burhan unram 29 nov layananpublik

32
Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat Oleh Burhanuddin, M. Hum. Dosen FKIP Unviversitas Mataram Email: [email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kebijakan, proses dan implementasi kebijakan, kinerja kebijakan, serta rekomendasi kebijakan pelayanan pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengumpulannya menggunakan indept interview, observasi, dan kajian dokumen. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif (reduksi, display, interpretasi, dan verifikasi). Hasil analisis data menunjukkan bahwa pertama, kebijakan pendidikan di KSB mencakup ketiga pilar pembangunan pendidikan dengan titik penekanan pada aspek pemerataan kesempatan dan perluasan akses pendidikan yang perumusannya merupakan kombinasi model elit, model rasional, dan pilihan publik. Kedua, implementasi kebijakan difokuskan pada pengembangan kapasitas kelembagaan, strategi anggaran, dan manajemen sekolah, dengan pendekatan model matriks ambiguitas-konflik yang dikembangkan oleh Matland. Ketiga, model proses kebijakan pendidikan di KSB dengan mengubah sekuensi dari proses politik menjadi kebijakan, capaian kinerja kebijakan menjadi proses politik kemudian menjadi kinerja kebijakan. Keempat, kinerja kebijakan pendidikan KSB dilihat dari indikator-indikator formal menunjukkan capaian yang beragam. Kata kunci: kebijakan, pelayanan publik, dan pendidikan Abstract: This research aims at identifying the form of the policy, the process and the implementation of the policy, the performance of the policy, and the recommendation of educational service policy in West Sumbawa Regency (West Nusa Tenggara). The data were collected through in-depth interview, observation, and document review. The data were then analyzed qualitatively (reduction, display, interpretation, and verification). The data analysis indicates that first; educational policy in West Sumbawa Regency involves three main aspects of educational development which emphasizes on the equality of opportunity, extensification of educational access which uses three models namely elite, rational, and public choice. Second, the implementation of the policy is focused on the development of institutional capacity, budgeting strategy, and school management applying the conflict ambiguity matrix developed by Matland. Third, the model of educational policy process in West Sumbawa Regency is changing from political sequence toward policy. Fourth, the performance of educational policy in West Sumbawa Regency varies across formal indicators. 1

Upload: nurkamaljuly

Post on 28-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Kebijakan Pelayanan Publik Bidang Pendidikandi Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat

OlehBurhanuddin, M. Hum.

Dosen FKIP Unviversitas MataramEmail: [email protected]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kebijakan, proses dan implementasi kebijakan, kinerja kebijakan, serta rekomendasi kebijakan pelayanan pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengumpulannya menggunakan indept interview, observasi, dan kajian dokumen. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif (reduksi, display, interpretasi, dan verifikasi).Hasil analisis data menunjukkan bahwa pertama, kebijakan pendidikan di KSB mencakup ketiga pilar pembangunan pendidikan dengan titik penekanan pada aspek pemerataan kesempatan dan perluasan akses pendidikan yang perumusannya merupakan kombinasi model elit, model rasional, dan pilihan publik. Kedua, implementasi kebijakan difokuskan pada pengembangan kapasitas kelembagaan, strategi anggaran, dan manajemen sekolah, dengan pendekatan model matriks ambiguitas-konflik yang dikembangkan oleh Matland. Ketiga, model proses kebijakan pendidikan di KSB dengan mengubah sekuensi dari proses politik menjadi kebijakan, capaian kinerja kebijakan menjadi proses politik kemudian menjadi kinerja kebijakan. Keempat, kinerja kebijakan pendidikan KSB dilihat dari indikator-indikator formal menunjukkan capaian yang beragam.

Kata kunci: kebijakan, pelayanan publik, dan pendidikan

Abstract: This research aims at identifying the form of the policy, the process and the implementation of the policy, the performance of the policy, and the recommendation of educational service policy in West Sumbawa Regency (West Nusa Tenggara). The data were collected through in-depth interview, observation, and document review. The data were then analyzed qualitatively (reduction, display, interpretation, and verification).The data analysis indicates that first; educational policy in West Sumbawa Regency involves three main aspects of educational development which emphasizes on the equality of opportunity, extensification of educational access which uses three models namely elite, rational, and public choice. Second, the implementation of the policy is focused on the development of institutional capacity, budgeting strategy, and school management applying the conflict ambiguity matrix developed by Matland. Third, the model of educational policy process in West Sumbawa Regency is changing from political sequence toward policy. Fourth, the performance of educational policy in West Sumbawa Regency varies across formal indicators.

Keywords: Policy, public service, and education

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan

masyarakat memiliki dimensi yang luas, yaitu menyangkut kesejahteraan ekonomi,

pendidikan, kesehatan, lingkungan, demokrasi, dan sebagainya. Pendidikan yang baik adalah

pendidikan yang tidak hanya meneruskan tradisi ilmu pengetahuan tetapi pendidikan sejauh

mungkin relevan dan menghubungkan antara alat yang diberikan dengan kemungkinan

menemukan hidup yang paling baik baginya. Namun demikian, sampai saat ini pendidikan

1

Page 2: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan, yaitu (1) rendahnya pemerataan

memperoleh pendidikan; (2) rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; serta (3) lemahnya tata

kelola atau manajemen pembangunan pendidikan (Jalal & Supriadi, 2001).

Lahirnya otonomi daerah memberikan nuansa sekaligus tantangan dalam mewujudkan

pendidikan secara mandiri, bebas, dan bertanggung jawab. Pesan otonomi inilah yang harus

diterjemahkan secara cermat oleh kabupaten/kota. Menyadari hal tersebut, Kabupaten

Sumbawa Barat (KSB) sebagai daerah otonom baru menitikberatkan pembangunannya pada

aspek peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan mutu pendidikan seperti Program Wajib

Belajar 12 Tahun, Program Pendidikan Gratis, Penuntasan Buta Aksara, dan kebijakan lainnya.

Tetapi, sampai saat ini belum diketahui secara komprehensif terhadap tingkat capaian layanan

kebijakan dimaksud termasuk ketepatan dalam perumusannya. Selain itu, belum diketahui

efektivitas kinerja kebijakan tersesbut, khususnya pada ketiga pilar pembangunan pendidikan.

Efektifitas dimaksud adalah sejauhmana tingkat ketepatan dan kelayakan kebijakan dan

program, proses perencanaan dan pelaksanaannya, kepatuhan rencana dengan realisasi, capaian

yang dihasilkan dan lainnya. Atas dasar pemikiran itulah, penelitian tentang kebijakan layanan

publik bidang pendidikan di KSB penting untuk dilakukan ini penting. Penelitian ini tidak

hanya untuk mendeteksi kekuatan dan kelemahannya kebijakan layanan publik tersebut tetapi

diharapkan adanya formulasi penyempurnaan perumusan kebijakan dan program pembangunan

pendidikan di KSB terutama menyangkut ketepatan cara perumusan.

Kajian ini penting dilakukan mengingat, pertama, tujuan pembangunan pendidikan di

KSB tidak mungkin tercapai dengan maksimal apabila kebijakan dan rencana pengembangan

pendidikan tidak dirumuskan, dievaluasi, dan diperbaiki secara tepat. Kedua, pelaksanaan

kebijakan dan program pembangunan pendidikan dapat dilakukan secara terencana dan

sistematis. Artinya, pelaksanaan program pendidikan dapat dilakukan secara teratur dan

bertahap jika adanya kesatuan pemahaman dan langkah dari pelaku pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini

adalah bagaimanakah bentuk, implementasi, proses, kinerja, dan rekomendasi kebijakan

pelayanan publik pembangunan pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa

Tenggara Barat?

1.3 Tujuan Penelitian

2

Page 3: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan bentuk, implementasi, proses, kinerja, dan rekomendasi kebijakan pelayanan

publik pembangunan pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.

2. Kajian Literatur

Kaitan dengan tujuan penelitian ini, pada bagian ini akan diuraikan kajian teori tentang

tentang teori analisis (perumusan) kebijakan pendidikan.

a. Teori Analisis Kebijakan dan Perumusan Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan pada dasarnya menyangkut penanganan masalah-masalah publik

tentang pendidikan atau masalah yang menjadi kepentingan umum, sekolah, masyarakat, dan

pemerintah. First (1992) mengemukakan bahwa kebijakan adalah satu visi ke mana kita ingin

pergi dan panduan untuk mencapainya. Dalam pengembangan dan perumusan kebijakan

pendidikan diperlukan suatu analisis kebijakan. Dunn, (2000) mengemukakan bahwa analisis

kebijakan adalah aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan

kebijakan. Analisis kebijakan dapat mengkaji sebab-akibat, dan kinerja kebijakan serta

program publik. First (1992) menyebutkan bahwa analisis kebijakan merupakan suatu prosedur

menemukan, mengantisipasi, mengeksplorasi, membandingkan, dan mengartikulasikan

alternatif yang tersedia untuk mencapai sasaran tertentu. Dengan demikian, satu kebijakan

pendidikan merupakan suatu alternatif pilihan terbaik, paling tepat di antara sekian banyak

alternatif yang diemukan.

Patton dan Sawick (1986) mengemukakan enam langkah analisis kebijakan, yaitu: (1)

menverifikasi, membatasi, dan merinci masalah; (2) memantapkan kriteria evaluasi; (3)

mengidentifikasi alternatif kebijakan; (4) mengevaluasi alternatif kebijakan; (5) memilih

alternatif pilihan di antara alternatif-alternatif kebijakan; dan (6) memantau hasil (outcame)

kebijakan. Untuk merumuskan kebijakan, menurut Dunn (2000) ada lima fase dalam proses

pembuatan kebijakan, yaitu: (1) penyusunan agenda atau mengagendakan masalah-masalah

publik, (2) formulasi kebijakan, (3) adopsi kebijakan, (4) implementasi kebijakan, (5) Penilaian

kebijakan.

Selanjutnya, metode dan teknik analisis kebijakan didasarkan pada tahap-tahap proses

pembuatan kebijakan yang oleh Dunn (2000) diuraikan secara rinci sebagai berikut.

1. Merumuskan masalah-masalah kebijakan

Masalah-masalah kebijakan adalah kebutuhan, nilai-nilai atau kesempatan yang tidak

terealisasi tetapi dapat dicapai melalui tindakan publik. Perumusan masalah terdiri dari

3

Page 4: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

beberapa fase yang saling tergantung yaitu: pencarian masalah, pendefinisian, spesifikasi,

dan pengenalan masalah.

2. Meramalkan kebijakan masa depan. Ada 3 bentuk peramalan, yaitu sebagai (a)

proyeksi adalah peramalan didasarkan pada eksplorasi atas kecenderungan masa lalu

maupun masa kini ke masa depan; (b) prediksi adalah ramalan yang didasarkan atas

asumsi teoritik; dan (c) perkiraan adalah ramalan yang didasarkan pada penilaian yang

informatif atau penilaian pakar tentang situasi masyarakat masa depan.

3. Merekomendasikan aksi-aksi kebijakan

Tahap rekomendasi adalah proses analisis kebijakan, memungkinkan analisis kebijakan

menghasilkan informasi tentang serangkaian kemungkinan tindakan untuk memecahkan

masalah yang berdampak bagi masyarakat seluruhnya. Rekomendasi merupakan kebijakan

di masa depan yang akan menghasilkan keluaran yang bernilai dari setiap alternatif

kebijakan.

4. Memantau hasil kebijakan

Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang sebab akibat dari kebijakan.

Pemantauan menghasilkan kesimpulan yang jelas bagaimana kebijakan tersebut

dilaksanakan dan hasil serta dampaknya.

5. Mengevaluasi kinerja kebijakan

Evaluasi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan

serta memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kontak terhadap nilai-nilai yang

mendasar pemilihan tujuan dan target.

b. Teori Perumusan Kebijakan

Perumusan kebijakan adalah kebijakan awal dalam kebijakan publik. Dalam khasanah

teori perumusan kebijakan, dikenal setidaknya ada 13 (tiga belas) jenis perumusan kebijakan,

yaitu teori kelembagaan, teori proses, teori kelompok, teori elit, teori rasional, teori

inkremental, teori permainan, teori pilihan publik, teori sistem, teori pengamatan terpadu, teori

demokratis, teori strategis, dan teori deliberatif.

1. Teori Kelembagaan

Formulasi kebijakan dari teori kelembagaan secara sederhana bermakna bahwa tugas

membuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah. Teori ini mendasarkan kepada fungsi-

fungsi kelembagaan dari pemerintah, di setiap sektor dan tingkat, dalam formulasi kebijakan.

Disebutkan Dye (1995), ada tiga hal yang membenarkan pendekatan ini, yaitu pemerintah sah

membuat kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat universal, dan pemerintah memonopoli

4

Page 5: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

fungsi pemaksaan (koersi) dalam kehidupan bersama. Teori kelembagaan merupakan derivasi

dari ilmu politik tradisional yang lebih menekankan struktur daripada proses atau perilaku

politik. Salah satu kelemahan dari pendekatan ini adalah terabaikannya masalah-masalah

lingkungan tempat kebijakan itu diterapkan.

2. Teori Proses

Teori ini berasumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas sehingga mempunyai

proses. Untuk itu, kebijakan publik merupakan juga proses politik yang menyertakan

rangkaian: identifikasi masalah, menata agenda formulasi kebijakan, perumusan proposal

kebijakan, legitimasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.

3. Teori Kelompok

Teori kelompok mengandaikan kebijakan sebagai titik keseimbangan (equilibrium). Inti

gagasannya adalah interaksi dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan. Individu

dalam kelompok kepentingan berinteraksi secara formal maupun informal, secara langsung

maupun melalui media massa menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah untuk

mengeluarkan kebijakan publik yang diperlukan. Peran sistem politik adalah untuk

memanajemeni konflik yang muncul dari adanya perbedaan tuntutan, melalui: (a) merumuskan

aturan main antar kelompok kepentingan; (b) menata kompromi dan menyeimbangkan

kepentingan; (c) memungkinkan terbentuknya kompromi dalam kebijkan publik (yang akan

dibuat); dan (d) memperkuat kompromi-kompromi tersebut.

4. Teori Elit

Teori elit berkembang dari teori politik elit-massa yang melandaskan diri pada asumsi

bahwa dalam setiap masyarakat pasti terdapat dua kelompok, yaitu pemegang kekuasaan elit

dan yang tidak memiliki kekuasaan atau massa. Prosesnya, elit secara top down membuat

kebijakan politik untuk diimplementasikan oleh administrator publik kepada rakyat atau massa.

Ada dua penilaian dalam pendekatan ini, negatif dan positif. Pandang negatif mengemukakan

bahwa dalam sistem politik, pemegang kekuasaan politiklah yang akan menyelenggarakan

kekuasaan sesuai dengan selera dan keinginannya. Pandangan positif melihat bahwa seorang

elit menduduki puncak kekuasaan karena berhasil memenangkan gagasan membawa negara-

bangsa ke kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.

5. Teori Rasionalisme

Teori ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social gain,

yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan

manfaat yang optimum bagi masyarakat. Teori ini mengatakan bahwa proses formulasi

kebijakan haruslah didasarkan pada keputusan yang sudah di perhitungkan rasionalitasnya.

5

Page 6: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Rasionalitas yang diambil adalah perbandingan antara pengorbanan dan hasil yang dicapai.

Dengan kata lain, teori ini lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek ekonomis. Cara-

cara formulasi kebijakan disusun dalam urutan (a) mengetahui preferensi publik dan

kecenderungannya; (b) menemukan pilihan-pilihan; (c) menilai konsekuensi masing-masing

pilihan; (d) menilai rasio nilai sosial yang dikorbankan; dan (e) memilih alternatif kebijakan

yang paling efisien. Teori rasional ini juga dikenal dengan teori “rasional komprehensif (RK)”,

yang unsur-unsurnya tidak jauh berbeda dengan teori rasional.

6. Teori Inkrementalis

Teori inkrementalis merupakan kritik terhadap teori rasional. Teori ini melihat

kebijakan publik merupakan variasi ataupun kelanjutan dari kebijakan di masa lalu. Teori ini

dapat dikatakan sebagai teori pragmatis/praktis. Pendekatan ini diambil ketika pengambil

kebijakan berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan informasi, dan kecukupan dana

untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif. Inti kebijakan inkrementalis adalah

berusaha mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahankan kinerja

yang telah dicapai.

7. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed-Scaning)

Teori ini merupakan upaya menggabungkan antara teori rasional dengan teori

inkremental. Teori pengamatan terpadu adalah sebagai suatu pendekatan terhadap formulasi

keputusan-keputusan pokok dan inkremental, menetapkan proses-proses formulasi kebijakan

pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjuk-petunjuk dasar, proses-proses yang

mempersiapkan keputusan-keputusan pokok, dan menjalankannya setelah keputusan itu

tercapai. Pada dasarnya, teori ini adalah teori yang amat menyederhanakan masalah.

8. Teori Demokratis

Teori ini dapat dikatakan sebagai “teori demokratis” karena menghendaki agar setiap

“pemilik hak demokrasi” diikutsertakan sebanyak-banyaknya. Kaitannya dengan implementasi

good governance, dalam pembuatan kebijakan, para konstituten dan pemanfaat (beneficiaries)

diakomodasi keberadaannya. Teori yang dekat dengan teori “pilihan publik” ini baik, tetapi

kurang efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang kritis, darurat, dan dalam kalangan

sumber daya. Namun, jika dapat dilaksanakan teori ini sangat efektif dalam implementasinya,

karena setiap pihak mempunyai kewajiban untuk ikut serta mencapai keberhasilan kebijakan,

karena setiap pihak bertanggung jawab atas kebijakan yang dirumuskan.

9. Teori Strategi

Teori ini menggunakan rumusan runtutan perumusan strategi sebagai basis perumusan

kebijakan. Perencanaan strategis lebih memfokuskan kepada pengidentifikasian dan

6

Page 7: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

pemecahan isu-isu, lebih menekankan kepada penilaian terhadap lingkungan di luar dan di

dalam organisasi, dan berorientasi pada tindakan. Proses perumusan strategis sendiri disusun

dalam langkah-langkah (a) memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis; (b)

memahami manfaat proses perencanaan strategis, mengembangkan kesepakatan awal; (c)

merumuskan panduan proses; (d) memperjelas mandat dan misi organisasi, yang meliputi

kegiatan perumusan misi dan mandat organisasi; (e) menilai kekuatan dan kelemahan, peluang

dan ancaman; (f) mengidentifikasi isu strategi yang dihadapi organisasi; dan (g) merumuskan

strategi untuk mengelola isu.

10. Teori Permainan

Teori ini biasanya disebut teori konspiratif. Gagasan pokok teori ini adalah, pertama,

formulasi kebijakan berada dalam situasi kompetisi yang intensif, dan kedua, para aktor berada

dalam situasi pilihan yang tidak independen ke dependen melainkan situasi pilihan yang sama-

sama bebas atau independen. Teori ini mendasarkan pada formulasi kebijakan yang rasional,

tetapi dalam kondisi yang tingkat keberhasilan kebijakannya tidak lagi hanya ditentukan oleh

aktor pembuat kebijakan, tetapi juga aktor-aktor lain. Konsep kunci dari teori permainan

adalah strategi, yang konsep kuncinya bukanlah yang paling optimum tetapi yang paling aman

dari serangan lawan. Jadi, konsep ini mempunyai tingkat konservatifitas yang tinggi, karena

pada intinya adalah strategi defensif. Inti teori permainan yang terpenting adalah bahwa ia

mengakomodasi kenyataan paling riil – negara, pemerintahan, masyarakat tidak hidup dalam

kekosongan.

11. Teori Pilihan Publik

Teori kebijakan ini melihat kebijakan sebagai sebuah formulasi keputusan kolektif dari

individu-individu yang berkepentingan atas keputusan tersebut. Kebijakan ini berakar dari teori

ekonomi pilihan publik (economic of public choice) yang mengandaikan bahwa manusia

adalah homo economicus yang memiliki kepentingan-kepentingan yang harus dipuaskan.

Prinsipnya adalah buyer meet seller, supply meet demand. Intinya, setiap kebijakan publik

yang dibuat oleh pemerintah harus merupakan pilihan dari publik yang menjadi pengguna

(beneficiaries atau consumer).

12. Teori Sistem

Dalam pendekatan ini dikenal tiga komponen, yaitu input, proses, dan output. Salah

satu kelemahan dari pendekatan ini adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang

dilakukan pemerintah, dan pada akhirnya kita kehilangan perhatian pada apa yang tidak pernah

dilakukan pemerintah. Jadi, formulasi kebijakan publik dengan teori sistem mengandaikan

bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem politik.

7

Page 8: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

13. Teori Deliberatif

Teori deliberatif atau “musyawarah” dikembangkan oleh Maarten Hajer dan Henderik

Wagenaar (2003). Peran pemerintah dalam teori ini tidak lebih sebagai legalisator dari

“kehendak publik”. Adapun peran analisis kebijakan adalah sebagai prosesor dalam proses

dialog publik agar menghasilkan keputusan publik untuk dijadikan sebagai kebijakan publik.

2. Metode Penelitian

3.1 Jenis, Setting, dan Waktu Penelitian

Sesuai dengan tujuan, penelitian ini merupakan jenis penelitian kebijakan, yang

mencakup empat aspek utama yaitu bentuk kebijakan, implementasi kebijakan, kinerja

kebijakan, dan lingkungan kebijakan (Tilaar & Nugroho, 2008). Penelitian ini dilakukan di

Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2010 dengan lama

penelitian delapan bulan, yaitu dari April hingga Desember 2010.

3.2 Sumber Data

Secara umum sumber data penelitian ini adalah keseluruhan pelaku pendidikan di KSB,

yaitu Bappeda KSB, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, sekolah pada setiap jenjang

termasuk perguruan tinggi yang merasakan dan berpendapat tentang kebijakan dan program

pendidikan di KSB. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dengan sumber

data (1) informan awal, dipilih secara purposive yang menguasai obyek kajian ini (key

informan); (2) dokumen, yaitu dokumen yang memuat informasi tertulis terkait dengan

kebijakan publik pendidikan di KSB; dan (3) tempat dan peristiwa sebagai sumber data

tambahan dilakukan melalui observasi langsung terhadap peristiwa implementasi kebijakan

pendidikan di KSB.

2.3 Metode Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis sumber data, maka pengumpulan data menggunakan metode (1)

Observasi; (2) wawancara secara mendalam (in-dept interview); dan (3) dokumentasi. Untuk

menjamin keabsahan data, ada beberapa kriteria yang digunakan dalam penelitian ini

sebagaimana yang disarankan oleh Nasution (1988) yaitu: (1) kredibilitas, (2) transferabilitas,

(3) dependabilitas, dan (4) konfirmabilitas.

2.4 Teknik Analisis Data

Data diperoleh, dianalisis dengan menggunakan model analisis interaktif (Miles dan

Huberman 1984), yang mengikuti tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan

8

Page 9: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

simpulan. Data yang telah dikumpulkan direduksi, dirangkum, dan kemudian dipilah-pilah hal

yang pokok, difokuskan untuk dipilih yang terpenting kemudian dicari tema atau polanya. Data

yang telah dipilah kemudian disederhanakan, dan data yang tidak diperlukan disortir agar

memberi kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik kesimpulan

sementara. Data-data tersebut kemudian dipilah dan disisikan untuk disortir menurut

kelompoknya dan disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar selaras

dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk rumusan sementara yang diperoleh pada tahap

direduksi. Penarikan simpulan dilakukan melalui kategori-kategori data yang telah direduksi

dan disajikan untuk menjawab masalah penelitian.

3. Hasil dan Pembahasan

Sesuai dengan tujuan penelitian, pada bagian ini akan diuraikan tentang bentuk

kebijakan, implementasi kebijakan, proses kebijakan, kinerja kebijakan bidang pendidikan, dan

alternatif rekomendasi tentang kebijakan pendidikan mendatang di Kabupaten Sumbawa Barat

(KSB) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

4.1 Bentuk Kebijakan Pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat

Kabupaten Sumbawa Barat merupakan salah satu kabupaten termuda setelah

Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang terletak di bagian barat

Pulau Sumbawa dengan jumlah penduduk 119.528 jiwa. Secara geografis Kabupaten

Sumbawa Barat terletak pada posisi 116”05’ sampai dengan 117”05’ BT dan 08”30’ sampai

dengan 09”07’ LS dengan batas, sebelah timur dan utara berbatasan dengan Kabupaten

Sumbawa; sebelah barat berbatasan dengan Selat Alas; dan sebelah selatan berbatasan dengan

Samudera Indonesia.

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa kebijakan pemerintah

KSB yang memiliki arti strategis bagi pembangunan pendidikan. Yaitu, pertama, kebijakan

Pencanangan Program Wajib Belajar 12 Tahun. Kebijakan ini diikuti dengan kebijakan

pendidikan gratis dan perancangan peraturan daerah tentang wajib belajar 12 tahun. Untuk

mendukung kebijakan ini, Dinas Dikpora KSB telah memetakan anak-anak tidak dan putus

sekolah usia wajib belajar 9 tahun pada tahun 2007. Pada tahun 2008, dilakukan penuntasan

wajib belajar 9 tahun sehingga anak yang tidak dan putus sekolah mampu diturunkan dari 569

orang menjadi 205 orang. Lalu, pada tahun 2009 dilakukan pemetaan terhadap anak tidak dan

putus usia wajib belajar 12 tahun. Kedua, Program Subsidi Pendidikan Gratis dari semua

jenjang dan jenis pendidikan termasuk Perguruan Tinggi. Program ini digulirkan oleh

Pemerintah KSB dengan berlandaskan pada peraturan bupati yang memiliki kekuatan hukum

9

Page 10: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

tetap. Kaitan dengan program ini, Pemerintah KSB memberikan bantuan dalam bentuk subsidi

kepada sekolah dan perguruan tinggi dengan besaran yang berbeda tiap jenjang pendidikan

yang pola pemberiannya analog dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Secara

kuantitatif jumlah subsidi yang diberikan oleh Pemerintah KSB sedikit lebih tinggi dari BOS.

Kebijakan ini diimplementasikan tanpa ada panduan teknis yang dapat menuntun pihak-pihak

yang menjadi sasaran kebijakan. Ketiga, Kebijakan Pemberian Bantuan atau Beasiswa bagi

guru, staf, dan pegawai pemerintah untuk melanjutkan studi. Kaitan dengan program ini,

Pemerintah KSB melakukan kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi di luar KSB.

Keempat, pengalokasian dana pendidikan melampaui 20% dari APBD KSB. Hal ini

mencerminkan bahwa adanya komitmen pemda dalam pembangunan pendidikan.

Apabila dilihat dari aspek ketepatannya, kebijakan bidang pendidikan di KSB dapat

dijelaskan sebagai berikut. Pertama, dari sisi waktu, kebijakan pemerintah KSB termasuk

pembebasan biaya pendidikan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003,

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006.

Kedua, aspek pencapaian, KSB telah mampu menargetkan wajib belajar 12 tahun di atas target

nasional wajib belajar 9 tahun. Dapat dikatakan bahwa kebijakan pendidikan KSB berada di

depan kebijakan pendidikan nasional Indonesia tetapi tetap berada pada koridor kebijakan

pendidikan yang ada.

Mencermati kebijakan pendidikan di atas, KSB memilih pola “negara kesejahteraan”,

yaitu negara menanggung kebutuhan sosial dari rakyat dari pada menyerahkan pada

mekanisme pasar atau swasta. Kebijakan ini sejiwa dengan UUD 1945 pasal 31. Analisis

terhadap bentuk kebijakan menemukan bentuk kombinasi dari proses perumusan kebijakan

pendidikan di KSB yaitu model elit, model rasional, dan pilihan publik. Dikatakan demikian,

karena publik pada dasarnya tidak dilibatkan secara efektif dalam proses perumusan kebijakan.

Salah satu alasannya adalah karena kesenjangan kemampuan berpikir antara elit dengan rakyat.

Dikatakan menggunakan model rasional, karena prinsip-prinsip dasar yang digunakan adalah

prinsip efisiensi untuk mencapai hasil yang maksimal. Dikatakan menggunakan model pilihan

publik, karena kebijakan pendidikan yang dirumuskan oleh elit secara rasional tersebut

mengacu pada pilihan utama dari rakyat (masyarakat KSB).

4.2 Implementasi Kebijakan

Dalam mengimplementasikan kebijakan bidang pendidikan, pada prinsip Pemerintah

KSB memiliki strategi, yaitu (1) strategi kelembagaan, (2) strategi anggaran, dan (3)

manajemen sekolah. Pada tataran kelembagaan, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga

10

Page 11: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

(Dikpora) KSB yang bertanggung jawab pada sektor pendidikan telah menetapkan visi

“Terwujudnya Insan yang Unggul dan Kompetitif melalui Pelayanan Pendidikan Berkualitas

dan Berkelanjutan”. Untuk mewujudkan visi tersebut, ditetapkan enam fokus program

pendidikan, yaitu (a) meningkatkan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan; (b)

meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang pendidikan; (c) membangun komitmen

penyelenggara pendidikan; (d) menyediakan sarana prasarana pendidikan yang refresentatif;

(e) meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan relevansi layanan pendidikan; dan (f)

meningkatkan dana pengembangan pendidikan.

Secara garis besar ada beberapa langkah implementasi kebijakan pendidikan KSB.

Yaitu, pertama, memberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang seluas-luasnya

(aspek pemerataan dan perluasan akses) melalui (a) Pembangunan dan Revitalisasi Sarana dan

Prasarana Pendidikan. Program ini dimaksudkan untuk memperluas akses, meningkatkan

angka partisipasi, mengurangi angka putus sekolah, angka mengulang, mengidealkan rasio

siswa per sekolah, rasio siswa per ruang kelas, pemerataan distribusi sekolah, meminimalkan

buta aksara, pemerataan distribusi program kesetaraan, distribusi oganisasi pemuda dan

olahraga; (b) Pemberian Beasiswa dan Sejenisnya. Program ini dimaksudkan untuk mencegah

dan mengurangi angka putus sekolah terutama yang disebabkan karena faktor ekonomi

maupun karena jarak tempat tinggal anak dengan sekolah sekolah yang jauh; (c) Sosialisasi

dan Kampanye Pendidikan. Program ini dimaksudkan masyarakat dan pihak-pihak yang

berkepentingan dapat mengakses segala informasi dan kebijakan yang berkaitan dengan bidang

pendidikan sehingga masyarakat dan pihak yang berkepentingan dapat berpartisipasi

menyukseskan program pendidikan; (d) Pengkajian dan Penelitian Pendidikan. Program ini

dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi pendidikan yang tercakup dalam

aspek pemerataan kesempatan dan perluasan akses sehingga dapat dimanfaatkan untuk

merumuskan kebijakan/program bidang pendidikan secara berkelanjutan; (e) Pendidikan

Kesetaraan yang dimaksudkan memudahkan masyarakat dalam mengakses pendidikan yang

diwajibkan pemerintah atau agar anak usia sekolah atau warga yang belum mengenyam

pendidikan yang diwajibkan dapat mengikuti program pendidikan kesetaraan yang disebabkan

ketidakterjangkauannya oleh lembaga pendidikan formal; (f) Program Seminar,

Workshop/Lokarkarya, dan Pelatihan, yang dimaksudkan untuk mendapatkan pandangan dan

memperluas wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan yang tercakup dalam aspek

pemerataan kesempatan dan perluasan akses.

Kedua, peningkatan mutu pendidikan yang memiliki relevansi dan daya saing sesuai

dengan kebutuhan masyarakat KSB melalui beberapa bentuk programnya (a) Peningkatan

11

Page 12: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Mutu Guru baik melalui pemberian beasiswa, pelatihan/workshop, peningkatan kualifikasi

pendidikan, maupun peningkatan prestasi melalui lomba atau sayembara. Program ini

dimaksudkan untuk meningkatkan mutu guru sehingga dapat melaksanakan tugas pokok

(terutama pembelajaran) secara profesional; (b) peningkatan mutu dan prestasi siswa, seperti

peningkatan nilai ujian akhir sekolah maupun ujian nasional, pengayaan mata pelajaran, lomba

karya ilmiah remaja, olimpide sains, dan sejenisnya; (c) Pemberian Penghargaan dan Beasiswa

Prestasi. Program ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan terhadap anak didik atau

siswa yang berprestasi sekolah atau yang memenangkan berbagai perlombaan baik di tingkat

kabupaten maupun luar daerah; (d) Pembangunan dan Pengadaan Sarana Penunjang

Pendidikan. Program ini dimaksudkan untuk melengkapi sejumlah sarana prasarana penunjang

sekolah dalam kaitannya dengan proses peningkatan mutu pendidikan seperti perpustakaan

sekolah, laboratorium, unit kesehatan sekolah, sarana olahraga, dan sebagainya; (e) Penelitian

dan Pengkajian Mutu Pendidikan; dan (f) perintisan sekolah bertaraf nasional dan

internasional.

Ketiga, penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik. Strategi yang

dilakukan adalah dengan meningkatkan efesiensi kelembagaan dengan melakukan

penggabungan antardinas, bukan dengan strategi kelembagaan, bukan memperbesar lembaga

dinas pendidikan di tingkat daerah. Dinas pendidikan digabung dengan kantor pemuda, dan

olah raga, membentuk dinas pendidikan, pemuda, dan olahraga (Dikpora). Ada beberapa

penjabaran program yang termasuk dalam aspek ini, yaitu (a) Program Peningkatan Kapasitas

Pendidikan, mencakup: mencakup program pendidikan dan pelatihan; Program pembangunan

dan pengadaan sarana kantor; Program Peningkatan Kapasitas Penunjang Pelaksana

Pendidikan; dan Program perekrutan pegawai dan tenaga teknis (b) Program Penelitian dan

Pengkajian Kapasitas Kelembagaan.

Faktor yang penting dalam melakukan kebijakan adalah ketersediaan anggaran. Pada

tahun 2004, tidak ditemukan alokasi anggaran pendidikan untuk mensubsidi siswa mulai

jenjang pendidikan dasar hingga sekolah menengah di KSB. Tahun 2005, terdapat mata

anggaran yang spesifik merujuk pada biaya pendidikan sebesar Rp 27.335 milyar, (termasuk

belanja pegawai dengan persentase nongaji adalah 3.52%). Pada tahun 2006, terjadi

peningkatan jumlah anggaran pendidikan untuk nongaji sebesar 8.05% sejumlah 61.643 miliar.

Tahun 2007, jumlah anggaran pendidikan mencapai 71.925 miliar dengan persentase nongaji

mencapai 8.08%. Selanjutnya, 2008 subsidi pendidikan meningkat menjadi 74.493 milyar

dengan persentase 17.80%. Meskipun secara persentase menurun namun jumlah anggaran

melewati anggaran pada tahun sebelumnya dengan alokasi untuk nongaji mencapai 8.08%.

12

Page 13: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Kebijakan pendidikan di KSB bertujuan untuk meratakan pendidikan yang diikuti

dengan peningkatan mutu pendidikan. Strategi anggaran pendidikan KSB adalah

meningkatkan efisiensi penggunaan anggaran. Pendekatan ini dilakukan untuk mengantisipasi

operasional kebijakan pendidikan gratis dan wajib belajar 12 tahun, meskipun dilihat dari

jumlah sudah melampui persentase sebagaimana amanat undang-undang sisdiknas. Maka,

implementasi kebijakan dengan tujuan pemerataan pendidikan bagi masyarakat dapat dicapai

dengan cara efisiensi, dalam bentuk subdisi silang. Dengan demikian, wacana tentang

minimum anggaran pendidikan 20% mempunyai relevansi yang terbatas berkenaan dengan

keberhasilan kebijakan pendidikan jika dilihat dari pos anggaran di luar gaji. Keterbatasan

relevansi tersebut juga berkenaan dengan sebagai berikut.

a. Ketidakjelasan, apakah anggaran 20% tersebut merupakan anggaran bagi lembaga yang

memayungi penyelenggaraan pendidikan. Ketidakjelasan ini berimplikasi pada makna

“pendidikan” itu sendiri dalam konteks kelembagaan pembangunan.

b. Ketidakjelasan, apakah anggaran 20% tersebut merupakan jaminan keberhasilan kinerja

kebijakan pendidikan, ataukah hanya sebagai indikator simbolik bahwa kebijakan

pendidikan telah berkinerja.

c. Ketidakjelasan, apakah yang paling penting pencapaian kinerja kebijakan pendidikan

secara maksimal dengan biaya yang mungkin tersedia, atau minimal mencapai 20%, atau

kurang.

Ditemukan bahwa KSB cenderung fokus pada output daripada input. Praktik ini sesuai

dengan pemikiran Christopher Pollit, Johnson Birchall, dan Keith Putman yang memahami

desentralisasi sebagai sebuah upaya yang bersifat ekonomis, yaitu minimalisasi biaya dari

sumberdaya yang ada dengan meningkatkan hasil atau kinerja. Drucker juga berpendapat

bahwa KSB menerapkan managing for result, dan dia juga menegaskan bahwa ”… for

management has to manage. And managing is not just passive, adapted behavior, it mean

taking action to make desired results come to pass”. Dalam kerangka pemikiran reinventing

government, pendekatan yang berorientasi pada output dikatakan oleh David Osborne dan

Peter Plastrik sebagai salah satu ciri dari pemerintahan yang melaksanakan reinventing

government.

Dalam konteks administrasi publik, pendekatan yang digunakan oleh KSB dapat

dikelompokkan ke dalam aliran New Public Management (NPM), yang pada prinsipnya

memindahkan fokus dari penyelenggaraan administrasi publik dari proses menuju hasil.

Dengan menggunakan perspektif NPM, kesulitan anggaran tidak diatasi dengan cara ekspansi

anggaran, melainkan dengan efisiensi pengelolaan pendidikan, yang termasuk di dalamnya

13

Page 14: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

pembiayaan pendidikan dan rekonstruksi organisasi sekolah dan dinas yang membawahi

pendidikan. Anthony Jay yang mengatakan bahwa negara dan korporasi pada hakikatnya

adalah sama, yaitu mendayagunakan setiap sumber daya secara optimal.

Implementasi kebijakan pada tingkat manajemen sekolah dilakukan dengan beberapa

strategi. Pertama, pola efisiensi. Kedua, mengembangkan manajemen khusus pada beberapa

sekolah sebagai pilot project. Proses pembelajaran di sekolah ini dititikberatkan pada

pengembangan pembelajaran yang mengarah pada aktivitas belajar siswa. Pada sekolah ini,

diterapkan tata kelola yang baik dengan meningkatkan akuntabilitas manajemen sekolah

melalui pengembangan transparansi dan kemampuan manajerial kepala sekolah. Temuan di

salah satu sekolah dasar, yaitu SDN Dasan, misalnya menunjukkan bahwa transparansi

dilaksanakan secara maksimal. Ketiga, memberikan insentif khusus kepada guru. Keempat,

peningkatan kapasitas guru-guru pengajar dan manajer-manajer sekolah. Di KSB diterapkan

program peningkatan kapasitas guru secara reguler dan berkesinambungan. Kelima, pemda

memberikan dukungan anggaran bagi peningkatan kualitas tenaga pengajar, berupa dukungan

pembiayaan untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keenam, setiap tahun

bahkan hampir setiap bulan diberikan pelatihan atau workshop untuk meningkatkan kapasitas

tenaga kependidikan. Ketujuh, secara jenjang karier, guru berkesempatan untuk dipromosikan

menjadi kepala sekola atau jabatan lainnya dengan tetap mengacu pada kinerja dan prestasi.

Uraian di atas mengindikasikan bahwa model kelembagaan dari implementasi

kebijakan pendidikan di KSB bersifat khas. Salah satu pendekatan implementasi kebijakan

yang dapat dipergunakan adalah model Matriks Ambiguitas-Konflik yang dikembangkan oleh

Matland.

Gambar 2. Matriks-Ambiguitas-Konflik Implementasi Kebijakan Model Matland

Konflik

Rendah Tinggi

Rendah

Ambiguitas

Tinggi

14

Administratif Politik

Eksperientasi Simbolik

Page 15: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Mencermati pemikiran tentang implementasi kebijakan yang dipaparkan di atas, KSB

melakukan sejumlah modifikasi dalam implementasi kebijakan baik dalam konteks

menyesuaikan dengan kondisi lingkungan kebijakan maupun dalam memastikan bahwa kinerja

kebijakan dapat dicapai sebagaimana target yang sudah ditetapkan.

4.3 Proses Kebijakan

Analisis terhadap proses kebijakan pendidikan, ditemukan bahwa proses kebijakan

berbeda dengan yang dikenal pada kepustakaan kebijakan publik. Kebijakan pembebasan biaya

sekolah bagi siswa sekolah di KSB, tidak ditemukan kebijakan dalam bentuk peraturan legal

formal seperti perda untuk dijadikan sebagai dasar hukum yang bersifat formal. Prinsipnya,

sejak awal pemerintahan KSB, bupati memerintahkan agar setiap sekolah negeri di KSB tidak

boleh memungut biaya pendidikan. Hal yang sama terjadi pada kebijakan pemberian beasiswa

untuk siswa yang kurang mampu dan berprestasi. Salah satu penyebab yang paling kuat adalah

model kebijakan adalah melakukan trial out dengan cara melakukan implementasi secara

langsung tanpa melalui kerangka kebijakan, sambil dikontrol dengan ketat, setelah berhasil,

baru kemudian dilembagakan dalam bentuk kebijakan publik.

Temuan lapangan ini merupakan penyimpangan dari model proses kebijakan publik

ideal, yang lazimnya berjalan secara berurutan dari rumusan kebijakan, implementasi

kebijakan, untuk menuju pada kinerja kebijakan seperti tertuang dalam bagan 3 berikut.

Bagan 3. Proses Kebijakan

Input Proses Output

Lingkungan Kebijakan

Model proses kebijakan ini berbeda dengan KSB dengan menerapkan gagasan menjadi

kebijakan langsung kepada implementasi kebijakan yang diikuti oleh dengan pelembagaan

dalam bentuk perumusan kebijakan. Sehingga proses kebijakan diselenggarakan di KSB

15

Isu kebijakan (agenda Pemerintahan)

Formulasi Kebijakan

Implementasi kebijakan

Kinerja Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

Proses Politik

Proses Kebijakan

Page 16: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

berlainan dengan teori yang ada. Modifikasi kebijakan dilaksanakan dengan mengubah

sekuensi dari proses politik, menjadi kebijakan, dan kemudian dicapai kinerja kebijakan,

menjadi proses politik, langsung kepada kinerja kebijakan.

Model proses kebijakan publik pendidikan KSB mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Kelebihannya adalah mempunyai efektivitas dan efisiensi yang relatif tinggi, yang dibuktikan

dengan pencapaian kinerja yang baik, tanpa ada konflik yang tinggi, dan didukung oleh

sebagian besar publik. Kelemahan utama dari model ini adalah tidak mudah untuk direplikasi

di tempat lain, maupun di tempat yang sama dengan waktu yang lain, karena prosesnya

memerlukan intervensi yang kuat dari pimpinan daerah yang kompeten dan berkomitmen.

Kelemahan lain adalah, keberhasilan kebijakan publik pendidikan KSB tergantung kepala

daerah sehingga kesinambungan kinerja kebijakan lebih tergantung kepada person institusi.

4.4 Kinerja Kebijakan Pendidikan KSB

Kinerja kebijakan pendidikan KSB dilihat dari indikator-indikator formal yang

dikembangkan oleh pemerintah secara nasional, yaitu: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka

Partisipasi Murni (APM), Angka Putus sekolah (APS) atau drop out (DO), tingkat

melanjutkan, dan kelulusan.

1. Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah persentase jumlah siswa pada jenjang

pendidikan tertentu dibandingkan dengan penduduk kelompok usia sekolah. Kegunaan APK

adalah untuk mengetahui banyaknya usia anak sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang

pendidikan. Selanjutnya, Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase jumlah siswa pada

jenjang pendidikan tertentu dibandingkan dengan penduduk kelompok usia sekolah. Data

tahun 2008 menunjukkan terjadinya peningkatan kinerja kebijakan dilihat dari APK dan APM.

Untuk lebih jelas perhatikan tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Angka Partisipasi Kasar dan Murni Per Jenjang Pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat

TAHUNTK/RA SD/MI SMP/MTs SMA/MA/SMK

APK APM APK APM APK APM APK APM2005/2006 31,64 25,29 113,55 98,53 86,80 79,38 67,57 47,852006/2007 34,67 33,53 114,02 98,90 90,97 82,50 70,59 61,672007/2008 41,29 35,75 115,19 100,00 96,98 87,92 78,93 72,84

Sumber: Pengolahan Data Profil Pendidikan KSB 2008

16

Page 17: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

2. Angka Putus sekolah (APS) atau Drop out

Angka Putus Sekolah (APS) atau angka drop out adalah persentase siswa yang

meninggalkan sekolah sebelum lulus pada jenjang pendidikan tertentu. Kegunaaanya adalah

untuk mengetahui banyaknya siswa yang putus sekolah di suatu daerah. Sesuai Keputusan

Menteri No. 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan bahwa untuk

pendidikan dasar, APS tidak boleh melebihi 1% dari jumlah siswa yang bersekolah (pasal 3 (1)

(b)).Untuk tingkat sekolah menengah pertama, APS tidak boleh melebihi 1% dari jumlah siswa

yang bersekolah (pasal 3 (2) (b)). Untuk sekolah menengah atas, APS tidak boleh melebihi 1%

dari jumlah siswa yang bersekolah. Data 2008, APS KSB sudah melampaui SPM nasional. Hal

ini menunjukkan kinerja kebijakan publik bidang pendidikan sudah tercapai. Untuk lebih jelas

perhatikan tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Angka Putus Sekolah di Kabupaten Sumbawa Barat

Tahun SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA2005/2006 1.20 1.15 1.022006/2007 0.98 0.75 0.892007/2008 0.76 0.64 0.72

APS 1.00 1.00 1.00

Sumber: Pengolahan Data Profil Pendidikan KSB 2007

3. Tingkat Kelulusan dan Angka Melanjutkan

Rata-rata nilai kelulusan siswa apabila diukur dari hasil yang diperoleh dari ujian akhir

di KSB mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan bahwa ujian akhir nasional (UAN) pada

tahun 2007, rata-rata nilai kelulusan untuk SD/MI mencapai 6,67 sedangkan SMP/MTs dan

SMA/MA/SMK masing-masing rata-rata 5,11 dan 5,52 dan ketiganya memenuhi angka

standar nasional. Tetapi pada tahun 2008 terjadi penurunan tingkat kelulusan untuk SMP/MTs

dan SMA/MA/SMK, hingga menempati posisi terendah dari sembilan kabupaten/kota di NTB,

bahkan berada di bawah angka rata-rata secara nasional 80.76%. Berbeda dengan tingkat

SD/MI justru mengalami peningkatan, yaitu mencapai 99.89%. Kondisi ini mencerminkan

kinerja kebijakan pada aspek tingkat kelulusan tidak mencapai target sesuai dengan rencana

kebijakan.

Berkenaan dengan penilaian tingkat melanjutkan (sekolah), sejak tahun 2006, terjadi

peningkatan peserta didik yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini

terjadi sebagai hasil kebijakan wajib belajar 12 tahun, subsidi pendidikan gratis, dan pemberian

beasiswa untuk melanjutkan studi.

17

Page 18: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Dari temuan ini dapat dikatakan, kemajuan pembangunan pendidikan tidak hanya

ditentukan oleh faktor kaya-miskin dari suatu daerah, melainkan oleh kemampuan daerah

mengelola sumber daya yang ada. Apabila HDI dikembalikan pada konsep dasarnya, yaitu

membangun kualitas kehidupan masyarakat maka pembangunan pendidikan di KSB telah

mendorong peningkatan kualitas hidup masyarakat KSB. Mengikuti pemikiran Tilaar,

kebijakan pendidikan KSB mengacu pada paradigma pendidikan modern yang dari sisi

ekonomi, epistemanya adalah investasi SDM untuk membangun efisiensi dan kemampuan

bersaing; dari sisi politik epistemanya adalah membangun politik kewarganegaraan, individu

ditransformasikan dari politik individu dan komunal menjadi politik kewarganegaraan dan

pengembangan demokrasi; dari sisi sosial budaya, epiteminya adalah pengembangan manusia

yang mempunyai kohesi sosial yang tinggi, modal sosial dalam bentuk rasa saling percaya,

dan dalam bentuk kultural berbentuk penguatan nilai-nilai budaya setempat; dan dari sisi

pedagogis memandang anak dalam masyarakat, dan bukan anak dikeluarkan dari masyarakat.

4.5 Rekomendasi Alternatif Kebijakan

Pertama, elit lebih banyak sebagai inisiator utama kebijakan, maka dipandang perlu

untuk mengaktifkan mekanisme perumusan kebijakan dengan memanfaatkan saluran informasi

yang dimulai dari simpul masyarakat terkecil hingga pada level MEP (Manajemen Eksekutif

Puncak) di Dinas Dikpora KSB. Untuk itu perlu membentuk Policy Centre yang melibatkan

berbagai pihak. Kehadiran policy centre tidak berarti akan mengambil alih tugas dan fungsi

birokrat (elit), tetapi keduanya (elit dan masyarakat) dapat dikoordinasikan sebagai unit-unit di

bawah kewenangan Bupati/Kepala Dinas untuk mensuplai kebutuhan masyarakat dalam

bidang pendidikan. Policy Centre, harus didukung oleh tenaga profesional yang memahami

siklus kebijakan publik dan tata alir informasi, dan teknik pemecahan masalah di bidang

pendidikan. Hal ini dimaksudkan untuk: a) lebih menguatkan masyarakat dalam melakukan

bargaining dengan Dinas Dikpora menyangkut pemenuhan kebutuhannya; b) mensuplai bahan

kebijakan ke pusat kebijakan di tingkat Pemerintah KSB; c) meningkatkan keakurasian

kebijakan pendidikan untuk masyarakat KSB.

Kedua, mendorong penguatan institusi kemitraan di bidang pendidikan, misalnya Pusat

Pengembangan dan Pengendalian Mutu Pendidikan. Institusi ini diberi ruang kontrol yang

memadai terhadap penetapan kebijakan dan strategi pendidikan dan diberi akses dalam

mempengaruhi kebijakan mengenai: anggaran, guru, infrastruktur, dan lainnya. Hal ini

18

Page 19: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

dipandang penting sebagai pengimbang formal jika dapat diregulasi dalam bentuk Peraturan

Bupati di KSB.

Ketiga, pemetaan kondisi pendidikan secara obyektif dan berkesinambungan per tahun

yang dapat mencerminkan konfigurasi animo masyarakat dan kesiapan institusi pendidikan

serta penataan dan strukturisasi hubungan kerja antar dan inter institusi pendidikan di dalam

birokrasi pendidikan dan sekolah-sekolah sehingga menjadi jelas. Untuk itu, maka di tingkat

Dinas Dikpora perlu dibentuk CoPC (Coordination of Policy Centre) dengan sistem kerja yang

diadopsi dari SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap).

Keempat, melalui mekanisme umpan balik, perlu dilakukan reorientasi kebijakan

pendidikan yang nyata-nyata tidak memiliki nilai responsivitas memadai, dengan

memperhatikan aspek-aspek keadilan dan transparansi.

4. Simpulan dan Saran

5.1 Simpulan

Berdasarkan bahasan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu sebagai

berikut.

a. Kebijakan pelayanan publik di bidang pendidikan di KSB

mencerminkan kekhasan secara konseptual terutama dalam hal proses kebijakan.

b. Implementasi kebijakan pendidikan di KSB mencakup ketiga pilar

pembangunan pendidikan (pemerataan, mutu, dan tata kelola) yang difokuskan pada aspek

pemerataan. Hal ini dapat dicermati melalui fokus dan kategori program yang

diimplementasikan.

c. Proses perumusan kebijakan menemukan bentuk kombinasi dari

proses perumusan kebijakan pendidikan model elit, model rasional, dan pilihan publik.

Proses kebijakan di KSB sangat khas secara teoritis, yaitu setelah penetapan gagasan,

kebijakan langsung diimplementasikan diikuti dengan pelembagaan dalam bentuk

perumusan kebijakan.

d. Kinerja kebijakan pendidikan di KSB dilihat dari indikator formal

yang dikembangkan oleh pemerintah secara nasional menunjukkan capaian signifikan dan

beragam.

5.2 Saran

19

Page 20: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Kebijakan publik bidang pendidikan di Kabupaten Sumbawa Barat merupakan

kebijakan strategis tidak hanya secara nasional tetapi juga implementatif yang bersifat problem

solving. Secara nasional strategis karena telah menyentuh ketiga pilar tujuan pendidikan secara

nasional. Kebijakan pada aspek pemertaan kesempatan dan perluasan pendidikan di Kabupaten

Sumbawa Barat juga memiliki arah pada aspek peningkatan mutu pendidikan dan penguatan

tata kelola pendidikan. Capaian kebijakan di atas pada beberapa aspek kebijakan perlu

deorientasi kebijakan dan beberapa aspek yang lain perlu dikontinuitaskan. Dengan kata lain

pengubahan orientasi kebijakan publik bidang pendidikan di masa akan datang harus lebih

diarahkan pada aspek peningkatan mutu dan penguatan tata kelola dengan tetap tidak

meninggalkan aspek pemerataan kesempatan dan perluasan aspek pendidikan.

Daftar Pustaka

Burhanuddin, dkk. 2008. “Profil Pendidikan Kabupaten Sumbawa Barat”. Taliwang: Bappeda Sumbawa Barat.

Dunn, W.N. 2000. Public Policy Analysis: An Introduction (Terjemahan S. Wibawa, dkk). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Dye, T.R. 1992. Understanding Public Policy. London: Prentice Hall Inc.Dye, T.R. 1995. Understanding Public Policy, New Jersey: Prentice Hall.First, P.F. 1981. Education Policy for School Administration. Boston: Allyn and Bacon: FX Sudarsono. 1994. Penelitian Evaluasi, Implementasi, dan Kebijakan. Yogyakarta: Lemlit

IKIP Yogyakarta.Hill, M. & Peter. H. 2006. Implementing Public Policy. London: Sage.Isacc, S. & Michael, W.B. 1982. Handbook in Research and Evaluation. Sain Diego: C.A.

Edits.Jalal, F. & Supriadi, D. 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.

Yogyakarta: Adi Cita.Kaufman.R. & Thomas, S. 1982. Evaluation Without Fear. New York: Points.Matland, R. E. 1995. “Syntesizing the Implementation Literature: The Ambiguity-Conflict

Model of Policy Implementation”, Journal of Public Administration Research and Theory, 5.

Miles, M.S., & Huberman, A.M. 1984. Qualitative data analysis: A sourcebook of mew methode. Baverly Hills: Sage Publications.

Muhadjir, N. 2003. Metodologi Penelitian Kebijakan dan Evaluation Research. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Stuffebeam. L. &. Shinkfield. J. 1985. Systematic Evaluation. Boston: Kluwer Nijhoff Publishing

Suharsimi Arikunto 1989. Manajemen penelitian. Jakarta: Depdikbud.Supriyoko, 2002. Konsep Broad Based Education dalam Kerangka Mengembangkan

Keterampilan Hidup Masyarakat. Makalah dalam Tilaar “Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia Baru”. Jakarta: Grasindo.

Tilaar, H.A.R. & Nugroho, R. 2008. Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

20

Page 21: Burhan UNRAM 29 NOV Layananpublik

Zamroni. 1999. Dampak Proyek terhadap Peningkatan Mutu SMU. Dalam jurnal pendidikan dan kebudayaan, Desember, tahun ke 5 No. 020. Jakarta: Depdiknas.

Zamroni. 2000. Paradigma pendidikan masa depan. Yogyakarta: BIGRAF.

21