preskas anak

49
Presentasi Kasus Seorang Bayi Perempuan Usia 7 Bulan dengan Pneumonia, Tersangka Sindroma Tertetu, Penyakit Jantung Bawaan dan Gizi Baik Oleh : Ardiningsih G99131002 Rafika Iezza S G99131067 Pembimbing I Pembimbing II dr. Ismiranti Andarini, Sp.A dr. Reza Abdussalam KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA 2015

Upload: tenri-ashari

Post on 05-Feb-2016

26 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

preskas anak

TRANSCRIPT

Page 1: preskas anak

Presentasi Kasus

Seorang Bayi Perempuan Usia 7 Bulan dengan

Pneumonia, Tersangka Sindroma Tertetu,

Penyakit Jantung Bawaan dan Gizi Baik

Oleh :

Ardiningsih G99131002

Rafika Iezza S G99131067

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Ismiranti Andarini, Sp.A dr. Reza Abdussalam

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2015

Page 2: preskas anak

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. R

Umur : 7 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Nama Ayah : Tn. U

Pekerjaan Ayah :buruh

Agama : Islam

Alamat : Jebres, Surakarta

BB : 6 Kg

PB : 59 cm

Tanggal masuk : 1 Januari 2015

Tanggal Pemeriksaan : 1 Januari 2015

No. CM : 01284966

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Pasien dibawa oleh keluarga dengan keluhan sesak napas (merupakan

rujukan dari RSUD Surakarta dengan keterangan pneumonia).

2. RiwayatPenyakitSekarang

Lebih kurang 2 minggu sebelum masuk rumah sakit (smrs) pasien batuk

pilek. Batuk tidak berdahak, pasien sering batuk. Batuk dan pilek tidak

berkurang dengan istirahat dan bertambah berat saat malam hari. Pasien

sudah berobat di Klinik Solo Peduli dan diberi obat sirup dan puyer.

Keluhan berkurang setelah minum obat tetapi tidak sembuh. Demam

tidak ada, biru tidak ada, buang air kecil (BAK) dan buang air besar

(BAB) dalam batas normal.

Lebih kurang 1 minggu smrs pasien mengeluh sesak napas. Sesak

dirasakan terus menerus. Saat di rumah sesak tidak berkurang dengan

Page 3: preskas anak

istirahat dan tidak pula bertambah berat. Sesak berkurang setelah

dilakukan nebu di Klinik Solo Peduli. Setelah dilakukan nebu, keluhan

sesak berkurang. Namun beberapa waktu kemudian, pasien sesak

kembali. Pasien rutin melakukan nebu di klinik tersebut selama 1

minggu. Pasien telah dirawat selama 1 hari di RSUD Surakarta karena

keluhan sesak napas.

Satu hari sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit DRMoewardi keluhan

pasien bertambah berat. Untuk pasien dirujuk ke RSDM.Saat di instalasi

unit gawat darurat pasien sesak napas. Sesak terus menerus dan tidak

berkurang dengan tiduran sehingga pasien rewel. Biru tidak ada, pasien

demam. Mual dan muntah tidak ada, nyeri sendi tidak ada, nyeri perut

tidak ada, sulit menelan tidak ada, pasien makan dan minum dalam

batas normal, nyeri saat BAK tidak ada, BAB dan BAK dalam batas

normal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sesak napas sebelumnya : (-)

Riwayat batuk pilek : (-)

Riwayat alergi obat/makanan : (-)

Riwayat asma : (-)

Riwayat tersedak : (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sesak napas : (-)

Riwayat alergi obat/makanan : (-)

Riwayat asma : (-)

5. Riwayat Lingkungan Sekitar

Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya. Dengan rumah yang tidak

terlalu luas. Dihuni oleh 5 anggota keluarga. Rumah pasien cukup bersih

dan nyaman. Lingkungan di sekitar rumah pasien pun cukup bersih.

Tidak ada tetangga yang mempunyai penyakit yang sama dengan pasien.

6. Riwayat Kehamilan

Page 4: preskas anak

Ibu pasien mengaku tidak merasakan keluhan apapun saat hamil. Ante

natal care dilakukan secara rutin setiap bulan di bidan. Ibu pasien

mengaku mendapatkan suplemen tambah darah dari bidan. Ibu pasien

tidak mengonsumsi jamu atau obat selain yang diberikan oleh bidan.

Riwayat trauma saat hamil (-), riwayat pijat perut saat hamil (-).

7. Riwayat Kelahiran

Pasien lahir ditolong oleh bidan di Klinik Solo Peduli saat usia

kehamilan 34 minggu, spontan, pervaginam dengan berat lahir 2000 kg,

menangis (+), sianosis (-).

8. Riwayat Postnatal

Ibu pasien rutin membawa pasien ke puskesmas setiap bulan untuk

timbang badan dan melakukan imunisasi sesuai jadwal.

9. Status Imunisasi

Vaksin BCG saat usia : 2 bulan

Vaksin DPT saat usia : 2 bulan, 4 bulan

Vaksin polio saat usia : 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan

Vaksin hepatitis B saat usia : 0 bulan , 1 bulan

Kesan :Imunisasi tidak lengkap menurut Depkes dan IDAI 2014

10. Riwayat Perkembangan

- Mulai senyum : 2 bulan

- Mulai miring : 4 bulan

- Mulai tengkurap : 4 bulan

- Mulai duduk dibantu : 6 bulan

Saat ini pasien berusia 7 bulan

Kesan : pertumbuhan tidak sesuai usia

11. Riwayat Nutrisi

Usia 0 – 4 bulan : diberi susu formula 60 cc x 8 perhari

Usia 4 – 6 bulan : pasien diberi bubur sereal

Usia 6 bulan sampai dengan saat ini pasien diberi makan nasi tim dan

susu formula

Kesan : kualitas dan kuantitas asupan gizi cukup

Page 5: preskas anak

12. Pohon Keluarga

I

II

III An. R (7 bulan)

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. KeadaanUmum

Sikap / keadaan umum : tampak sakit sedang, terlihat sesak

Derajat kesadaran : kompos mentis

Derajat gizi : cukup

2. Tanda vital

BB : 6 kg

TB : 59 cm

SiO2 : 90%

Nadi : 186 x/menit, kuat

Pernafasan : 56 x/menit

Suhu : 38, 2º C

3. Perhitungan Status Gizi

a) Secara klinis

Nafsu makan : baik

Kepala : rambut jagung (-), susah dicabut (+)

Mata : edema palpebra(-/-),CA(-/-),cekung (-/-)

Mulut : Mukosa basah (+) & pecah-pecah (-)

Page 6: preskas anak

Ekstremitas : edema - - akral dingin - -

- - - -

Status gizi secara klinis : cukup

b) Secara Antropometris

BB : 6 kg ,Umur : 7 bulan , PB : 59 cm

BB :6 x 100% = 79 % -3 SD <Z score < -2SD (underweight)

U 7.6

TB :59 x 100% = 88 % Z score < -3SD (severe stunted)

U 67

BB : 6 x 100% = 104 % 0SD < Z score < +1SD (gizi baik)

TB 5.75

Status gizi secara antropometri : gizi baik, under weight, severe

stunted

4. Kepala

Mikrosfal, lingkar kepala (LK): 38.5 cm (LK < -2SD) (Nellhaus) ,

wajah dismorfik (+), UUB menutup

5. Mata

Bulu mata rontok (-), konjunctiva pucat (-/-), palpebra edema (+/+),

sekung (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor(+ 3 mm/ + 3mm), air mata

(+/+), epicantal fold (-/-)

6. Hidung

Low nasal bridge (+), napas cuping hidung (+), sekret (-/-), darah (-/-)

7. Mulut

Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-)

8. Telinga

Low set ear (+/+), serumen (-/-)

9. Tenggorok

Uvula di tengah, tonsil T1-T1hiperemis (-), faring hiperemis (-),

pseudomembran (-)

Page 7: preskas anak

10. Leher

Bentuk : normocolli

Trakea : di tengah

Kelenjartiroid : tidak membesar

Tekananvenosa : tidak meningkat

11. Limphonodi

Retroaurikuler : tidak membesar

Submandibuler : tidak membesar

12. Toraks

Bentuk : normochest, retraksi (+) epigastrium, subkostal (minimal)

Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi : fremitus raba sde

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar: vesikuler, RBK (-/-), RBH

(+/+), wheezing -/-)

Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi : batas jantung kesan sde

Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,

bising (-)

13. Abdomen

Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, hepar teraba 1 cm di bawah arkus kosta dan lien

tidak teraba, asites (-), pekak alih (-), undulasi (-), turgor kulit kembali

cepat

14. Urogenital : dalam batas normal

15. Anorektal :dalambatas normal

Page 8: preskas anak

16. Ekstremitas

Akral dingin - - edema - -

- - - -

ADP kuat

CRT < 2 detik

17. Skor Hipotiroid Kongenital

Hernia umbilikalis : 0

Tidak ada kromosom Y: 1

Pucat/hipotermia : 0

Edematous/wajah khas : 2

Makroglosia: 0

Hipotonia: 0

Kuning (ikterik > 3 hari): 0

Kulit kering, kasar: 0

Fontanella terbuka: 0

Defekasi aktif: 0

UK > 40 minggu: 0

BBL > 3500 gram: 0

Total: 3

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 1 Januari 2015

Hb 12.3

Hct 37

AE 4.91

AL 24.71

Neutrofil Batang: 1

Segmen:

23

Limfosit 60

Monosit 16

Eosinofil 0

Basofil 0

MCV 77

MCH 25.1

Page 9: preskas anak

MCHC 32.5

AT 307

E. RESUME

Seorang bayi perempuan usia 7 bulan, dibawa keluarganya ke RSDM dengan

rujukan dari RSUD Ngipang Surakarta dengan keluhan sesak napas yang

bertambah buruk meskipun dirawat 1 hari di RSUD Ngipang Surakarta. Dua

minggu pasien batuk pilek, tidak demam.

Dari hasil pemeriksan fisik didapatkan pasien Nampak sesak dan sakit

sedang, suhu, BB : 6 kg, TB : 59 cm, SiO2 : 90%,

nadi : 186 x/menit, kuat, pernafasan : 56 x/menit, suhu : 38,2º C.

Lingkar kepala : 38,5 cm. Ditemukan adanya wajah dismorfik, low nasal

brigde dan low set ear. Pemeriksaan toraks ditemukan ronki basah halus di

kedua lapang paru. Dari hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan

leukositosis (24.710 IU).

F. DAFTAR MASALAH

1. Demam

2. Sesak napas

3. Batuk pilek

4. Riwayat beyi berat lahir rendah (BBLR), imunisasi tidak lengkap

berdasarkan Depkes dan IDAI 2011

5. RBH (+/+)

6. Kepala : mikrosefal, LK 38,5 cm (LK <-2 SD) (Nellhaus),

kraniosinostosis

7. Wajah dismorfik, low nasal bridge dan low set ear

8. Laboratorium Leukositosis (24.710 UI)

G. DIAGNOSIS BANDING

1. Penumonia DD Bronkiolitis

2. Tersangka sindrom Tertentu

Page 10: preskas anak

H. DIAGNOSIS KERJA

1. Pneumonia

2. TSK sindrom tertentu

3. Gizi baik

I. PENATALAKSANAAN

1. ASI/ASB 8 x 80-120 ml

2. IVFD D ¼ NS 6 tpm makro

3. Paracetamol (10 mg/kgBB/x) ~ 3 x 60 mg (3 ml)

4. Inj. Ampisillin (100 mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam IV

5. Inj. Chloramphenicol (150 mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam IV

6. Nebu NaCl 0.9% 5 ml/8 jam

J. MONITORING

1. Keadaan umum dan tanda vital tiap 4 jam

2. Balance cairan per 8 jam

K. PLAN

1. EKG

2. Foto toraks

3. AGD (evaluasi)

4. TSH/FT4 menunggu unfeksi teratasi

5. Konsul sub divisikardiologi

6. Konsul subdivisi endokrinologi menunggu TSH/FT4

7. Konsul sub divisineurologi

L. EDUKASI

1. Mengenai penyakit pasien, bahwa penyakit pasien merupakan penyakit

serius dan membutuhkan penangan ahli dan waktu yang lama

2. Mengenai kesembuhan pasien dan kemungkinan adanya komplikasi

Page 11: preskas anak

M. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia ad malam

N. FOLLOW UP

1. Follow Up Pemeriksaan Laboratorium

ANALISA GAS DARAH

Tanggal 2 Januari 2015 6 Januari 2015

PH 7.315 7.071 7.350 – 7.450

BE -2.7 -7.4 mmol/L -2 s.d +3

PCO2 48.0 86.1 mmHg 27.0 – 41.0

PO2 23.2 24.1 mmHg 83.0 – 108.0

Hematokrit 32 39 % 37 – 50

HCO3 22.0 17.8 mmol/L 21.0 – 28.0

Total CO2 21.6 24.2 mmol/L 19.0 – 24.0

PembacaanHasilAGD :

AGD tanggal 6 Januari 2015

Kesan: Gagal napas tipe campuran (mixed asidosis respiratorik +

metabolik)

P/F ratio: 24.1 : 30.12 ~ ARDS

0.8

LaboratoriumDarahRutin

Tanggal 7 Jan 15 Jan Satuan Rujukan

Hb 10.3 12.4 g/dL 12 – 16

Hct 36 39 % 37 – 47

AE 4.29 4.76 .106/uL 4,2 – 5,4

AL 18.5 17.1 .103/uL 5,2 – 12,4

Neutrofil 70 27.50

Limfosit 21.20 53.60 % 19 – 48

Monosit 4.20 7.90 % 3,4 – 9

Eosinofil 0 1.40 % 0 – 7

Basofil 0.10 0.30 % 0 – 1,5

MCV 83.5 81.1 fL 80 – 94

MCH 24.0 26.1 Pg 27 – 31

MCHC 28.7 32.2 % 33 – 37

AT 211 319 .103/uL 150 – 450

Gol.Darah

HBsAg Non Reaktif

2. Pemeriksaan TSH dan FT4 (12 Januari 2015)

Page 12: preskas anak

TSH: 2.91 uIU/ml (N: 0.7 – 6.40 uIU/ml)

FT4: 16.64 pmol/L (N: 10.30 – 25.80 pmol/L)

Kesimpulan : dalam batas normal, tidak mendukung gambaran hipotiroid

3. Pemeriksaan Foto Toraks

Dari hasil pemeriksaan foto toraks tampak gambaran lapang paru

menyokong diagnosis pneumonia.

4. Pemeriksaan EKG : hasil pemeriksaan EKG adalah sinus ritme heart

rate 190 x / menit, normo aksis.

5. Pemeriksaan Ekokardiografi

Finding: situs – solitus AV – VA concordance

Muara vena sistemik, vena pulmonalis normal

Tidak dijumpai VSD dan PDA

Ruang jantung RA dan RV dilatasi

Dijumpai ASD II dengan diameter 0.8 – 0.9 cm L to R shunt

EF 68%, LA/Ao 1.17

Arkus aorta dikiri Koar (-)

Conclusion: ASD secundum L to R shunt

Suggestion : kateterisasi jantung

Page 13: preskas anak

6. Follow up status pasien

Follow up 3 Januari 2015 4 Januari 2015 5 Januari 2015 5 Januari 2015 (23.00) 6 Januari 2015

S Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-)

Demam (+), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-)

Sesak (+), tampak sesak setelah

makan bubur, tersedak (-),

demam (-), pilek (-)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-)

O KU: tampak sakit, sedang rewel,

GCS E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, rewel,

GCS E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, rewel,

GCS E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit berat, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, rewel,

GCS E4V5M6, gizi kesan baik

Tanda Vital SiO2: 94%, RR 36x/menit, t

36.8oC, HR 134x/menit

SiO2: 99%, RR 37x/menit, t

38.6oC, HR 136x/menit

SiO2: 99%, RR 37x/menit, t

38.6oC, HR 136x/menit

SiO2: 80%, RR 65x/menit, t

37oC, HR 120x/menit, HR

136x/menit

SiO2: 99%, RR 37x/menit, t

38.6oC, HR 136x/menit

Kepala Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK <

-2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Telinga Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-)

Mata CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold

(-/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-) Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-

)

Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-

)

Nafas cuping hidung (+), sekret (-

/-)

Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-

)

Mulut Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+)

Tenggorok Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Thorax Retraksi (-) Retraksi (-) Retraksi (-) Retraksi (+) epigastrial, subcostal Retraksi (-)

Cor I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-)

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-)

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-)

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-)

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-)

Pulmo I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+) minimal, wheezing (+/+)

minimal

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler, RBK

(+/-) minimal, wheezing (+/-)

minimal

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler, RBK (-/-

), wheezing (-/-)

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler, RBK

(+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+)

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler, RBK

(+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+)

Abdomen I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar

dan lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

Genital Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal

Ekstremitas Akral dingin (-), sianosis (-), CRT Akral dingin (-), sianosis (-), CRT Akral dingin (-), sianosis (-),CRT Akral dingin (-), sianosis (-),CRT Akral dingin (-), sianosis (-),CRT

Page 14: preskas anak

< 2”, ADP kuat < 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

Asessment

- Pneumonia

- Cranioisositosis

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- Pneumonia

- Cranioisositosis

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- Assesment sub neurologi:

mikrocephal ec dd TORCH

- Pneumonia

- Cranioisositosis

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- Pneumonia dengan gagal napas

(klinis)

- Tsk aspirasi

- Pneumonia

- Cranioisositosis

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

Terapi - Diet ASI/ASB 8 x 80-120 ml

- IVFD D ¼ NS 6 tmp makro

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Inj. Ampicillin (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

- Chloramphenicol (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- Diet ASI/ASB 8 x 80-120 ml

- IVFD D ¼ NS 6 tmp makro

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Inj. Ampicillin (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

- Chloramphenicol (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

- Diet ASI/ASB 8 x 80-120 ml

- IVFD D ¼ NS 6 tmp makro

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~

3 x 70 mg (3ml)

- Inj. Ampicillin (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

- Chloramphenicol (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

- Nebu – suction evaluasi

post nebu (23.20) suction

slim (+) kental, HR

120x/menit, RR 65x/menit, t

37oC, SiO2 80-95%, RBH

(+/+), RBK (+/+), wheezing

(+/+) headbox 6 lpm, pasang

NGT, dekompresi, puasa

evaluasi AGD 1 jam post

pemasangan headbox hasil

AGD: asidosis respiratorik

headbox 8 lpm. Advis

dr.Ismiranti Sp.A

maksimalkan perawatan di

bangsal, edukasi keluarga

- Inform consent pasang OGT

a.i. ancaman gagal napas

- O2 headbox 8 lpm

- Diet ASI/ASB 8 x 80-120 ml

- IVFD D ¼ NS 6 tmp makro

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~

3 x 70 mg (3ml)

- Inj. Ampicillin (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

- Chloramphenicol (100

mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam

IV

Plan TSH/FT4 menunggu infeksi teratasi TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

Plan sub neurologi: MSCT kepala

tanpa kontras tunggu acc

keluarga, jika ada kalsifikasi

pelacakan ke arah TORCH

TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

Rencana pindah PICU

konfirmasi PICU acc keluarga

CT Scan kepala tunggu KU baik

Monitoring KU/VS/SiO2/4 jam, BCD/8 jam KU/VS/8 jam, SiO2/4 jam, BCD/8

jam

KU/VS/8 jam, SiO2/4 jam, BCD/8

jam

KU/VS/SiO2/jam, BCD/8 jam KU/VS/8 jam, SiO2/4 jam, BCD/8

jam

Page 15: preskas anak

Follow up 7 Januari 2015 8 Januari 2015 9 Januari 2015 10 Januari 2015 11 Januari 2015

S Demam (+), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (+)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (+)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (+) dahak encer, pilek (-),

sesak (+)↓↓

Demam (-), kejang (-), makan

(+), minum (+), BAB (+), BAK

(+), batuk (-), pilek (-), sesak (-)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (-)

O KU: tampak sesak napas, letargi,

GCS E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sesak napas, letargi,

GCS E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sesak napas, letargi,

GCS E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

Tanda Vital SiO2: 99%, RR 44x/menit, t

37.9oC, HR 136x/menit

SiO2: 99%, RR 40x/menit, t

36.7oC, HR 130x/menit

SiO2: 99%, RR 39x/menit, t

37.3oC, HR 128x/menit

SiO2: 98%, RR 38x/menit, t

37.2oC, HR 122x/menit

SiO2: 99%, RR 39x/menit, t 37oC,

HR 119x/menit

Kepala Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK <

-2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Telinga Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-)

Mata CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold

(-/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-) Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-

)

Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-

)

Nafas cuping hidung (-), sekret (-

/-)

Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-

)

Mulut Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+)

Tenggorok Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Thorax Retraksi (+) epigastrial, subcostal Retraksi (+)subcostal Retraksi (+)subcostal Retraksi (-) Retraksi (-)

Cor I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-)

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (-)

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) kontinyu grade

III-IV, punctum maximum di SIC

III-IV LPSS

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) grade III-IV,

PM di SIC III-IV LPSS

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) grade III-IV,

PM di SIC III-IV LPSS

Pulmo I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+)

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (+/+), wheezing (+/+)

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

I: pengembangan dada kanan =

kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

Page 16: preskas anak

lien tidak teraba lien tidak teraba lien tidak teraba dan lien tidak teraba lien tidak teraba

Genital Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal

Ekstremitas Akral dingin (-), sianosis (-), CRT

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

Akral dingin (-), sianosis (-), CRT

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

Akral dingin (-), sianosis (-), CRT

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

Akral dingin (-), sianosis (-), CRT

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

Akral dingin (-), sianosis (-), CRT

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

Asessment

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- Sepsis (klinis)

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- Sepsis (klinis)

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- Sepsis (klinis)

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd

TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- DE: tsk PJB asianotik, DA: tsk

VSD dd PDA, DF: NYHA I

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- DE: tsk PJB asianotik, DA:

ASD secundum L to R shunt,

DF: NYHA I

Terapi - Puasa sementara konsul sub

gizi metabolik

- O2 headbox 6 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Metronidazole loading (15

mg/kgBB/8 jam) ~ 100 mg

7.5mg/kgBB/8 jam ~ 50 mg/8

jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- Puasa sementara

- O2 headbox 5 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~

3 x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- Puasa sementara

- O2 headbox 4 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~

3 x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- ASI/ASB 8 x 80 cc

- O2 nasal 2 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~

3 x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350

mg/12 jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- ASI/ASB 8 x 80 cc

- O2 nasal 2 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~

3 x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

Plan TSH/FT4 menunggu infeksi teratasi

CT Scan kepala tunggu KU baik

TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

CT Scan kepala tunggu KU baik

TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

CT Scan kepala tunggu KU baik

Konsul sub kardiologi

TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

CT Scan kepala hari ini

Echocardiograph tunggu

jadwal

Konsul RM fisioterapi

TSH/FT4 menunggu infeksi

teratasi

Echocardiograph evaluasi 6 bulan

lagi

Monitoring KU/VS/SiO2/2 jam, BCD/8 jam KU/VS/SiO2/2 jam, BCD/8 jam KU/VS/SiO2/2 jam, BCD/8 jam KU/VS/SiO2/2 jam, BCD/8 jam KU/VS/SiO2/2 jam, BCD/8 jam

Page 17: preskas anak

Follow up 12 Januari 2015 13 Januari 2015 14 Januari 2015 15 Januari 2015 16 Januari 2015

S Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (-)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (-)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (-)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (-)

Demam (-), kejang (-), makan (+),

minum (+), BAB (+), BAK (+),

batuk (-), pilek (-), sesak (-)

O KU: tampak sakit sedang, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

KU: tampak sakit sedang, GCS

E4V5M6, gizi kesan baik

Tanda Vital SiO2: 99%, RR 40x/menit, t

36.8oC, HR 121x/menit

SiO2: 99%, RR 38x/menit, t

37.1oC, HR 120x/menit

SiO2: 99%, RR 37x/menit, t

36.7oC, HR 118x/menit

SiO2: 99%, RR 36x/menit, t

36.5oC, HR 116x/menit

SiO2: 99%, RR 35x/menit, t

36.8oC, HR 118x/menit

Kepala Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Mikrocephal, LK 38.5 cm (LK < -

2SD), UUB menutup

Telinga Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-) Sekret (-/-)

Mata CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

CA (-/-), SI (-/-), epicantal fold (-

/-)

Hidung Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-) Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-) Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-) Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-) Nafas cuping hidung (-), sekret (-/-)

Mulut Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+) Mukosa basah (+)

Tenggorok Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)

Thorax Retraksi (-) Retraksi (-) Retraksi (-) Retraksi (-) Retraksi (-)

Cor I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) grade III-IV, PM

di SIC III-IV LPSS

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) grade III-IV, PM

di SIC III-IV LPSS

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) grade III-IV, PM

di SIC III-IV LPSS

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) grade III-IV, PM

di SIC III-IV LPSS

I: ictus cordis tak tampak

P: ictus cordis tidak kuat angkat

P: batas jantung sde

A: BJ I-II intensitas normal,

reguler, bising (+) grade III-IV, PM

di SIC III-IV LPSS

Pulmo I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: suara dasar: vesikuler. RBK

(+/+), RBH (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

I: dinding dada // dinding perut

A: bising usus (+) normal

P: timpani

P: supel, nyeri tekan (-), hepar dan

lien tidak teraba

Genital Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal Dalam batas normal

Ekstremitas Akral dingin (-), sianosis (-), CRT Akral dingin (-), sianosis (-), CRT Akral dingin (-), sianosis (-), CRT Akral dingin (-), sianosis (-), CRT Akral dingin (-), sianosis (-), CRT

Page 18: preskas anak

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

< 2”, ADP kuat

R. fisiologis: dalam batas normal

R. patologis: (-)

Meningeal sign (-)

Asessment

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- DE: tsk PJB asianotik, DA:

ASD secundum L to R shunt,

DF: NYHA I

- Anemia normositik hipokromik

e.c infeksi dd penyakit kronis

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- DE: tsk PJB asianotik, DA:

ASD secundum L to R shunt,

DF: NYHA I

- Anemia normositik hipokromik

e.c infeksi dd penyakit kronis

- Higroma subdural

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- DE: tsk PJB asianotik, DA:

ASD secundum L to R shunt,

DF: NYHA I

- Anemia normositik hipokromik

e.c infeksi dd penyakit kronis

- Higroma subdural

- Sp.RM: hipersekresi bronkus

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- DE: tsk PJB asianotik, DA:

ASD secundum L to R shunt,

DF: NYHA I

- Anemia normositik hipokromik

e.c infeksi dd penyakit kronis

- Higroma subdural

- Sp.RM: hipersekresi bronkus

- Pneumonia

- Cranioisositosis ec dd TORCH

- Tsk sindroma tertentu

- Gizi baik

- DE: tsk PJB asianotik, DA:

ASD secundum L to R shunt,

DF: NYHA I

- Anemia normositik hipokromik

e.c infeksi dd penyakit kronis

- Higroma subdural

- Sp.RM: hipersekresi bronkus

Terapi - ASI/ASB 8 x 80 cc

- O2 nasal 2 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- ASI/ASB 8 x 80 cc

- O2 nasal 2 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- ASI/ASB 8 x 80 cc

- O2 nasal 2 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- Fisioterapi: Gentle chest therapy

- ASI/ASB 8 x 80 cc

- O2 nasal 2 lpm

- IVFD D ¼ NS 430 cc + D40%

70 cc 6 tpm

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Inj. Ceftriaxone (50

mg/kgBB/12 jam) ~ 350 mg/12

jam

- Inj. Metronidazole

(7.5mg/kgBB/8 jam) 50

mg/8 jam

- Nebu NaCl 0.9% 5 cc/8 jam

- Furosemid 2 x 2 mg

- Digoxin 2 x 0.25 mg

- Aldactone 2 x 3.125 mg

- Fisioterapi: Gentle chest therapy

- ASI/ASB 8 x 80 cc

- Paracetamol (10mg/kgBB/x) ~ 3

x 70 mg (3ml)

- Cefixime 2 x 35 mg

- Furosemid 2 x 2 mg

- Digoxin 2 x 0.25 mg

- Aldactone 2 x 3.125 mg

- Fisioterapi: Gentle chest therapy

Plan Cek TSH/FT4 hari ini tidak

mendukung gambaran hipotiroid

Echocardiograph evaluasi 6 bulan

lagi

Alih leader sub kardiologi

Echocardiograph evaluasi 6 bulan

lagi

Echocardiograph evaluasi 6 bulan

lagi

Echocardiograph evaluasi 6 bulan

lagi

Echocardiograph evaluasi 6 bulan

lagi

BLPL kontrol poli kardiologi

hari rabu, 21 Januari 2015

Monitoring KU/VS/SiO2/2 jam, BCD/8 jam KU/VS/SiO2/2 jam, BCD/8 jam KU/VS/SiO2/4 jam, BCD/8 jam KU/VS/SiO2/4 jam, BCD/8 jam -

Page 19: preskas anak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penumonia

1. Definisi

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri,

yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai

adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA)

semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia

disebut pneumonia.

Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas

sesak atau napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada

bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan

menghitung tarikan napas dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun

sampai 5 tahun tarikan napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit,

balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih

per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan napasnya 60 kali atau

lebih per menit.

2. Etiologi

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya

disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara

bakteri dan virus) dan protozoa.

a) Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari

bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia

yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di

kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun

oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak

diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi

Page 20: preskas anak

pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah

dan denyut jantungnya meningkat cepat.

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Streptoccus group B Streptoccous group D

Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae tipe

B

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus

Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Page 21: preskas anak

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

b) Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh

virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah

Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini

kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada

balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada

umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan

sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi

bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan

kadang menyebabkan kematian.

c) Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang

menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa

diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki

karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya

berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang

segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan

usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang

tidak diobati.

d) Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut

pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah

Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia

pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.

Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu

sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan

Page 22: preskas anak

hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada

jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru.

3. Klasifikasi

a) Berdasarkan umur

a. Kelompok usia < 2 bulan

(a) Pneumonia Berat

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut

pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah

Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia

pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur.

Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa

minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat

dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika

ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen

yang berasal dari paru.

(b) Bukan Pneumonia

Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali

per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di

atas.

b. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun

(a) Pneumonia sangat berat

Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan

sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan

dinding dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

(b) Pneumonia berat

Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding

dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat

minum.

(c) Pneumonia

Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa

penarikan dinding dada.

Page 23: preskas anak

(d) Bukan pneumonia

Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat

atau penarikan dinding dada.

(e) Pneumonia persisten

Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun

telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik

yang kuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat

penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan yang

tinggi, dan demam ringan.

b) Berdasarkan klinis dan epidemiologis

1) Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)

2) Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/

Nosocomial pneumonia).

3) Pneumonia Aspirasi.

4) Pneumonia pada penderita immunocompromised.

c) Berdasarkan agen penyebab

1) Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita

alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi

influenza.

2) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia

3) Pneumonia virus

4) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder.

Predileksi terutama pada penderita daya tahan tubuh lemah

4. Patofisiologi

Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi.

Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada

alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan

difusi oksigen serta karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan

neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang

biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang

Page 24: preskas anak

cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme,

menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan

penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang memasuki paru-

paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri

jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau

dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang

teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan

hipoksemia arterial.

Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan

dengan mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit

Legionnaires’. Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam

sindrom pneumonia atipikal.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal

primer yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang

dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini

tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia

mikoplasma paling sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan

dewasa muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan

yang terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat

diperiksa terhadap antibodi mikoplasma.

Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar.

Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk

bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai ciri-ciri

bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan hal

yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-

masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang

diuraikan dalam pneumonia bakterial.

5. Faktor Risiko

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya

pneumonia pada balita, diantaranya :

Page 25: preskas anak

a) Faktor Intrinsik

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia

dan berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya

tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal

diantaranya :

(1) Status gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya

pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan

imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan

gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan

kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti

pneumonia.

(2) Status imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat

dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya

kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan

kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan

imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada

pada balita. Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi

kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan

pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang

dapapat dicegah dengan imunisasi.

(3) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain

sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai

pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah

pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI

yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat

meningkatkan kejadian pneumonia pada balita.

(4) Umur Anak

Page 26: preskas anak

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan

kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih

besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang

lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di

bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas

yang masih sempit.

b) Faktor Ekstrinsik

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada

peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat

dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih

menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman

penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal

dari tempat yang kotor tersebut, yang berpengaruh diantaranya :

(1) Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan

pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup.

Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan

persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya

ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara.

Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk

berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen

(2) Polusi Udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya

disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan

bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian

pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga

dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat

pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak

sempurna dari kendaraan bermotor.

Page 27: preskas anak

6. Manifestasi Klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar

antara ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya

sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin

terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.

Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah,

malaise, penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti

mual, muntah, atau diare. Gejala gangguan respiratori seperti batuk,

sesak napas, retraksi dada,takipnea, napas cuping hidung, air hunger,

merintih, sianosis

a) Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

(1) Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang

berhubungan dengan proses persalinan

(2) Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi

dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan

amnion, atau dari serviks ibu.

(3) Serangan apnea

(4) Sianosis

(5) Merintih

(6) Napas cuping hidung

(7) Takipnea

(8) Letargi, muntah

(9) Tidak mau minum

(10) Takikardi atau bradikardi

(11) Retraksi subkosta

(12) Demam

(13) Sepsis pada pneumonia neontus dan bayi kecil sering

ditemukan sebelum 48 jam pertama

(14) Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu

dilaporkan 20-50%

Page 28: preskas anak

(15) Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang

lainnya diduga lebih tinggi

b) Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar

(1) Takipnea

(2) Retraksi subkosta (chest indrawing)

(3) Napas cuping hidung

(4) Ronki

(5) Sianosis

(6) Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar

(7) Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia

yang bermakna

(8) Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat

pneumonia lobus kanan bawah yang menimbulkan infiltrasi

diafragma

(9) Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah

dan menyerupai apendisitis.

7. Diagnosa

Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Untuk Pelayanan Kesehatan

Primer

a) Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun

(1) Pneumonia berat

(a) Bila ada sesak napas

(b) Harus dirawat dan diberikan antibiotik

(2) Pneumonia

(a) Bila tidak ada sesak napas

(b) Ada napas cepat

(c) Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.

(d) Bukan pneumonia

(e) Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas.

(f) Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas.

Page 29: preskas anak

b) Bayi berusia dibawah 2 bulan

(1) Pneumonia

(a) Bila ada napas cepat atau sesak napas

(b) Harus dirawat dan diberikan antibiotik

(2) Bukan pneumonia

(a) Tidak ada napas cepat atau sesak napas

(b) Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan

simptomatis

8. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Radiologis

Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran

air bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus

pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara

lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia

interstisial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma.

Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau inferior

lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang

tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering

ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus

bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau

bakteriemia.

Page 30: preskas anak

b) Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit

normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma

atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit,

orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas,

misalnya neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S.

aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.

Faal hati mungkin terganggu.

c) Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,

aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau

biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus

Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.

d) Pemeriksaan Khusus

Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai

diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis

Page 31: preskas anak

gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan

oksigen.

9. Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu diraawat inap.

Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit,

misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada

penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama

mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan

kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal

dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan

suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi

terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula

darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.

Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus

ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus

dipantau dan diatasi.

a) Pneumonia rawat jalan

Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama

secara oral misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis

amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/KgBB. Dosis

kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP – 20 mg/kgBB

sulfametoksazol). Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid

baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta-laktam untuk

pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya

aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan bakteri atipik.

b) Pneumonia rawat inap

Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam

atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap

obat diatas, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin,

Page 32: preskas anak

amikasin, atau sefalosporin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-

10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi .

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus

dimulai sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau

meningitis. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik

spektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavunalat dengan

aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan

sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama

10 hari.

Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang

direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/ aatau

tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat diberikan beta-

laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,

sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau

keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan

berobat jalan.

10. Pencegahan

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari

masyarakat atau keluarga terutama ibu rumah tangga, karena

pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar

rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari

terjadinya penyakit pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk

mencegah terjadinya penyakit pneumonia :

1) Perawatan Selama Masa Kehamilan

Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu

gizi ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi

yang cukup bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam

kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan

terkenanya infeksi selama kehamilan.

Page 33: preskas anak

2) Perbaikan Gizi Balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan

karena malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI

pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin

kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-

faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan

ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu,

balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi

dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

3) Memberikan Imunisasi Lengkap pada Anak

Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian

imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak

umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak

3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

4) Memeriksa Anak Sedini Mungkin Apabila Batuk

Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang

sesuai untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa

menjadi batuk yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.

5) Mengurangi Polusi didalam dan diluar Rumah

Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap

diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak

membawa balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang

cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas,

cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor

yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.

6) Menjauhkan balita dari penderita batuk.

Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada

saluran pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang

terserang penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin-

bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena

Page 34: preskas anak

bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan

menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan

berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang

sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada

hidung), tetapi sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena

malnutrisi.

B. Penilaian Status Gizi Cara Antropometri pada Anak

1. Penilain Status Gizi Cara Antropometri Lingkar Lengan Atas (LLA)

Berdasarkan Umur

a. Alat yang digunakan

Insertion tape suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass

atau jenis kertas tertentu berlapis plastik

b. Tempat pengukuran LLA

Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara acromion dan

olecranon.

c. Syarat-syarat pengukuran LLA

1) Lengan yang diukur adalah lengan yang tidak aktif

2) Lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup

kain/pakaian

3) Lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau

kencang

4) Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau

sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata

d. Cara pengukuran LLA

1) Tetapkan posisi acromion dan olecranon

2) Letakkan pengukur antara acromion dan olecranon

3) Tentukan titik tengah lengan

4) Lingkarkan pita LLA pada tengah lengan sampai cukup

terukur lingkar lengan

5) Pita jangan terlalu kuat ditarik atau terlalu longgar

6) Cara pembacaan skala yang benar

Page 35: preskas anak

e. Rumus penentuan status gizi berdasarkan daftar LLA untuk umur :

% SG = LLA diukur x 80%

LLA standar

LLA standar = LLA baku (80%) pada daftar LLA untuk umur

f. Interpretasi :

1) Status gizi baik : > 85%

2) Status gizi kurang : 70,1 – 85%

3) Status gizi buruk : ≤ 70%

2. Penilain Status Gizi Cara Antropometri Lingkar Lengan Atas (LLA)

Dengan Menggunakan Pita Shakir

a. Alat yang digunakan

Pita Shakir suatu pita pengukur yang terbuat dari fiberglass atau

jenis kertas tertentu berlapis plastik dengan 4 warna.

b. Tempat pengukuran LLA

Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara acromion dan

olecranon.

c. Syarat-syarat pengukuran LLA

1) Lengan yang diukur adalah lengan yang tidak aktif

2) Lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup

kain/pakaian

3) Lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau

kencang

4) Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau

sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata

d. Cara pengukuran LLA

1) Tetapkan posisi acromion dan olecranon

2) Letakkan pengukur antara acromion dan olecranon

3) Tentukan titik tengah lengan

4) Lingkarkan pita LLA pada tengah lengan sampai cukup terukur

lingkar lengan

5) Pita jangan terlalu kuat ditarik atau terlalu longgar

Page 36: preskas anak

6) Cara pembacaan skala yang benar berdasarkan warna pita

e. Interpretasi :

1) Merah : 7,5 - 12,5 cm : status gizi buruk

2) Kuning: 12,6 – 13,5 cm : status gizi kurang

3) Hijau : 13,5 – 17,5 cm : status gizi baik

4) Putih : > 17,5 cm : status gizi overweight

3. Penilain Status Gizi Dengan Menggunakan Grow Chart

a. Syarat-syarat yang diukur berdasarkan Grow Chart

1) Usia

2) BB sekarang

3) TB sekarang

Page 37: preskas anak

Grow Chart

Page 38: preskas anak
Page 39: preskas anak

b. Cara perhitungan

1) Tentukan BB sesuai umur melalui Grow Chart

Cara :

(a) Tentukan titik temu antara usia dan BBsekarang

(b) Naikkan titik temu ke persentil 50

(c) Lihat berapa BBpersentil

(d) Hasilnya : BBU =

2) Tentukan TB sesuai umur melalui Grow chart

(a) Tentukan titik temu antara usia dan TBsekarang

(b) Naikkan titik temu ke persentil 50

(c) Lihat berapa TBpersentil

(d) Hasilnya : BBU =

3) Tentukan BBTB

(a) Tarik titik temu antara

(b) Hasilnya : BBU =

c. Hasil

Interpretasi ( Classification Waterlow )

Status Gizi :

Baik Kurang Buruk

BB/U 80-100% 80-<80 % < 80 %

TB/U 95-100% 85-95% < 85 %

BB/TB 90-100% 70-<90% < 70 %

Jadi berdasarkan data rekaman medik yang ada maka metode yang

digunakan untuk menentukan status gizi pada bayi usia 0-6 bulan

adalah Grow Chart dan bisa menggunakan Berat Badan untuk

Umur, Tinggi Badan untuk Umur, dan Berat Badan untuk Tinggi

Badan. Dari ketiga jenis Grow Chart yang paling akurat adalah

berdasarkan Berat Badan untuk Tinggi Badan.

C. Kraniosinostosis

Variasi biologis memungkinkan karakter kraniofasial yang unik dan

banyak ditemukan ketidaksimetrisan dalam setiap individu. Wajah

manusia memiliki pola kraniofasial yang lebih banyak dibandingkan

dengan spesies lain.

Page 40: preskas anak

Tulang-tulang tengkorak pada bayi saling berhubungan yang disebut

dengan sutura. Sutura-sutura ini ada yang membujur dan ada pula yang

melintang. Titik

silang celah-celah itulah yang membentuk ubun-ubun depan (besar) dan

ubun-ubun belakang (kecil). Ubun-ubun dan sutura-sutura ini normalnya

menutup antara usia 6-20 bulan. Jika di bawah usia 6 bulan sutura tulang

tengkoraknya sudah menutup, bisa dikatakan menutup terlalu cepat. Istilah

medis untuk penutupan sutura ini disebut craniosynostosis.

Craniosynostosis sering menimbulkan kelainan bentuk tengkorak (skull)

Istilah kraniosinostosis pertama diperkenalkan Virchow dan

digunakan untuk penutupan dini satu atau lebih sutura kranial.

Pertumbuhan perpendikuler tulang terhadap sutura yang terkena terganggu

(teori Virchow). Keadaan ini biasanya tampak saat lahir dan mungkin

bersamaan dengan anomali lain.

Kraniosinostosis dapat dibagi dalam jenis primer dan sekunder.

Kraniosinostosis primer akibat dari abnormalitas intrinsik sutura kranial

dan dapat diklasifikasikan menurut sutura yang terkena. Delapan jenis

memiliki bentuk yang khas:

1. Brakhisefali : kepala terkompres dan datar akibat penutupan dini

sutura koronal bilateral (sinostosis koronal).

2. Skafosefali : kepala memanjang dan sempit akibat penutupan dini

sutura sagital (sinostosis sagital).

3. Plagiosefali : kepala tak seimbang atau serong akibat penutupan dini

sutura koronal unilateral.

4. Trigonosefali : Kening segitiga atau sempit akibat penutupan dini

sutura frontal atau metopik.

5. Oksisefali, akrosefali, turrisefali : kapala runcing atau menjulang

akibat penutupan dini semua sutura.

Kraniosinostosis paling sering adalah sinostosis sagital, diikuti

sinostosis koronal. Ada perbedaan kelamin; rasio laki/wanita adalah 4:1

pada sinostosis sagital dan 2:3 pada sinostosis koronal.

Page 41: preskas anak

D. Atrial Septal Defect (ASD)

ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada

septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan

fusi septum interatrial semasa janin (Gambar 4).1

Gambar 4. Skematik Sirkulasi Jantung pada ASD 2

Berdasarkan lokasi defek, ASD diklasifikasikan dalam 3 tipe

(Gambar 5), yaitu : (1) ASD sekundum, bila lubang terletak pada daerah

fosa ovalis, (2) ASD primum, bila lubang terletak di daerah ostium

primum, yang mana ini termasuk salah satu bentuk Atrio-Ventricular

Septal Defect (AVSD), dan (3) Sinus Venosus Defect (SVD) bila

lubang terletak di daerah sinus venosus dekat muara vena (pembuluh

darah balik) kava superior atau inferior.1,3

Page 42: preskas anak

Gambar 5. Berbagai tipe ASD 2

Defek ostium sekundum merupakan tipe ASD tersering, sekitar

50-70% dari total keseluruhan ASD. Defek ini terjadi di daerah fossa

ovalis, yang menyebabkan pirai LTRS dari atrium kiri ke atrium

kanan. Pada 10% kasus, terjadi kelainan aliran arah balik dari paru ke

atrium kiri. Defek ostium primum terjadi sekitar 30% kasus ASD, dan

merupakan bagian dari kelainan ECD (Endocardial Cushion Defects)

totalis. Defek sinus venosus terjadi pada 10% kasus ASD, dan paling

sering berlokasi di tempat masuk vena cava superior ke atrium kanan dan

sangat jarang terjadi di tempat masuk vena kava inferior.3,4,5

Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala

(asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat

menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada

sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade

ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung

(aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan anak-anak adalah

adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai

dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain

Page 43: preskas anak

itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas,

kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai

saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-

kardiografi (EKG), rontgent dada dan echo-cardiografi, diagnosis ASD

dapat ditegakkan.1,2

Pada pemeriksaan radiologis, dapat ditemukan kardiomegli dengan

pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan. Peningkatan aliran darah

ke paru juga dapat terlihat. Untuk melihat defek secara dua dimensi

dapat digunakan teknik ekokardiografi.1,2

Penutupan defek secara spontan terjadi pada 40% kasus dalam 4 tahun

pertama kehidupan, terutama tipe sekundum. Ukuran defek dapat

mengecil pada sebagian pasien. Namun, beberapa laporan terkini

menunjukkan penutupan defek ASD secara spontan terjadi hingga 87%

kasus. Pada pasien dengan ASD < 3 mm yang ditegakkan pada usia 3

bulan, akan menutup spontan 100% kasus pada usia 1,5 tahun.

Penutupan spontan terjadi 80% kasus pada pasien dengan defek antara

3-8 mm sebelum usia 1,5 tahun. ASD dengan defek > 8 mm jarang

menutap secara spontan.3

Sebagian besar anak dengan ASD umumnya asimptomatik dan jarang

berkembang menjadi CHF selama masa bayi. Pada defek besar yang tak

ditangani, CHF dan hipertensi pulmonal dapat terjadi pada usia dewasa,

yaitu pada dekade ke-3 dan ke-4. Dengan atau tanpa pembedahan,

aritmia atrial dapat terjadi setelah pasien dewasa. Endokarditis infektif

tidak terjadi pada pasien dengan ASD terisolasi.3

Page 44: preskas anak

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada hasil aloanamnesis ditemukan keluhan pasien berupa demam, sesak

napas dan riwayat batuk pilek kurang lebih 2 minggu. Setelah dilakukan

pemeriksaan fisik ditemukan adanya demam 38,2 ºC, takipneu denga RR 56 x

permenit, dan adanya retraksi episgastrium dan sub kosta. Ketiga hal tersebut

sesuai dengan kriteria penumonia berat berdasarkan WHO. Selain itu ditunjang

dengan pemeriksaan fisik lain seperti ditemukannya ronki basah halus, penurunan

saturasi oksigen yakni 90 %. Hasil pemeriksaan penunjang seperti foto toraks

menunjukan leukositosis yaitu 24.710 IU dan foto toraks yaitu gambaran

pneumoni.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh

gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan

dinding dada bagian bawah ke dalam. Kriteria diagnosis pneumonia pada anak

kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun adalah batuk atau kesulitan bernapas dan

penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum,

yang masuk dalam klasifikasi pneumonia berat.

Pasien perlu dirawat inap sebab memiliki indikasi rawat inap untuk bayi

yaitu saturasi oksigen perifer < 92,5 % , frekuensi napas >50 x permenit, dan

keluarga pasien tidak mampu merawat pasien. Indikasi rawat inap yang lain

adalah tidak mau minum distress pernapasan, apnea, grunting. Setelah dirawat di

rumah sakit, pasien ditatalaksana dengan diberi ASB, Paracetamol (10

mg/kgBB/x) ~ 3 x 60 mg (3 ml), inj. Ampisillin (100 mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6

jam IV, inj. Chloramphenicol (150 mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam IV, nebu NaCl

0.9% 5 ml/8 jam. Tatalaksana diatas sesuai dengan Pedoman Pelayanan Medis

2010 untuk pneumoni pada anak. Parasetamol diberikan untuk mengatasi demam

pada nak. Parasetamol bekerja pada pusat pengaturan suhu tubuh. Dosis pada

anak sebesar 10 – 15 mg/kg BB/ kali dapat diulang setiap 4 jam jika suhu tubuh

masih di atas 37, 5 °C maksimal pemberian perhari adalah 4 gram. Pemberian

Page 45: preskas anak

antibiotik dilakukan selama 10 hari sesuai dengan dengan Pedoman Pelayan

Medis 2010. Antibiotik ampisilin merupakan spektrum luas lini pertama, glongan

penisilin diharapkan dapat mematikan kuman dan tidak menimbulkan resistensi

terhadap antibiotic golongan yang lebih tinggi. Ampisislin juga sering digunakan

sebagai antibiotik berbagai penyakit infeksi saluran napas atas. Selain itu

ampisilin juga memiliki sifat tidak mudah terjadi resistensi obat antibiotic. Hal ini

aman bagi kesehatan masa depan pasien. Sedangkan Kloramfenikol digunakan

dengan dosis pada bayi di atas 2 minggu sebesar 25-50 mg / kg BB/ hari dibagi

menjadi 2 – 3 dosis perhari. Kloramfenikol merupakan antibiotic menghambat

peptidil transferase pada fase pemanjangan dan dengan demikian mengganggu

sintesis protein. resistensi dapat timbul dengan agak lambat (tipe banyak tingkat).

Nebulizer dengan menggunakan Natrium Klorida 0,9 % bertujuan untuk

mengurangi sesak pasien dengan cara mengencerkan dahak sehingga dahak lebih

mudah untuk dikeluarkan.

Pasien masih dapat makan dan minum dengan baik, sehingga susu

formula sebagai penggati dapat digunakan kasrena pada oasien ini, ibu pasien

mengeluh air susunya tidak keluar. Namun ibu pasien tetap diminta untuk

mencoba memberikan ASI-nya meskipun ASI tidak keluar. Sebab hisapan bayi

dapat merangsang keluarnya ASI.

Masalah lain yang ditemukan adalah kraniosinostosis. Hal ini didapatkan

dari alloanamnesis pada ibu pasien yang mengatakan bahwa ubun-ubun besar

(UUB) pasien menutup pada usia 5 bulan. UUB normal menutup pada usia 6-20

bulan. Apabila UUB menutup sebelum usia 6 bulan disebut kraniosinostosis.

Kraniosinostosis adalah kelainan primer pertumbuhan kranial dan biasanya

menunjukkan gejala deformitas tengkorak, peninggian TIK, tanda okuler,

retardasi mental, gangguan motorik, dan sindaktili yang menyertai.7

Selain itu, pada pasien juga didapatkan ada penyakit jantung bawaan

yang didapatkan pada pemerikaan fisik, yaitu terdengarnya bunyi bising jantung

sistolik kontinyu grade III-IV dengan punctum maximum di SIC III-IV linea

parasternalis sinistra. Oleh SSD kardiologi, dilakukan pemeriksaan

ekokardiografi. Hasil pemeriksaan ekokardiografi didapatkan adanya atrial septal

defect (ASD) sekundum R to L shunt 0.8-0.9 cm disertai dilatasi RA dan RV.

ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum

Page 46: preskas anak

interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fusi septum

interatrial semasa janin. ASD ringan tidak akan menimbulkan gejala pada anak.

Namun, bila ukuran defek cukup besar, ASD dapat menimbulkan gejala penyakit

jantung seperti sesak napas, mudah lelah, dan terganggunya tumbuh kembang

anak. Pada pasien, terdapat ASD sekundum. ASD sekundum terjadi bila lubang

terletak pada daerah fossa ovalis. Defek ostium sekundum merupakan tipe ASD

tersering, sekitar 50-70% dari total keseluruhan ASD. Defek ini terjadi di

daerah fossa ovalis, yang menyebabkan aliran darah dari atrium kiri masuk ke

atrium kanan. Aliran ini jika terjadi terus-menerus akan menyebabkan atrium

kanan menerima aliran darah dari vena cava superior dan atrium kiri sehingga

ruang jantung kanan semakin membesar. Pembesaran juga akan terjadi pada

ventrikel kanan karena menerima lebih banyak volume darah dari atrium kanan.

Sehingga pada akhirnya akan terjadi pembesaran atrium dan ventrikel kanan.

ASD dengan defek > 8 mm jarang menutup secara spontan sehingga disarankan

untuk melakukan kateterisasi jantung.

Page 47: preskas anak

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada pasien ini telah didiagnosis dengan pneumoni, tersangka

sindroma tertentu, gizi baik,

2. Pada pasien ini kemudian juga ditemukan adanya ASD

3. Pada pasien ini ditemukan adanya kraniosinostosis

4. Pada pasien ini telah dilakukan penangan dengan tepat sesuai dengan

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

B. Saran

1. Setelah pasien diperbolehkan pulang sebaiknya dilakukan follow up

kembali untuk mengevaluasi hasil pengonatan dan mengontrolkan

temuan penyakit jantung bawaannya

2. Pasien perlu mendapatkan pengelolaan yang baik mengenai tumbuh

kembang pasien

Page 48: preskas anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2000. Protap Ilmu Kesehatan Anak, FK UNS. Surakarta

2. Behrem RE, kliegman RM, 1992. Nelson Texbook of

Pediatrics.WBsauders.Philadelpia.

3. Carr MR, King BR. Atrial Septal Defect, General Concepts. Emergency

Medicine Textbook. Editor: Seib PM, Windle ML, Chin AJ,

Herzberg G, Neish SR. 2008 (Available at www.eMedicine.com)

4. Hendarwanto, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I, Penerbit FK UI.

Jakarta

5. Hill M. UNSW Embryology: Cardiovascular Development

Abnormalities.2008 (Available at www.UNSW.com)

6. Park MK, George R, Troxler Mph. Specific Congenital Heart Defects in

Pediatric Cardiology for Practiitoners 4th edition. Mosby Inc, Missouri,

2002

7. Raj D. S., Amy K. 2010. Pediatric Craniosynostosis. Emedicine

Medscape.

8. Rampengan, T.H., 1997 Demam berdarah Degue. Penyakti Infeksi

Troppik Pada Anak. EGC. Jakarta

9. Rustam, S., 2004. Diagnosis danPenatalaksanaanDemamBerdarah

Dengue (DBD),BagianAnak FK UNS/RSUD Dr.Moewardi.Surakarta

10. Sri Rejeki, 2004. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap. Pelatihan

Bagi Pelatihan Dokter Spesiallis anak dan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam tatalaksana Kasus DBD. Penerbit FK UI. Jakarta.

11. Warnes CA, Fuster V, Driscoll DJ, McGoon DC: Atrial septal

defect. In: Mayo Clinic Practice of Cardiology, 3rd edition, E. R.

Giuliani, B. J. Gersh, M.D. McGoon, D. L. Hayes, H. V. Schaff (eds.),

Mosby, St. Louis, 1996.

Page 49: preskas anak

12. Widyantoro B. Penyakit Jantung Bawaan: Haruskah selalu berakhir di

ujung pisau bedah?.inovasi online 2006:6;18. (Available at

www.inovasionline.org, diakses tanggal 28 November 2008