan

tersebut diproduksi dari hasil kloning gen HBsAg yang terdapat di dalam yeast.

Joung et al. (2004) menyatakan, hampir semua vaksin hepatitis B konvensional

yang sudah mendapat lisensi saat ini adalah vaksin yang dihasilkan dari plasma.

Namun, keberhasilan program imunisasi menyebabkan pasien hepatitis B yang

akan menjadi sumber vaksin tersebut semakin berkurang yang berakibat pada

semakin terbatasnya darah yang dapat digunakan sebagai sumber vaksin. Oleh

sebab itu produksi vaksin hepatitis B dengan menggunakan plasma semakin sulit

dilakukan. Kekhawatiran terhadap adanya kontaminan pada darah terutama oleh

virus berbahaya seperti HIV, menimbulkan kekhawatiran tersendiri untuk

menggunakan vaksin yang bersumber dari plasma tersebut.

Menurut Mulyanto et al. (1997), Indonesia merupakan daerah endemik

sedang sampai tinggi untuk penyakit hepatitis B, sehingga WHO menghimbau

untuk segera melaksanakan usaha pencegahan. Pengobatan terhadap penderita

penyakit hepatitis B yang sangat mahal menyebabkan tindakan preventif melalui

Page 39: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

22

vaksinasi merupakan tindakan yang lebih tepat. Vaksinasi secara besar-besaran

dinilai efektif untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Selanjutnya Mulyanto et

al. (2002) menyatakan, bahwa pada tahun 1987, Pemerintah Indonesia

menjadikan Pulau Lombok sebagai model immunisasi massal Hepatitis B pertama

di dunia. Hal ini disebabkan karena tingkat endemik penyakit tersebut di Pulau

Lombok sangat tinggi. Hasil proyek percontohan tersebut cukup menggembirakan

sehingga pemerintah mulai memperluas program immunisasi ke 4 propinsi yang

lain di tahun 1991 dan kemudian ke 6 propinsi lainnya pada tahun 1992. Saat ini

pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan vaksinasi Hepatitis B untuk balita

ke dalam Program Pengembangan Imunisasi (Extended Program of

Immunization).

Berbagai upaya untuk menghasilkan vaksin yang mengandung antigen

rekombinan telah dilakukan, diantaranya dengan memproduksi antigen

menggunakan sel tanaman maupun ragi. Keberhasilan ekspresi antigen tersebut

telah dilaporkan melalui kultur sel tembakau (Kumar et al. 2003), maupun ragi

(Maruyama et al. 2000; Lu et al. 2002; Ddeman & Zyl 2003; Hu et al. 2004).

Meskipun vaksin tersebut memberikan hasil yang sangat memuaskan, sistem

produksi menggunakan hewan maupun tanaman terhambat oleh lamanya waktu

yang diperlukan, terjadi variasi pada produk akhir, terkontaminasi oleh bahan-

bahan kimia pertanian serta kesulitan dalam meningkatkan hasil produk akibat

rumitnya faktor-faktor regulasi. Penggunaan bakteri E. coli menjadi pilihan

terakhir karena waktu yang lebih singkat, harga media lebih murah serta teknologi

pembiakan maupun komponen-komponen yang dibutuhkan untuk optimalisasi

transkripsi maupun translasi telah dikuasai (Ali 2006).

Produksi bagian yang sederhana dari antigen permukaan Hepatitis B dengan

menggunakan bakteri E. coli bisa dilakukan, namun demikian berbeda dengan

hasil ekspresi yang dilakukan dengan induk semang hewan maupun tumbuhan

yang dapat menghasilkan produksi yang tinggi, ekspresi menggunakan E. coli

menghasilkan produk yang sedikit. Hal ini disebabkan oleh sifat antigen

permukaan Hepatitis B yang toksik bagi E. coli. Maeng et al. (2001) melakukan

percobaan ekspresi gen virus Hepatitis B secara parsial yang diikuti dengan

menggabungkan gen tersebut dengan gen penyandi enzim gluthathion-S-

Page 40: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

23

transferase (GST), dengan demikian ekspresi gen dan kelarutan antigen

permukaan Hepatitis B pada E. coli tersebut bisa ditingkatkan. Ekspresi gen

tersebut dilakukan dibawah kontrol promoter tac. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tingkat ekspresi antigen pre-S1 yang

digabung dengan GST. Koschorreck et al. (2005) juga melaporkan terjadi

peningkatan solubilitas protein rekombinan yang digabung dengan GST.

Terjadinya peningkatan kelarutan ini sangat penting untuk proses pemurnian

antigen rekombinan dengan menggunakan kolum yang telah tersedia secara

komersial.

Aplikasi Rekayasa Genetik di Bidang Peternakan

Menurut Winarno dan Agustinah (2007), WHO telah meramalkan bahwa

populasi dunia akan berlipat dua pada tahun 2020 sehingga jumlahnya akan lebih

dari 10 milyar. Oleh karena itu, produksi pangan juga harus ditingkatkan.

Kendalanya adalah jumlah sisa lahan dunia yang belum termanfaatkan saat ini

sangat kecil dan terbatas. Teknologi rekayasa genetika atau GMO akan

memainkan peranan yang sangat penting dalam mengatasi kendala tersebut.

Teknologi rekayasa genetika dapat menjadi strategi yang sangat bagus untuk

meningkatkan produksi pangan. Wiryosuhanto dan Sudradjat (1992) menjelaskan,

bahwa teknologi rekayasa genetika merupakan alat yang dapat membantu

pengusaha industri peternakan untuk meningkatkan status kesehatan ternaknya,

meningkatkan feed convertion, dan memperpendek waktu pemeliharaan sampai

mencapai berat badan yang sesuai dengan permintaan pasar. Teknologi rekayasa

genetik memberi harapan untuk diaplikasikan di dalam pembangunan peternakan

di masa datang, yaitu bioteknologi molekuler yang berkaitan dengan keberhasilan

teknologi kloning, ternak transgenik, dan vaksin. Winarno (2004) menyatakan,

bahwa teknologi rekayasa genetika juga mampu membantu masalah yang

dihadapi oleh industri susu dalam mengatasi masalah turunnya suplai renin.

Renin, yang sekarang lebih dikenal dengan nama chymosin, adalah enzim

proteolitik yang digunakan dalam pembuatan keju oleh industri susu. Secara

konvensional, renin diproduksi dari abomasum (lambung ke-4) anak sapi.

Timbulnya kekurangan renin menyebabkan para industri keju mencari alternatif

Page 41: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

24

lain dengan memproduksi renin mikroba yang diekstraksi dari fungi, namun sifat

biokimianya tidak sama dengan renin dari abomasum anak sapi. Hal ini bisa

diatasi dengan cara mentransfer gen dari anak sapi yang mengkode pembentukan

renin ke dalam bakteri, selanjutnya bakteri tersebut digunakan sebagai mesin

pembentuk renin yang sifat biokimianya sama dengan renin dari abomasum anak

sapi.

Page 42: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

KLONING GEN SR100 DALAM RANGKA PRODUKSI

PROTEIN REKOMBINAN SEBAGAI MODEL

IMUNOGEN UNTUK MENGHASILKAN

ANTIBODI

Slamet Riyadi1, Rarah R.A. Maheswari

2, Mirnawati Sudarwanto

3,

Fransiska R. Zakaria4, Muhamad Ali

5

1Mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak, Sekolah Pascasarjana IPB, 2Fakultas Peternakan IPB,

3Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 4Fakultas Teknologi Pertanian IPB, 5Ketua Lab. Mikrobiologi & Bioteknologi Fak. Peternakan UNRAM

@E-mail: [email protected], phone: 085217886729

Abstrak

Sejak satu dekade yang lalu, muncul paradigma baru dalam teknik

pembuatan vaksin. Penggunaan mikroorganisme virulen yang dilemahkan ataupun

yang dibunuh telah diganti dengan penggunaan vaksin sub unit yang lebih efektif

dengan teknologi DNA rekombinan. Melalui penggunaan teknologi tersebut, gen

tertentu dari mikroorganisme virulen dapat dikloning, diekspresi dan dievaluasi

penggunaannya sebagai vaksin. Pada penelitian ini, telah dikloning bagian gen

penyandi protein hidrofilik dari protein S (aa 100-164) dari antigen permukaan

virus hepatitis B untuk digunakan sebagai penghasil kandidat vaksin rekombinan.

Gen tersebut kemudian diligasi dengan vektor pGEX-4T-2 dan disekuensing.

Pensejajaran hasil sequensing tersebut dengan sekuen asli virus hepatitis B

menunjukkan kesamaan. Hasil utama dari penelitian ini adalah klon pembawa gen

penyandi protein S yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan

kandidat vaksin rekombinan hepatitis B.

Kata kunci: DNA rekombinan, vaksin, pGEX-4T-2, Hepatitis B.

Abstract

Since one decade ago, a new paradigm of vaccine design is emerging.

Instead of attenuated virulent microorganisms or killed virulent microorganisms,

effective subunit vaccines were developed using recombinant DNA technology. By

using the technology, selected genes of the virulent microorganisms can be

cloned, expressed, and evaluated as vaccine components. In this research,

hydrophilic domain of S protein (aa 100-164)-encoding gene of hepatitis B

surface antigen was cloned for vaccine candidate production. The gene was

ligated with pGEX-4T-2 vector and sequenced. Sequences alignment of the

amplified fragment with genome of hepatitis B virus indicated that the sequences

were identical. A major result achieved from this research was clones carrying S

antigens-encoding gene that could be used further for production of recombinant

hepatitis B vaccine candidates.

Keywords: recombinant DNA, vaccine, pGEX-4T-2, hepatitis B.

Page 43: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

26

Pendahuluan

Teknologi kloning merupakan terobosan baru di bidang rekayasa genetika.

Menurut Winarno dan Agustinah (2007), kloning adalah pengembangbiakan suatu

mahluk hidup yang persis sama dengan induknya tanpa melalui pembuahan,

seperti stek pada tanaman, tetapi kloning melalui rekayasa genetika jauh lebih

rumit. Muladno (2002) menjelaskan, bahwa pada prinsipnya kloning DNA adalah

proses penggandaan jumlah DNA rekombinan melalui proses perkembangbiakan

sel bakteri (biasanya E. coli). Proses penggandaan tersebut dilakukan dengan

memasukkan DNA rekombinan ke dalam E.coli, diikuti dengan inkubasi sel E.coli

pada suhu optimal sehingga sel berkembangbiak secara eksponensial. Selanjutnya

dijelaskan pula, bahwa menggandakan jumlah molekul DNA tidak hanya dapat

dilakukan dengan memanfaatkan mekanisme kehidupan mikroorganisma, tetapi

dapat juga dilakukan melalui teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).

Perkembangan teknologi molekuler (seperti kloning) yang sangat pesat telah

membuka era baru dalam menghasilkan berbagai jenis vaksin maupun obat yang

dibutuhkan oleh hewan, ternak maupun manusia. Penggunaan teknologi tersebut

telah memudahkan dihasilkannya berbagai sub unit vaksin yang jauh lebih efektif

jika dibandingkan dengan vaksin yang dihasilkan dengan teknologi konvensional

menggunakan mikroorganisme virulen yang dilemahkan ataupun telah dibunuh.

Indonesia merupakan daerah endemis sedang sampai tinggi untuk penyakit

hepatitis B, oleh karena itu pada tahun 1987, WHO menetapkan Pulau Lombok

sebagai model imunisasi masal hepatitis B pertama di dunia. Hasil proyek tersebut

menunjukkan penggunaan vaksin konvensional mampu menurunkan prevalensi

hepatitis B hanya sampai 70% (Mulyanto et al. 2002). Hasil imunisasi tersebut

dinyatakan belum optimal, hal ini antara lain disebabkan vaksin konvensional

yang digunakan (Korean Green Cross) berasal dari plasma darah orang asing

sehingga tidak mampu menstimulasi munculnya tanggap kebal (antibodi) spesifik

yang mampu melawan virus hepatitis B yang terdapat di Indonesia (Joung et al.,

2004).

Berdasarkan permasalahan di atas, pada penelitian ini dilakukan rekayasa

terhadap gen penyandi antigen permukaan hepatitis B untuk menghasilkan antigen

HBsAg100 pada E. coli dengan menggunakan teknologi rekombinan. Kendala

Page 44: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

27

utama produksi antigen tersebut pada bakteri E. coli adalah tingkat ekspresinya

sangat rendah (Maruyama et al. 2000). Rendahnya tingkat ekspresi yang

disebabkan oleh bagian hidrofobik (Lu et al. 2002; Kumar et al. 2005). Oleh

karena itu, pada penelitian ini bagian yang dikloning adalah bagian penyandi

epitop yang bersifat hidrofilik (dari asam amino 100-164). Selain itu, gen

penyandi antigen permukaan hepatitis B di atas akan digabung (fusi) dengan gen

penyandi enzim gluthation-S-transferase (GST) untuk meningkatkan ekspresi

maupun solubilitas antigen yang sangat penting untuk aktivitas maupun proses

purifikasi (Sheu dan Lo 1995; Vikis dan Guan 2000; Koschoreck et al. 2005). Gen

penyandi antigen permukaan hepatitis B yang digunakan pada penelitian ini

adalah gen yang diisolasi dari virus hepatitis B sub tipe adw sebagai sub tipe

utama di Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk membuat kandidat vaksin galur

lokal yang mampu memberikan respon antibodi yang spesifik sesuai dengan

genetik virus hepatitis B yang terdapat di Indonesia.

Dihasilkannya kandidat vaksin hepatitis B rekombinan dengan teknologi

rekayasa DNA menggunakan bakteri diharapkan dapat menggantikan metode

produksi vaksin konvensional dari plasma yang memiliki kelemahan seperti

rendahnya imunogenisitas, sumber plasma yang terus berkurang (karena jumlah

penderita penyakit hepatitis B menurun sejalan dengan keberhasilan program

vaksinasi), serta kekhawatiran adanya kontaminasi penyakit lain pada serum

donor. Gen penyandi antigen tersebut diisolasi dari virus hepatitis B yang terdapat

di Indonesia, sehingga antigen ini diharapkan dapat menghasilkan kandidat vaksin

rekombinan hepatitis B yang sesuai dengan genetik virus tersebut di Indonesia.

Bahan dan Metode

Bahan Penelitian

Amplifikasi fragmen S (asam amino nomor 100-164) dari gen penyandi

antigen permukaan virus hepatitis B, digunakan plasmid pGET-HB (disediakan

oleh Prof.Mulyanto, Laboratorum Hepatitis Mataram) yang membawa gen-gen

permukaan virus hepatitis B sebagai cetakan. Amplifikasi tersebut menggunakan

primer HBVS.100(f) (5’-TATCAAGGTATGTTGCCCGTTTG -3’) dan HBV-

ADWS (r) (5’-AAGCTTCATTACTCCCATAGGTATTTTGCGAAAG-3’). Enzim

Page 45: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

28

DNA polimerase yang digunakan adalah enzim pyrobest (Takara Bioinc., Otsu,

Japan). Fragmen tersebut kemudian diligasi dengan teknik Kloning TA

menggunakan vektor pGEX-4T-2 (Pharmacia & Upjohn Inc., New Jersey, USA).

Plasmid rekombinan tersebut selanjutnya ditransformasi ke bakteri E. coli DH5α.

Kultur bakteri dilakukan pada media Luria Bertani, sedangkan isolasi plasmid

untuk sekuensing digunakan Kit Nucleospin (Macherey, Nalgen, Germany).

Metode Penelitian

Amplifikasi Gen SR100. Campuran PCR yang digunakan adalah 0.1 unit

enzim DNA polymerase pyrobest (Takara Bioinc., Otsu, Japan) dengan bufernya;

0.5 μM primer forward (f) dan reverse (r); 0.2 mM dNTP; 1 ng/ml plasmid

pGEMT-HB sebagai cetakan. Program PCR yang digunakan adalah denaturasi

awal pada suhu 94oC selama 5 menit; siklus yang terdiri atas denaturasi pada 94

oC

selama 30 detik, annealing pada suhu 54oC selama 30 detik dan elongasi

(ekstensi) pada suhu 72oC selama 30 detik; diakhiri dengan 72

oC selama 5 menit

dan 10o C sampai sampel diangkat untuk dilakukan elektroforesis.

Konstruksi Plasmid Rekombinan dan Transformasi. Hasil PCR

kemudian dimurnikan dengan DNA Gel extraction kit dan diligasi dengan plasmid

pGEX-4T-2 (Pharmacia & Upjohn Inc., New Jersey, USA) yang telah dipotong

dengan enzim Sma1. Campuran reaksi dari ligasi tersebut adalah produk PCR 2

μl, 25 ng/μl pGEX-4T-2, 1 μl kit ligasi, dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu

12oC selama 18 jam. Setelah itu, transformasi dilakukan dengan E. coli DH5

yang sudah dikondisikan sebagai sel kompeten.

Sel kompeten disiapkan dengan cara sebagai berikut: 1 ml starter E. coli

DH5α dimasukkan ke dalam 100 ml LB cair dan diinkubasikan semalam pada

temperatur 18oC, kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm

selama 10 menit dalam temperatur 4oC. Supernatan dibuang dan pelet dicuci

dengan bufer transfer dengan cara menambah 27 ml transfer bufer, kemudian

dihomogenkan dan didiamkan selama 10 menit di dalam serbuk es batu.

Selanjutnya dilakukan sentrifugasi lagi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10

menit dalam temperatur 4oC dan supernatannya dibuang. Peletnya ditambah 6.4

ml transfer bufer dan dihomogenkan, kemudian didiamkan lagi 10 menit di dalam

Page 46: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

29

es. Selanjutnya ditambah 480 µl dimethyl sulfoxide (DMSO), homogenkan lagi

dan didiamkam 10 menit di dalam es. Selanjutnya didistribusikan ke tabung

eppendorf dingin masing-masing 100 µl, kemudian disimpan di dalam freezer

yang bersuhu -80oC sebagai sel kompeten siap digunakan untuk proses

transformasi.

Transformasi dilakukan dengan metode hit shock dengan cara sebagai

berikut: sebanyak 50 µl sel kompeten dimasukkan ke dalam tabung eppendorf,

kemudian ditambah dengan 1 µl plasmid rekombinan, kemudian didinginkan di

dalam es selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan hit shock dengan cara tabung

eppendorf yang berisi sel kompeten dan plasmid rekombinan dimasukkan ke

dalam waterbath dengan temperatur stabil pada 42oC selama 30 detik, kemudian

dipindahkan lagi ke dalam bok es selama satu menit, selanjutnya dimasukkan ke

dalam falkon yang berisi 800 µl LB cair yang tidak mengandung ampisilin,

dihomogenkan, kemudian dikultur selama 90 menit dalam shaker dengan

kecepatan 120 rpm. Selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung eppendorf

berukuran 1.5 ml, kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm

selama lima menit. Supernatan selanjutnya dibuang sampai tersisa sekitar 25 µl

dan siap dikultur pada media seleksi (ampisilin50 µl/ml) yang mengandung X-gal

dan IPTG untuk dilakukan skrining koloni yang mengandung plasmid

rekombinan.

Skrining dan Sekuensing. Setelah proses transformasi selesai, kemudian

bakteri rekombinan yang dihasilkan ditumbuhkan pada media LB yang

mengandung ampisilin pada suhu 37oC selama 14 jam. Skrining koloni dilakukan

untuk penentuan koloni bakteri yang membawa plasmid rekombinan dengan

teknik PCR koloni. Skrining terhadap koloni E. coli DH5α yang membawa

plasmid rekombinan dilakukan dengan PCR koloni dengan campuran reaksi

sebagai berikut: 0,2 mM dNTP; 0,5 U Ex Taq dan bufernya; 0,5 mM primer

pGEX-5’ dan pGEX-3’, 1 μl sampel (koloni yang telah diencerkan dalam 20 μl

aquadest). Replika dibuat untuk keperluan lebih lanjut, dari koloni bakteri yang

diskrining pada media LB yang mengandung ampisilin dan ditumbuhkan pada

suhu 37oC. Program PCR yang digunakan adalah 5 menit pada 94

oC, 25 siklus

untuk suhu 94oC selama 30 detik, 60

oC selama 30 detik dan selama 30 detik pada

Page 47: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

30

suhu 72oC, diakhiri dengan 72

oC selama 5 menit, kemudian didiamkan sampai

temperatur 20oC dan sampel diangkat untuk dielektroforesis. Adanya pita DNA

dari gambar hasil elektroforesis merupakan indikasi bahwa klon yang

diamplifikasi mengandung plasmid rekombinan. Koloni yang mengandung

plasmid rekombinan tersebut pada replika kemudian dikultur pada media LB pada

suhu 37oC selama 12 jam dengan goyangan untuk isolasi plasmid rekombinan.

Isolasi plasmid dilakukan dengan teknik standar (Sambrook et al. 1989).

Sekuensing dilakukan setelah amplifikasi dengan Kit Bigdye menurut prosedur

Ali (2006) dengan menggunakan primer pGEX-5’. Sekuensing tersebut

dimaksudkan untuk memastikan bahwa pada gen target tidak terdapat mutasi.

Tabel 2 Daftar primer yang digunakan dalam penelitian

Deskripsi Nama Sekuen

Amplifikasi

segmen SR100

HBV.ADWS100 (f) 5’-

TATCAAGGTATGTTGCCCGTTTG-

3’

HBV.ADWS.164 (r) 5’-

AAGCTTCATTACTCCCATAGGTAT

TTTGCGAAAG-3’

Skrining koloni pGEX-5’ 5’-

CAGGGCTGGCAAGCCACGTTTG-

3’

pGEX-3’ 5’-

CCGGGAGCTGCATGTGTCAGAG

G-3’

Sekuensing pGEX-5’ 5’-

CAGGGCTGGCAAGCCACGTTTG-

3’

pGEX-3’ 5’-

CCGGGAGCTGCATGTGTCAGAG

G-3’

Hasil dan Pembahasan

Mengacu kepada Hu et al. (2004) yang menyatakan bahwa asam amino ke

139-147 pada protein bagian S merupakan epitop utama pada protein, maka pada

Page 48: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

31

penelitian ini dilakukan amplifikasi terhadap DNA yang hanya menyandi asam-

asam amino ke-100 sampai 164. Adapun jumlah nukleotidanya mencapai 195

pasang basa, namun dengan penambahan adaptor yang sengaja dibuat

menyebabkan total produk PCR target mencapai 206 pasang basa. Selain itu,

bagian asam amino tersebut dipilih karena merupakan protein yang bersifat

hidrophilik, sehingga dapat memudahkan ekspresi pada bakteri.

Amplifikasi DNA melalui PCR untuk mendapatkan gen penyandi asam-

asam amino tersebut, berbagai upaya optimalisasi terhadap kondisi reaksi

amplifikasi telah dilakukan. Langkah-langkah optimalisasi tersebut diantaranya

mengatur suhu dan waktu annealing, mengatur konsentrasi DNA sebagai cetakan

dan primer, serta mengatur konsentrasi enzim polimerase DNA.

Campuran PCR yang berhasil digunakan untuk mendapatkan hasil PCR

yang optimal adalah 0.1 unit enzim DNA polymerase pyrobest (Takara Bioinc.,

Otsu, Japan) dengan bufernya; 0,5 μM primer forward (f) dan reverse (r); 0.2 mM

dNTP; 1 ng/ml plasmid pGEMT-HB sebagai cetakan. Penggunaan DNA dengan

konsentrasi kurang dari 1 ng/ml menghasilkan pita gen target yang tidak terlalu

jelas. Penggunaan DNA melebihi 1 ng/ml menyebabkan munculnya beberapa pita

produk PCR yang tidak sesuai dengan ukuran pita target. Program PCR yang

berhasil digunakan adalah 94oC selama 5 menit, 25 siklus pada 94

oC selama 30

detik, 54oC selama 30 detik dan 72

oC selama 30 detik, diakhiri dengan 72

oC

selama 5 menit dan suhu 10oC sampai sampel diangkat untuk dielektroforesis.

Penentuan suhu annealing yang ideal (54oC), telah dilakukan PCR dengan

menggunakan beberapa suhu annealing mulai dari 50oC, 52

oC, 54

oC, dan 56

oC.

Pita gen target terjelas diperoleh pada saat menggunakan suhu 54oC.

Ketepatan suhu dan waktu annealing, konsentrasi DNA dan primer, serta

konsentrasi enzim polymerase DNA yang digunakan sangat menentukan

keberhasilan amplifikasi. Penggunaan suhu annealing 54oC selama 30 detik telah

menyebabkan primer-primer yang digunakan dapat menempel pada daerah

spesifik dari DNA cetakan. Waktu yang diperlukan untuk tahap extention selama

30 detik pada suhu 72oC karena enzim polymerase Pyrobest yang dipergunakan

memerlukan waktu 1 menit per 1 kilo pasang basa. Berbeda dengan enzim

polymerase Ex Taq yang biasanya memiliki kemampuan lebih cepat, yaitu 40

Page 49: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

32

detik per 1 kilo pasang basa. Hal ini dikarenakan enzim polymerase Pyrobest

merupakan enzim dengan tingkat kecermatan tinggi (high fidelity) yang memiliki

kemampuan proof-reading.

Produk PCR dimurnikan kemudian diligasi dengan plasmid pGEX-4T-2

(Pharmacia & Upjohn Inc., New Jersey, USA) yang telah dipotong dengan enzim

Sma1. Enzim yang digunakan untuk proses amplifikasi di atas adalah enzim

Pyrobest yang tergolong enzim yang mempunyai tingkat kecermatan tinggi (high

fidelity), sehingga produk PCR yang dihasilkan berbentuk blunt-end. Teknik ligasi

yang sesuai dengan demikian adalah teknik blunt-end.

Introduksi plasmid pGEX-SR100 ke dalam bakteri inang E. coli DH5α

(transformasi) berhasil dilakukan dengan teknik heat shock. Koloni bakteri E. coli

DH5α pembawa plasmid rekombinan pGEX-SR100 hasil transformasi

ditumbuhkan pada media seleksi (ampisilin 50 µl/ml) yang mengandung X-

gal dan IPTG. Hasil kultur dari bakteri tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Koloni bakteri yang berwarna putih diduga membawa plasmid rekombinan

pGEX-SR100, sedangkan koloni bakteri yang berwarna biru tidak membawa

plasmid rekombinan.

Penentuan bahwa bakteri-bakteri berwarna putih pembawa gen SR100, maka

dilakukan skrining dengan PCR menggunakan koloni bakteri tersebut sebagai

cetakan (PCR Koloni). Primer yang digunakan untuk PCR koloni tersebut harus

dapat mengamplifikasi bagian 5’-insert dan bagian 3’-dari plasmid. Hal ini

dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kesalahan arah insert. Amplifikasi

hanya akan terjadi pada DNA rekombinan yang tidak tersambung secara terbalik.

Adanya pita tunggal DNA dari gambar hasil elektroforesis merupakan indikasi

bahwa klon yang diamplifikasi mengandung plasmid rekombinan. Hasil PCR

koloni tersebut ditampilkan pada Gambar 8.

Hasil amplifikasi yang kedua ujungnya berbentuk tumpul (blunt end)

memiliki keunggulan sekaligus kelemahan untuk ligasi. Produk PCR yang

berujung tumpul akan memudahkan dalam melakukan proses ligasi, yaitu hanya

dibutuhkan satu jenis enzim restriksi dengan karakteristik memotong secara

langsung untuk menghasilkan ujung tumpul juga. Enzim restriksi yang memiliki

kemampuan tersebut diantaranya adalah enzim SmaI. Hal ini akan mengurangi

Page 50: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

33

biaya penggunaan untuk pembelian enzim restriksi. Kelemahan dari cara

amplifikasi tersebut adalah peluang dihasilkannya gen rekombinan yang benar

dan yang salah adalah 50%. Dengan kata lain, peluang ligasi ujung tumpul pada

salah satu ujung produk PCR dengan ujung hasil pemotongan vektor akan sama

dengan peluang ligasi dengan arah yang berlawanan.

Kelemahan akibat kedua ujung tumpul produk PCR tersebut dapat diatasi

melalui skrining dengan teknik PCR koloni. Primer-primer yang digunakan untuk

PCR koloni tersebut harus dapat mengamplifikasi bagian 5’-insert dan bagian 3’-

dari plasmid. Amplifikasi hanya akan terjadi pada DNA rekombinan yang tidak

tersambung secara terbalik. Jika gen target tersambung secara terbalik, maka PCR

koloni tidak akan menghasilkan pita setelah elektrophoresis.

Gambar 7 Koloni E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100 hasil

transformasi yang ditumbuhkan pada media seleksi

(ampisilin). Koloni berwarna putih merupakan koloni bakteri

pembawa plasmid rekombinan, sedangkan koloni berwarna

biru tidak membawa plasmid rekombinan.

Page 51: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

34

Gambar 8 Hasil elektrophoresis dari PCR koloni. M = Marker (1000 pb), 1 dan 2

= E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100 sebagai cetakan.

Koloni yang mengandung plasmid rekombinan dengan hasil PCR koloni

pita tunggal kemudian dikultur dari replika pada media LB pada suhu 37oC

selama 12 jam dengan shaker untuk isolasi plasmid rekombinan. Hasil

elektroforesis dari hasil isolasi plasmid rekombinan ditampilkan pada Gambar 9.

Pada gambar tersebut terlihat hasil isolasi plasmid rekombinan dengan ukuran

sekitar 5.106 pasang basa, yang terdiri atas vektor pGEX-4T-2 mencapai 4.900

pasang basa dan gen target 206 pasang basa.

Gambar 9 Pita DNA plasmid pGEX-4T-2 rekombinan hasil elektroforesis dalam

1% agarosa M : marker DNA λ. Lajur 1: Pita DNA plasmid utuh

pGEX-4T-2 rekombinan. Lajur 2, 3, 4, 5, 6, 7 : pita DNA plasmid

pGEX-4T-2 rekombinan yang dipotong dengan enzim Hind III.

Page 52: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

35

Plasmid hasil isolasi tersebut kemudian disekuensing. Hasil sekuensing

nukleotida disejajarkan dengan sekuen asli virus hepatitis B. Pensejajaran

(alignment) gen insert dengan bagian genom virus Hepatitis B dapat dilihat pada

Gambar 10. Hasil pensejajaran (alignment) sekuensing plasmid rekombinan yang

diisolasi dari koloni bakteri rekombinan menunjukkan kesamaan dengan sekuen

dari bagian genom virus hepatitis B. Hal ini menunjukkan bahwa gen hasil

amplifikasi tersebut tidak mengalami mutasi dan dapat digunakan untuk

menghasilkan antigen hepatitis B bagian S pada bakteri. Plasmid rekombinan

yang tidak memiliki mutasi pada sekuen gen SR100 selanjutnya disimpan untuk

ditransformasikan pada E. coli BL21 untuk memproduksi protein HBsAg100.

Gambar 10 Alignment sekuen gen SR100 (penyandi antigen HBsAg100) dengan

bagian genom virus Hepatitis B (Geneious Basic 5.4.3).

Page 53: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

36

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gen SR100

berhasil diamplifikasi, kemudian diligasi dengan vektor pGEX-4T-2, dan

ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α. Hasil sekuensing menunjukkan

tidak terdapat mutasi pada gen hasil kloning. Penelitian lanjutan yang perlu

dilakukan adalah uji ekspresi untuk menghasilkan protein rekombinan sebagai

kandidat vaksin.

Datar Pustaka

Ali, M. 2006. High-throughput monoclonal antibody production using cell-free

protein synthesis system. Ph.D thesis. Nagoya University, Japan.

Hu H et al. 2004. Yeast expression and DNA immunization of hepatitis B virus

gene wiyh second-loop deletion of α determinant region. Word J Gastroenterol

10:2989-2993.

Joung, YH et al. 2004. Expression of the hepatitis B surface S and preS2 antigens

in tubulers of Solanum tuberosum. Plant Cell Rep 22:925-930.

Koschorreck M, Fischer M, Barth S, Pleiss J. 2005. How to find soluble proteins:

a comprehensive analysis of alfa/beta hydrolases for recombinant expression in

E. coli. BMC Genom 6:1-10.

Kumar SGB, Ganapathi TR, Revathi L, Srinivas VA, Bapat. 2005. Expression of

hepatitis B surface antigen in transgenic pitaana plants. Planta 222:484-493.

Lu YY et al. 2002. Cloning and expression of the preS1 gene of hepatitis B virus

in yeast cells. Hepatobiliar Pancreat Dis Int 1:238-242.

Maruyama J et al. 2000. Production and product quality assessment of human

hepatitis B virus pre-S2 antigen in submerged and solid-state culture of

Aspergillus oryzae. J Biosci Bioengineer 90:118-120.

Muladno. 2002. Tekonologi Rekayasa genetikaa. Bogor Baru: Pustaka Wirausaha

Muda. Bogor.

Mulyanto et al. 2002. Hepatitis B seroprevalence among children in Mataram,

Indonesia: following a seven-year mass immunization program. Report

meeting of the US-Japan cooperative medical science program asian region

collaboration research project 2001, Shanghai.

Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory

Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York.

Sheu SY, Lo SJ. 1995. Deletion or alteration of hydrophobic amino acids at the

firs and third transmembrane domains of hepatitis B surface antigen enhances

its production in Escherichia coli. Gene 160:179-184.

Page 54: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

37

Vikis HG, Guan KL. 2000. Glutathione-S-Transferase-Fusion Based Assays for

Studying Protein-Protein Interaction. In: Methods in Molecular Biology, vol.

261. Humana Press Inc., Totowa, NJ.

Winarno FG, Agustinah W. 2007. Pengantar Bioteknologi. Ed Revisi. Bogor: M-

Brio Press.

Page 55: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

BIOSINTESIS ANTIGEN PERMUKAAN HBsAg100 PADA E. COLI

DALAM RANGKA PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN

SEBAGAI MODEL IMUNOGEN UNTUK

MENGHASILKAN ANTIBODI

Slamet Riyadi1, Rarah R.A. Maheswari

2, Mirnawati Sudarwanto

3,

Fransiska R. Zakaria4, Muhamad Ali

5

1Mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak, Sekolah Pascasarjana IPB, 2Fakultas Peternakan IPB,

3Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 4Fakultas Teknologi Pertanian IPB,

5Ketua Lab. Mikrobiologi & Bioteknologi Fak. Peternakan UNRAM @E-mail: [email protected], phone: 085217886729

Abstrak

Biosintesis protein rekombinan melalui Escherichia coli memberikan

alternatif untuk menghasilkan protein antigen yang bermanfaat bagi kepentingan

kesehatan yang bebas dari protein manusia. Penelitian ini menggabungkan

fragmen DNA dari antigen permukaan virus Hepatitis B dengan gen penyandi

enzim gluthation-S-transferase (GST) di dalam plasmid p GEX-4T-2 yang di

ekspresikan di dalam sel-sel Escherichia coli. Polipeptida dengan berat molekul

sekitar 34.8 kDa telah diproduksi dan diidentifikasi sebagai protein gabungan

GST-SR100. Protein gabungan tersebut kemudian dimurnikan dengan kolum

GSTrap yang disambung dengan kolum HiTrap. Protein hasil pemurnian tersebut

diharapkan bisa digunakan sebagai bahan vaksin atau untuk menghasilkan

antibodi.

Kata kunci: Escherichia coli, GST, pGEX-4T-2, GST-SR100, antibodi.

Abstract

Biosynthesis of recombinant protein in Escherichia coli may offer an

alternative procedure to generate therapeutic protein free from human protein. In

this research, cloned DNA fragment of Hepatitis B surface antigen was placed

downstream from the gluthatione S-tranferase (GST) protein-encoding gene in

expression plasmid pGEX-4T-2 and expressed in Escherichia coli cells. A

polypeptide of 34.8 kDa molecular weight was synthesized and identified as GST-

SR100 fusion proteins. The recombinant proteins were then purified using GSTrap

and HiTrap column and could be used for vaccine candidate or for antibody

generation.

Keywords: Escherichia coli, GST, pGEX-4T-2, GST-SR100, antibody.

Page 56: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

40

Pendahuluan

Virus hepatitis B merupakan penyebab utama hepatitis akut yang dapat

berlanjut menjadi kronis, sirosis dan kanker hati. Hepatitis B ditemukan di seluruh

dunia, terutama di negara-negara berkembang. Saat ini terdapat sekitar 400 juta

orang terinfeksi kronis dan memiliki resiko untuk berlanjut menjadi sirosis dan

kanker hati. Komplikasi akibat virus ini telah mengakibatkan sekitar 1 juta orang

meninggal setiap tahun (Joshi dan Kumar 2001; Kimura et al. 2005).

Prevalensi infeksi Virus Hepatitis B di Indonesia, seperti halnya negara-

negara berkembang pada umumnya, adalah termasuk sedang sampai tinggi

(Soewignjo dan Mulyanto 1984), sehingga WHO menghimbau untuk segera

melaksanakan usaha pencegahan. Pengobatan terhadap penderita penyakit

hepatitis B yang sangat mahal, menyebabkan tindakan pencegahan melalui

vaksinasi merupakan tindakan yang paling tepat. Program vaksinasi secara luas

dinilai efektif untuk mencegah terjadinya penyakit ini. Tahun 1987 pemerintah

Indonesia menjadikan Pulau Lombok sebagai model immunisasi massal hepatitis

B pertama di dunia. Hal ini disebabkan tingkat endemik penyakit hepatitis di

Pulau Lombok paling tinggi. Hasil proyek percontohan tersebut cukup

menggembirakan sehingga di tahun 1991 pemerintah mulai memperluas program

immunisasi ke empat propinsi lain dan di tahun 1992, diikuti enam propinsi

lainnya lagi pada tahun 1992. Saat ini pemerintah Indonesia telah

mengintegrasikan vaksinasi hepatitis B untuk balita ke dalam Program

Pengembangan Imunisasi (Extended Program of Immunization).

Proyek immunisasi massal di Lombok menunjukkan penggunaan vaksin

konvensional mampu menurunkan prevalensi hepatitis B sampai 70% (Mulyanto

et al. 2002). Belum optimalnya hasil immunisasi hepatitis B ini antara lain

disebabkan oleh masih rendahnya antigenisitas dan immunogenisitas vaksin

konvensional (Korean Green Cross) yang digunakan. Vaksin konvensional

tersebut berasal dari plasma darah orang asing sehingga tidak mampu

menstimulasi munculnya tanggap kebal (antibodi) spesifik yang mampu melawan

virus hepatitis B yang terdapat di Indonesia (Joung et al. 2004). Keberhasilan

program imunisasi menyebabkan pasien hepatitis B yang akan menjadi sumber

vaksin tersebut semakin berkurang yang berakibat pada semakin terbatasnya

Page 57: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

41

darah yang dapat digunakan sebagai sumber vaksin, sehingga produksi vaksin

hepatitis B dengan menggunakan plasma semakin sulit dilakukan. Kekhawatiran

terhadap adanya kontaminan pada darah terutama oleh virus berbahaya seperti

HIV, menimbulkan kekhawatiran tersendiri untuk menggunakan vaksin yang

bersumber dari plasma tersebut (Joung et al. 2004).

Teknologi DNA rekombinan yang memungkinkan untuk menghasilkan

protein rekombinan pada bakteri sangat penting untuk mengatasi permasalahan

tersebut. Produksi vaksin dengan menggunakan bakteri akan dapat memenuhi

semakin tingginya permintaan vaksin dengan membutuhkan waktu yang relatif

singkat dan biaya yang lebih murah. Selain itu, teknologi DNA rekombinan dan

teknologi produksi pada bakteri memungkinkan dilakukan berbagai upaya

rekayasa epitop dalam rangka meningkatkan kualitas vaksin yang akan dihasilkan.

Escherichia coli merupakan bakteri yang menjadi pilihan utama diantara

aneka bakteri yang telah digunakan sebagai inang dalam menghasilkan protein

rekombinan, baik di bidang riset maupun industri. Hal ini disebabkan bakteri

Escherichia coli membutuhkan biaya media yang murah, cepat berkembang biak,

serta teknologinya sudah berkembang paling luas (Hu et al. 2004; Kristensen et

al. 2005; Lombardi et al. 2005). Berbagai protein rekombinan dari bakteri,

archaeabacteria, maupun dari eukariotik dapat diproduksi secara efisien pada E.

coli (Kristensen et al. 2005).

Pada penelitian ini, biosintesis bagian fragmen dari antigen permukaan

hepatitis B “HBsAg100” telah dilakukan dengan Escherichia coli sebagai inang.

Selain itu, gen penyandi antigen permukaan hepatitis B digabung (fusi) dengan

gen penyandi enzim gluthation-S-transferase (GST) untuk meningkatkan ekspresi

maupun kelarutan antigen yang sangat penting untuk aktifitas maupun proses

pemurnian. Antigen ini diharapkan dapat digunakan sebagai kandidat vaksin

rekombinan hepatitis B yang sesuai dengan genetik virus di Indonesia. Gen

penyandi antigen tersebut diisolasi dari virus hepatitis B lokal yang terdapat di

Indonesia. Antibodi yang dihasilkan juga diharapkan akan lebih efektif dalam

melakukan proteksi terhadap virus hepatitis B asal Indonesia.

Page 58: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

42

Bahan dan Metode

Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua jenis bakteri E. coli sebagai inang, yaitu E.

coli DH5α dan BL21. Media tumbuh menggunakan media Luria Bertani yang

mengandung 50 mg/ml ampisilin. Marker protein yang digunakan adalah Marker

Nakalai (Nacalai TecQue., Inc., Kyoto, Japan) dengan berat molekul 6 500 sampai

200 000 Dalton. Pemurnian protein rekombinan menggunakan kolum GSTrap

yang disambung dengan kolum HiTrap (Amersham, USA) 1 ml. Bufer PBS

(Phosphate Buffer Saline) pengikatan digunakan 140 mM NaCl, 2.7 mM KCl, 10

mM Na2HPO4, dan 1.8 mM KH2PO4 pH 7.3. Bufer elusi menggunakan 50 mM

Tris-Hcl, 10 mM reduced Gluthatione, pH 8,0. Enzim protease inhibitor yaitu

phenylmethyl sulfonil floride digunakan untuk pencegahan degradasi protein

rekombinan yang dihasilkan oleh protease.

Metode Penelitian

Ekspresi Protein Rekombinan. E. coli DH5α dan BL21 yang membawa

plasmid-plasmid rekombinan pengkode antigen dikultur pada media LB (4 ml)

yang mengandung 50 mg/ml ampisilin. Kultur bakteri dieramkan pada suhu 37oC

selama 14 jam dalam shaker. Setelah OD mencapai 0.3, IPTG (iso-

propylthiogalactoside) (0.1mM) ditambahkan pada biakan untuk merangsang

produksi antigen. Setelah proses kultur selama 18 jam, biakan disentrifuse pada

kecepatan 8.000 rpm selama 10 menit. Buffer PBS (1 ml) ditambahkan pada pelet

untuk selanjutnya dilakukan pengujian kuantitas antigen yang dihasilkan dengan

teknik SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrylamide Gel

Electrophoresis).

Uji Kuantitas Protein Rekombinan yang Dihasilkan dengan SDS-

PAGE. Pelet biakan yang sudah diencerkan dengan buffer PBS tersebut ditambah

dengan 1 mg lysozyme dan 0.1 mg phenylmethyl sulfonil floride (PMSF),

dilanjutkan dengan pemecahan dinding bakteri dengan teknik sonikasi berulang

berdurasi satu menit. Sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm suhu 4oC selama 10

menit dilakukan untuk pemisahan protein rekombinan dan dinding sel bakteri.

Page 59: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

43

Supernatan yang diperoleh (5 μl) ditambahkan dengan 5 μl sampel buffer untuk

SDS-PAGE (0.5mM Tris-HCl; 10% glycerol; 1.6% SDS; 0.1% bromophenol

blue), dilanjutkan dengan proses denaturasi protein dengan pemanasan pada suhu

80o-90

oC selama 2-3 menit. Setelah itu, sampel siap di loading ke dalam agar

acrylamide (37.82% larutan acrylamide; 22.6% separation buffer; 18.15%

glycerol; 9.08% ammonium persulfate/APS dan 0.91% tetra methyl ethylene

diamine/TEMED) untuk selanjutnya dilakukan elektroforesis selama 45 menit.

Setelah melakukan pewarnaan dengan commassie brilliant blue dan pencucian

dengan larutan asam asetat dan metanol, pita antigen yang dihasilkan dapat

dilihat langsung.

Pemurnian Protein Rekombinan. Pemurnian protein rekombinan

merupakan pemisahan protein rekombinan (antigen permukaan virus hepatitis B-

GST) dengan protein-protein yang secara alami diproduksi di dalam tubuh

bakteri. Pemurnian antigen rekombinan dilakukan dengan kolum GSTrap yang

disambung dengan kolum HiTrap (Amersham, USA) 1 ml. Kolum tersebut dibilas

5 kali dengan binding buffer (140 mM NaCl, 2.7 mM KCl, 10 mM Na2HPO4, dan

1.8 mM KH2PO4 pH 7.3). Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam kolum dan

kolum tersebut ditempatkan di tempat yang lebih tinggi pada suhu 4oC, sehingga

memungkinkan menetesnya buffer maupun protein rekombinan dari dalam kolum.

Kolum dibilas dengan elution buffer (50 mM Tris-HCl, 10 mM reduced

gluthatione, pH 8.0) untuk melepas protein rekombinan. Protein rekombinan akan

terlepas dari kolum dan terlarut bersama elution buffer. Pengecekan terhadap

supernatan yang keluar dari kolum dengan SDS-PAGE bertujuan untuk

memastikan bahwa hanya protein rekombinan tersebut yang berhasil diikat oleh

kolum. Adanya pita tunggal menunjukkan bahwa antigen yang dihasilkan adalah

protein rekombinan (antigen permukaan hepatitis B-GST).

Page 60: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

44

Hasil dan Pembahasan

Hasil ekspresi protein dari E. coli inang dapat dilihat pada Gambar 11.

Penampakan pita protein target diperjelas dengan melakukan pengenceran sampel

10 kali. Hasil SDS-PAGE mendapatkan bahwa protein rekombinan diproduksi

paling banyak oleh E. coli BL21. Hal ini ditunjukkan oleh pita protein target pada

penggunaan inang tersebut paling tebal.

Gambar 11. Hasil ekspresi plasmid rekombinan. Kolom 1 = E.coli BL21 (tanpa

membawa plasmid rekombinan), Kolom 2 = E.coli BL21 pembawa

plasmid pGEX-4T-2, Kolom 3 = E. coli BL21 pembawa plasmid

pGEX-SR100 terlarut, Kolom 4 = E. coli BL21 pembawa plasmid

pGEX-SR100 terlarut dengan pengenceran 10x, Kolom 5 = E. coli

BL21 pembawa plasmid pGEX-SR100 (pelet), Kolom 6 = E. coli

BL21 pembawa plasmid pGEX-SR100 pellet dengan pengenceran

10x, Kolom 7 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100

terlarut, Kolom 8 = E. coli DH5α pembawa plasmid pGEX-SR100

terlarut dengan 10 x pengenceran. M = Marker. Tanda panah pada

Kolom nomor 2 menunjukkan enzim GST, sedangkan tanda panah

pada Kolom nomor 4 menunjukkan protein fusi antara GST dan

HBsAg100.

Page 61: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

45

Gambar 11 juga memperlihatkan bahwa E. coli BL21 yang tidak membawa

plasmid rekombinan (sampel nomor 1) memiliki pola penampakan pita yang

berbeda dengan E. coli BL21 yang membawa plasmid rekombinan pGEX-4T-2

(sampel nomor 2) maupun pGEX-SR100 (sampel nomor 3-4). E. coli BL21 yang

membawa plasmid rekombinan pGEX-4T-2 menunjukkan pita yang tebal dengan

ukuran protein sekitar 28 kDa sesuai dengan ukuran enzym GST yang dihasilkan.

E. coli BL21 yang membawa plasmid rekombinan pGEX-SR100 (sampel nomor

3-4) memiliki protein dengan ukuran sekitar 34.8 kDa karena merupakan

gabungan antara GST yang memiliki berat 28 kDa dengan antigen S dengan

ukuran 6.8 kDa.

Pemisahan terhadap hasil sonikasi untuk mengetahui bahwa protein

rekombinan yang dihasilkan dalam bentuk terlarut (soluble) digunakan

sentrifugasi dan filterisasi (filter ukuran 0.22 µm). Kelarutan protein rekombinan

ini sangat penting untuk mempermudah proses pemurnian. Hasil yang diperoleh

baik larutan maupun pelet dimasukkan ke dalam gel akrilamid. Kelarutan dari

protein rekombinan yang dihasilkan diperlihatkan oleh adanya pita-pita protein

target pada bagian supernatan. Sebaliknya hasil SDS-PAGE dari pelet bakteri

yang tidak memperlihatkan adanya pita-pita dari protein target menjadi indikator

bahwa protein rekombinan tersebut berada dalam bentuk tak larut (insoluble).

Pre-pemurnian antigen rekombinan dilakukan dengan menggunakan kolum

GSTrap yang disambung dengan kolum HiTrap (Amersham, USA) volume 1 ml.

Fraksi-fraksi hasil pemurnian kemudian dielektroforesis (SDS-PAGE) untuk

memastikan ada tidaknya protein target dan kemurnian protein rekombinan yang

dihasilkan. Berdasarkan hasil di atas, maka untuk produksi antigen permukaan

virus Hepatitis B digunakan strain E. coli BL21 dengan konsentrasi IPTG 0.1

mM.

Hasil SDS-PAGE dari protein rekombinan hasil pemurnian ditampilkan

pada Gambar 12. Pita pada kolom nomor 1 merupakan pita dari protein bakteri

hasil pencucian dengan PBS. Demikian pula dengan sampel nomor 2-4 yang

merupakan pengenceran, namun pitanya tidak terlihat. Fraksi ini merupakan

protein yang tidak dapat berikatan dengan dinding kolum karena tidak

mengandung protein rekombinan. Pita pada kolom nomor 5 merupakan protein

Page 62: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

46

rekombinan fusi HBsAg100-GST, sedangkan pita pada kolom nomor 6 merupakan

hasil pengenceran (10x) protein rekombinan HBsAg100-GST. Demikian pula

dengan pita pada kolom nomor 7 yang merupakan cairan hasil penampungan dari

protein rekombinan yang diperoleh melalui pemecahan bakteri dengan sonikasi.

Gambar 12 Protein rekombinan hasil pemurnian. M = marker. Kolom 1 = protein

bakteri (unbound protein), Kolom 2 = protein bakteri (unbound

protein) yang diencerkan 10x, Kolom 3 = protein bakteri (unbound

protein) yang diencerkan 10x, Kolom 4 = protein bakteri (unbound

protein) yang diencerkan 10x, Kolom 5 = protein rekombinan (bound

protein), Kolom 6 = protein rekombinan (bound protein) dengan

pengenceran 10x, Kolom 7 = protein rekombinan (bound protein)

dengan pengenceran 10x, Kolom 8 = protein rekombinan (bound

protein) dengan pengenceran 10x.

Virus hepatitis B merupakan virus DNA untai ganda dengan panjang genom

mencapai 3,2-3,3 kpb. Virus yang termasuk famili hepadnaviridae tersebut

memiliki genom yang terbungkus oleh glycoprotein. Siklus replikasi virus dimulai

dengan melekatnya protein selubung tersebut pada sel hati. Di dalam inti sel hati.

sintesis DNA virus disempurnakan, genom virus tersebut diubah menjadi cccDNA

(covalently closed circular DNA). cccDNA akan menjadi cetakan untuk sintesis

RNA yang akan kemudian diubah menjadi DNA virus (Lok dan McMahon, 2001).

Penelitian ini telah menguji ekpresi plasmid rekombinan dengan

menggunakan E. coli DH5α serta E. coli BL21. E. coli DH5α merupakan bakteri

inang yang umum dipergunakan untuk tujuan kloning dan memperbanyak

Page 63: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

47

plasmid, sedangkan E. coli BL21 merupakan inang yang umum digunakan untuk

tujuan ekspresi. Perbedaan kedua strain bakteri E. coli tersebut adalah E. coli

DH5α memiliki banyak enzim protease baik di periplasma maupun sitoplasma,

yang dapat mendegradasi protein rekombinan yang dihasilkan pada bakteri

tersebut. Gen-gen penyandi enzim protease pada E. coli BL21 sudah dimutasi

sehingga ekspresi protein rekombinan tidak akan mengalami degradasi yang

intensif. Hal ini terlihat pada hasil SDS-PAGE pada Gambar 11 yang

menunjukkan hal tersebut, dimana intensitas pita protein rekombinan ketika

menggunakan E. coli BL21 sebagai inang lebih tebal dibandingkan dengan ketika

menggunakan E. coli DH5α. Tebalnya pita protein target masih terlihat walaupun

dilakukan pengenceran sampai 10x. Pengenceran 10 x pada protein yang

diekspresi pada E. coli DH5α sudah tidak terlihat.

Eskpresi protein rekombinan pada E. coli BL21 lebih tinggi dibandingkan

pada E. coli DH5α. Hal ini dapat disebabkan oleh fusi dengan GST. Maeng et al.

(2001) melakukan ekspresi gen virus hepatitis B secara parsial yang diikuti

dengan menggabungkan gen tersebut (fusi) dengan gen penyandi enzim GST

untuk meningkatkan ekspresi dan kelarutan antigen permukaan hepatitis B pre-S2

pada E. coli menunjukkan terjadi peningkatan tingkat ekspresi antigen yang

digabung dengan GST.

Berbagai macam affinity tag, seperti GST dan polyhistidin, dapat digunakan

untuk meningkatkan ekspresi dan memfasilitasi pemurnian antigen rekombinan.

Hasil pemurnian fusi HB-100 dan GST dalam penelitian ini menunjukkan bahwa

antigen rekombinan yang diperoleh setelah pemurnian relatif murni dan dalam

jumlah yang cukup untuk dapat digunakan dalam aplikasi (assay) selanjutnya

(Gambar 2 pita nomor 5-7). Keberhasilan isolasi ini tidak terlepas dari sifat

meningkatnya kelarutan protein rekombinan karena fusi dengan GST. Hal ini

sesuai dengan pendapat Koschorreck et al. (2005) yang melaporkan terjadi

peningkatan solubilitas protein rekombinan yang digabung dengan GST.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Plasmid pGEX-

SR100 berhasil diekspresi baik pada bakteri E. coli BL21 maupun E. coli DH5α.

Page 64: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

48

Namun ekspresi pada bakteri E. coli BL21 menghasilkan protein rekombinan

lebih tinggi. Protein rekombinan HBsAg100-GST yang telah diekspresikan oleh E.

coli tersebut berhasil dipurifikasi. Selanjutnya diperlukan penelitian lanjutan

untuk mengetahui tingkat imunogenisitas antigen yang dihasilkan. Oleh karena

itu, penelitian in vivo dengan menggunakan mencit sebagai hewan percobaan

perlu dilakukan untuk melanjutkan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Hu WG et al. 2004. Expression of overlapping Pre-S1 Fragment Recombinant

Proteins for the determination of immunogenic domains in HBsAg PreS1

region. Acta Biochimic et Biophysic Sinic 36(6):397-404.

Joshi N, Kumar A. 2001. Immunoprophylaxis of hepatitis B virus infection. Ind J

Med Microbiol 19:172-183.

Joung YH et al. 2004. Expression of the hepatitis B surface S and preS2 antigens

in tubulers of Solanum tuberosum. Plant Cell Rep 22:925-930.

Kimura T et al. 2005. Hepatitis B virus DNA-negative Dane particles lack core

protein but contain a 22-kDa precore protein without C-terminal arginine-rich

domain. J Biol Biochem 280:21713-21719.

Koschorreck M, Fischer M, Barth S, Pleiss J. 2005. How to find soluble proteins:

a comprehensive analysis of alfa/beta hydrolases for recombinant expression in

E. coli. BMC Genomic 6:1-10.

Kristensen J, Petersen HUS, Mortensen KK, Sorensen HP. 2005. Generation of

monoclonal antibodies for the assesment of protein purification by recombinant

ribosomal coupling. Int. J Biol Macromol 37:212-217.

Lok ASF, McMahon BJ. 2001. Chronic hepatitis B. Hepatology 34:1225-1241.

Lombardi A, Sperandei M, Cantale C, Giacomini P, Galeffi P. 2005. Fungtional

expression of a single-chain antibody specific or the HER2 human oncogene in

a bacterial reducing environment. Protein Expr Purif 44:10-15.

Maeng CY, Oh MS, Park IH, Hong HJ. 2001. Purification and structural analysis

of the hepatitis B virus preS1 expressed from Escherichia coli. Biochem

Biophys Res Com 282:787-792.

Mulyanto et al. 2002. Hepatitis B seroprevalence among children in Mataram,

Indonesia: following a seven-year mass immunization program. Report

meeting of the US-Japan cooperative medical science program asian region

collaboration research project 2001, Shanghai.

Soewignjo S, Mulyanto. 1984. Epidemiologi infeksi virus Hepatitis B di

Indonesia. Acta Medic Indones 15:215-230.

Page 65: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

IMUNOGENISITAS PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST DALAM

MEMICU SEL IMUN UNTUK MENGHASILKAN

ANTIBODI PADA MENCIT

Slamet Riyadi1, Rarah R.A. Maheswari

2, Mirnawati Sudarwanto

3,

Fransiska R. Zakaria4, Muhamad Ali

5

1Mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak, Sekolah Pascasarjana IPB, 2Fakultas Peternakan IPB,

3Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 4Fakultas Teknologi Pertanian IPB,

5Ketua Lab. Mikrobiologi & Bioteknologi Fak. Peternakan UNRAM @E-mail: [email protected], phone: 085217886729

Abstrak

Gen SR100 yang difusikan dengan gen penyandi gluthatione S-transferase

(GST) pada diligasi dengan plasmid pGEX-4T-2 berhasil mengekspresikan fusi

protein antigen HBsAg100-GST melalui inang E. coli BL21. Fusi protein antigen

HBsAg100-GST berhasil dimurnikan dengan kolum GST, kemudian diuji

antigenisitasnya melalui respon humoral mencit dalam membentuk antibodi

dengan cara melakukan imunisasi terhadap mencit BALB/c dengan fusi protein

antigen tersebut. Respon mencit menunjukkan bahwa protein antigen HBsAg100

yang dihasilkan dalam penelitian ini bersifat antigenik.

Kata kunci: Gen SR100, pGEX-4T-2, HBsAg100-GST, kolum GST, antibodi.

Abstract

The expression vector pGEX-SR100, which the HBsAg100 peptide fused to

gluthatione S-transferase (GST), was constructed. The fusion protein, named

GST-HBsAg100, was highly expressed in E. coli and purified using GST column.

The purified protein was tried to trigger cell immune to produce antibody in mice.

Results indicated that the immunogenicity of GST-HBsAg100 was higher than

GST protein in elicit the levels of HBsAg100-specific IgG antibody in mice. These

results suggest that the HBsAg100 produced in E. coli has immunogenicity.

Keywords: pGEX-SR100, GST-HBsAg100, GST column, immunogenicity.

Pendahuluan

Sejak Edward Jenner menemukan vaksin pada tahun 1778, vaksinasi

merupakan pilihan terbaik untuk menanggulangi berbagai jenis penyakit baik

pada hewan maupun manusia. Hal ini disebabkan vaksin dapat mencegah

timbulnya penyakit dibandingkan dengan penggunaan obat yang ditujukan bagi

penyembuhan (curative) dengan memerlukan biaya yang lebih mahal. Menurut

Page 66: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

50

Groot dan Rappuoli (2004), vaksinasi merupakan cara yang paling murah dan

paling aman untuk menurunkan angka kematian akibat infeksi beberapa jenis

penyakit.

Keberhasilan vaksinasi dalam memberantas berbagai jenis penyakit telah

dibuktikan dengan tuntasnya pemberantasan beberapa jenis penyakit yang sangat

mengkhawatirkan, seperti diantaranya cacar air maupun polio. Demikian pula

dengan keberhasilan menekan beberapa penyakit seperti tetanus, rabies, tetelo,

penyakit mulut dan kuku, hepatitis B, maupun tuberkulosis. Penggunaan vaksin

saat ini lebih banyak dipilih dibandingkan dengan penggunaan obat.

Di awal perkembangan teknologi produksi vaksin, penggunaan mikroba

virulen yang telah dilemahkan (attenuating virulent microorganism) ataupun

mikroorganisme virulen yang dibunuh (killing virulent microorganism) dengan

bahan kimia tertentu merupakan pilihan untuk menghasilkan berbagai jenis vaksin

yang dibutuhkan. Teknik tersebut memiliki banyak kelemahan terutama terhadap

spesifikasi vaksin yang dihasilkan, sehingga menyebabkan para ahli terus

berupaya untuk menemukan teknik baru.

Penggunaan vaksin sub-unit yang dihasilkan dari molekul protein yang

dimurnikan dari mikroorganisme patogen telah dapat meningkatkan kualitas

vaksin yang dihasilkan. Vaksin tersebut memiliki spesifisitas yang lebih tinggi

dibandingkan dengan vaksin era sebelumnya. Oleh karena itu penggunaan vaksin

tersebut lebih efektif untuk menangkal berbagai jenis penyakit dengan

menggunakan jumlah yang lebih sedikit (Joshi dan Kumar 2001).

Kemajuan teknologi molekuler dalam beberapa dekade ini, terutama sejak

ditemukannya sekuen genom lengkap dari mikroba-mikroba pathogen, telah

membuka jalan baru bagi dihasilkannya berbagai jenis protein rekombinan, baik

vaksin, antibodi, maupun peptide sintetik yang memiliki manfaat tertentu

(Thanavala 1995; Groot dan Rappuoli 2004). Pada saat ini, vaksin telah dihasilkan

dengan teknologi rekombinan DNA, yaitu melalui kloning gen penyandi protein-

protein tertentu pada mikroorganisme patogen yang dilanjutkan dengan ekspresi

gen tersebut pada sel hewan, sel tanaman, ataupun pada bakteri. Penggunaan

teknologi tersebut telah menjembatani tingginya kebutuhan terhadap vaksin untuk

menanggulangi munculnya berbagai jenis penyakit seperti pada saat ini.

Page 67: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

51

Pada rangkaian penelitian ini, telah dikloning dan diekspresikan gen

penyandi protein permukaan virus hepatitis B dari protein nomor 100 sampai

protein 162 (HBsAg100) sebagai model antigen rekombinan. Langkah selanjutnya

yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui kualitas protein rekombinan

yang telah dihasilkan dengan teknologi rekombinan DNA tersebut adalah menguji

imunogenisitasnya pada mencit. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan uji

immunogenisitas protein rekombinan HBsAg100 dalam memicu sel imun untuk

menghasilkan antibodi pada mencit.

Bahan dan Metode

Bahan Penelitian

Hewan percobaan menggunakan mencit BALB/c umur 6 minggu

sebanyak 8 ekor dengan berat badan rata-rata 21,58 gram. Hewan percobaan

tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan yang

divaksin dengan protein rekombinan HBsAg-GST dan kelompok hewan percobaan

yang hanya divaksin dengan GST saja sebagai kontrol. Imunogenisitas protein

HBsAg100 rekombinan akan diukur melalui respon mencit (BALB/c) yang

diimunisasi dengan antigen yang diperoleh terhadap timbulnya antibodi.

Metode Penelitian

Antigenisitas antigen diuji dengan ELISA menurut Chen et al (2004) dengan

menggunakan kit komersial (Shanghai alfa bio-technique company, China). Plate

ELISA dilapisi dengan antibodi (anti-HBsAg adw), dilanjutkan dengan

penambahan antigen pada beberapa konsentrasi dan dibiarkan selama semalam

pada suhu 4oC. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali menggunakan washing

buffer (10% block ace dan 0.05% tween 20). Setelah itu ditambahkan anti-mouse

IgG (L+H) yang berkonyugasi dengan horseradish peroxidase. Setelah inkubasi

selama 2 jam, ditambahkan O-phenylenediamine (0.1%, Gibco) dan H2O2

(0.05%) untuk pewarnaan. Proses reaksi dihentikan dengan cara ditambahkan 2 M

H2SO4 sebanyak 50 l, dilanjutkan dengan membaca absorban pada gelombang

492 nm menggunakan elisa photoreader. Absorban yang terbaca menggambarkan

tingkat antigenisitas antigen.

Page 68: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

52

Persiapan Hewan Coba. Hewan percobaan menggunakan mencit BALB/c

umur 6 minggu sebanyak 8 ekor dengan berat badan rata-rata 21,58 gram dari

kisaran berat individu 18.97 gram sampai 25.79 gram. Hewan percobaan tersebut

dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan A yang

divaksin dengan protein rekombinan HBsAg-GST dan kelompok hewan percobaan

B yang hanya divaksin dengan GST saja sebagai kontrol.

Immunisasi Hewan Coba. Imunogenisitas protein HBsAg100 rekombinan

diukur melalui respon mencit (BALB/c) yang diimmunisasi dengan antigen yang

diperoleh terhadap timbulnya antibodi. Protein HBsAg100 rekombinan (100g)

dicampur dengan Adjuvan Freund lengkap, selanjutnya disuntikkan secara

subcutaneus (Gambar 13). Booster dilakukan setelah 5 minggu dengan antigen

yang sama (50 g) yang dicampur dengan adjuvan Freund tak lengkap (Chen et

al. 2004).

Gambar 13 Imunisasi terhadap mencit dilakukan dengan penyuntikan secara

subcutaneus.

Page 69: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

53

Koleksi Serum. Spesimen darah diambil melalui ekor. Serum darah dapat

diperoleh melalui sentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm selama 5 menit (Lippi

2007). Kandungan antibodi serum dianalisis dengan Elisa (Camargo et al. 1987).

Elisa. Coating (pelapisan plate Elisa dengan antigen HBsAg100-GST)

dilakukan dengan menghaluskan masing-masing gel yang mengandung pita

(antigen) dari hasil elektroforesis, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

tabung eppendorf dan diencerkan dengan dua kali tingkat pengenceran (5 kali dan

50 kali pengenceran) dengan cara sebagai berikut: (a) Pengenceran 5 kali: 100µl

gel yang mengandung antigen diencerkan dengan 400 µl coating buffer, kemudian

dihomogenkan, (b) Pengenceran 50 kali: 10µl gel yang mengandung antigen

diencerkan dengan 490 µl coating buffer, kemudian dihomogenkan. Selanjutnya

campuran di atas didistribusikan ke dalam microplate (sumuran) pada plate Elisa

dengan masing-masing sumuran diisi 100 µl, kemudian plate Elisa dibungkus

dengan plastik cling wrap dan ditutup dengan aluminium foil, lalu diinkubasikan

selama 1 jam pada temperatur 4oC. Larutan pencuci microplate disiapkan yaitu

berupa larutan 0.05% tween 20 dalam PBS (25 µl tween 20 dilarutkan ke dalam

50 µl PBS). Pencucian hasil coating (dilakukan 4 kali pencucian), caranya dengan

memasukkan 400 µl larutan pencuci (larutan 0.05% twenn 20) ke dalam masing

sumuran pada microplate, kemudian dibuang sampai bersih larutan pencuci

tersebut. Pencucian diulangi sebanyak empat kali dengan cara yang sama seperti

tersebut di atas.

Blocking. Tahapan ini bertujuan membuat larutan untuk blocking yaitu

mengeblok sumuran-sumuran tersebut di atas. Tiap sumuran diblok dengan 300 µl

larutan blocking. Larutan blocking sebanyak 20 ml dibuat dengan cara

mencampur 1 ml skim milk ke dalam 19 ml PBS yang mengandung 0.05% tween

20 dan pH diatur menjadi 7.4. Selanjutnya larutan blocking dimasukkan ke dalam

sumuran microplate yang telah di coating yaitu masing-masing sebanyak 300 µl,

kemudian microplate dibungkus dengan plastik cling wrap dan ditutup dengan

aluminium foil, kemudian diinkubasikan pada temperatur 37oC selama 1 jam.

Pencucian sumuran setelah blocking dilakukan dua kali terhadap masing-masing

sumuran yang telah diblok. Cara pencucian adalah mencampurkan 400 µl larutan

Page 70: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

54

pencuci 0.05% tween 20 dalam PBS (pH 7.4) ke dalam masing-masing sumuran

yang akan dicuci. Selanjutnya larutan pencuci dibuang sampai bersih.

Penambahan Serum Antibodi (Antibodi Primer). Larutan pengencer

antibodi disiapkan dengan cara pencampuran 20 ml PBS dengan 200 mg blocking

solution (BS), kemudian dihomogenkan. Selanjutnya serum antibodi diencerkan

dua kali tingkat pengenceran (satu bagian serum antibodi ditambah satu bagian

larutan pengencer). Serum antibodi yang sudah diencerkan dimasukkan ke dalam

sumuran microplate Elisa masing-masing 50 µl, kemudian dibungkus dengan

plastik cling wrap dan ditutup dengan kertas aluminium foil. Selanjutnya

diinkubasikan pada temperatur 37oC selama 1 jam, kemudian dicuci empat kali

seperti cara di atas dengan larutan pencuci.

Penambahan Antibodi Sekunder yang Mengikat HRP (Horseradish

Peroxidase). Antibodi yang digunakan adalah IgG kambing anti IgG tikus.

Pengenceran antibodi sekunder pengikat enzim HRP adalah 8.000 kali

menggunakan pengencer buffer conjugate. Penambahan antibodi sekunder

pengikat enzim HRP, pada tiap-tiap sumuran diisi 50 µl Ab sekunder yang

mengikat HRP, kemudian dibungkus dengan plastik cling wrap dan ditutup

dengan kertas aluminium foil. Inkubasi dilakukan pada temperatur 37oC selama 1

jam, lalu dilakukan pencucian empat kali dengan larutan 0.05% tween 20 dalam

PBS seperti cara di atas, kemudian dikeringkan.

Penambahan Substrat. Substrat yang digunakan adalah TMB (Tetra

Methyl Benzidine). Proses reaksi dihentikan dengan cara ditambahkan 2 M H2SO4

sebanyak 50 l, dilanjutkan dengan membaca absorban pada gelombang 450 nm

menggunakan elisa photoreader. Optical Density (OD) yang terbaca

menggambarkan tingkat imunogenisitas antigen yang dihasilkan.

Hasil dan Pembahasan

Imunogenisitas sebuah antigen merupakan kemampuan yang dimiliki oleh

antigen untuk merangsang munculnya respon imun pada mahluk hidup yang

divaksin dengan antigen tersebut. Menurut Tizard (1988), imunogenisitas

menunjukkan kualitas sebuah materi untuk menstimulasi respon imun.

Page 71: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

55

Selanjutnya Plotkin (2005) menyatakan bahwa imunogensitas sebuah antigen

menjadi perhatian utama industri bioteknologi dalam menghasilkan berbagai

protein rekombinan, karena imunogenisitas menjadi penentu kualitas protein

antigen yang dihasilkan.

Imunogenisitas protein permukaan virus hepatitis B yang diperoleh secara

alami dari darah telah diuji baik pada hewan maupun manusia (Yamamoto et al.

1997; Milich dan Roels 2003). Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa

protein tersebut memberikan respon imunogenik yang sangat tinggi sehingga

disepakati penggunaannya sebagai vaksin. Upaya produksi protein permukaan

virus hepatitis B pada ragi maupun tanaman juga telah melewati uji

imunogenisitas yang memadai (Ritchter et al. 2000; Lu et al. 2002; Ddemann dan

Zyl 2003; Kumar et al. 2005). Beberapa perbaikan terhadap kualitas protein

tersebut telah dilakukan dan diuji imunogenisitasnya (Yamada et al. 2000; Kim et

al. 2003; Hu et al. 2003; Hu et al. 2004; Deng et al. 2005).

Penentuan konsentrasi protein rekombinan (antigen) yang digunakan dalam

penelitian ini dilakukan melalui percobaan vaksinasi pendahuluan dengan

menggunakan beberapa konsentrasi antigen yaitu dengan tingkat pengenceran

50x, 100x, 200x, 500x, dan 1000x (Tabel 3). Nilai OD yang menunjukkan sifat

antigenik dari suatu antigen diuji menurut Locarnini et al. (1979) yang

merumuskan bahwa nilai rerata OD dari suatu antigen yang antigenik harus lebih

besar dari nilai rerata OD kontrol negatif (serum negatif) yang telah dikalikan

dengan konstanta (2,5). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka antigen yang

bersifat antigenik dalam penelitian ini adalah yang mempunyai nilai OD lebih

besar dari 0,551. Tabel 3 menunjukkan bahwa HBsAg100-GST yang diencerkan

sampai 1000 kali masih bersifat antigenik, oleh karena itu vaksinasi yang

dilakukan pada penelitian ini menggunakan tingkat pengenceran HBsAg100-GST

1000 kali.

Rerata respon humoral mencit yang diimunisasi dengan fusi protein

(HBsAg100-GST) dan GST dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil pembacaan

optikal densiti (OD) dari serum mencit yang diperoleh dari darah mencit sebelum

dan setelah dilakukan vaksinasi dengan HBsAg100-GST pada kelompok A dan

dengan GST pada kelompok B (Lampiran 8) menunjukkan bahwa rerata respon

Page 72: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

56

humoral mencit yang diimunisasi dgn fusi protein meningkat setelah dilakukkan

imunisasi, kemudian sekitar seminggu mulai stabil dan setelah dilakukan booster

meningkat lagi, tetapi seiring dengan penambahan waktu pemeliharaan maka

respon humoral mencit tersebut menurun sedikit demi sedikit sampai akhir

minggu ke 12. Perkembangan respon humoral mencit terhadap vaksinasi yang

dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 14. Hal ini

menunjukkan bahwa fusi protein rekombinan HBsAg100-GST bersifat antigenik.

Tabel 3 Nilai optikal densiti (OD) serum mencit yang diperoleh dari darah mencit

setelah satu minggu dilakukan vaksinasi dengan antigen HBsAg100-GST

pada beberapa tingkat pengenceran

Mencit Tingkat pengenceran HBsAg100-GST

Kontrol

Negatif 50x 100x 200x 500x 1000x

A1 0,205 1,887 1,696 1,325 1,305 1,131

A2 0,237 1.946 1,702 1,391 1,390 1,254

Rerata 0,221 1,917 1,699 1,358 1,348 1,193

Gambar 14 Respon humoral mencit terhadap vaksinasi HBsAg100-GST

(kelompok A) dan GST (kelompok B) berdasarkan nilai optikal

densiti (OD) yang diukur setiap minggu setelah dilakukan

vaksinansi.

0,000

0,200

0,400

0,600

0,800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

OD

(45

0 n

m)

Lama pengamatan (Minggu)

HBsAg100-GST

GST

Page 73: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

57

Simpulan

Protein antigen rekombinan HBsAg100 yang berhasil dikloning bersifat

antigenik. Respon humoral mencit dalam pembentukan antibodi meningkat cepat

setelah dilakukan imunisasi dan booster, kemudian akan menurun secara

perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya waktu. Pembentukan protein antigen

dalam penelitian ini dapat dijadikan model imunogen untuk menghasilkan

antibodi pada mahluk hidup yang lain seperti pada ternak, tanaman dan manusia

untuk mencegah timbulnya penyakit-penyakit tertentu seperti tetelo pada unggas,

penyakit mulut dan kuku pada ternak besar, rabies pada anjing dan penyakit-

penyakit lainnya pada tanaman dan manusia. Selanjutnya disarankan kepada para

peneliti yang menekuni bidang kesehatan hewan pada khususnya dan bidang

DNA rekombinan pada umumnya agar meningkatkan motivasinya untuk

mengembangkan teknologi ini demi kepentingan dunia kesehatan khususnya di

bidang pencegahan penyakit pada ternak.

Daftar Pustaka

Camargo, I.F., A.M.C. Gaspar, and C.F.T. Yoshida. 1987. Comparative ELISA

Reagents for Detection of Hepatitis B Surface Antigens (HBsAg). Mem Inst

Oswaldo Cruz 82(2):181-187.

Chen X, Li M, Le X, Ma W, and Zhou B. 2004. Recombinant hepatitis B core

antigen carrying preS1 epitopes induce immune response against chronic HBV

infection. Vaccine 22:439-446.

Ddemann AP, Zyl WH. 2003. Evaluation of Aspergillus niger as host for virus-

like particle production, using the Hepatitis B surface antigen as a model.

Springer-Verlag. Word J Gastroenterol 12:244-247

Deng Q, Kong YY, Xie YH, and Wang Y. 2005. Expression and purification of the

complete PreS region of hepatitis B virus. World J Gastroenterol 11:3060-

3064.

Groot ASD, Rappuoli R. 2004. Genome-derived vaccines. Expert Rev Vacc 3:59-

76.

Hu W et al. 2003. A flexible peptide linker enhances the immunoreactivity of two

copies HBsAg preS1 (21-47) fusion protein. J Biotechnol 107:83-90.

Hu WG et al. 2004. Expression of overlapping Pre-S1 Fragment Recombinant

Proteins for the determination of immunogenic domains in HBsAg PreS1

region. Acta Biochim Biophys Sin 36 (6):397-404.

Page 74: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

58

Joshi N, Kumar A. 2001. Immunoprophylaxis of hepatitis B virus infection. Ind J

Med Microbiol 19:172-183.

Kim SJ et al. 2003. Enhanced immunogenicity of DNA fusion vaccine encoding

secreted hepatitis B surface antigen and chemokine RANTES. Virology

314:84-91.

Kumar SGB, Ganapathi TR, Revathi L, Srinivas VA, Bapat. 2005. Expression of

hepatitis B surface antigen in transgenic banana plants. Planta 222:484-493.

Lippi G, Salvagno GL, Montagnana M, Guidi GC. 2007. Preparation of a Quality

Sample: Effect of Centrifugation Time on Stat Clinical Chemistry Testing. Lab

Med 38(3): 172-176.

Locarnini SA, Coulepis AG, Stratton AM, Kaldor J, Gust ID. 1979. Solid-phase

enzyme-linked immunosorbent assay for detection of hepatitis A specific

immunoglobulin M. J Clin microbiol 9:459-465.

Lu YY et al. 2002. Cloning and expression of the preS1 gene of hepatitis B virus

in yeast cells. Hepatobiliar Pancreat Dis Int 1:238-242.

Milich DR, Roels GGL. 2003. Immunogenetics of the response to HBsAg

vaccination. Autoimmun Rev 2:248-257.

Plotkin SA. 2005. Six revolution in vaccinology. Ped Infect Dis J 24:1-9.

Richter LJ, Thanavala Y, Arntzen CJ, Mason HS. 2000. Production of hepatitis B

surface antigen in transgenic plants for oral immunization. Nature 18:1167-

1171.

Thanavala Y. 1995. Novel approaches to development against HBV. J Biotechnol

44:67-73.

Tizard IR. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press.

Surabaya

Yamada T et al. 2000. Physicochemical and immunological characterization of

hepatitis B virus envelope particles exclusively consisting of the entire L (pre-

S1 + pre-S2 + S) protein. Vaccine 19:3154-3163.

Yamamoto H, Satoh T, Kiyohara T, Totsuka A, Moritsugu Y. 1997. Quantitation of

group-specific a antigen in Hepatitis B vaccines by anti-HBs/a monoclonal

antibody. Biologicals 25:373-380.

Page 75: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

PEMBAHASAN UMUM

Beberapa hasil penelitian bioteknologi peternakan saat ini sudah dapat

diaplikasikan dan dimanfaatkan untuk peningkatan reproduksi ternak, pakan

ternak serta untuk memperbaiki status kesehatan hewan. Selanjutnya dijelaskan,

bahwa bioteknologi reproduksi meliputi inseminasi buatan (Generasi ke I),

embryo transfer (Generasi ke II) dan pemuliabiakan ternak melalui kloning

(Generasi ke III), dalam upaya peningkatan reproduksi ternak telah dikembangkan

penelitian dan aplikasi bioteknologi sampai dengan generasi keempat, yaitu

hewan transgenik. Bioteknologi di bidang pakan merupakan teknologi biokimia

dan mikrobiologi yang telah diaplikasikan untuk perbaikan mutu pakan, seperti

manipulasi mikroba rumen maupun dengan perlakuan kimiawi dan mikrobiologi.

Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya cerna dari hijauan pakan ternak,

jerami dan limbah pertanian yang tinggi kadar selulosanya. Bioteknologi

kesehatan hewan meliputi: (1) Produksi komersial berbagai macam zat penggertak

pertumbuhan (growth promotors), seperti produksi hormone dengan DNA

rekombinan memanfaatkan bakteri tertentu. (2) Produksi komersial substansi

antigenik untuk memproduksi vaksin dengan DNA rekombinan yang relatif lebih

baik dan lebih aman dibandingkan dengan antigen konvensional yang berasal dari

bakteri atau mikroorganisme patogen yang lain. Selanjutnya Muladno (2002)

menjelaskan, bahwa dengan tersedianya bioteknologi rekayasa genetika yang

dilahirkan pada tahun 1973, manusia telah dapat mengisolasi gen (molekul DNA)

serta memanipulasinya, kemudian memindahkan gen tersebut dari satu organisme

ke organisme lain.

Teknologi kloning merupakan terobosan baru di bidang rekayasa genetika.

Menurut Winarno dan Agustinah (2007), kloning adalah pengembangbiakan suatu

mahluk hidup yang persis sama dengan induknya tanpa melalui pembuahan,

seperti stek pada tanaman, tetapi kloning melalui rekayasa genetika adalah jauh

lebih rumit. Muladno (2002) menjelaskan, bahwa pada prinsipnya kloning DNA

adalah proses penggandaan jumlah DNA rekombinan melalui proses

perkembangbiakan sel bakteri. Proses penggandaan tersebut dilakukan dengan

memasukkan DNA rekombinan ke dalam E.coli, diikuti dengan inkubasi sel E.coli

Page 76: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

60

pada suhu optimal sehingga sel berkembangbiak secara eksponensial. Selanjutnya

dijelaskan pula, bahwa menggandakan jumlah molekul DNA tidak hanya dapat

dilakukan dengan memanfaatkan mekanisme kehidupan mikroorganisma, tetapi

dapat juga dilakukan melalui teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).

Teknologi DNA rekombinan yang memungkinkan digunakan untuk

menghasilkan protein rekombinan pada bakteri sangat penting untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Produksi vaksin dengan menggunakan bakteri akan dapat

memenuhi permintaan vaksin yang semakin tinggi dengan waktu yang relatif

singkat serta biaya yang relatif lebih murah. Selain itu, teknologi DNA

rekombinan dan teknologi produksi pada bakteri memungkinkan dilakukan

berbagai upaya rekayasa epitop dalam rangka meningkatkan kualitas vaksin yang

akan dihasilkan.

Escherichia coli merupakan bakteri yang menjadi pilihan utama diantara

aneka bakteri yang telah digunakan sebagai inang dalam menghasilkan protein

rekombinan, baik di bidang riset maupun industri. Hal ini disebabkan bakteri

Escherichia coli membutuhkan biaya media yang relatif murah, cepat

berkembang biak, serta teknologinya sudah berkembang luas (Hu et al. 2004;

Kristensen et al. 2005; Lombardi et al. 2005). Berbagai protein rekombinan dari

bakteri, archaeabacteria, maupun dari eukariotik dapat diproduksi secara efisien

pada E. coli (Kristensen et al. 2005).

Biosintesis antigen HBsAg100-GST telah dilakukan dalam penelitian ini

dengan menggunakan Escherichia coli sebagai inang. Selain itu, gen penyandi

antigen permukaan hepatitis B tersebut digabung (fusi) dengan gen penyandi

enzim gluthation-S-transferase (GST) untuk meningkatkan ekspresi maupun

kelarutan antigen untuk aktifitas maupun proses pemurnian. Antigen ini

diharapkan dapat menghasilkan kandidat vaksin rekombinan hepatitis B yang

sesuai dengan genetik virus lokal di Indonesia, dan antibodi yang dihasilkan juga

diharapkan akan lebih efektif dalam melakukan proteksi terhadap virus hepatitis B

lokal.

Campuran yang berhasil digunakan untuk mendapatkan hasil PCR yang

optimal adalah 0,1 unit enzim DNA polymerase pyrobest (Takara Bioinc., Otsu,

Japan) dengan bufernya; 0,5 μM primer forward (f) dan backward (b); 0,2 mM

Page 77: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

61

dNTP; 1 ng/ml plasmid pGEMT-HB sebagai cetakan. Penggunaan DNA dengan

konsentrasi kurang dari 1 ng/ml menghasilkan pita gen target yang kurang jelas,

dan penggunaan DNA melebihi 1 ng/ml menyebabkan munculnya beberapa pita

produk PCR yang tidak sesuai dengan ukuran pita target. Program PCR yang

berhasil digunakan adalah 94oC selama 5 menit, 25 siklus pada 94

oC selama 30

detik, 54oC selama 30 detik dan 72

oC selama 30 detik, diakhiri dengan 72

oC

selama 5 menit dan 20oC sampai sampel diangkat untuk elektroforesis. Penemuan

suhu annealing yang ideal (54oC ), setelah dilakukan PCR menggunakan beberapa

suhu annealing mulai dari 50oC, 52

oC, 54

oC dan 56

oC. Pita gen target yang paling

tampak jelas diperoleh pada suhu annealing 54oC.

Ketepatan suhu dan waktu annealing, konsentrasi DNA dan primer, serta

konsentrasi enzim polimerase DNA yang digunakan sangat menentukan

keberhasilan amplifikasi. Penggunaan suhu annealing 54oC selama 30 detik telah

menyebabkan primer-primer yang digunakan dapat menempel pada daerah

spesifik dari DNA cetakan. Selain itu, waktu yang diperlukan untuk tahap

extention adalah selama 30 detik pada suhu 72oC, karena enzim polymerase

Pyrobest yang dipergunakan memerlukan waktu 1 menit per 1 kilo pasang basa.

Berbeda dengan enzim polymerase Ex Taq yang biasanya memiliki kemampuan

lebih cepat, yaitu 40 detik per 1 kilo pasang basa. Hal ini dikarenakan enzim

polymerase Pyrobest merupakan enzim dengan tingkat kecermatan tinggi (high

fidelity) yang memiliki kemampuan proof-reading.

Produk PCR selanjutnya perlu dimurnikan karena ada kelebihan primer-

primer maupun substrat dan enzim yang digunakan pada campuran PCR dengan

teknik pemotongan gel menggunakan DNA Gel extraction kit. Hasil pemurnian

digunakan pada tahap ligasi dengan plasmid pGEX-4T-2 yang telah dipotong

dengan enzim Sma1. Enzim Pyrobest yang digunakan untuk proses amplifikasi di

atas termasuk enzim dengan tingkat kecermatan tinggi (high fidelity).

Campuran reaksi dari reaksi ligasi tersebut adalah produk PCR yang telah

diphosphorilasi 2 μl, 25 ng/μl plasmid pGEX-4T-2 yang telah diphosphorilasi, 1

μl kit ligasi, kemudian diinkubasi pada suhu 12oC selama 18 jam. Selanjutnya,

dilakukan transformasi dengan E. coli DH5, kemudian ditumbuhkan pada media

LB yang mengandung ampisilin pada suhu 37oC selama 14 jam. Koloni bakteri

Page 78: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

62

yang tumbuh diduga memiliki plasmid rekombinan. Skrining koloni pembawa

plasmid rekombinan dengan teknik PCR koloni dilakukan untuk memastikan hal

tersebut.

Introduksi plasmid pGEX-SR100 ke dalam bakteri inang E. coli DH5α

(transformasi) berhasil dilakukan dengan teknik heat shock. Koloni bakteri E. coli

DH5α pembawa plasmid rekombinan pGEX-SR100 hasil transformasi

ditumbuhkan pada media seleksi (ampisilin 50 µl/ml) yang mengandung X-

gal dan IPTG. Hasil kultur dari bakteri tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Koloni bakteri yang berwarna putih diduga pembawa plasmid rekombinan pGEX-

SR100, sebaliknya koloni bakteri berwarna biru tidak membawa plasmid

rekombinan.

Penelitian ini telah menguji ekpresi plasmid rekombinan dengan

menggunakan E. coli DH5α serta E. coli BL21. E. coli DH5α merupakan bakteri

inang yang umum dipergunakan untuk tujuan kloning dan memperbanyak

plasmid, sedangkan E. coli BL21 merupakan inang yang umum digunakan untuk

tujuan ekspresi. Perbedaan kedua strain bakteri E. coli tersebut adalah E. coli

DH5α memiliki banyak enzim protease baik di periplasma maupun sitoplasma,

yang dapat mendegradasi protein rekombinan yang dihasilkan pada bakteri

tersebut. Gen-gen penyandi enzim protease pada E. coli BL21 sudah dimutasi

sehingga ekspresi protein rekombinan tidak akan mengalami degradasi yang

intensif. Hal ini terlihat pada hasil SDS-PAGE pada Gambar 11 yang

menunjukkan hal tersebut, yaitu intensitas pita protein rekombinan ketika

menggunakan E. coli BL21 sebagai inang lebih tebal dibandingkan dengan ketika

menggunakan E. coli DH5α. Tebalnya pita protein target masih terlihat walaupun

dilakukan pengenceran sampai 10x, sedangkan pengenceran 10 x pada protein

yang diekspresi pada E. coli DH5α sudah tidak terlihat.

Secara umum terlihat intensitas pita protein cukup tinggi, walaupun jumlah

ekspresi protein rekombinan pada E. coli BL21 lebih tinggi dibandingkan pada E.

coli DH5α. Hal ini disebabkan antara lain oleh fusi dengan GST. Maeng et al.

(2001) melakukan ekspresi gen virus hepatitis B secara parsial diikuti dengan

penggabungan atau fusi gen dengan gen penyandi enzim GST untuk peningkatan

ekspresi dan kelarutan antigen permukaan hepatitis B pre-S2 pada E. coli.

Page 79: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

63

Hasilnya menunjukkan terjadi peningkatan tingkat ekspresi antigen pre-S1 yang

digabung dengan GST.

Berbagai macam affinity tag, seperti GST dan polyhistidin, dapat digunakan

untuk meningkatkan ekspresi dan memfasilitasi pemurnian antigen rekombinan.

Hasil pemurnian fusi HBsAg100 dan GST dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa antigen rekombinan yang diperoleh setelah pemurnian relatif murni dan

dalam jumlah yang cukup untuk dapat digunakan dalam aplikasi (assay)

selanjutnya (Gambar 15 pita nomor 5-7). Keberhasilan isolasi ini tidak terlepas

dari sifat meningkatnya kelarutan protein rekombinan karena fusi dengan GST.

Hal ini sesuai dengan pendapat Koschorreck et al. (2005) yang melaporkan terjadi

peningkatan solubilitas protein rekombinan yang digabung dengan GST.

Page 80: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gen SR100

berhasil diamplifikasi, kemudian diligasi dengan vektor pGEX-4T-2, dan

ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli DH5α. Hasil sekuensing menunjukkan

tidak terdapat mutasi pada gen hasil kloning. Plasmid pGEX-SR100 berhasil

diekspresikan baik pada bakteri E. coli BL21 maupun E. coli DH5α. Ekspresi

pada bakteri E. coli BL21 menghasilkan protein rekombinan lebih tinggi. Protein

rekombinan HBsAg100-GST yang telah diekspresikan oleh E. coli tersebut

berhasil dipurifikasi.

Saran

Penelitian dengan teknologi DNA rekombinan perlu digali dan

dikembangkan terus dalam rangka pengembangan usaha industri peternakan

khususnya di bidang penyediaan bahan vaksin. Pemanfaatan E. coli sebagai inang

produksi protein rekombinan lebih tepat menggunakan E. coli BL21.

Page 81: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

DAFTAR PUSTAKA

Ali M et al. 2005. Improvements in the cell-free production of functional

antibodies using cell extract from protease-deficient Escherichia coli. J Biosci

Bioengin 99:181-186.

Ali M. 2006. High-throughput monoclonal antibody production using cell-free

protein synthesis system [Ph.D thesis]. Nagoya University, Japan.

Andre, S. 2006. File: DNA Overview.png. Wikimedia Commons. Retrieved on

January 17, 2009 from http://en.wikipedia.org/wiki/File:DNA_Overview.png

[9 Februari 2012].

Anzola M. 2004. Hepatocellular carcinoma: Role of hepatitis B and hepatitis C

viruses proteins in hepatocarcinogenesis. J Viral Hepat 11(5):383-393.

Barnum SR. 2005. Biotechnology an Introduction. International Student Edition.

Ed ke-2. Belmont: Thmpson Brooks/Cole.

Barrera A, Guerra B, Notvall L, Landford RE. 2005. Mapping of the Hepatitis B

virus Pre-S1 domain involved in receptor recognition. J Virol 79:9786-9798.

Beck J, Nassal M. 2007. Hepatitis B virus replication. World J Gastroenterol

13(1):48-64.

Burda MR, Gunther S, Dandri M, Will H, Petersen J. 2001. Structural and

functional heterogeneity of naturally occuring hepatitis B virus variants.

Antiviral Res 52:125-138.

Camargo, I.F., A.M.C. Gaspar, and C.F.T. Yoshida. 1987. Comparative ELISA

Reagents for Detection of Hepatitis B Surface Antigens (HBsAg). Mem Inst

Oswaldo Cruz 82(2):181-187.

Chen X, Li M, Le X, Ma W, Zhou B. 2004. Recombinant hepatitis B core antigen

carrying preS1 epitopes induce immune response against chronic HBV

infection. Vaccine Word J Gastroenterol 22:439-446.

Dayal M, Maldonado D. 1998. The Hepadna Virus Family. An Exclusive

Interview with Baruch Blumberg, Winner of the 1976 Nobel Prize in Medicine.

http://www.stanford.edu/group/virus/hepadna/Blumberg.html. [1 Februari

1998].

Ddemann AP, Zyl WH. 2003. Evaluation of Aspergillus niger as host for virus-like

particle production, using the Hepatitis B surface antigen as a model. Springer-

Verlag. Word J Gastroenterol 12:244-247

Deng Q, Kong YY, Xie YH, Wang Y. 2005. Expression and purification of the

complete PreS region of Hepatitis B virus. World J Gastroenterol 11:3060-

3064.

Dryden KA et al. 2006. Native hepatitis B virions and capsids visualized by

electron cryomicroscopy. Molecul Cell 22:843-850.

GenBank. 2008. Hepatitis B Virus Isolate 2059Java, Complete Genome.

GenBank: EF473971.1

Page 82: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

68

Glick BR, Pasternak JJ. 1994. Molecular Biotechnology. Principles and

Applications of Recombinant DNA. Washington DC: ASM Press.

Hu H et al. 2004a. Yeast expression and DNA immunization of Hepatitis B virus

gene with second-loop deletion of α determinant region. Word J Gastroenterol

10:2989-2993.

Hu WG. Et al. 2004b. Expression of overlapping Pre-S1 Fragment Recombinant

Proteins for the determination of immunogenic domains in HBsAg PreS1

region. Acta Biochim Biophys Sin 36(6): 397-404.

Jaoude AG., Sureau C. 2005. Role of the antigenic loop of the Hepatitis B virus

envelope proteins in infectivity of Hepatitis B delta virus. J Virol 79:10460-

10466.

Ji D et al. 2005. Study of transactivating effect of pre-S2 protein of Hepatitis B

virus and cloning of genes transactivated by pre-S2 protein with suppression

subtractive hybridization. World J Gastroenterol 11:5438-5443.

Joshi N, Kumar A. 2001. Immunoprophylaxis of Hepatitis B virus infection.

Indian J Med Microbiol 19:172-183.

Joung YH et al. 2004. Expression of the Hepatitis B surface S and preS2 antigens

in tubulers of Solanum tuberosum. Plant Cell Rep 22:925-930.

Kim SJ et al. 2003. Enhanced immunogenicity of DNA fusion vaccine encoding

secreted hepatitis B surface antigen and chemokine RANTES. Virology

314:84-91.

Kimura T et al. 2005. Hepatitis B virus DNA-negative Dane particles lack core

protein but contain a 22-kDa precore protein without C-terminal arginine-rich

domain. J Biol Biochem 280:21713-21719.

Koschorreck M, Fischer M, Barth S, Pleiss J. 2005. How to find soluble proteins:

a comprehensive analysis of alfa/beta hydrolases for recombinant expression in

E. coli. BMC Genom 6:1-10.

Kristensen J, Petersen HUS, Mortensen KK, Sorensen HP. 2005. Generation of

monoclonal antibodies for the assesment of protein purification by recombinant

ribosomal coupling. Int. J Biol Macromol 37:212-217.

Kumar SGB, Ganapathi TR, Revathi, Srinivas VA. Bapat. 2005. Expression of

Hepatitis B surface antigen in transgenic banana plants. Planta 222: 484-493.

Lewin B. 1990. Genes IV. Cell Press, Cambridge, Mass. Oxford University Press,

Walton Street, Oxford OX2 6DP.

Lippi G, Salvagno GL, Montagnana M, Guidi GC. 2007. Preparation of a quality

sample: Effect of centrifugation time on stat clinical chemistry testing. Lab

Med 38(3): 172-176.

Locarnini SA, Coulepis AG, Stratton AM, Kaldor J, Gust ID. 1979. Solid-phase

enzyme-linked immunosorbent assay for detection of hepatitis A specific

immunoglobulin M. J Clinic Microbiol 9:459-465.

Lok ASF, McMahon BJ. 2001. Chronic hepatitis B. Hepatology 34:1225-1241.

Page 83: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

69

Lombardi A, Sperandei M, Cantale C, Giacomini P, Galeffi P. 2005. Functional

expression of a single-chain antibody specific or the HER2 human oncogene in

a bacterial reducing environment. Protein Expr Purif 44:10-15.

Lu YY et al. 2002. Cloning and expression of the preS1 gene of Hepatitis B virus

in yeast cells. Hepatobiliar Pancreat Dis Int 1:238-242.

Maeng CY, Oh MS, Park IH, Hong HJ. 2001. Purification and structural analysis

of the Hepatitis B virus preS1 expressed from Escherichia coli. Biochem

Biophys Res Com 282:787-792.

Maruyama J et al. 2000. Production and product quality assessment of human

Hepatitis B virus pre-S2 antigen in submerged and solid-state culture of

Aspergillus oryzae. J Biosci Bioengineer 90:118-120.

Mason AL, Xu L, Guo L, Kuhns M, Perrillo RP. 1998. Molecular basis for

persistent hepatitis B virus infection in the liver after clearance of serum

hepatitis B surface antigen. Hepatology 27(6):1736-1742.

Milich DR, Roels GGL. 2003. Immunogenetics of the response to HBsAg

vaccination. Autoimmun Rev 2:248-257.

Muladno. 2002. Teknonologi Rekayasa Genetika. Bogor Baru: Pustaka Wirausaha

Muda. Bogor.

Muljono DH, Soemohardjo S. 2003. Hepatitis B Virus Molecular Diversity in

Indonesia. Di dalam: Marzuki S, Verhoef J, Snippe H, editor. Tropical

Deseases: From Molecule to Bedside.. London: Kluwer Academic/Plenum

Publisher. Hlm 163-176.

Mulyanto et al. 1997. Distribution of the Hepatitis B surface HBsAg100 subtypes

in Indonesia: Implications for ethic heterogeneity and infection control

measures. Arch Virol 142:2121-2129.

Mulyanto et al. 2002. Hepatitis B seroprevalence among children in Mataram,

Indonesia: following a seven-year mass immunization program. Report

meeting of the US-Japan cooperative medical science program asian region

collaboration research project 2001, Sanghai.

Nurainy N, Muljono DH, Sudoyo H, Marzuki S. 2008. Genetic study of hepatitis

B virus in Indonesia reveals a new subgenotype of genotype B in East Nusa

Tenggara. J Arch Virol 153(6): 1057-1065.

Old RW, Primrose SB. 1989. Prinsip-prinsip Manipulasi Gen Pengantar

Rekayasa genetika. Edisi ke-4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, penerjemah; Jakarta: UIP.

Terjemahan dari: Principles of Gen Manipulation.

Plotkin SA. 2005. Six revolution in vaccinology. Pediatric Infect Dis J 24:1-9.

Richter LJ, Thanavala Y, Arntzen CJ, Mason HS. 2000. Production of hepatitis B

surface antigen in transgenic plants for oral immunization. Nature 18:1167-

1171.

Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory

Manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York.

Page 84: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

70

Sheu SY, Lo SJ. 1995. Deletion or alteration of hidrofobik amino acids at the first

and third transmembrane domains of Hepatitis B surface antigen enhances its

production in Escherichia coli. Gene 160:179-184.

Stannard LM. 1995. Hepatitis B Virus. http://web.uct.ac.za/depts/mmi/stannard/

emimages. html.

Soewignjo S, Mulyanto. 1984. Epidemiologi infeksi virus Hepatitis B di

Indonesia. Acta Medica Indones 15:215-230.

Thanavala Y. 1995. Novel approaches to development against HBV. J Biotechnol

44:67-73.

Tizard IR. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Airlangga University Press.

Surabaya

Vikis HG, Guan KL. 2000. Glutathione-S-Transferase-Fusion Based Assays for

Studying Protein-Protein Interaction. Di dalam: Methods in Molecular

Biology, vol. 261. Humana Press Inc. Totowa, NJ.

Wagner A, Denis F, Roges SR, Ratti VL, Alain S. 2004. Hepatitis B Virus

Genotypes. Immuno-anal Biol Special 19:330-342.

Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan. Jilid 3, Cetakan 1. Bogor: M-Brio Press.

Winarno FG, Agustinah W. 2007. Pengantar Bioteknologi. Ed Revisi. Bogor: M-

Brio Press.

Wiryosuhanto SD, Sudradjat SD, editor. 1992. Aplikasi Bioteknologi Kesehatan

Hewan. Hasil Semiloka Bioteknologi Kesehatan Hewan di Bogor, 20-21

Oktober 1992. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.

Worman HJ. 2002. Hepatitis B. Columbia University Medical Center. Deseases of

the Liver/Howard J. Worman, M.D./[email protected]

Yamada T et al. 2001. Physicochemical and immunological characterization of

Hepatitis B virus envelope particles exclusively consisting of the entire L (pre-

S1+pre-S2+S) protein. Vaccine. J Virol 19:3154-3163.

Yamamoto H, Satoh T, Kiyohara T, Totsuka A, Moritsugu Y. 1997. Quantitation of

group-specific a antigen in Hepatitis B vaccines by anti-HBs/a monoclonal

antibody. Biologicals 25:373-380.

Page 85: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

LAMPIRAN

Page 87: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

74

Lampiran 2 Genom lengkap dari isolat virus hepatitis B”2059 Java”

Page 88: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

75

Lampiran 2 (lanjutan)

Page 89: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

76

Lampiran 2 (lanjutan)

Page 90: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

77

Lampiran 2 (lanjutan)

Diterima melalui email dari Fak. Kedokteran UNRAM pada tanggal 2 April 2009

Lampiran 3 Program PCR yang berhasil digunakan untuk amplifikasi gen SR100

Page 91: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

78

Lampiran 4 Topologi dan peta fisik plasmid pGEX-4T-2

Lampiran 4 (lanjutan)

Page 92: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

79

Lampiran 5 Situs-situs pemotongan dan sekuen lengkap pGEX-4T-2

Page 93: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

80

Lampiran 5 (lanjutan)

Page 94: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

81

Lampiran 5 (lanjutan)

Page 95: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

82

Lampiran 5 (lanjutan)

Diakses pada tanggal 12 Juni 2011 melalui:

http://www.gelifesciences.com/aptrix/upp00919.nsf/Content/2CA907CE4753D32

BC1257628001D394F/$file/28918445AB.pdf

Page 96: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

83

Lampiran 6 Hasil sekuensing gen SR100 dengan menggunakan primer pGEX-5’

Lampiran 6 (lanjutan)

Page 97: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

84

Lampiran 6 (lanjutan)

Lampiran 6 (lanjutan)

Page 98: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

85

Lampiran 7 Hasil sekuensing gen SR100 dengan menggunakan primer pGEX-3’

Lampiran 7 (lanjutan)

Page 99: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

86

Lampiran 7 (lanjutan)

Lampiran 7 (lanjutan)

Page 100: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

87

Lampiran 8 Mesin Thermal Cycler untuk mengamplifikasi segmen DNA

Lampiran 9 Alat elektroforesis untuk memisahkan segmen DNA

Page 101: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

88

Lampiran 10 Alat elektroforesis (BIO-RAD) untuk memisahkan molekul protein

berdasarkan berat molekulnya (tampak depan)

Lampiran 11 Alat elektroforesis (BIO-RAD) untuk memisahkan molekul protein

berdasarkan berat molekulya (tampak atas)

Page 102: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

89

Lampiran 12 Kelompok kandang mencit dalam penelitian

Lampiran 13 Keadaan mencit di dalam kandang percobaan

Page 103: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

90

Lampiran 14 Proses mencampur HBsAg100-GST dengan Freund’s Adjuvant

sebagai bahan vaksin

Lampiran 15 Menyiapkan mencit untuk vaksinasi

Page 104: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

91

Lampiran 16 Proses vaksinasi terhadap mencit sedang berlangsung

Lampiran 17 Pengambilan darah mencit melalui ujung ekor

Page 105: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

92

Lampiran 18 Hasil elisa dalam penentuan konsentrasi serum mencit untuk

menguji antigenisitas protein rekombinan HBsAg100-GST

Lampiran 19 Mesin Elisa Photoreader yang digunakan untuk membaca hasil elisa

Page 106: PRODUKSI PROTEIN REKOMBINAN HBsAg100-GST SEBAGAI … · mahasiswi semester lima Fakultas Kedokteran UNRAM, dan dua orang putra, Abdillah Rahmadiputra mahasiswa semester tiga jurusan

93

Lampiran 20 Printer yang terhubung dengan Mesin Elisa

Lampiran 21 Data hasil pembacaan optikal densiti (OD) terhadap serum mencit

yang diperoleh dari darah mencit sebelum dan setelah dilakukan

vaksinasi HBsAg100-GST (kelompok A) dan GST (kelompok B)