prit

17
BAB 1 PENDAHULUAN Kematian janin dalam kandungan (KJDK) adalah kematian janin dalam kandungan sebelum terjadi proses persalinan, mulai kehamilan 20 minggu atau berat badan lahir 500 gram ke atas. WHO menganjurkan agar dalam perhitungan statistik yang dinamakan kematian janin ialah kematian janin dengan berat badan diatas 1000 gram. Mochtar mengatakan kematian janin sebelum proses persalinan pada kehamilan 28 minggu ke atas atau berat badan janin diatas 100 gram. 1,2 Insiden biasanya lebih tinggi pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Peningkatan risiko oleh karena insiden masalah medis lebih tinggi terjadi pada ibu dan risiko tinggi kelainan genetic pad janin. 2,3,4 Diantara tujuan obstetri sosial dalam era obstetri modern masa kini adalah menurunkan angka kematian perinatal (AKP) sampai pada satu angka minimum yang tidak dapat dikurangi lagi dengan mendapatkan keturunan yang sehat fisik maupun mental. 3 Untuk mencapai tujuan ini maka kualitas perawatan antenatal yang baik untuk ibu maupun bayinya, dalam arti setiap ibu hamil harus diamati dengan cermat ada tidaknya faktor resiko yang mempunyai pengaruh buruk atau kurang menguntungkan terhadap pertumbuhan janin. Obsetric R.S haji medan 1

Upload: deninagungwahid-yok

Post on 04-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

'oh

TRANSCRIPT

Page 1: Prit

BAB 1

PENDAHULUAN

Kematian janin dalam kandungan (KJDK) adalah kematian janin dalam

kandungan sebelum terjadi proses persalinan, mulai kehamilan 20 minggu atau

berat badan lahir 500 gram ke atas. WHO menganjurkan agar dalam perhitungan

statistik yang dinamakan kematian janin ialah kematian janin dengan berat badan

diatas 1000 gram. Mochtar mengatakan kematian janin sebelum proses persalinan

pada kehamilan 28 minggu ke atas atau berat badan janin diatas 100 gram. 1,2

Insiden biasanya lebih tinggi pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun

dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Peningkatan risiko oleh karena

insiden masalah medis lebih tinggi terjadi pada ibu dan risiko tinggi kelainan

genetic pad janin. 2,3,4

Diantara tujuan obstetri sosial dalam era obstetri modern masa kini adalah

menurunkan angka kematian perinatal (AKP) sampai pada satu angka minimum

yang tidak dapat dikurangi lagi dengan mendapatkan keturunan yang sehat fisik

maupun mental.3

Untuk mencapai tujuan ini maka kualitas perawatan antenatal yang baik

untuk ibu maupun bayinya, dalam arti setiap ibu hamil harus diamati dengan cermat

ada tidaknya faktor resiko yang mempunyai pengaruh buruk atau kurang

menguntungkan terhadap pertumbuhan janin. Sehingga pada kasus-kasus yang

mempunyai resiko dapat dilakukan pengawasan dan tindakan yang tepat untuk

memperbaiki nasib dari janin.3

Obsetric R.S haji medan 1

Page 2: Prit

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. 2.1. Kematian Janin Dalam KandunganKematian Janin Dalam Kandungan

2.1.1 Definisi

Kematian janin dalam kandungan (KJDK) adalah kematian janin dalam

kandungan sebelum terjadi proses persalinan, mulai kehamilan 20 minggu atau

berat badan lahir 500 gram ke atas. WHO menganjurkan agar dalam perhitungan

statistik yang dinamakan kematian janin ialah kematian janin dengan berat badan

diatas 1000 gram. Mochtar mengatakan kematian janin sebelum proses persalinan

pada kehamilan 28 minggu ke atas atau berat badan janin diatas 1000 gram. (1,2)

2.1.2 Insiden

Adapun penyebab utama atau penyebab langsung pada KJDK adalah

hipoksia yang terjadi akibat insufisiensi plasenta, baik yang kronis maupun yang

akut. Hipoksia sebagai penyebab langsung kematian janin dijumpai pada ± 50%

kasus dan mekanismenya tidak diketahui secara pasti.

Insiden biasanya lebih tinggi pada wanita dengan usia lebih dari 35 tahun

dan meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Peningkatan risiko oleh karena

insiden masalah medis lebih tinggi terjadi pada ibu dan risiko tinggi kelainan

genetic pad janin. (2,3,4)

2.1.3 Etiologi

Semakin muda usia kehamilan saat terjadinya kematian janin, cenderung

disebabkan oleh abnormalitas kromosom, sedangkan hipoksia janin dan kelainan

kongenital cenderung menyebabkan kematian janin pada kehamilan lanjut.

Pada kenyataannya KJDK (kematian janin dalam kandungan) yang tidak

diketahui penyebabnya berkisar 50% dari total KJDK. Hal ini dinyatakan oleh

ACOG (American College Of Obstetric and Gyneclogic) tahun 1993.

Obsetric R.S haji medan 2

Page 3: Prit

Faktor penyebab dari kematian janin secara umum dapat dikategorikan sebagai

berikut :

A. Faktor Janin

Anomali kromosom

Defek non kromosom

Non imun hydrops

Infeksi ; virus, bakteri, protozoa.

B. Faktor Plasenta

Solutio plasenta

Perdarahan fetal-maternal

Trauma tali pusat

Insufisiensi plasenta

Asfiksia intrapartum

Plasenta previa

Twin-to-twin transfusion

Chorioamnionitis

C. Maternal (sekitar 5 – 10%)

Antiphospholipid antibody

Diabetes

Hipertensi

Trauma

Sepsis

Asidosis

Hipoksia

Ruptura uteri

Kehamilan lewat waktu

Obat-obatan

D. Faktor yang tidak diketahui (sekitar 25 – 35 %). (1,5)

2.1.4 Patologi

Bila janin mati biasanya mengalami retensi didalam uterus beberapa hari

sebelum janin dikeluarkan. Janin yang mati berada dalam cairan amnion yang steril,

yang selanjutnya janin mengalami proses maserasi.

Obsetric R.S haji medan 3

Page 4: Prit

Mula-mula epidermis menjadi lembek dan terbentuk bulla yang berisi cairan

keruh, kemudian epidermis terlepas meninggalkan bekas berupa lapisan yang

berwarna merah tua. Seluruh tubuh janin melembek dan kehilangan tonus.

Ligamentum-ligamentum pada persendian melembek sehingga tulang-tulang

berlepasan. Tulang-tulang tengkorak saling menutup dan longgar sehingga kepala

janin jadi kollap. Organ-organ viscera melembek dan akhirnya mengalami

pencairan. Rongga tubuh janin berisi cairan keruh kemerahan, tali pusat

membengkak, jaringan mengalami pencairan yang disebabkan oleh proses autolisis

aseptik dan disini tidak ada proses pembusukan oleh bakteri.

Pelepasan kulit terjadi 24 jam setelah kematian janin, selanjutnya perubahan terjadi

pada organ viscera dan bagian tubuh lain yang memerlukan waktu beberapa hari.

Sastrawinata mengklasifikasikan tingkatan perubahan pada janin KJDK

sebagai berikut :

1. Rigor Mortis (Kaku Mayat)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.

2. Stadium Maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, lepuh ini mula-mula terisi cairan jernih tetapi

kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 24 jam setelah janin mati.

3. Stadium Maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah cokelat, terjdi 48

jam setelah janin mati.

4. Stadium Maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah janin mati. Badan janin sangat lemas,

hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat edema dibawah

kulit. 4,5

2.1.5 Diagnosis

Gejala dan tanda-tanda kematian janin dalam kandungan adalah sebagai

berikut :

1. Anamnese

a) Terhentinya gerakan janin

Tidak dirasakannya gerakan janin oleh ibu biasanya merupakan gejala

abnormal yang pertama, yang memperingatkan ibu akan kemungkinan

janinnya. Gejala ini hanyalah bersifat dugaan, oleh karena pada

Obsetric R.S haji medan 4

Page 5: Prit

kehamilan normal gerakan janin tidak dapat dirasakan oleh ibu selama

tiga hari.

b) Pembesaran perut tidak bertambah

Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil

atau kehamilan tidak seperti biasanya. Atau ibu belakangan ini merasa

perutnya sering menjadi keras dan merasakan sakit-sakit seperti mau

melahirkan.

2. Inspeksi

Tidak terlihatnya gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat

terutama pada ibu yang kurus.

3. Palpasi

a) Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan atau

bahkan lebih kecil dari sebelumnya

b) Pada perabaan dinding perut uterus dan janin tidak elastik (melembek)

c) Mammae mengalami perubahan retrogresi

d) Pada pemeriksaan dalam melalui fornik vagina atau kanslis servikalis

dan kadang-kadang melalui dinding perut, teraba kepala janin yang

melembek atau teraba adanya krepitasi (egg cracking sensation)

Menurut beberapa ahli, yang menyatakan bahwa tanda ini adalah tanda

yang positif untuk diagnosa.

Cara untuk menentukan tuanya kehamilan dan berat badan janin dalam kandungan :

(1) Dihitung dari tanggal haid terakhir

(2) Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup ”feeling life”

(quickening)

(3) Menurut Spiegelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari

simfisis, maka diperoleh tabel :

22-28 mg 24-25 cm di atas simfisis

28 mg 26,7 cm di atas simfisis

30 mg 29,5-30 cm di atas simfisis

Obsetric R.S haji medan 5

Page 6: Prit

32 mg 29,5-30 cm di atas simfisis

34 mg 31 cm di atas simfisis

36 mg 32 cm di atas simfisis

38 mg 33 cm di atas simfisis

40 mg 37,7 cm di atas simfisis

(4) Menurut Mac Donald : adalah modifikasi Spiegelberg, yaitu jarak

fundus – simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya kehamilan

dalam bulan.

(5) Menurut Ahfeld :”Ukuran kepala – bokong” = 0,5 panjang anak

sebenarnya. Bila diukur jarak kepala-bokong janin adalah 20 cm, maka

tua kehamilan adalah 8 bulan.

(6) Menurut Johnson- Tausak : BB=(mD-12) X 155

BB=berat badan mD=jarak simfisis-fundus uteri

Hubungan tua kehamilan(bulan), besar uterus dan tinggi fundus uteri

Akhir bulan Besar uterus Tinggi fundus uteri

1 Lebih besar dari biasa Belum teraba(palpasi)

2 Telur bebek Dibelakang simfisis

3 Telur angsa 1-2 jari di atas simfisis

4 Kepala bayi Pertengahan simfisis-pusat

5 Kepala dewasa 2-3 jari di bawah pusat

6 Kepala dewasa Kira-kira setinggi pusat

7 Kepala dewasa 2-3 jari di atas pusat

8 Kepala dewasa Pertengahan pusat-proc.xyphoideus

9 Kepala dewasa 3 jari di bawah Px atau sampai setinggi Px

10 Kepala dewasa Sama dengan kehamilan 8 bulan namun melebar ke

samping

4. Auskultasi

Secara auskultasi dengan menggunakan stetoskop monoaural denyut jantung

janin tidak terdengar. Juga dengan alat Dapton denyut jantung janin tidak

terdengar.

Menurut Pritchard, bahwa bila denyut jantung janin tidak terdengar dengan

alat Daptone, maka dapat dinyatakan bahwa kematian janin sangat mungkin.

Obsetric R.S haji medan 6

Page 7: Prit

5. Amniosintesis.

Bila dilakukan amniosintesis, terlihat cairan ketuban berwarna merah

sampai kecoklatan.

6. Pemeriksaan Laboratorium

a) Reaksi Kehamilan

Reaksi kehamilan menjadi negatif setelah ± 10 hari janin mati.

b) Pemeriksaan enzim fosfokinase

Pada kehamilan normal aktivitas fosfokinase kreatinin didalam air

ketuban didapati 30 mu/ml, sedangkan setelah 4-5 hari kematian janin

menjadi 1000 mu/ml. Enzim fosfokinase kreatinin banyak teradpat pada

epitel dan jaringan subkutan janin.

c) pemeriksaan radiology akan tampak gambaran tulang kepala janin

tumpang tindih satu sama lain (Spalding’s sign), tulang belakang

hiperfleksi (Noujokes’s sign), gambaran gas pada jantung dan pembuluh

darah (Robert’s sign), edema sekitar tulang kepala seperti “Halo”

(Duel’s sign). Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif setelah beberapa

hari kematian janin (± 10 hari). (1,4)

Ultrasonografi real time merupakan sarana penunjang diagnostik yang

baik untuk memastikan kematian janin dengan gambaran janin tanpa

adanya tanda-tanda kehidupan.

2.1.6 Penanganan

Penanganan kematian janin dalam kandungan dapat dikemukakan sebagai

berikut :

1. Penanganan psikologik terhadap ibu

Bila kematian janin benar-benar telah dipastikan maka harus dilakukan

pendekatan atau memberikan penjelasan sebaik-baiknya terhadap ibu dan

suami.

2. Pengeluaran hasil konsepsi

Ada dua sikap dalam pengeluaran hasil konsepsi yaitu :

A. Ekspekatif

Obsetric R.S haji medan 7

Page 8: Prit

Pada sikap ini hanya dilakukan observasi saja dan menunggu sampai

terjadinya persalinan spontan. Sikap ini masih dianjurkan karena

menyadari bahwa 80% (70-90%) janin akan lahir spontan dalam waktu

2 – 3 minggu setelah kematian janin. Tetapi sikap ini mempunyai

kekurangan dimana banyak pasien secara psikologis tidak dapat

menerimanya dan disamping ada risiko lain berupa kelainan pembekuan

darah yang dapat terjadi setelah 3-4 minggu.

Retensi janin KJDK :

Bila kadar fibrinogen di atas 100 mg/dL tidak mengganggu proses

pembekuan.

Kadar fibrinogen mulai menurun sekitar 25% (20-50 mg/dL)

perminggu setelah KJDK.

Selama pasien diobservasi, perlu dilakukan pemeriksaan serial COT

dan kadar fibrinogen setiap minggu untuk mengantisipasi proses

koagulopati yang juga bisa muncul sebelum 4 minggu KJDK.

Jika dijumpai hipofibrinogenemia tetapi si ibu tidak mengalami

perdarahan aktif, perlu dinberi heparin untuk mencegah intravasular

koagulasi, tetapi bila kelainan pembekuan dijumpai segera

dilakukan usaha evakuasi hasil konsepsi dari uterus.

B. Evakuasi produk konsepsi dari rahim

Dapat dilakukan dengan beberapa cara :

Pemberian oksitosin secara intravena pada kehamilan mendekati

aterm, cukup efektif dalam menimbulkan kontraksi uterus walaupun

pemberiannya kadang-kadang harus diulang. Pada kehamilan yang

belum aterm, pemberian infus oksitosin kurang efektif dan

memerlukan pemberian infus oksitosin kurang efektif dan

emerlukan pemberian dosis tinggi serta memerlukan lebih dari

sekali pemberian. Oksitosin sebaiknya tidak diberikan pada keadaan

bekas seksio sesaria, letak lintang (menjelang aterm) dan CPD.

Laminaria dan oksitosin

Pemakaian laminaria yang dimasukkan ke dalam kanalis servikalis

beberapa jam sebelum pemakaian infus oksitosin, dapat menambah

keberhasilan pengeluaran hasil konsepsi

Obsetric R.S haji medan 8

Page 9: Prit

Estrogen dan oksitosin

Induksi partus dengan oksitosin dapat dimulai dengan pemberian

estrogen (ethinilestradiol) 1-2 mg tiap 6 jam selama 48 jam. Setelah

48 jam pemberian estrogen dilakukan stripping of the membrane,

kemudian ditunggu 24 jam, bila persalinan belum dimulai maka

dilakukan induksi dengan oksitosin drips.

Prostaglandin

Menurut Food and Drug administration (FDA), prostaglandin yang

digunakan untuk induksi persalinan pada KJDK adalah

prostaglandin E2 (PGE2) yang diberikan dalam bentuk vaginal

suppositoria. Dosis yang digunakan 20 mg suppositoria yang

diberikan tiap 3 jam, ditempatkan di fornix vagina. Dapat juga

diberikan dalam bentuk gel melalui vagina.

Suntik larutan garam hipertonis (larutan NaC; 20%)

Larutan ini disuntikkan ke dalam kantong amnion yang terkenal

dengan “Salting Out”.

Embriotomi

Suatu persalinan buatan dengan cara merusak atau memotong

bagian-bagian tubuh janin agar dapat lahir pervaginam tanpa

melukai ibu. Pada saat sekarang embriotomi merupakan tindakan

yang jarang dilakukan.

Ekstraksi

Pada janin mati letak lintang, janin kecil, dan menjadi lembek,

kadang-kadang persalinan bisa berlangsung spontan. Janin dalam

keadaan terlipat dua melewati jalan lahir (konduplikasio korpore)

atau lahir dengan evolusio spontanea menurut cara Denman atau

Douglas. Pada cara Denman bahu tertahan pada simfisi dan dengan

fleksi kuat di bagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah,

bokong, dan kaki turun di rongga panggul dan dilahirkan untuk

kemudian dilewati oleh bokong dan kaki, yang lahir lebih dahulu,

selanjutnya diikuti oleh bagian-bagian badan lainnya dan kepala.

Dua cara ini hanya merupakan variasi-variasi dari satu mekanisme,

yaitu fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.

Obsetric R.S haji medan 9

Page 10: Prit

Operasi berupa histerektomi atau SC Histerektomi, hanya dilakukan

jika terpaksa.

1. Tindakan operasi Histerektomi pada KJDK dilakukan pada

keadaan :

Bila dengan induksi mengalami kegagalan.

Pada kasus bekas seksio secar korporal, dimana bila

dilkaukan induksi dengan prostaglandin atau oksitosi ada

ancaman ruptura uteri.

Seksio sesaria dilakukan pada kasus KJDK dengan

plasenta previa parsialis atau totalis dan letak lintang.

2. SC Histerektomi

Indikasi utama untuk melakukan SC Histerektomi adalah

menghentikan perdarahan yang hebat akibat insisi uterus ataupun

adanya ineksi berat pada uterus.

Indikasi lainnya adalah ruptura uteri yang tidak mungkin di

repair kembali, plasenta akreta, perdarahan akibat atonia uteri

yang tidak terkontrol. (4,5)

2.1.7 Komplikasi

1. Trauma emosional yang berat terjadi bila waktu antara kematian janin dan

persalinan cukup lama.

2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.

3. Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2

minggu. (4,5)

DAFTAR PUSTAKA

Obsetric R.S haji medan 10

Page 11: Prit

1. Mochtar R, Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi Patologi, EGC, Jakarta,

2012, hal: 157-158

2. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2001: 162-166, 332-

336

3. Wiknjosasatro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kebidanan. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2008: 28-294. 785-789

4. Cunningham FG, Mac Donald PC et al. William Obstetrics 21st ed. Jakarta:

EGC, 2005: 698-703

5. Pedoman Diagnosis Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUD Dr. Pirngadi

Medan, Bagian/UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK-USU,

Medan, 1993: 6-9, 78-79

6. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal,

Yayasan Bina pustaka Sarwono P, Jakarta, 2002, hal: 20-22

7. Moktar R. Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi, EGC, Jakarta, 1998, hal;

268-287

8. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSU. Dr. Pirngadi

Medan, Bagian UPF Ilmu Kebidanan Dan Penyakit kandungan, FK USU,

Medan, 1993, hal; 6-9

9. Wiknjosasatro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Kebidanan. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2008, hal; 495-503

Obsetric R.S haji medan 11