preskas

40
POST TORAKOTOMI e.c TUMOR MEDIASTINUM ANTERIOR Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menjalani pendidikan klinik stase Anestesi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati OLEH : Andhika Pangestu Avissa Mada Vashti Debtia Rahmah Lintang Suryaning Bumi Marraaturahmah Pembimbing : dr. Nella Abdullah, SpAn KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Upload: jessica-wirjosoenjoto

Post on 05-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anestesi,

TRANSCRIPT

Page 1: preskas

POST TORAKOTOMI e.c TUMOR MEDIASTINUM

ANTERIOR

Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menjalani pendidikan klinik stase Anestesi

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

OLEH :

Andhika Pangestu

Avissa Mada Vashti

Debtia Rahmah

Lintang Suryaning Bumi

Marraaturahmah

Pembimbing : dr. Nella Abdullah, SpAn

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014

Page 2: preskas

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat

islam, iman, dan ikhsan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah

membawa kita ke zaman yang terang benderang ini.

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter-dokter

konsulen anestesi yang telah mengajarkan kami, terutama kepada dr Nella Abdullah SpAn

sebagai pembimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bangun

sangat kami harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini yang diharapkan

dapat bermanfaat di masa yang akan datang.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah “POST TORAKOTOMI e.c

TUMOR MEDIASTINUM ANTERIOR” dapat bermanfaat umumnya bagi khalayak dan

khususnya bagi kami yang sedang menemuh pendidikan dokter di Rumah Sakit Fatmawati.

Terima kasih banyak atas perhatiannya.

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu

obatnya.” (HR. Al-Bukhari no 5678)

Jakarta, 18 Januari 2014

Penulis

Page 3: preskas

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien Ny.N 45 tahun, didiagnosis tumor mediastinum. kemudian dilakukan

penanganan dengan tindakan torakotomi. Tindakan torakotomi berisiko mengalami

perdarahan masif sehingga manajemen cairan selama operasi sangat penting. kegagalan

dalam mengganti cairan yang hilang selama operasi dapat meningkatkan risiko kecacatan dan

kematian. Oleh karena itu, makalah ini kami susun untuk membahas mengenai terapi cairan

pada pasien torakotomi et causa tumor mediastinum anterior.

Page 4: preskas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi mediastinum dan vaskularisasi toraks

Mediastinum secara umum terbagi menjadi regio inferior dan superior yang dibagi oleh

sternal angle/angle of louis yaitu letak pertemuan iga ke-2 atau letak pertemuan antara

manubrium dengan badan dari tulang sternum. . Kemudian regio inferior dari

mediastinum dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

1. Mediastinum anterior : terletak substernal dan biasanya mengandung lemak.

2. Mediastinum media : terdapat pericardium dan jantung

3. Mediastinum posterior : terdapat nervus-nervus toraks, esofagus, aorta, sistem

azygos, dan duktus torasikus.

Berikut beberapa korelasi klinis tentang massa di mediastinum

Massa mediastinum (Netter’s clinical anatomy)

Page 5: preskas

Berikut merupakan vaskularisasi toraks:

Vaskularissi toraks (Tortora, 2012)

Page 6: preskas

Terapi cairan

2.2 Komposisi Cairan Tubuh

Komposisi cairan dalam tubuh manusia berbeda-beda sesuai dengan rentang usia

tertentu yaitu sebagai berikut :

1) Bayi premature : 80 % dari berat badan

2) Bayi normal : 70- 75 % dari berat badan

3) Sebelum pubertas : 65-70 % dari berat badan

4) Orang Dewasa : 50-60 % dari berat badan

Page 7: preskas

Proses pertukaran cairan antara komponen intraseluler dan ekstraseluler terjadi akibat

perbedaan kadar osmolaritas diantara kedua komponen tersebut. Pada kompartemen

ekstraseluler tersebut, proses pertukaran cairan antara interstisial dan plasma (vascular) dapat

terjadi dengan menembus endothelium vaskuler dan dipengaruhi oleh perbedaan antara

tekanan onkotik dan hidrostatik

Cairan dalam plasma sangat berperan dalam menjaga oksigenasi dan perfusi terutama ke

organ-organ vital dan jaringan perifer. Prinsip resusitasi cairan adalah sebagai transport

oksigen ke organ organ vital. Sedangkan apabila terjadi, kehilangan darah ataupun plasma

secara masif, maka dapat menyebabkan cardiac output dan oksigenasi ke jaringan perifer

semakin berkurang.

Sedangkan cairan interstisial dapat berfungsi sebagai “cadangan” saat cairan pada plasma

semakin berkurang, yang pada prinsipnya harus tercapai kondisi keseimbangan antara cairan

interstisial dan cairan plasma. Sehingga apabila terjadi deficit cairan pada plasma, maka akan

segera di “cover” oleh cairan interstisial dalam waktu dekat.

Page 8: preskas

2.3 Jenis Cairan

1) Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid yang didalamnya terkandung air dan berbagai elektrolit yang

memiliki karakteristik isotonic dengan cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid akan

terdistribusikan di dalam rongga ekstrasel, sesuai dengan lokasi beradanya natrium. Sekitar

1/3 cairan kristaloid tetap berada dalam vascular, sedangkan sisanya akan masuk ke dalam

rongga interstisial.

Cairan kristaloid bertahan didalam intravascular 20-30 detik.cairan kristaloid

memiliki massa molekular yang lebih rendah dibandingkan dnegan koloid. Cairan kristaloid

yang lebih sering digunakan untuk mengganti cairan yang hilang adalah ringer lactat karena,

cairan ringer lactat meskipun memiliki sifat hipotonik tetapi cenderung menurunkan kadar

sodium. Laktat dalam cairan akan mengalami perubahan menjadi bikarbonat yang berfungsi

sebagai buffer didalam darah. Sedangkan, cairna normal saline dalam jumlah besar dapat

menyebabkan dilutional hyperchloremic acidosis. Ketika terjadi peningkatan chlorida,

konsentrasi bikarbonat plasma turun. Sehingga normal salin digunakan untuk alkalosis

metabolic hypochloremic dan untuk mendilusi PRC sebelum tranfusi.

Terdapat beberapa jenis cairan kristaloid antara lain sebagai berikut :

1) Natrium Klorida (NaCl)

Penggunaan cairan NaCl ini harus sesuai dengan kadar yang dibutuhkan, dapat

menyebabkan asidosis metabolic sebagai akibat dari kandungan klor nya. Pada tahap yang

lebih lanjut, dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Sehingga mempengaruhi

Page 9: preskas

pada penurunan laju filtrasi glomerulus. Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement

therapy) untuk kasus : kadar Na rendah, keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan

seperti pada alkalosis dan retensi kalium, cairan pilihan untuk kasus trauma kepala, dipakai

untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi. NaCl memiliki kekurangan yaitu

tidak mengandung HCO3-, tidak mengandung K+, kadar Na+ dan Cl- relative tinggi sehingga

dapat terjadi asidosis hyperchloremia, asidosis dilutional, dan hypernatremia

2) Ringer

Secara garis besar, larutan ringer memiliki karakteristik yang hampir sama dengan

cairan NaCl, namun larutan ringer ini memiliki kandungan natrium dan klorida yang lebih

sedikit serta terdapat kandungan kalium, magnesium dan kalsium

3) Glukosa 5 %

Pemberian glukosa 5 % sama seperti dengan pemberian air karena seluruh glukosa

akan termetabolisme dan sisa air akan didistribusikan ke seluruh kompartemen dan masuk ke

intrasel

2) Cairan Koloid

komposisi cairan kristaloid (Morgan,2013)

Page 10: preskas

Cairan koloid tidak dapat menembus membrane semipermeabel. Karakteristik koloid

menetap lebih lama dalam pembuluh darah jika dibanding dengan cairan kristaloid

dikarenakan tidak dapat disaring secara langsung oleh ginjal. Koloid secara langsung dapat

meningkatkan tekanan osmotic dan dapat menarik cairan keluar dari rongga interstisial ke

dalam vascular. Koloid memiliki sifat sebagai pengganti komponen plasma yang bersifat

sementara karena hanya dalam waktu yang singkat dalam sirkulasi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi berapa lama cairan koloid menetap dalam vascular adalah tergantung pada

berat dan ukuran molekul koloid. Koloid memiliki waktu paruh yang lebih lama pada

intravascular (3-6 jam) jika dibandingkan dengan kristaloid (20-30 menit), sehingga lebih

efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah jantung. Koloid juga dapat

meningkatkan transport oksigen ke jaringan (DO2) dan konsumsi O2 serta menurunkan laktat

serum. Cairan koloid digunakan sebagai tambahan kristaloid ketika dibutukan pengganti

cairan lebih dari 3-4 L sebelum mendapatkan tranfusi.

1. Blood-derived coloid

a. Albumin

b. Fraksi Protein Plasma

2. Sintetik

a. Dextrose starches

Dextran terdiri dari dextran 70 (macrodex) dan dextran 40 (Rheomarcodex). Dextran

70 memiliki kemampuan untuk pengembangan volume tetapi dapat menurunkan

viscositas darah senhingga aliran darah mikrosirkulasi lebih bain dibandingkan

dengan dextran 40. Dextrose starches dapat membuat alergi

b. Gelatin

Dapat membuat alergi karena gelatin memicu pelepasan histamin didalam tubuh.

c. Hetastarch

Molekul starch berasal dari tumbuhan. Molekul kecil starch akan diekskresi di ginjal,

sementara sebagian besar yang lain akan di pecah oleh amilase. Hetastarch sangat

efektif digunakan untuk plasma expander dan lebih murah daripada albumin.

Hetastarch juga nonantigenik dan jarang menyebabkan reaksi anafilaktik.

3) Cairan Nutrisi

Termasuk dalam salah satu bagian dari terapi rumatan/maintenance, yang bertujuan

untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi sehingga tercukupi kebutuhannya.

Page 11: preskas

Pada umumnya diberikan dengan kecepatan rumatan sekitar 80 mL/jam. Cairan nutrisi terdiri

dari amiparen, aminovel-600, pan-amin G, Ka-en MG 3, Martos 10, Triparen

2.2 Prinsip Dasar Terapi Cairan

Intravenous Fluid Therapy (IVFD) bertujuan agar tercapai keseimbangan antara input

dan output cairan serta meminimalisir potensi kehilangan cairan yang dapat terjadi. Secara

umum, penggunaan cairan intravena memiliki fungsi sebagai resusitasi, rumatan

(maintenance), serta replacement dan redistribusi.

1) Resusitasi

Resusitasi cairan diperlukan jika terjadi deficit/kehilangan cairan yang signifikan

sehingga mempengaruhi kondisi hemodinamik tubuh manusia. Pada dasarnya, resusitasi

cairan ini berfungsi untuk memaksimalkan perfusi nutrisi dan oksigen ke jaringan perifer

dengan cara meningkatkan volume intravascular.

Terdapat beberapa indikator khusus untuk memulai resusitasi cairan, antara lain sebagai

berikut :

- Tekanan darah sistolik <90 mmHg dan/atau mean arterial pressure (MAP) < 60

mmHg

- Pengisian kapiler > 2 sekon dan akral dingin

- Denyut nadi > 100 kali per menit

- Nafas >20 kali per menit

Page 12: preskas

2) Rumatan/Maintenance

Cairan rumatan/maintenance berfungsi untuk mencukupi kebutuhan cairan dan

elektrolit yang tidak dapat terpenuhi melalui asupan oral ataupun enteral. Pemberian cairan

rumatan dengan ketentuan sebagai berikut :

- Kebutuhan cairan rumatan berkisar antara 25-30 mL/kgBB/hari

- Kebutuhan K, Na, Cl sekitar 1 mmoL/kgBB/hari

- Kebutuhan glukosa 50-100 gr/hari untuk mencegah ketosis

- Pada pasien obesitas, pemberian cairan rumatan/maintenance mengikuti berat badan

ideal

- Pemberian cairan tidak melebihi 30 mL./kgBB/hari

Berikut adalah jenis cairan rumatan yang biasanya digunakan :

1) Ringer laktat/asetat

2) Nacl 0,9 % hanya untuk rumatan pada kehilangan cairan yang tinggi kandungan Nacl

dari saluran cerna ataupun ginjal

3) Glukosa 5 %

4) Glukosa saline (campuran glukosa 5 % dengan NaCl)

3) Penggantian/Replacement dan Redistribusi

Penggantian cairan dilakukan jika terdapat deficit cairan dan/atau elektrolit

atau kehilangan cairan ke luar tubuh yang sedang berlangsung. Biasanya kehilangan

cairan berasal dari traktus gastrointestinal atau traktus urinarius

2.4. Darah dan Komponen darah

Berikut ini adalah gambaran volume darah pada masing-masing individu,

berdasarkan persentase berat badan adalah :

1. Laki-laki : 7,5 % BB = 75 cc/kgBB

2. Perempuan : 6,5 % BB= 65 cc/kgBB

Page 13: preskas

3. Bayi/ neonatus : 8,5 % BB = 85 cc/kgBB

Gambar : Proses pemisahan dari whole blood menjadi komponen-komponen darah

Whole blood

Whole blood menempati 8 % dari berat badan manusia. mayor perdarahan >1500 ml. Pada

orang dewasa diberikan bila kehilangan darah lebih dari 15-20 % volume darahnya,

sedangkan pada bayi lebih dari 10 % volume darahnya.

Indikasi whole blood

1. Pasien pada keadaan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan masif

2. Trauma masif

3. Emergensi obstetrik

PRC (Packed Red Blood Cells)

PRC dipersiapkan melalui proses sentrifugasi dari whole blood dengan membuang 250

ml plasma. Satu unit RBC dapat meningkatkan hemoglobin 1 g / dl (10 g/ L) dan hematokrit

3 %. dimana supernatant (trombosit yag kayak akan plasma) dihilangkan. Keuntungannya

bisa meningkatkan daya angkut oksigen tanpa menambah beban volume darah Dari setiap

unit PRC terdiri dari

1. Hematokrit (55-75%)

2. Hemoglobin (20 g/dl)

3. Volume (150-200 ml)

4. Disimpan pada suhu 2-6 derajat celsius

5. Harus ditranfusikan dalam 4 jam pada keadaan hangat

Indikasi dari pasien Packed Red Cells

a. Pada pasien yang dirawat, tranfusi PRC dibutuhkan ketika hb< 7g/dl

b. Pada periode perioperatif, apabila Hb 7 g/ dl, transfusi PRC sangat dibutuhkan.

Apabila Hb 7-10 g/dl, tranfusi PRC dapat dapat dilakukan apabila pada kondisi

tertentu seperti, iskemia organ, ada risiko kehilangan darah yang besar, faktor risiko

terjadinya komplikasi karena inadekuat oxygenasi.

Page 14: preskas

c. Bedah mayor kehilangan darah > 20 % volume darah

Volume darah yang diberikan =

volume darah pasien x kenaikan Hb yangdiinginkanHb darah yang diberikan

Catatan : Hb darah normal (donor) = 12 g %

Hb darah PRC = 24 g %

Plasma

Fresh Frozen Plasma

Fresh frozen plasma dibentuk dengan memisahkan cairan dari darah kemudian

dibekukan. Frozen plasma terdiri dari

a. Faktor pembekuan, imunoglobulin, dan albumin

b. Volume 200-300 ml/ unit

Indikasi

1. Perdarahan aktif dengan kejadian koagulopathi sebelumnya (INR>2, prothrombin

time > 1.5 atau activated partial thromboplastin time (APTT) 2 kali normal

2. Kerusakan hati dengan koagulopathy

3. Efek warfarin

4. DIC

5. Penggantian dari defisiensi salah satu faktor ( misal:faktor XI)

6. Terapi prophilaksis pada pasien yang sedang dibedah atau mengalami prosedur

invasif tetapi dengan koagulopathy

FFP yang ditransfusikam adalah 10-15 ml/ kg. Target dari INRharus < 1.7 atua PT <1.5

atau APTT harus < 2 x normal

Trombosit

1. Perdarahan aktif dan jumlah trombosit < 50.000/ μl

2. Perdarahan aktif dan terjadi defek pada trombosit

Page 15: preskas

3. Pasien hematologi dengan perdarahan aktif, penyakit autoimun trombosir, dangue,

malaria

Pasien onkologi

1. Jumlah trombosit < 10.000/ μl pada pasien stabil

2. Jumlah trombosit < 20.000/ μl pada pasien dengan faktor risiko

Pembedahan atau prosedur invasif

1. Jumlah trombosit < 50.000 / μl pada prosedur dengan risiko perdarahan minimal

2. Jumlah trombosit < 100.000 / μl pada operasi CNS, ophthalmologi dimana perdarahan

mikrovaskular dapat terjadi

Tranfusi 1-2 unit adekuat untuk mengontrol perdarahan

Cryoprecipitate

Dipersiapkan dengan cara mencairkan FFP dan mengumpulkan presipitat. Cryoprecipitat

terdiri dari konsentrasi faktor VIII dan fibrinogen. Setiap unit dari cryoprecipitat akan

meningkatkan kadar fibrinogen level 5-10 mg/ dl (0.15 to 0.29 µmol per L), dengan tujunan

untuk menjaga fibrinogen level setidaknya 100 mg/ dl (2.94 mmol per L). Dosis untuk

dewasa biasanya 10 unit cryoprecipitat.

Page 16: preskas

Komplikasi transfusi darah diantaranya :

Tata Cara Tranfusi

Transfusi darah harus dimulai pada waktu 30 menit. Apabila tidak digunakan dalam

waktu tersebut, harus disimpan dalam penyimpanan dengan suhu 2 derajat celsius

hingga 6 derajat celsius

Page 17: preskas

Cek identitas pasien dan kantung darah sebelum tranfusi

Menentukan kecepatan tranfusi

Kecepatan tranfusi berbeda dari 3-5 ml/ kg/ jam dan meningkat pada individu yang

sedang hipovolemik syok

Lihat kadaluarsa dari komponen darah

Aspek lain pada tranfusi darah

Penghangat darah

Tidak ada bukti apakah menghangatkan darah memiliki efek yang baik pada pasien ketika

tranfusi berlangsung lambat. Ketika kecepatan tranfusi dilakukan lebih dari 100 mL/

menit, darah yang dingin dapat menjadi faktor yang mengkontribusikan cardiac arrest.

Membuat pasien hangat lebih penting daripada membuat darah hangat.

Darah yang hangat dibutuhkan apabila:

1. Dewasa : 50 mL/Kg/ Jam

2. Anak : 15 mL/kg/ jam

Darah hanya dihangatkan menggunakan penghangat darah.

Darah jangan dihangatkan di mangkok panas dan dapat menyebabkan hemolisis dari sel

darah dan berbahaya untuk tranfusi

2.5 Syok Hipovolemik

Page 18: preskas

Sindrom klinis akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat sehingga suplai oksigen

tidak mencukupi untuk proses metabolic normal akibat penurunan volume intravascular

secara signifikan

2.5.1 Kriteria Syok

Pemeriksaan Klinis :

- Perubahan status mental : gelisah, agitasi, letargi

- Tekanan darah sistolik < 110 mmHg

- Takikardia > 90 x/menit

- Frekuensi nafas <7 atau > 29 kali/menit

- Urine output < 0,5 cc/kgBB/jam

2.5.2 Patofisiologi

Page 19: preskas
Page 20: preskas

1) Fase Kompensasi

Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sehingga dapat menyebabkan

perfusi jaringan (apabila lebih lanjut akan menyebabkan gangguan seluler).

Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran

darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang

kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan

menaikkan volume darah dengan konservasi air. pada Pada fase kompensasi ini

terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan

curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.

2) Fase Progresif

Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi

kebutuhan tubuh. Tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia

jaringan semakin signifikan, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk

metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Hipoksia jaringan

juga dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.

Pada akhirnya dapat menyebabkan asidosis metabolic akibat peningkatan asam

laktat

3) Fase Irevesibel

Kerusakan seluler dan sirkulasi yang berlangsung lama sehingga tidak dapat

terkompensasi lagi. Pada akhirnya menyebabkan kekurangan oksigen pada

jaringan sehingga mempercepat timbulnya ireversibilitas syok, dan dapat

menyebabkan multiorgan damage/failure.

2.5.3 Tanda dan Gejala Klinis

1) Stadium awal (<20 % volume darah)

Pasien dapat menunjukkan gejala perubahan tingkat kesadaran, kulit dingin,

hipotensi ortostatik, takikardia ringan

2) Stadium hipovolemia sedang (20-40 % volume darah)

Pasien menjadi gelisah, agitasi, dan takikardia serta sering ditemukan gejala

hipotensi postural

3) Stadium hipovolemia berat (40 % volume darah)

Tekanan darah semain menurun, takikardia semakin dominan, oligouria, agitasi

atau confusion

Page 21: preskas

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Umur : 45 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Sesak pada dada kiri 4 bulan smrs

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien dating dengan keluhan sesak sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak

nafas dirasakan terus-menerus, tidak hilang dengan istrahat, sesak dirasakan semakin

memberat, terutama saat beraktivitas. Tidak disertai dengan adanya bunyi nafas

tambahan. Pasien mengaku saat ini disertai batuk kering. Demam, nyeri dada

disangkal. Pasien sudah berobat ke poli paru dan bedah thorak, dikatakan curiga

terdapat tumor di dada dan ada penumpukan cairan. Pasien tidak pernah melakukan

pengobatan.

Riwayat penyakit yang sedang diderita :

- Alergi (-) - Diabetes mellitus (-)

- Asma (-) - Gangguan pembekuan darah (-)

- Hipertensi (-)

Riwayat Obat-Obatan :

- Alergi obat (-)

- Konsumsi Obat : Ceftriaxone 1gr 2x1 i.v

Ketorolax 30mg 3x1 i.v

Dexametason 1amp 3x1 i.v

Riwayat Anestesi :

Page 22: preskas

- Sebelumnya tidak pernah dioperasi

1.3 Pemeriksaan Fisik

- Tanda vital :

Keadaan umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : compos mentis

Berat Badan : 47 kg

Tinggi Badan : 144 cm

Tekanan Darah : 140/80 mmHg

Suhu : 36.7 0C

Nadi : 96 x/m

RR : 25 x/m

- Mallampati Score : grade II

- Kesulitan Intubasi : Tidak ada

- Jantung : Ictus cordis tidak terlihat, batas jantung paru dalam batas

normal, bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : Gerakan dada simetris statis dan dinamis, fremitus melemah

pada dada sebelah kirir +/-, suara paru vesikuler +/- , ronkhi -/-, wheezing -/-

- Abdomen : Kenyal, edema (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+),

massa (-), BU (+, normal)

- Ekstremitas : dalam batas normal

- Status neurologis : dalam batas normal

Page 23: preskas

1.4 Pemeriksaan laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI

RUJUKAN

Hematologi

Hemoglobin 12,0 g/dL 13,2-17,3

Hematokrit 36 % 33-45

Leukosit 19,3 Ribu/ul 5.0-10.0

Trombosit 266 Ribu/ul 150-440

Eritrosit 3,87 Juta/ul 4,40-5,90

VER/HER/KHER/RDW

VER 93,6 Fl 80,0-100,0

HER 31,0 Pg 26,0-34,0

KHER 33,1 g/dl 32,0-36,0

RDW 14,3 % 11,5-14,5

Homeostasis

APTT 23,1 detik 27,4-39,3

Kimia Klinik

Fungsi Ginjal

Ureum darah 51 mg/dl 20-40

Kreatinin Darah 0,4 mg/dl 0,6-1,5

Diabetes

Glukosa darah

Sewaktu 140 mg/dl 70-140

Elektrolit Darah

Natrium Darah 140 mmol/l 135-147

Kalium Darah 4,35 mmol/l 3,10-5,10

Klorida Darah 104 mmol/l 95-108

PCO2 40,2 mmHg 35,0-45,0

PO2 100,8 mmHg 83,0-108,0

HCO3 24,7 mmol/1 21,0-28,0

Total CO2 26,0 Mmol/1 19,0-24,0

Page 24: preskas

1.5 Laporan Anestesi

Preoperatif

Pasien dipuasakan selama 6 jam.

Keadaan Prainduksi

Anamnesis :

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, asma, penyakit

alergi, dan penyakit jantung sebelumnya.

Pasien juga tidak memiliki riwayat /dalam keadaan batuk, sesak nafas, penyakit

saluran nafas atas, abnormalitas periode menstruasi, penyakit stroke, sakit dada,

abnormalitas denyut jantung, mual-muntah, sulit berkemih, kejang, kondisi hamil,

riwayat pingsan, dan obesitas. Pasien juga tidak terdapat hilangnya gigi, gigi palsu,

gangguan mobilisasi leher, leher pendek

Pemeriksaan fisik :

Kesadaran compos mentis, buka mulut >2 jari dalam batas normal, jarak thyromental

>3 jari dalam batas normal, jalan napas baik (dalam batas normal), gerakan leher

maksimal dalam batas normal

BB : 37 Kg

TB : 148 cm

TD : 121/71 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Suhu : tidak dihitung

Gol.Darah : O

Rh : +

Hb : 12 gr/dL

SaO2 : 94 %

Status fisik ASA : II

Page 25: preskas

Keadaan Intraoperatif :

Pasien Ny S. dilakukan general anestesi. Operasi berlangsung selama 4 jam 55 menit

Tanggal/Jam : 13/01/2015 pada pukul 10.30

Diagnosis preoperatif : Tumor Mediastinum

Rencana Tindakan : Torakotomi + VC

Jenis operasi : Elektif

Lama operasi : 4 jam 55 menit

Lama anestesi : 5 jam 45 menit

Teknik anestesi : General Anastesi

Premedikasi : Midazolam 1 mg, Fentanyl 100 mcg

Induksi : Intravena : Propofol 70 mg, Inhalasi : O2 dan Sevofluran

Ventilasi : Spontan

Jalan napas : ETT ukuran 7,0 dengan Cuff

Posisi : Telentang

Infus : Tangan Kanan ukuran 18, tangan kiri ukuran 18

Obat-obatan intravena: Fentanyl 25 mcg, propofol 90 mg, asam tranexamat 1000 mg,

vitamin C 200 mg, vitamin K 10 mg, efedrin 10 mg,

ondansetron 4 mg, ketorolak 30 mg, tramadol 100 mg

Cairan infus : RL 3500 cc, Nacl 0,9 % 500 cc, Voluven 500 cc,

Gelofusin 500 cc

Darah : PRC 500 cc

Urin output : 950 cc

Perdarahan : 900 cc

Page 26: preskas

BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien perempuan dengan usia 45 tahun, merupakan pasien post torakotomi +

VC et causa tumor mediastinum.Pasien torakotomi berisiko mengalami perdarahan

masif akibat prosedur operasi. Terapi cairan pada pasien ini sudah adekuat sehingga,

komplikasi syok hemoragik akibat perdarahan masif torakotomi dapat dihindari.

Terapi cairan adekuat dibuktikan berdasarkan perhitungan cairan dimana,

terpenuhinya balance cairan normal. Perhitungan jumlah cairan yang dibutuhkan oleh

pasien sebgai berikut:

- Maintenance

10 kg pertama : 4 cc/kgBB/jam = 4x10 cc/jam = 40 cc

10 kg kedua : 2cc/kgBB/jam = 2x10 cc/jam = 20 cc

BB>20kg : 1 cc/kgBB/jam = 1x17 cc/jam = 17 cc

Maintenance total yaitu : 40+20+17 = 77 cc/jam

- Penggantian cairan yang hilang (saat puasa)

Pasien dipuasakan selama 6 jam. Ketika puasa terjadi deficit cairan, deficit

cairan (saat puasa) dapat dihitung dengan hasil perkalian antara lamanya

pasien berpuasa (dalam jam) dengan cairan maintenance total

Pada pasien, dinstruksikan puasa selama 6 jam. Jadi didapatkan hasil

penggantian cairan yang hilang (saat puasa) adalah 6 jam x 77 cc/jam =

462 cc

- Intraoperasi (O)

Pembedahan yang dilakukan merupakan pembedahan sedang = 4-6

cc/kgBB

O = 6 x 37 = 222 cc

1 jam pertama = M+1/2P+O = 77+231+222 = 530 cc/jam

1 jam kedua = M+1/4P+O = 77+116+222 = 415 cc/jam

1 jam ketiga = M+1/4P+O = 77+116+222 = 415 cc/jam

Setiap 1 jam selanjutnya = M+O = 77+222 = 299 cc/jam

Dengan demikian, kebutuhan cairan pasien selama operasi 4 jam 55 menit

= 530 + 415 + 415 + 299 cc = 1659 cc

Page 27: preskas

Cairan yang masuk

Cairan infus : RL 3500 cc, Nacl 0,9 % 500 cc, Voluven 500 cc,

Gelofusin 500 cc

Darah : PRC 500 cc

Jumlah : 5.500 cc

Cairan keluar :

- Urin = 950cc

- Perdarahan = 900 cc

Total = 1850 cc

Balans cairan =

Total cairan yang masuk- kebutuhan cairan pasien selama operasi- cairan keluar

= 5.500 cc – 1659 cc- 1850 cc

= 1991 cc

Estimated Blood Volume (EBV) = 70 x 37 = 2590 cc

Allowable Blood Loss = EBVx (Ht pasien-Ht normal)/Ht pasien

= 2590 cc x (36-30)/36= 2590 x 6/36 = 431,667 cc

Tubuh manusia melakukan kompensasi saat terjadi perdarahan (hilangnya cairan

intravaskular) dengan perpindahan cairan dari ruang instertitial ke intravaskular. Oleh karena

itu, cairan kristaloid diberikan sebagai resusitasi awal pasien dengan pendarahan karena lebih

cepat didistribusikan ke ruang interstisial. Sehingga ketika terjadi penurunan volume cairan

interstisial, maka penggunaan kristaloid lebih efektif jika dibandingkan dengan koloid.

1. Ringer lactat 3500 cc

RL lebih dipilih dibandingkan dengan NaCl karen pemberian jumlah banyak

tidak akan menimbulkan komplikasi hiperchloremic acidosis sebagaimana yang dapat

ditimbukan oleh peberian NaCl dalam jumlah banyak.

2. Nacl 500 cc

Adalah cairan kristaloid yang digunakan untuk terapi cairan dan dilusi PRC

3. Voluven 500 cc dan Gelovusin 500 cc

Page 28: preskas

Voluven dan Gelovusin adalah cairan koloid sintetik. Cairan koloid digunakan

sebagai tambahan kristaloid ketika dibutukan pengganti cairan > 4-5 L sebelum

mendapatkan tranfusi.. Koloid memiliki waktu paruh yang lebih lama pada

intravascular (3-6 jam) jika dibandingkan dengan kristaloid (20-30 menit), sehingga

lebih efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah jantung.

Selain terapi cairan, tranfusi darah diberikan kepada pasien karena pasien

mengalami perdarahan sebanyak 34 % dari estimasi volume darah total. Tranfusi

darah yang dipilih adalah PRC karena memiliki kadar hemoglobin yang tinggi.

Hemoglobin digunakan untuk meningkatkan delivery oksigen agar oksigenasi ke

jaringan perifer adekuat

Total urin pasien sebanyak 950 cc. Produksi urin > 1 cc/kgbb/jam. Hal ini

mengindikasikan pasien tidak mengalami kekurangan cairan. Indikator

hemodinamik pasien juga menunjukan pasien tidak mengalami tanda-tanda syok

KESIMPULAN

Terapi cairan yang diterima pasien sudah adekuat.

Page 29: preskas

DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13th ed. United

States of America: John Wiley & Sons; 2013.

2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC. 2010.

3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu

bedah sjamsuhidayat-de jong. Ed 3. Jakarta: EGC. 2010.

4. Mangku, Gde dan Tjokorda Gde Agung Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan

Reaminasi. Jakarta : Indeks Jakarta. 2010

5. Latief SA, Suryadi KA dan Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta :

Bagian anestesiologi dan terapi intensif FKUI. 2010

6. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology,10th ed. McGraw-Hill.

7. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology,5th ed. McGraw-

Hill. 2013

8. Hansen, John T. Netter’s Clinical Anatomy 1st edition.USA: ELSEVIER. 2005.

9. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Interna

Publishing. 2009.

10. Barash P, Cullen, Bruce, et al. Clinical Anesthesia. Fifth edition. New York:

Lippincott Williams & Wilkins. 2006.

11. Maier. RV. Approach to the patient with shock.Dalam Longo et al. Harrison’s

principles of internal medicine.Edisi ke 18.New York Mc Grawhill; 2012

12. Liwang et al. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV bagian 2.Jakarta. Media

Asculapsius;2012

13. Guyton et al. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Elsevier; 2008

14. Westby et al. National Clinical Guideline Centre : Intravenous fluid therapy.

London : National Clinical guideline centre.2013

15. Kampmeier et al. Evolution of fluid therapy. Best Practice Res Clin

Anasthesiology.2014

16.