preskas ilmu mata fix

40
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Age-Related Macular Degeneration (AMD) merupakan penyebab utama timbulnya gangguan visus pada penduduk di Negara industrial. Di Amerika, dengan berbagai derajat perubahan. Makula age-related rnerupakan penyebab kehilangan visus yang bersifat irreversibel terbanyak pada penduduk berusia lebih dari 50 tahun, yakni lebih dari 10% populasi usia antara 65 - 74 tahun dan 25% pada populasi diatas 74 tahun. 1,2,5 Degenerasi makula dibagi menjadi dua tipe yakni tipe kering (dry type) dan tipe basah (wet type). Age-Related Macular Degeneration (AMD) tipe kering atau disebut juga tipe noneksudatif, merupakan perubahan berupa atrofi maupun hiperfiofi epitel pigmen retina (Retinal Pigment Epithelium /RPE) di bawah sentral makula hingga timbul gambaran drusen di bawah RPE. Perrderita ARMD non eksudatif dapat berlanjut menjadi AMD eksudatif, yakni berupa AMD akibat terbentuknya membran neovaskuler koroid (Choroidal neovasculer/CNV) dibawah retina' adanya kebocoran cairan dan darah, darr menimbulkan jaringan parut dalam waktu yang singkat. 1,2 Sebagian besar pcnderita AMD memperlihatkan gambaran drusen didaerah makula atau atrofi epitel pigmen. l0 % AMD bermanifestasi bebagai AMD eksudatif, berupa 1

Upload: teuku-okky-radhinal-akhyar

Post on 04-Sep-2015

54 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

iiiiiiii

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Age-Related Macular Degeneration (AMD) merupakan penyebab utama timbulnya gangguan visus pada penduduk di Negara industrial. Di Amerika, dengan berbagai derajat perubahan. Makula age-related rnerupakan penyebab kehilangan visus yang bersifat irreversibel terbanyak pada penduduk berusia lebih dari 50 tahun, yakni lebih dari 10% populasi usia antara 65 - 74 tahun dan 25% pada populasi diatas 74 tahun.1,2,5Degenerasi makula dibagi menjadi dua tipe yakni tipe kering (dry type) dan tipe basah (wet type). Age-Related Macular Degeneration (AMD) tipe kering atau disebut juga tipe noneksudatif, merupakan perubahan berupa atrofi maupun hiperfiofi epitel pigmen retina (Retinal Pigment Epithelium /RPE) di bawah sentral makula hingga timbul gambaran drusen di bawah RPE. Perrderita ARMD non eksudatif dapat berlanjut menjadi AMD eksudatif, yakni berupa AMD akibat terbentuknya membran neovaskuler koroid (Choroidal neovasculer/CNV) dibawah retina' adanya kebocoran cairan dan darah, darr menimbulkan jaringan parut dalam waktu yang singkat.1,2Sebagian besar pcnderita AMD memperlihatkan gambaran drusen didaerah makula atau atrofi epitel pigmen. l0 % AMD bermanifestasi bebagai AMD eksudatif, berupa neovaskuler koroid, RPE detachment (robekan epitel retina), jaringan ikat fibrovaskuler, dan perdarahan vitrus. Kira-kira l0-20% adalah pasien AMD non eksudatifl akan berlanjut menjadi eksudatif AMD. Sehingga sekitar 1,75 juta dari 8 juta orang yang mengalami perubahan macula age-rclateddi Amerika menderita penyakit yang lanjut dengan manifestasi berupa kehilangan visus yang berat.1,2Age-Related Macular Degeneration (AMD) berpengaruh terhadap meningkatkan angka depresi di negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh kegiatan sehari-hari yang banyak membutuhkan penglihatan, maka adanya AMD akan menurunkan segala aspek kualitas hidup penderitanya. Penelitian meunjukkan Bangsa Kaukasia lebih sering mengalami ARM dan kehilangan visus akibat ARMD dibandingkan bangsa Afrika maupun keturunan Hispanic. Akan tetapi terdapat penelitian lain yang tidak menunjukkan perbedaan kejadian ARMD pada keturunan ras Kaukasia dan keturunan Afrika.1,2,5 Pada tahun 1995, suatu grup penelitian epidemiologi (Intemational ARM Epidemiologic Study Group) membuat kriteria untuk mendiagnosis ARMD. Penderita yang mengalami perubahan makula yang agerelated non eksudatif minimal hingga sedang diklasifikasikan sebagai penderita Age-Related Maculopathy (ARM). Dengan demikian, atrofi lanjut (seperti atrofi geografik) dengan atau tanpa adanya membran CNV didiagnosa sebagai ARMD. ARMD kemudian dikelompokkan menjadi tipe non eksudatif (seperti atrofi geografik) dan eksudatif (terdapat CNV).1

80-90% penderita yang mengalami perubahan makula age-related, hanya menunjukkan gambaran drusen dan perubahan warna ringan pada RPE. Penderita ini cenderung menunjukkan gejala yang minimal, berupa agak kaburnya lapangan pandang sentral, kesulitan membaca, gangguan kontras, warna dan sedikit metamorpsia. 10 l5% penderita yang mengalami perubahan makula yang didiagnosa sebagai ARMD tidak merasa sakit, bersifat progresif, kabur di lapangan pandang sentral sedang hingga berat dan mengalami metamorpsia yang sedang hingga berat.1,2,5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Age-Related Macular Degeneration (AMD) merupakan degenerasi makula yang timbul pada usia lebih dari 50 tahun; ditandai dengan lesi makula berupa drusen, hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.1Tanda awal Age-Related Macular Degeneration (AMD) berupa drusen kekuningan yang terletak di lapisan retina luar di polus posterior.8-11 Drusen ini ukurannya bervariasi; dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan kaliber vena besar di sekitar papil ( 125 mikron). Menurut ukurannya, drusen dapat dibagi dalam bentuk kecil < 64 mikron, sedang 64-125 mikron, dan besar > 125 mikron. Sedangkan menurut bentuknya, dibagi menjadi drusen keras (berukuran kecil dengan batas tegas) dan drusen lunak (berukuran lebih besar dengan batas kurang tegas).2,3

Gambar 1. Age-Related Macular Degeneration (AMD)II. Epidemiologi

Berdasarkan American Academy of Ophthalmology, penyebab utama penurunanpenglihatan atau kebutaan di Amerika Serikat yaitu umur yang lebih dari 50 tahun. Data diAmerika Serikat menunjukkan 15% penduduk usia 75 tahun ke atas mengalami degenerasi makula. Bentuk yang paling sering adalah age-related macular degeneration (AMD).1.4Data penelitian menunjukkan wanita memiliki risiko menderita Age-Related Macular Degeneration (AMD) yang lebih tinggi dari pada pria. Menurut klasifikasi internasional Age-Related Macular Degeneration (AMD) tidak dapat didiagnosa pada pasien berusia dibawah 50 tahun. Penelitian menunjukkan hubungan prevalensi, insiden Age-Related Macular Degeneration (AMD) dengan meningkatnya usia.1

III. Anatomi dan Fisiologi MataBola mata memiliki 3 lapisan.Bola mata memiliki 3 lapisan. Dari permukaan luar, terdapat lapisan fibrosa, yang terdiri dari sklera di belakang dan kornea di bagian depan. Lapisan kedua yaitu lapisan berpigmen dan vaskular, yang terdiri dari koroid, korpus siliaris, dan iris.Lapisan ketiga yaitu lapisan neural yang dikenal sebagai retina. Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior sekitar 24, 5 mm.3

Gambar 2. Anatomi Mata

a. Konjungtiva

Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebris/tarsal) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi).Perdarahan konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.3b. Sklera

Merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar.Jaringan bersifat padat dan berwarna putih, serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior, dan durameter nervus optikus di posterior.Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasuk sklera, yang disebut sebagai episklera.3c. Kornea

Merupakan jaringan transparan yang memiliki tebal 0,54 mm ditengah, dan 0,65 mm di tepi, serta berdiameter sekitar 11,5 mm. Sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Dalam axis penglihatan, kornea berperan sebagai jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil . Bentuk kornea cembung dengan sifat yang transparan dimana kekuatan pembiasan sinar yang masuk 80 % atau 40 dioptri ,dengan indeks bias 1, 38 .3d. Uvea

Uvea terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.3e. Iris

Merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior.Iris terletak bersambungan dengan anterior lensa, yang memisahkan bilik anterior dan blik posterior mata.Di dalam stroma iris terdapat otot sfingter dan dilator pupil.Iris juga merupakan bagian yang memberi warna pada mata.Dalam axis penglihatan, iris berfungsi mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam bola mata dengan mengatur besar pupil menggunakan otot sfingter dan dilator pupil. 3f. Pupil

Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola mata.Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila berkontraksi akanmengakibatkan mengecilnya pupil (miosis) dan m.dilatator pupil yang bila berkontriksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midg. Corpus siliarisMembentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Corpus silliaris berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor aquaeus.3h. LensaMerupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan transparan. Memiliki tebal sekitar 4mm dan diameter 9mm. Terletak di belakang iris. Lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Dalam axis penglihatan, lensa berperan untuk berakomodasi dan memfokuskan cahaya ke retina. 3i. RetinaMerupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan yang melapisi dua per tiga bagian dalam posterior dinding bola mata. Dalam aksis penglihatan, retina berfungsi untuk menangkap rangsangan jatuhnya cahaya dan akan diteruskan berupa bayangan benda sebagai impuls elektrik ke otak untuk membentuk gambaran yang dilihat. Pada retina terdapat sel batang sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang mengenal frekuensi sinar.3

Gambar 3. RetinaMakula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina temporal superior dan inferior dengan diameter 5,5 mm. Makula adalah suatu daerah cekungan di sentral berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan diameter diskus; secara anatomis disebut juga dengan fovea.4,5Secara histologis, makula terdiri dari 5 lapisan, yaitu membran limitan interna, lapisan fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah makula karena akson sel batang dan sel kerucut menjadi lebih oblik saat meninggalkan fovea dan dikenal sebagai lapisan serabut Henle), lapisan nukleus luar, membran limitan eksterna, dan sel-sel fotoreseptor.6 Sel batang dan kerucut merupakan sel fotoreseptor yang sensitif terhadap cahaya. Sel-sel ini memiliki 2 segmen yaitu segmen luar dan segmen dalam.7 Segmen luar (terdiri dari membran cakram yang berisi pigmen penglihatan) berhubungan dengan epitel pigmen retina. Sel epitel pigmen retina akan memfagositosis secara terus menerus membran cakram, sisa metabolisme segmen luar yang telah difagositosis oleh epitel pigmen retina disebut lipofusin.4,6,7 Sel epitel pigmen retina memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi; dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin bertambah, akibatnya akan mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah koroid ke epitel pigmen retina dan sel fotoreseptor.4,7

Gambar 4. Lapisan-Lapisan Makulaj. Nervus OptikusSaraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks visual untuk dikenali bayangannya. 3IV. Etiologi Dan Faktor Resiko

Age-Related Macular Degeneration (AMD) terjadi dalam bentuk kering dan basah. Pada Age-Related Macular Degeneration (AMD) kering, bentuk yang paling umum terjadi, sel-sel sensitive cahaya pada macula perlahan rusak, mengakibatkan penglihatan sentral pada mata yang bersangkutan memburam. Penyebab pasti Age-Related Macular Degeneration (AMD) kering tidak diketahui, tetapi kondisi berkembang seiring dengan penuaan mata. Pada bentuk basah, pertumbuhan abnormal pembuluh darah di mata menyebabkan resapan darah dan zat protein kedalam sel sensitive cahaya (disebut photoreceptor) pada macula. Hal ini mengakibatkan kerusakan pada macula dan juga kehilangan penglihatan. Bentuk basah adalah kondisi tahap lanjut/akhir.Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :71. UmurPenelitian Framingham Eye Study menunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun berisiko lebih besar dibanding dengan orang muda. Pada orang muda hanya terdapat 2% saja yang menderita degenerasi makula, tapi risiko ini meningkat 30% pada orang yang berusia di atas 75 tahun.12. Jenis kelamin

Penelitian Beaver Dam Eye Study dan Framingham Eye Study menyimpulkan bahwa wanita lebih berrisiko menderita ARMD dibandingkan pria. Wanita berusia lebih dari 75 tahun 2,2 kali lebih berisiko dibandingkan dengan pria pada kelompok usia yang sama.1

3. Faktor Herediter

Penelitian Gass dkk, menunjukkan 10%-20% penderita ARMD mempunyai riwayat keluarga berupa hilangnya penglihatan sentral. Beberapa laporan kasus juga menunjukkan adanya hubungan dengan ibu atau saudara kandung yang menderita AMD.1,4Gen-gen yang tersusun dalam sistem komplemen protein faktor H, faktor B, dan faktor3 (C3) ditemukan rusak pada orang-orang yang mengalami degenerasi makula. CFH ikutberpengaruh dalam menghambat respon inflamasi diperantarai melalui C3b (dan komplemen jalur alternatif) keduanya bertindak sebagai kofaktor untuk pembelahan C3b menjadi bentuk aktifnya (C3bi) dan melalui pelemahan komplek aktif yang terbentukantara C3b dan faktor B. Faktor komplemen H (gen yang telah bermutasi) dapat dibawa oleh para keturunan penderita degenerasi makula. CFH terkait dengan bagian dari system kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.4. Ras

Kejadian ARMD eksudatif lima kali lebih sering di kalangan kulit putih dibandingkan dengan di kalangan kulit hitam.24 Juga ada perbedaan kehilangan tajam penglihatan pada penderita kulit hitam dengan kulit putih. Baltimore Eye Survey menemukan 30% kebutaan bilateral terjadi pada kulit putih, sedangkan pada kulit hitam tidak ditemui (0%).15. Merokok

Penelitian prospektif Nurses Health Study menyimpulkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dan risiko relatif ARMD. Perempuan yang merokok 25 batang per hari atau lebih dan perempuan yang telah berhenti merokok memiliki risiko relatif ARMD yang lebih besar dibandingkan dengan perempuan yang tidak pernah merokok.9,11,21 Selain itu, Physicians Health Study menemukan bahwa laki-laki yang merokok lebih dari 20 batang per hari mempunyai risiko ARMD 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak merokok, selama 12 tahun pemantauan. Merokokcenderung memiliki efek toksik pada retina.16. Hipertensi dan Diabetes

Degenerasi makula menyerang para penderita penyakit diabetes, atau tekanan darahtinggi karena mudah terpecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil (trombosis) sekitarretina. Trombosis mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darah merah dan penebalanpembuluh darah halus.7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet

Paparan sinar matahari terutama cahaya biru. Ada bukti yang bertentangan mengenaiapakah paparan sinar matahari memberikan kontribusi bagi pengembangan degenerasimakula. Sebuah penelitian baru-baru ini dalamBritish Journal of Ophthalmology pada 446 subjek menemukan bahwa kontroversi itu tidak benar. Penelitian lain,bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa sinar ultraviolet dapat menyebabkan AMD.18. Obesitas dan kadar kolesterol tinggiPemasukan lemak yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko degenerasi makulabaik pada perempuan dan laki-laki. Makan lebih banyak ikan air tawar (setidaknya dua kali seminggu), daripada daging merah, dan makan semua jenis kacang dapat membantupenderita degenerasi makula.

9. Stress oksidatifTelah disetujui bahwa oligomer prooksidan melanin dalam lisosom di epitel pigmen retina (RPE) ikut bertanggung jawab dalam mengurangi laju fagositosis foto reseptorsegmen batang luar oleh RPE tersebut.10. Mutasi Fibulin-5

Penyakit ini disebabkan oleh cacat genetik di fibulin-5, dominan autosom. Pada tahun2004 dilakukan screening pada 402 pasien AMD dan didapatkan adanya hubungan yangsecara signifikan antara mutasi fibulin-5 dan insiden AMD.1,4V. Patofisiologi

Patofisiologi ARMD belum diketahui pasti, ada teori yang mengaitkannya dengan proses penuaan dan teori kerusakan oksidatif.71. Proses penuaanBertambahnya usia maka akan menyebabkan degenerasi lapisan retina tepatnya membran Bruch; degenerasi membran Bruch menyebabkan lapisan elastin berkurang sehingga terjadi penurunan permeabilitas terhadap sisa-sisa pembuangan sel. Akibatnya terjadi penimbunan di dalam epitel pigmen retina (EPR) berupa lipofusin.7Lipofusin ini akan menghambat degradasi makromolekul seperti protein dan lemak, mempengaruhi keseimbangan vascular endothelial growth factor (VEGF), serta bersifat fotoreaktif, akibatnya akan terjadi apoptosis EPR. Lipofusin yang tertimbun di dalam sel EPR menurunkan kemampuan EPR untuk memfagosit membran cakram sel fotoreseptor.

Lipofusin yang tertimbun di antara sitoplasma dan membran basalis sel EPR, akan membentuk deposit laminar basal yang akan menyebabkan penebalan membran Bruch. Kerusakan membran Bruch juga akan menimbulkan neovaskularisasi koroid.72. Teori kerusakan oksidatif

Sel fotoreseptor paling banyak terkena pajanan cahaya dan menggunakan oksigen sebagai energi, kedua faktor tersebut akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan, yang bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Bila produksi radikal bebas berlebihan dan anti-oksidan yang ada tidak mampu meredamnya, akan timbul suatu keadaan stres oksidatif yang selanjutnya akan memicu kerusakan oksidatif tingkat selular.7Kerusakan oksidatif retina dapat terjadi karena terbentuknya reactive oxygen species (ROS) oleh oksidasi di mitokondria. Makula sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif karena banyaknya sel fotoreseptor yang bagian dalamnya sangat banyak mengandung mitokondria sedangkan bagian luarnya banyak mengandung asam lemak tidak jenuh ganda sehingga dapat membocorkan ROS. Oksigenasi yang tinggi di koroid mempermudah kerusakan oksidatif. Selain itu, terpajannya makula dengan sinar ultraviolet juga akan menimbulkan proses oksidatif. Sel EPR yang mengalami kerusakan oksidatif ini akan menghasilkan vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga akan memicu terjadinya choroidal neovascularization (CNV).7VI. Klasifikasi Penyakit ini mencakup spektrum temuan klinis dan patologis yang luas yang dapatdiklasifikasikan menjadi dua kelompok : non-eksudatif (kering) dan eksudatif (basah). Walaupun kedua tipe ini bersifat progresif dan biasanya bilateral, manifestasi, prognosis, danpenatalaksanaannya berbeda. Bentuk eksudatif yang lebih berat merupakan penyebab hampir90% dari semua kasus buat akibat AMD.51. AMD Tipe Non-Eksudatif

AMD ditandai oleh atrofi dan degenerasi retina bagian luar, epitel pigmen retina,membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat bervariasi. Dari perubahan-perubahan di epitel pigmen retina dan membran Bruch yang dapat dilihat secara ofthalmoskopis, Drusen adalah yang paling khas.Drusen adalah endapan putih-kuning, bulat, diskret,dengan ukuran bervariasi di belakang epitel pigmen dan tersebar di seluruh makula dan kutub posterior. Seiring dengan waktu, drusen dapat membesar, menyatu, mengalami kalsifikasi, dan meningkat jumlahnya. Secara histopatologis, sebagian besardrusen terdiri dari kumpulan lokal bahan eosinofilik yang terletak di antara epitel pigmen dan membran Bruch; drusen mencerminkan pelepasan fokal epitel pigmen. Selain drusen, dapat muncul secara progresif gumpalan-gumpalan pigmen yang tersebar tidak merata di daerah-daerahdepigmentasi atrofi di seluruh makula. Derajat gangguan penglihatan bervariasi dan mungkin minimal. Angiografi fluoresens memperlihatkan pola hiperplasia dan atrofi epitelpigmen retina yang irreguler. Pada sebagian besar pasien, pemeriksaan elektrofisiologikmemperlihatkan hasil normal.1,5Sebagian besar pasien yang memperlihatkan drusen makula tidak pernah mengalami penurunan penglihatan sentral yang bermakna; perubahan-perubahan atrofikdapat menjadi stabil atau berkembang secara lambat. Namun, stadium eksudatif dapat timbul mendadak setiap saat, dan selain pemeriksaan oftalmologik yang teratur, pasien diberi Amsler griduntuk membantu memantau dan melaporkan setiap perubahan simtomatik yang terjadi.1,5

Gambar 5. Foto Fundus AMD Tipe Non-Eksudatif2. AMD Tipe EksudatifWalaupun pasien dengan AMD biasanya hanya memperlihatkan kelainan non eksudatif, sebagian besar pasien yang menderita gangguan penglihatan berat akibatpenyakit ini mengalami bentuk eksudat akibat terbentuknya neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudat terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek-defek kecil di membran Bruch, sehingga menimbulkan pelepasan-pelepasan local epitel pigmen. Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menyebabkan pemisahan retina sensorik di bawahnya, dan penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena. Pelepasan epitel pigmen retina dapat secara spontan menjadi datar, dengan bermacam-macam akibat dari penglihatan, dan meninggalkan daerah geografik depigmentasi dibagian yang terkena.1,5

Dapat terjadi pertumbuhan pembuluh-pembuluh baru ke arah dalam yang meluas dari koroid sampai ruang subretina dan merupakan perubahan histopatologik terpentingyang memudahkan timbulnya pelepasan makula dan gangguan penglihatan sentral irreversible pada pasien dengan drusen. Pembuluh-pembuluh baru ini tumbuh dalam konfigurasi roda pedati dasar atausea-fan menjauhi tempat mereka masuk ke dalam ruang subretina. Kelainan klinis awal pada neovaskularisasi subretina bersifat samar dan sering terabaikan; selama stadium pembentukan pembuluh baru yang samar ini, pasien asimtomatik, dan pembuluh-pembuluh baru tersebut mungkin tidak tampak baik secara oftalmoskopis maupun angiografis.1,5Walaupun sebagian membran neovaskular subretina dapat mengalami regresi spontan, perjalanan alamiah neovaskularisasi subretina pada AMD mengarah ke gangguanpenglihatan sentral yang irreversible dalam selang waktu yang bervariasi. Retina sensorikmungkin rusak akibat edema kronik, pelepasan, atau perdarahan di bawahnya. Selain itu,pelepasan retina hemoragik dapat mengalami metaplasia fibrosa sehingga terbentuk suatu massa subretina yang disebut jaringan parut disiformis. Massa fibrovaskular yang meninggi dan ukurannya yang bervariasi ini mencerminkan stadium akhir AMD eksudatif. Massa ini menimbulkan gangguan penglihatan sentral yang permanen.1,5

Gambar 6. Foto Fundus AMD Tipe Eksudatif

VII. Gambaran Klinik

Tabel Gambaran Klinik 9Tanda dan GejalaPenyebab

Penglihatan Kabur lapangan pandang sental

Degenerasi Makula dan Atrofi pada sel RPE disebut juga dengan atrofi RPE geografik. Atrofi RPE mengakibatkan pembuluh darah koroid dibawahnya akan terlihat jelas. RPE atrofi sering diikuti oleh atrofinya sel fotoreseptor diatasnya. Atrofi RPE berhubungan dengan gangguan visus.

Penurunan PenglihatanAkibat terbentuknya neovaskularisasi subretina dan makulopati eksudat terkait. Cairan serosa dari koroid di bawahnya dapat bocor melalui defek-defek kecil di membran Bruch, sehingga menimbulkan pelepasan-pelepasan local epitel pigmen. Peningkatan cairan tersebut dapat semakin menyebabkan pemisahan retina sensorik di bawahnya, dan penglihatan biasanya menurun apabila fovea terkena

Penurunan Terhadap Persepsi WarnaPenurunan kemampuan untuk membedakan warna hijau, biru, dan kuning. Makula terletak di daerah pusat kecil retina dan mengandung sel-sel yang disebut kerucut dan batang. kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan sentral dan penglihatan warna. batang bertanggung jawab untuk melihat warna abu abu.

Garis yang sesungguhnya lurus terlihat bergelombang (metamorphopsia)Pasien dengan gangguan membran CNV

yang tidak jelas mungkin mengalami kabur akibat adanya cairan sub retina atau akibat lepasnya epitel pigmen (PEDs).

VIII. Diagnosis Selain pemeriksaan klinis melihat gambaran fundus, pemeriksaan lain adalah dengan kartu Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan fundus fluorescein angiography (FFA), indocyanine green angiography (ICGA) dan optical coherence tomography (OCT).5,71. Funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop direk atau indirek akan terlihat didaerah makula berupa drusen, kelainan epitel pigmen retina seperti hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid, perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.72. Kartu Amsler

Pada awal ARMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus (metamorfopsia) dan skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemantauan oleh penderita sendiri sehingga tindakan dapat dilakukan secepatnya.5

Gambar 7. A. Amsler normal, B. Amsler dengan skotom dan metamorfopsia33. Fundus Fluorescein Angiography (FFA)

Pemeriksaan FFA merupakan gold standard bila dicurigai CNV. Gambaran FFA dapat menentukan tipe lesi, ukuran dan lokasi CNV, sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya. FFA juga digunakan sebagai penuntun pada tindakan laser dan sebagai pemantauan dalam menentukan adanya CNV yang menetap atau berulang setelah tindakan laser.

Gambar 8. FFA Tipe Occult dan Klasik

Dari gambaran FFA, dapat ditentukan beberapa tipe lesi, yaitu (a) CNV Klasik: gambaran hiperfl oresin berbatas tegas pada fase pengisian awal arteri, dan pada fase lambat tampak kebocoran fl uoresin sehingga batasnya menjadi kabur, (b) CNV Tersamar (Occult): pada fase lambat terlihat gambaran hiperfl oresin granular dengan batas tidak tegas, (c) Predominan klasik: lesi klasik lebih dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar, dan (d) Minimal klasik: lesi klasik kurang dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar.4. Indocyanine Green Angiography (ICGA)ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid sehingga struktur koroid dapat terlihat lebih detail. Hal ini memberi gambaran yang baik pada kelainan koroid dan menghilangkan blokade yang terjadi pada FFA, sehingga sering digunakan.5. Optical Coherence Tomography (OCT)

Teknik imaging dengan potongan sagital dua dimensi resolusi tinggi dapat memperlihatkan gambaran perubahan setiap lapisan retina.2 Dapat menilai secara kuantitatif ketebalan makula, akan tetapi masih perlu evaluasi manfaatnya dalam menentukan CNV.7IX. Diagnosis BandingDiagnosis banding untuk AMD tipe non-eksudatif :6

Periferal drusen (drusen terlokasi di luar dari area makula)

Degenerasi miopik (khususnya miopia tinggi dengan karakteristik peripapilar mengalamiperubahan, drusen tidak terlihat)

Korioretinopati serous sentral (pelepasan RPE, atrofi RPE, tanpa drusen, biasanya padapasien di bawah 50 tahun)

Riwayat distrofi retina sentral pada keluarga (contoh : penyakit Stargardt)

Retinopati toksik (contoh : keracunan klorokuin) (bercak-bercak hipopigmentasi dengancincin hiperpigmentasi (bulls eye maculopathy) tanpa drusen)

Makulopati inflamasi (contoh : multifokal khoroiditis, rubella)

Diagnosis banding untuk AMD tipe eksudat :6

Sindrom histoplasmosis okular

Miopia tinggi

Ruptur khoroid traumatik

Kerusakan membran Bruch (drusen saraf optik, tumor khoroid, scar fotokoagulasi)

Makroneurisma

Vaskulopati khoroid polipoid

Khorioretinopati serous sentral

Kasus inflamasi

Tumor kecil seperti melanoma khoroidX. PenatalaksanaanTujuan pengobatan ARMD neovaskuler adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan yang ada dan menurunkan risiko penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.7 Tindakan laser bertujuan untuk merusak CNV tanpa menyebabkan kerusakan jaringan yang berarti.1. Fotokoagulasi laserLaser argon hijau atau kripton merah dapat digunakan; laser kripton merah lebih sedikit diabsorpsi oleh pigmen xantofi l dibandingkan laser argon hijau, sehingga memungkinkan dilakukan lebih dekat dengan daerah sentral fovea. Besarnya spot adalah 100-200 m dengan durasi 0,1-0,5 detik.7Menurut Macular Photocoagulation Study (MPS) penderita yang akan menjalani laser dibagi dalam 3 kelompok: 1. CNV ekstra-fovea: laser akan sangat efektif karena tidak mempengaruhi tajam penglihatan. 2. CNV juksta-fovea: CNV akan melebar ke daerah foveal avascular zone (FAZ) tetapi jarang sampai ke daerah pusat makula. Karena risikonya cukup tinggi, terapi laser masih kontroversial. 3. CNV sub-fovea: karena CNV di sub-fovea, fotokoagulasi laser berisiko menyebabkan kehilangan tajam penglihatan permanen. Beberapa kasus jika diseleksi dengan benar dapat juga diterapi bila ukurannya kecil dan penderita disiapkan untuk risiko penurunan tajam penglihatan sesudah terapi.72. Photodynamic therapy ( PDT)

PDT adalah teknik pengobatan mengaktifkan zat verteporfi n menggunakan sinar laser (fotosensitizer). Terapi ini tidak merusak EPR, fotoreseptor, dan koroid karena laser yang digunakan tidak menimbulkan panas dan zat aktif hanya bekerja pada jaringan CNV. Hal ini karenavertoporfi n berikatan dengan low density lipoprotein (LDL) yang banyak terdapat pada sel endotel pembuluh darah yang sedang berproliferasi. PDT merupakan pilihan terapi CNV sub-fovea tipe klasik dan predominan klasik.15,34 Terapi ini dapat diulang setiap 3 bulan bila masih terlihat kebocoran. Hindari pajanan matahari secara langsung selama 24-48 jam setelah injeksi vertoporfi n.233. Transpupillary Thermotherapy (TTT)

TTT merupakan terapi iradiasi rendah dengan sinar laser inframerah (810 nm) sehingga panas yang dihasilkan tidak merusak jaringan dan dapat digunakan pada CNV subfovea dengan lesi okult.36,37 TTT merupakan tantangan bagi operator untuk menentukan power yang akan digunakan karena setelah TTT tidak terlihat perubahan warna pada retina sehingga tidak diketahui apakah telah terjadi suatu oklusi atau belum.24. Terapi Anti-Angiogenesis

Anti-angiogenesis dapat digunakan untuk terapi CNV karena dapat menghambat vascular endothelial growth factor (VEGF) sehingga CNV menjadi regresi dan juga mencegah terbentuknya CNV baru.38 Dapat digunakan secara primer atau tambahan pada saat terapi laser.23 Saat ini anti VEGF yang sedang berkembang ialah ranibizumab, pegabtanib sodium, dan bevacizumab intravitreal, yang dikatakan dapat menstabilkan visus atau meningkatkan tajam penglihatan secara temporer. Sering pula anti-angiogenesis dikombinasikan dengan anti-infl amasi (dexamethasone) intravitreal dan dapat pula dikombinasikan setelah PDT.25. Radiasi

Beberapa penelitian kecil mengungkapkan terapi radiasi dapat menstabilkan ARMD eksudatif atau meregresi CNV. Radiasi okuler dengan sinar proton dosis rendah