DESCRIPTION
cederaTRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
CEDERA KEPALA
50 % dari kematian karena trauma berhubungan dengan trauma kepala, dan lebih dari 60 % kematian trauma kendaraan bermotor akibat injury pada kepala.
Untuk menyangka sebuah injury kepala nilailah dengan seksama keadaan kerusakan benda / barang yang dibentur kepala korban atau kerusakan kendaraan yang berhungan dengan korban.
Gerakan yang terjadi pada trauma kepala :
Kepala yang menabrak benda diam sering mnyebabkan injury otak dan tengkorak yang multiple.
Bagian kepala yang membentur langsung benda diam akan mengalami kemungkinan fraktur tulang dan otak di balik tulang itu mengalami memar
( contusio )
Bagian yang berlawanan dengan benturan langsung bisa mengalami perdarahan akibat dari peregangan jaringan di tempat itu
Pukulan atau benda bergerak terhadap kepala yang sedang diam, akan menyebabkan fractur pada daerah yang terpukul ( terimpak ), jika fragment tulang berlanjut menekan otak maka kontusio atau bahkan laserasi otak dapat terjadi
ANATOMI DAN FISIOLOGI KEPALA :
A. Kulit Kepala ( Scalp ) mempunyai 5 lapisan :
1. Kulit
2. Jaringan sub cutis
3. Galea aponeurotika
4. Jaringan penunjang longgar ( loose areolar tissue )
5. Periosteum dari pericranium
Loose areolar tissue yang memisahkan antara galea dengan pericranium adalah tempat :
a. Untuk terjadinya hematom subgaleal
b. Flap luas dan scalping injury
Kulit kepala ini bisa nmengalami perdarahan banyak, tetapi mudah diatasi hanya dengan menekan sebentar saja daerah yang berdarah dan perdarahan akan berhenti.
Pada anak, laserasi kulit kepala berakibat kehilangan darah masif.
B. Tulang Tengkorak ( Cranium )
Terdiri dari :
a. Calvarium, tipis pada regiotemporalis
b. Basis Kranii
Rongga tengkorak dasar di bagi 3 fosa :
1. Fosa anterior, tempat lobus frontalis
2. Fosa Media, Tempat lobus temporalis
3. Fosa posterior, ruang bagi batang otak bawah dan cerebelum
Tulang tengkorak yang tipis adalah daerah temporal, bagian dasar tengkorak tidak rata dan tidak teratur sehingga memudahkan memar atau laserasi otak manakala otak bergerak tidak bersamaan dengan tengkorak seperti pada benturan atau truma.
C. Meningen ( selaput yang menutupi seluruh otak )
Antara tl. Kepala dan otak terdapat 3 lapisan meningeal :
1. Dura mater, jaringan fibrous kuat, tebal dan kaku merupakan jaringan ikat.
Spasi epidural terletak antara tulang tengkorak dengan duramater, dispasi ini terdapat arteri meningeal, apabila terjadi perlukaan didaerah ini dapat menyebabkan perdarahan epidural.
2. Arachnoid membrane, tipis transparan menyerupai sarang laba-laba
Dibawah membrane ini terdapat spasi yang disebut sub-arachnoid space, dimana terdapat cairan otak ( Cerebro Spinal Fluid ) dan vena meningeal. Cedera di spasi ini akan menyebabkan hematom subdural.
3. Pia mater, melekat erat pada permukaan kortex otak (lapisan yang membungkus otak)
D. Otak
Menempati 80 % rongga tengkorak terdiri dari tiga bagian :
1. Cerebrum (otak besar), berfungsi untuk intelektual, alat sensor dan kontrol fungsi motorik
2. Cerebellum (otak kecil), merupaka pusat koordinasi gerak dan keseimbangan
3. Batang otak (brain stem), adalah tempat fusat kesadaran, pusat pernafasan dan pusat kontrol listrik jantung
Dari batang otak ini keluar syaraf-syaraf kranial, syaraf yang penting untuk pasien trauma kepala adalah syaraf kranial III (Nervus occulomotor) yang mengontrol constriksi pupil. Apabila terjadi gangguan pada N III menyebabkan pupil bereaksi lambat terhadap cahaya atau sama sekali tidak bereaksi dan dalam keadaan dilatasi.
E. Cairan srebro spinal ( Cereobro spinal fluid)
Dihasilkan oleh pleksus kloroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 30 cc/jam
Fungsi cairan ini sebagai shock absorber antara otak dengan tengkora. Adanya darah dalam CSS dapt menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial (hidrosefalus komunikans)
F. Tentorium
Bagian dura yang menutup cerebellum
Bagian tengah tentorium ini berlubang, tempat lewatnya batang otak dari otak besar ke arah medulla spinalis, lubang ini di sebut INCISURA.
FISIOLOGI
A. Tekanan Intrakranial
Kenaikan TIK sering merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak.
TIK normal pada waktu istirahat : 10 mmHg (136 mm H2O)
Tik tidak normal : > 20 mm Hg
TIK kenaikan berat : > 40 mm Hg
Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.
B. Dokrin Monro-Kellie
Suatu konsep sederhana yang menerangkan pengertian TIK. Dimana volume intrakranial selalu konstan, karena rongga kranium pada dasarnya rongga yang tidak mungkin mekar.
C. Tekanan Perfusi Otak (TPO)
TPO adalah indikator yang sama pentingnya dengan TIK.
Formula TPO = TAR TIK
Mempertahankan TPO adalah prioritas yang sangat penting dalam penetalaksanaan penderita cedera kepala berat
D. Aliran Darah ke Otak (ADO)
ADO normal ke dalam otak kira-kira 50 mL/gr jaringan otak per menit
ADO 20 25 ml/100 gr/mt aktifitas EEG akan hilang
ADO 5 ml/100 gr/mt sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan yang menetap
KLASIFIKASI
Cedera kepala diklasifikasikan dalam 3 deskripsi :
A. Mekanisme Cedera
Mekanisme cedera kepala dibagi :
a. Cedera kepala tumpul, berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulana benda tumpul
b. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan
Adanya penetrasi selaput dura menentukan suatu cedera tembus atau cedera tumpul.
B. Beratnya Cedera
GCS (Glasgow Coma Scale), untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya cedera kepala. Dan digunakan juga untuk menilai tingkat kesadaran penderita akibat penyebab lain.
C. Morfologis Cedera
Secara morfologis cedera kepala dapat dibagi :
1. Fraktur Kranium
Dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka dan tertutup
Fraktur kranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput dura
2. Lesi Intrakranial
Lesi intarkranial diklasifikasikan dalam :
a. Perdarahan Epidural
Hematom Epidural terletak diluar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan cirinya menyerupai lensa cembung, sering terletak di area temporal atau tempral-parietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningeal mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah dapat berasal dari arteri atau vena.
Perdarahan epidural jarang terjadi, namun harus memerlukan tindakan diagnosis maupun operatif yang cepat.
Pertolongan secara dini prognosisnya sangat baik, karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak berlangsunglama.
Sering menunjukan adanya Interval Lucid, dimana penderita yang semula mampu berbicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die)
b. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering daripada perdarahan epidural
Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya lebih buruk.
Angka kematian lebih tinggi
Pembedahan yang cepat dan penatalaksanaan medikamentosa yang agresif akan menurunkan angka kematian
Perdarahan sering terjadi akibat robeknya vena-vena yang terletak antara korteks cerebri dan ninus venous tempat vena bermuara, atau dapat juga terjadi akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak
c. Kontusio dan Perdrahan Intracerebral
d. Cedera Difus
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA
I. CEDERA KEPALA RINGAN (GCS = 14 15 )
Idealnya semua penderita cedera kepala diperiksa dengan CT scan, terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia atau sakit kepala hebat.
3 % penderita CK. Ringan ditemukan fraktur tengkorak
Klinis :
a. Keadaan penderita sadar
b. Mengalami amnesia yang berhubungna dengan cedera yang dialaminya
c. Dapat disertai dengan hilangnya kesadaran yang singkat
Pembuktian kehilangan kesadaran sulit apabila penderita dibawah pengaruh obat-obatan / alkohol.
d. Sebagain besar penderita pulih sempurna, mungkin ada gejala sisa ringan
Fractur tengkorak sering tidak tampak pada foto ronsen kepala, namun indikasi adanya fractur dasar tengkorak meliputi :
a. Ekimosis periorbital
b. Rhinorea
c. Otorea
d. Hemotimpani
e. Battles sign
Penilaian terhadap Foto ronsen meliputi :
a. Fractur linear/depresi
b. Posisi kelenjar pineal yang biasanya digaris tengah
c. Batas udara air pada sinus-sinus
d. Pneumosefalus
e. Fractur tulang wajah
f. Benda asing
Pemeriksaan laboratorium :
a. Darah rutin tidak perlu
b. Kadar alkohol dalam darah, zat toksik dalam urine untuk diagnostik / medikolagel
Therapy :
a. Obat anti nyeri non narkotik
b. Toksoid pada luka terbuka
Penderita dapat diobservasi selama 12 24 jam di Rumah Sakit
II. CEDERA KEPALA SEDANG ( GCS = 9 13 )
Pada 10 % kasus :
Masih mampu menuruti perintah sederhana
Tampak bingung atau mengantuk
Dapat disertai defisit neurologis fokal seperti hemi paresis
Pada 10 20 % kasus :
Mengalami perburukan dan jatuh dalam koma
Harus diperlakukan sebagai penderita CK. Berat.
Tindakan di UGD :
Anamnese singkat
Stabilisasi kardiopulmoner dengan segera sebelum pemeriksaan neulorogis
Pemeriksaan CT. scan
Penderita harus dirawat untuk diobservasi
Penderita dapat dipulangkan setelah dirawat bila :
Status neulologis membaik
CT. scan berikutnya tidak ditemukan adanya lesi masa yang memerlukan pembedahan
Penderita jatuh pada keadaan koma, penatalaksanaanya sama dengan CK. Berat.
Airway harus tetap diperhatikan dan dijaga kelancarannya
III. CEDERA KEPALA BERAT ( GCS 3 8 )
Kondisi penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana walaupun status kardiopulmonernya telah distabilkan
CK. Berat mempunyai resiko morbiditas sangat tinggi
Diagnosa dan therapy sangat penting dan perlu dengan segara penanganan
Tindakan stabilisasi kardiopulmoner pada penderita CK. Berat harus dilakukan secepatnya.
A. Primary survey dan resusitasi
Di UGD ditemukan :
30 % hypoksemia ( PO2 < 65 mmHg )
13 % hypotensia ( tek. Darah sistolik < 95 mmHg ) ( Mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak dari pada tanpa hypotensi
12 % Anemia ( Ht < 30 % )
1. Airway dan breathing
Sering terjadi gangguan henti nafas sementara, penyebab kematian karena terjadi apnoe yang berlangsung lama
Intubasi endotracheal tindakan penting pada penatalaksanaan penderita cedera kepala berat dengan memberikan oksigen 100 %
Tindakan hyeprveltilasi dilakukan secara hati-hati untuk mengoreksi sementara asidosis dan menurunkan TIK pada penderita dengan pupil telah dilatasi dan penurunan kesadaran
PCo2 harus dipertahankan antara 25 35 mm Hg
2. Sirkulasi
Normalkan tekanan darah bila terjadi hypotensi
Hypotensi petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat pada kasus multiple truama, trauma medula spinalis, contusio jantung / tamponade jantung dan tension pneumothorax.
Saat mencari penyebab hypotensi, lakukan resusitasi cairan untuk mengganti cairan yang hilang
UGS / lavase peritoneal diagnostik untuk menentukan adanya akut abdomen
B. seconady survey
Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli lain.
C. Pemeriksaan Neurologis
Dilakukan segera setelah status cardiovascular penderita stabil, pemeriksaan terdiri dari :
GCS
Reflek cahaya pupil
Gerakan bola mata
Tes kalori dan Reflek kornea oleh ahli bedah syaraf
Sangat penting melakukan pemeriksaan minineurilogis sebelum penderita dilakukan sedasi atau paralisis
Tidak dianjurkan penggunaan obat paralisis yang jangka panjang
Gunakan morfin dengan dosis kecil ( 4 6 mg ) IV
Lakukan pemijitan pada kuku atau papila mame untuk memperoleh respon motorik, bila timbul respon motorik yang bervariasi, nilai repon motorik yang terbaik
Catat respon terbaik / terburuk untuk mengetahui perkembangan penderita
Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri secara terpisah
Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi kestabilan atau perburukan pasien.
D. Prosedur Diagnosis
TERAPY MEDIKAMENTOSA UNTUK TRAUMA KEPALA
Tujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder terhadap otak yang telah mengaalami cedera
A. Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap normovolemik
Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih
Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat menyebabkan hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yangn cedera
Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl o,9 % atau Rl
Kadar Natrium harus dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia menimbulkan odema otak dan harus dicegah dan diobati secara agresig
B. Hyperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, HV dapat menurunkan PCo2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak
HV yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi otak menurun
PCo2 < 25 mmHg , HV harus dicegah
Pertahankan level PCo2 pada 25 30 mmHg bila TIK tinggi.
C. Manitol
Dosis 1 gram/kg BB bolus IV
Indikasi penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal, kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis
Dosis tinggi tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi karena akan memperberat hypovolemia
D. Furosemid
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan meningkatkan diuresis
Dosis 0,3 0,5 mg/kg BB IV
E. Steroid
Steroid tidak bermanfaat
Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan
F. Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan TIK
Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah
G. Anticonvulasan
Penggunaan anticonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk mencegaah terjadinya epilepsi pasca trauma
Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai dalam fase akut hingga minggu ke I
Obat lain diazepam dan lorazepam
PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN
A. Luka Kulit kepala
Hal penting pada cedera kepala adalah mencukur rambut disekitar luka dan mencuci bersih sebelum dilakukan penjahitan
Penyebab infeksi adalah pencucian luka dan debridement yang tidak adekuat
Perdarahan pada cedera kepala jarang mengakibatkan syok, perdarahan dapat dihentikan dengan penekanan langsung, kauteraisasi atau ligasi pembuluh besar dan penjahitan luka
Lakukan insfeksi untuk fraktur dan adanya benda asing, bila ada CSS pada luka menunjukan adanya robekan dura. Consult ke dokter ahli bedah saraf
Lakukan foto teengkorak / CT Scan
Tindakan operatif
B. Fractur depresi tengkorak
Tindakan operatif apabila tebal depresi lebih besar dari ketebalan tulang di dekatnya
CT Scan dapat menggambarkan beratnya depresi dan ada tidaknya perdarahan di intra kranial atau adanya suatu kontusio
C. Lesi masa Intrakranial
Trepanasi dapat dilakukan apabila perdarahan intra kranial dapat mengancam jiwa dan untuk mencegah kematian
Prosedur ini penting pada penderita yang mengalami perburukan secara cepat dan tidak menunjukan respon yang baik dengan terapy yang diberikan
Trepanasi dilakukan pada pasien koma, tidak ada respon pada intubasi endotracheal , hiperventilasi moderat dan pemberian manitol
PROGNOSIS
Penderita lansia mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk pemuluhan dari cedera kepala
Penderita anak-anak memiliki daya pemulihan yang baik
Klasifikasi :
Cedera kepala diklasifikasikan dalam beberapa aspek, secara prakatis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan :
A. Mekanisme cedera kepala.
1. Cedera kepala tumpul, berhubungan dengan kecelakaan mobil / motor, jatuh atau pukulan benda tumpul
2. Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau luka tusuk
Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
B. Beratnya
GCS penelaian secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum untuk menilai beratnya cedera kepala.
GCS 3 8 dikatakan koma dimana penderita tidak mampu melaksanakan perintah, tidak dapat mengeluarkan suara dan tidak dapat membuka mata.
GCS 15 dikatakan sadar dimana penderita mampu membuka kedua mata dengan spontan, mematuhi perintah dan berorientasi baik.
C. Morfologi
Secara morfologi cedera kepala dibagi atas :
1. Fraktur kranium,
dapat terjadi pada dasar atau atap tengkorak, dapat berbentuk garis / bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
Fraktur dasar tulang tengkorak ditandai :
Racoon eyes sign
Battles sign
Kebocoran CSS (rembesan cairan CSS di hidung atau di telinga)
Paresis nervus fasialis
2. Lesi intra kranial
Keadaan yang mungkin terjadi pada trauma kepala
a. Perdarahan epidural (hematoma epidural)
Terjadi karena pembuluh darah antara duramater dan permukaan dalam tengkorak robek, umumnya akibat robekan arteri meningeal media. Trauma akibat dari kecepatan lemah misanya ; kena tinju, bola baseball, robekan arteri countercoup atau akibat lacerasi karena duramaternya tertarik dan robek
Epidural hematom cepat menghasilkan peninggian ICP, gejalanya ; hemiparese berlawanan dengan kepala yang terkena, mengeluh rasa pusing dan mengantuk.
b. Perdarahan subdural
Biasanya terjadi kerusakan otak dibawahnya.
1. Acut Subdural hematoma, memberi gejala dalam 24 jam, umumya akibat kecelakaan dengan kecepatan tinggi.
2. Subacute Subdural hematoma, memberi gejala 25 65 jam setelah kejadian, akibat high velocity impact.
3. Chronic Subdural hematoma, bisa mulai bergejala beberapa minggu sampai bulan setelah kejadian trauma ringan atau trauma yang tidak disadari oleh penderita.
c. Kontusio (memar otak)
Akibat decelerasi atau accelerasi yang hebat sering mengakibatkan kerusakan jaringan otak atau pembuluh darah atau bahkan laserasi.
Bila jaringan otak yangb memar cukup luas, maka peninggian ICP bisa terjadi. Kehilanagn kesadaran 5 menit bahkan lebih.
Ada defisit memori dan defisit neulogis.
Fractur (Retak tulang tengkorak)
Mekanisme trauma kepala perlu diketahui dengan baik untuk memprediksi berat ringannya atau fraktur tengkorak, karena diagnosa dengan Xry cukup sulit.
Fraktur Basis kranii didaerah muka atau depan menyebabkan racoons eyes, didaerah basis belakang ditandai dengan battles sign. Tanda lain dari fractur basis cranii adalah adanya rembesarn liquor atau darah dari hidung dan telinga.
Hematom intracerebral
Gejala yang paling umum adanya kejang
Umunya karena luka penetrasi seperti luka tembak atau dasar otak terseret di dasar tulang tengkorak.
Contusio ( Commosio cerbri = gegar otak )
Akibat otak yang dikocok (gegar), tanpa disertai kerusakan otak yang berarti.
Ditandai dengan kehilangan kesadaran sebentar, penderita kelihatan cemas dan bertanya pada hal-hal yang tidak perlu.
Dalam penanganan cedera kepala upayakan jangan terjadi secondary brain demage
Informasi yang perlu diketahui pada semua kasus cedera kepala adalah :
1. Umur dan biomekanik cedera
2. Status pernafasan dan kardiovaskuler
3. Hasil evaluasi neurologis :
a. Tingkat kesadaran
b. Reaksi pupil
c. Lateralisasi kelemahan ekstremitas
d. Ada tidaknya cedera non cerebral yang menyertai
e. Hasil evaluasi diagnostik
CT scan atau Xr kepala tidak boleh menghambat konsultasi atau transfer ke ahli bedah
PENANGANAN SEBELUM SAMPAI DI RUMAH SAKIT ATAU FASILITAS YANG LEBIH MEMADAI
I. Pada pertolongan pertama :
Perhatikan imobilisasi kepala leher, lakukan pemasangan neck collar, sebab sering trauma kepala disertai trauma leher.
Hyperventilasi dengan oksigen 100 %, monitor tingkat sat.O2 dan CO2
Pada kasus berat mungkin diperlukan pemasangan ETT
Pasang BACK BOARD ( spinal board)
Sediakan suction untuk menghindari penderita aspirasi karena muntah.
Hentikan perdarah dengan melakukan penekanan pada daerah luka sebelum dilakukan penjahitan situsional.
Perdarahan kepala yang tidak terkontrol akan mengakibatkan syock. Atasi syok dengan pemasangan IV canule yang besar (bila perlu 2 line ), beri cairan yang memadai. (lihat penatalaksanaan hemoragik syok)
Pemberian obat-obatan lasix, manitol dilapangan tidak dianjurkan, begitu pula obat penenang tidak boleh diberikan tanpa supervisi dokter.
II. Penatalaksanaan di Rumah Sakit.
Begitu diagnosa ditegakan, penanganan harus segera dilakukan
Cegah terjadinya cedera otak sekunder dengan cara :
Pertahankan metabolisme otak yang adekuat
Mencegah dan mengatasi hyper tensi
A. Mempertahankan kebutuhan metabilisme otak
Iskemia otak atau hypoxia terjadi akibat tidak cukupnya penyampaian oksige ke otak, metabolisme perlu oksigen dan glucosa.
Usahakan PaO2 > 80 mmHg
Pertahankan PaCO2 26 28 mmHg
Trnsfusi darah mungkin diperlukan sebagai oxygen carrying capacity
B. Mencegah hypertensi intra cranial
Hypertensi ini dapat terjadi akibat :
Masa lesi
Pembengkakan otak akut
Odema otak
Cara mengatasi HT. :
a. Lakukan hypocapnia
Konsentrasi Co2 arteri mempengaruhi sirkulasi otak
Co2 meningkat terjadi vasodilatasi sehingga menigkatkan volume intrakranial
Co2 menurun terjadi tekanan intra kranial menurun
Tindakan hyperventilasi :
Menurunkan intra cerebral acidosis
Meningkatkan metabolisme otak
Anjurkan hyperventilasi dan pertahankan Pco2 antara 26 28 mmHg
Hati-hati pada saat melakukan tindakan intubasi
b. Kontrol cairan
Cegah overhidrasi
IV jangan hypoosmolar
Jangan dilakukan loading
c. Diuretic :
Manitol menurunkan volume otak dan menurunkan tekanan intra kranial
Dosis 1 gr / kg BB IV cepat
Furosemid 40 80 mg IV (Dewasa)
Lakukan observasi dengan ketat
d. Steroid
Tidak direkomendasikan pada cedera kepala akut
Manifestasi lain pada cedera kepala
A. KEJANG.
Tidak selalu diikuti epilepsi kronik
Tidak perlu penanganan khusus , kecuali jika berkepanjangan atau berulang
Therapy :
Diazepham 10 mg IV
Phenytoin 1 gr IV kemudian 50 mg IM
Jika kejang menetap :
Phenobarbita
Anestesi
B. Gelisah
Gelisah sering dijumpai pada cedera otak atau cerebral hypoxia
Dapat oleh sebab lain
Rasa sakit
Buli-buli penuh
Bandage / cast terlaku ketat
( Atasi penyebabnya
Terjadi severe agitasi : Chloprometazine 10 25 mg IV
C. Hypertermia
Meningkatkan resiko pada :
metabilosme otak meningkat
Level Co2 meningkat
Atasi dengan :
Hypothermia Blanket
Chlorpromazine
KRITERIA UNTUK OBSERVASI DAN PERAWATAN :
1. Post trauma amnesia
2. Kesadaran yang menurun
3. Riwayat kehilangan kesadaran
4. Nyeri kepala sedang atau berat
5. Foto tampak fractur linier atau kompresi, benda asing di otak, air fluid levele
6. Ada tanda fractur basisi
7. Cedera berat ditempat lain
8. Tidak ada yang menemani di rumah
9. Ada tanda fractur basisi
10. Cedera berat ditempat lain
11. Tidak ada yang menemani di rumaAda tanda fractur basisi
12. Cedera berat ditempat lain
13. Tidak ada yang menemani di rumahSumber : ATLS doc. Head TraumaPAGE 8ATLS doc. Head Trauma