preskas
DESCRIPTION
anestesi,TRANSCRIPT
POST TORAKOTOMI e.c TUMOR MEDIASTINUM
ANTERIOR
Makalah ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk menjalani pendidikan klinik stase Anestesi
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
OLEH :
Andhika Pangestu
Avissa Mada Vashti
Debtia Rahmah
Lintang Suryaning Bumi
Marraaturahmah
Pembimbing : dr. Nella Abdullah, SpAn
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UIN SYARIF HIDATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat
islam, iman, dan ikhsan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita ke zaman yang terang benderang ini.
Pertama-tama kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dokter-dokter
konsulen anestesi yang telah mengajarkan kami, terutama kepada dr Nella Abdullah SpAn
sebagai pembimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bangun
sangat kami harapkan dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini yang diharapkan
dapat bermanfaat di masa yang akan datang.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah “POST TORAKOTOMI e.c
TUMOR MEDIASTINUM ANTERIOR” dapat bermanfaat umumnya bagi khalayak dan
khususnya bagi kami yang sedang menemuh pendidikan dokter di Rumah Sakit Fatmawati.
Terima kasih banyak atas perhatiannya.
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan untuk penyakit itu
obatnya.” (HR. Al-Bukhari no 5678)
Jakarta, 18 Januari 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien Ny.N 45 tahun, didiagnosis tumor mediastinum. kemudian dilakukan
penanganan dengan tindakan torakotomi. Tindakan torakotomi berisiko mengalami
perdarahan masif sehingga manajemen cairan selama operasi sangat penting. kegagalan
dalam mengganti cairan yang hilang selama operasi dapat meningkatkan risiko kecacatan dan
kematian. Oleh karena itu, makalah ini kami susun untuk membahas mengenai terapi cairan
pada pasien torakotomi et causa tumor mediastinum anterior.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi mediastinum dan vaskularisasi toraks
Mediastinum secara umum terbagi menjadi regio inferior dan superior yang dibagi oleh
sternal angle/angle of louis yaitu letak pertemuan iga ke-2 atau letak pertemuan antara
manubrium dengan badan dari tulang sternum. . Kemudian regio inferior dari
mediastinum dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Mediastinum anterior : terletak substernal dan biasanya mengandung lemak.
2. Mediastinum media : terdapat pericardium dan jantung
3. Mediastinum posterior : terdapat nervus-nervus toraks, esofagus, aorta, sistem
azygos, dan duktus torasikus.
Berikut beberapa korelasi klinis tentang massa di mediastinum
Massa mediastinum (Netter’s clinical anatomy)
Berikut merupakan vaskularisasi toraks:
Vaskularissi toraks (Tortora, 2012)
Terapi cairan
2.2 Komposisi Cairan Tubuh
Komposisi cairan dalam tubuh manusia berbeda-beda sesuai dengan rentang usia
tertentu yaitu sebagai berikut :
1) Bayi premature : 80 % dari berat badan
2) Bayi normal : 70- 75 % dari berat badan
3) Sebelum pubertas : 65-70 % dari berat badan
4) Orang Dewasa : 50-60 % dari berat badan
Proses pertukaran cairan antara komponen intraseluler dan ekstraseluler terjadi akibat
perbedaan kadar osmolaritas diantara kedua komponen tersebut. Pada kompartemen
ekstraseluler tersebut, proses pertukaran cairan antara interstisial dan plasma (vascular) dapat
terjadi dengan menembus endothelium vaskuler dan dipengaruhi oleh perbedaan antara
tekanan onkotik dan hidrostatik
Cairan dalam plasma sangat berperan dalam menjaga oksigenasi dan perfusi terutama ke
organ-organ vital dan jaringan perifer. Prinsip resusitasi cairan adalah sebagai transport
oksigen ke organ organ vital. Sedangkan apabila terjadi, kehilangan darah ataupun plasma
secara masif, maka dapat menyebabkan cardiac output dan oksigenasi ke jaringan perifer
semakin berkurang.
Sedangkan cairan interstisial dapat berfungsi sebagai “cadangan” saat cairan pada plasma
semakin berkurang, yang pada prinsipnya harus tercapai kondisi keseimbangan antara cairan
interstisial dan cairan plasma. Sehingga apabila terjadi deficit cairan pada plasma, maka akan
segera di “cover” oleh cairan interstisial dalam waktu dekat.
2.3 Jenis Cairan
1) Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid yang didalamnya terkandung air dan berbagai elektrolit yang
memiliki karakteristik isotonic dengan cairan ekstraseluler. Cairan kristaloid akan
terdistribusikan di dalam rongga ekstrasel, sesuai dengan lokasi beradanya natrium. Sekitar
1/3 cairan kristaloid tetap berada dalam vascular, sedangkan sisanya akan masuk ke dalam
rongga interstisial.
Cairan kristaloid bertahan didalam intravascular 20-30 detik.cairan kristaloid
memiliki massa molekular yang lebih rendah dibandingkan dnegan koloid. Cairan kristaloid
yang lebih sering digunakan untuk mengganti cairan yang hilang adalah ringer lactat karena,
cairan ringer lactat meskipun memiliki sifat hipotonik tetapi cenderung menurunkan kadar
sodium. Laktat dalam cairan akan mengalami perubahan menjadi bikarbonat yang berfungsi
sebagai buffer didalam darah. Sedangkan, cairna normal saline dalam jumlah besar dapat
menyebabkan dilutional hyperchloremic acidosis. Ketika terjadi peningkatan chlorida,
konsentrasi bikarbonat plasma turun. Sehingga normal salin digunakan untuk alkalosis
metabolic hypochloremic dan untuk mendilusi PRC sebelum tranfusi.
Terdapat beberapa jenis cairan kristaloid antara lain sebagai berikut :
1) Natrium Klorida (NaCl)
Penggunaan cairan NaCl ini harus sesuai dengan kadar yang dibutuhkan, dapat
menyebabkan asidosis metabolic sebagai akibat dari kandungan klor nya. Pada tahap yang
lebih lanjut, dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal. Sehingga mempengaruhi
pada penurunan laju filtrasi glomerulus. Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement
therapy) untuk kasus : kadar Na rendah, keadaan dimana RL tidak cocok untuk digunakan
seperti pada alkalosis dan retensi kalium, cairan pilihan untuk kasus trauma kepala, dipakai
untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi. NaCl memiliki kekurangan yaitu
tidak mengandung HCO3-, tidak mengandung K+, kadar Na+ dan Cl- relative tinggi sehingga
dapat terjadi asidosis hyperchloremia, asidosis dilutional, dan hypernatremia
2) Ringer
Secara garis besar, larutan ringer memiliki karakteristik yang hampir sama dengan
cairan NaCl, namun larutan ringer ini memiliki kandungan natrium dan klorida yang lebih
sedikit serta terdapat kandungan kalium, magnesium dan kalsium
3) Glukosa 5 %
Pemberian glukosa 5 % sama seperti dengan pemberian air karena seluruh glukosa
akan termetabolisme dan sisa air akan didistribusikan ke seluruh kompartemen dan masuk ke
intrasel
2) Cairan Koloid
komposisi cairan kristaloid (Morgan,2013)
Cairan koloid tidak dapat menembus membrane semipermeabel. Karakteristik koloid
menetap lebih lama dalam pembuluh darah jika dibanding dengan cairan kristaloid
dikarenakan tidak dapat disaring secara langsung oleh ginjal. Koloid secara langsung dapat
meningkatkan tekanan osmotic dan dapat menarik cairan keluar dari rongga interstisial ke
dalam vascular. Koloid memiliki sifat sebagai pengganti komponen plasma yang bersifat
sementara karena hanya dalam waktu yang singkat dalam sirkulasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi berapa lama cairan koloid menetap dalam vascular adalah tergantung pada
berat dan ukuran molekul koloid. Koloid memiliki waktu paruh yang lebih lama pada
intravascular (3-6 jam) jika dibandingkan dengan kristaloid (20-30 menit), sehingga lebih
efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah jantung. Koloid juga dapat
meningkatkan transport oksigen ke jaringan (DO2) dan konsumsi O2 serta menurunkan laktat
serum. Cairan koloid digunakan sebagai tambahan kristaloid ketika dibutukan pengganti
cairan lebih dari 3-4 L sebelum mendapatkan tranfusi.
1. Blood-derived coloid
a. Albumin
b. Fraksi Protein Plasma
2. Sintetik
a. Dextrose starches
Dextran terdiri dari dextran 70 (macrodex) dan dextran 40 (Rheomarcodex). Dextran
70 memiliki kemampuan untuk pengembangan volume tetapi dapat menurunkan
viscositas darah senhingga aliran darah mikrosirkulasi lebih bain dibandingkan
dengan dextran 40. Dextrose starches dapat membuat alergi
b. Gelatin
Dapat membuat alergi karena gelatin memicu pelepasan histamin didalam tubuh.
c. Hetastarch
Molekul starch berasal dari tumbuhan. Molekul kecil starch akan diekskresi di ginjal,
sementara sebagian besar yang lain akan di pecah oleh amilase. Hetastarch sangat
efektif digunakan untuk plasma expander dan lebih murah daripada albumin.
Hetastarch juga nonantigenik dan jarang menyebabkan reaksi anafilaktik.
3) Cairan Nutrisi
Termasuk dalam salah satu bagian dari terapi rumatan/maintenance, yang bertujuan
untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi sehingga tercukupi kebutuhannya.
Pada umumnya diberikan dengan kecepatan rumatan sekitar 80 mL/jam. Cairan nutrisi terdiri
dari amiparen, aminovel-600, pan-amin G, Ka-en MG 3, Martos 10, Triparen
2.2 Prinsip Dasar Terapi Cairan
Intravenous Fluid Therapy (IVFD) bertujuan agar tercapai keseimbangan antara input
dan output cairan serta meminimalisir potensi kehilangan cairan yang dapat terjadi. Secara
umum, penggunaan cairan intravena memiliki fungsi sebagai resusitasi, rumatan
(maintenance), serta replacement dan redistribusi.
1) Resusitasi
Resusitasi cairan diperlukan jika terjadi deficit/kehilangan cairan yang signifikan
sehingga mempengaruhi kondisi hemodinamik tubuh manusia. Pada dasarnya, resusitasi
cairan ini berfungsi untuk memaksimalkan perfusi nutrisi dan oksigen ke jaringan perifer
dengan cara meningkatkan volume intravascular.
Terdapat beberapa indikator khusus untuk memulai resusitasi cairan, antara lain sebagai
berikut :
- Tekanan darah sistolik <90 mmHg dan/atau mean arterial pressure (MAP) < 60
mmHg
- Pengisian kapiler > 2 sekon dan akral dingin
- Denyut nadi > 100 kali per menit
- Nafas >20 kali per menit
2) Rumatan/Maintenance
Cairan rumatan/maintenance berfungsi untuk mencukupi kebutuhan cairan dan
elektrolit yang tidak dapat terpenuhi melalui asupan oral ataupun enteral. Pemberian cairan
rumatan dengan ketentuan sebagai berikut :
- Kebutuhan cairan rumatan berkisar antara 25-30 mL/kgBB/hari
- Kebutuhan K, Na, Cl sekitar 1 mmoL/kgBB/hari
- Kebutuhan glukosa 50-100 gr/hari untuk mencegah ketosis
- Pada pasien obesitas, pemberian cairan rumatan/maintenance mengikuti berat badan
ideal
- Pemberian cairan tidak melebihi 30 mL./kgBB/hari
Berikut adalah jenis cairan rumatan yang biasanya digunakan :
1) Ringer laktat/asetat
2) Nacl 0,9 % hanya untuk rumatan pada kehilangan cairan yang tinggi kandungan Nacl
dari saluran cerna ataupun ginjal
3) Glukosa 5 %
4) Glukosa saline (campuran glukosa 5 % dengan NaCl)
3) Penggantian/Replacement dan Redistribusi
Penggantian cairan dilakukan jika terdapat deficit cairan dan/atau elektrolit
atau kehilangan cairan ke luar tubuh yang sedang berlangsung. Biasanya kehilangan
cairan berasal dari traktus gastrointestinal atau traktus urinarius
2.4. Darah dan Komponen darah
Berikut ini adalah gambaran volume darah pada masing-masing individu,
berdasarkan persentase berat badan adalah :
1. Laki-laki : 7,5 % BB = 75 cc/kgBB
2. Perempuan : 6,5 % BB= 65 cc/kgBB
3. Bayi/ neonatus : 8,5 % BB = 85 cc/kgBB
Gambar : Proses pemisahan dari whole blood menjadi komponen-komponen darah
Whole blood
Whole blood menempati 8 % dari berat badan manusia. mayor perdarahan >1500 ml. Pada
orang dewasa diberikan bila kehilangan darah lebih dari 15-20 % volume darahnya,
sedangkan pada bayi lebih dari 10 % volume darahnya.
Indikasi whole blood
1. Pasien pada keadaan hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan masif
2. Trauma masif
3. Emergensi obstetrik
PRC (Packed Red Blood Cells)
PRC dipersiapkan melalui proses sentrifugasi dari whole blood dengan membuang 250
ml plasma. Satu unit RBC dapat meningkatkan hemoglobin 1 g / dl (10 g/ L) dan hematokrit
3 %. dimana supernatant (trombosit yag kayak akan plasma) dihilangkan. Keuntungannya
bisa meningkatkan daya angkut oksigen tanpa menambah beban volume darah Dari setiap
unit PRC terdiri dari
1. Hematokrit (55-75%)
2. Hemoglobin (20 g/dl)
3. Volume (150-200 ml)
4. Disimpan pada suhu 2-6 derajat celsius
5. Harus ditranfusikan dalam 4 jam pada keadaan hangat
Indikasi dari pasien Packed Red Cells
a. Pada pasien yang dirawat, tranfusi PRC dibutuhkan ketika hb< 7g/dl
b. Pada periode perioperatif, apabila Hb 7 g/ dl, transfusi PRC sangat dibutuhkan.
Apabila Hb 7-10 g/dl, tranfusi PRC dapat dapat dilakukan apabila pada kondisi
tertentu seperti, iskemia organ, ada risiko kehilangan darah yang besar, faktor risiko
terjadinya komplikasi karena inadekuat oxygenasi.
c. Bedah mayor kehilangan darah > 20 % volume darah
Volume darah yang diberikan =
volume darah pasien x kenaikan Hb yangdiinginkanHb darah yang diberikan
Catatan : Hb darah normal (donor) = 12 g %
Hb darah PRC = 24 g %
Plasma
Fresh Frozen Plasma
Fresh frozen plasma dibentuk dengan memisahkan cairan dari darah kemudian
dibekukan. Frozen plasma terdiri dari
a. Faktor pembekuan, imunoglobulin, dan albumin
b. Volume 200-300 ml/ unit
Indikasi
1. Perdarahan aktif dengan kejadian koagulopathi sebelumnya (INR>2, prothrombin
time > 1.5 atau activated partial thromboplastin time (APTT) 2 kali normal
2. Kerusakan hati dengan koagulopathy
3. Efek warfarin
4. DIC
5. Penggantian dari defisiensi salah satu faktor ( misal:faktor XI)
6. Terapi prophilaksis pada pasien yang sedang dibedah atau mengalami prosedur
invasif tetapi dengan koagulopathy
FFP yang ditransfusikam adalah 10-15 ml/ kg. Target dari INRharus < 1.7 atua PT <1.5
atau APTT harus < 2 x normal
Trombosit
1. Perdarahan aktif dan jumlah trombosit < 50.000/ μl
2. Perdarahan aktif dan terjadi defek pada trombosit
3. Pasien hematologi dengan perdarahan aktif, penyakit autoimun trombosir, dangue,
malaria
Pasien onkologi
1. Jumlah trombosit < 10.000/ μl pada pasien stabil
2. Jumlah trombosit < 20.000/ μl pada pasien dengan faktor risiko
Pembedahan atau prosedur invasif
1. Jumlah trombosit < 50.000 / μl pada prosedur dengan risiko perdarahan minimal
2. Jumlah trombosit < 100.000 / μl pada operasi CNS, ophthalmologi dimana perdarahan
mikrovaskular dapat terjadi
Tranfusi 1-2 unit adekuat untuk mengontrol perdarahan
Cryoprecipitate
Dipersiapkan dengan cara mencairkan FFP dan mengumpulkan presipitat. Cryoprecipitat
terdiri dari konsentrasi faktor VIII dan fibrinogen. Setiap unit dari cryoprecipitat akan
meningkatkan kadar fibrinogen level 5-10 mg/ dl (0.15 to 0.29 µmol per L), dengan tujunan
untuk menjaga fibrinogen level setidaknya 100 mg/ dl (2.94 mmol per L). Dosis untuk
dewasa biasanya 10 unit cryoprecipitat.
Komplikasi transfusi darah diantaranya :
Tata Cara Tranfusi
Transfusi darah harus dimulai pada waktu 30 menit. Apabila tidak digunakan dalam
waktu tersebut, harus disimpan dalam penyimpanan dengan suhu 2 derajat celsius
hingga 6 derajat celsius
Cek identitas pasien dan kantung darah sebelum tranfusi
Menentukan kecepatan tranfusi
Kecepatan tranfusi berbeda dari 3-5 ml/ kg/ jam dan meningkat pada individu yang
sedang hipovolemik syok
Lihat kadaluarsa dari komponen darah
Aspek lain pada tranfusi darah
Penghangat darah
Tidak ada bukti apakah menghangatkan darah memiliki efek yang baik pada pasien ketika
tranfusi berlangsung lambat. Ketika kecepatan tranfusi dilakukan lebih dari 100 mL/
menit, darah yang dingin dapat menjadi faktor yang mengkontribusikan cardiac arrest.
Membuat pasien hangat lebih penting daripada membuat darah hangat.
Darah yang hangat dibutuhkan apabila:
1. Dewasa : 50 mL/Kg/ Jam
2. Anak : 15 mL/kg/ jam
Darah hanya dihangatkan menggunakan penghangat darah.
Darah jangan dihangatkan di mangkok panas dan dapat menyebabkan hemolisis dari sel
darah dan berbahaya untuk tranfusi
2.5 Syok Hipovolemik
Sindrom klinis akibat perfusi jaringan yang tidak adekuat sehingga suplai oksigen
tidak mencukupi untuk proses metabolic normal akibat penurunan volume intravascular
secara signifikan
2.5.1 Kriteria Syok
Pemeriksaan Klinis :
- Perubahan status mental : gelisah, agitasi, letargi
- Tekanan darah sistolik < 110 mmHg
- Takikardia > 90 x/menit
- Frekuensi nafas <7 atau > 29 kali/menit
- Urine output < 0,5 cc/kgBB/jam
2.5.2 Patofisiologi
1) Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sehingga dapat menyebabkan
perfusi jaringan (apabila lebih lanjut akan menyebabkan gangguan seluler).
Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran
darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengan konservasi air. pada Pada fase kompensasi ini
terjadi peningkatan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan
curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar.
2) Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia
jaringan semakin signifikan, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Hipoksia jaringan
juga dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Pada akhirnya dapat menyebabkan asidosis metabolic akibat peningkatan asam
laktat
3) Fase Irevesibel
Kerusakan seluler dan sirkulasi yang berlangsung lama sehingga tidak dapat
terkompensasi lagi. Pada akhirnya menyebabkan kekurangan oksigen pada
jaringan sehingga mempercepat timbulnya ireversibilitas syok, dan dapat
menyebabkan multiorgan damage/failure.
2.5.3 Tanda dan Gejala Klinis
1) Stadium awal (<20 % volume darah)
Pasien dapat menunjukkan gejala perubahan tingkat kesadaran, kulit dingin,
hipotensi ortostatik, takikardia ringan
2) Stadium hipovolemia sedang (20-40 % volume darah)
Pasien menjadi gelisah, agitasi, dan takikardia serta sering ditemukan gejala
hipotensi postural
3) Stadium hipovolemia berat (40 % volume darah)
Tekanan darah semain menurun, takikardia semakin dominan, oligouria, agitasi
atau confusion
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak pada dada kiri 4 bulan smrs
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien dating dengan keluhan sesak sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak
nafas dirasakan terus-menerus, tidak hilang dengan istrahat, sesak dirasakan semakin
memberat, terutama saat beraktivitas. Tidak disertai dengan adanya bunyi nafas
tambahan. Pasien mengaku saat ini disertai batuk kering. Demam, nyeri dada
disangkal. Pasien sudah berobat ke poli paru dan bedah thorak, dikatakan curiga
terdapat tumor di dada dan ada penumpukan cairan. Pasien tidak pernah melakukan
pengobatan.
Riwayat penyakit yang sedang diderita :
- Alergi (-) - Diabetes mellitus (-)
- Asma (-) - Gangguan pembekuan darah (-)
- Hipertensi (-)
Riwayat Obat-Obatan :
- Alergi obat (-)
- Konsumsi Obat : Ceftriaxone 1gr 2x1 i.v
Ketorolax 30mg 3x1 i.v
Dexametason 1amp 3x1 i.v
Riwayat Anestesi :
- Sebelumnya tidak pernah dioperasi
1.3 Pemeriksaan Fisik
- Tanda vital :
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Berat Badan : 47 kg
Tinggi Badan : 144 cm
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Suhu : 36.7 0C
Nadi : 96 x/m
RR : 25 x/m
- Mallampati Score : grade II
- Kesulitan Intubasi : Tidak ada
- Jantung : Ictus cordis tidak terlihat, batas jantung paru dalam batas
normal, bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : Gerakan dada simetris statis dan dinamis, fremitus melemah
pada dada sebelah kirir +/-, suara paru vesikuler +/- , ronkhi -/-, wheezing -/-
- Abdomen : Kenyal, edema (-), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+),
massa (-), BU (+, normal)
- Ekstremitas : dalam batas normal
- Status neurologis : dalam batas normal
1.4 Pemeriksaan laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 12,0 g/dL 13,2-17,3
Hematokrit 36 % 33-45
Leukosit 19,3 Ribu/ul 5.0-10.0
Trombosit 266 Ribu/ul 150-440
Eritrosit 3,87 Juta/ul 4,40-5,90
VER/HER/KHER/RDW
VER 93,6 Fl 80,0-100,0
HER 31,0 Pg 26,0-34,0
KHER 33,1 g/dl 32,0-36,0
RDW 14,3 % 11,5-14,5
Homeostasis
APTT 23,1 detik 27,4-39,3
Kimia Klinik
Fungsi Ginjal
Ureum darah 51 mg/dl 20-40
Kreatinin Darah 0,4 mg/dl 0,6-1,5
Diabetes
Glukosa darah
Sewaktu 140 mg/dl 70-140
Elektrolit Darah
Natrium Darah 140 mmol/l 135-147
Kalium Darah 4,35 mmol/l 3,10-5,10
Klorida Darah 104 mmol/l 95-108
PCO2 40,2 mmHg 35,0-45,0
PO2 100,8 mmHg 83,0-108,0
HCO3 24,7 mmol/1 21,0-28,0
Total CO2 26,0 Mmol/1 19,0-24,0
1.5 Laporan Anestesi
Preoperatif
Pasien dipuasakan selama 6 jam.
Keadaan Prainduksi
Anamnesis :
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, asma, penyakit
alergi, dan penyakit jantung sebelumnya.
Pasien juga tidak memiliki riwayat /dalam keadaan batuk, sesak nafas, penyakit
saluran nafas atas, abnormalitas periode menstruasi, penyakit stroke, sakit dada,
abnormalitas denyut jantung, mual-muntah, sulit berkemih, kejang, kondisi hamil,
riwayat pingsan, dan obesitas. Pasien juga tidak terdapat hilangnya gigi, gigi palsu,
gangguan mobilisasi leher, leher pendek
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran compos mentis, buka mulut >2 jari dalam batas normal, jarak thyromental
>3 jari dalam batas normal, jalan napas baik (dalam batas normal), gerakan leher
maksimal dalam batas normal
BB : 37 Kg
TB : 148 cm
TD : 121/71 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : tidak dihitung
Gol.Darah : O
Rh : +
Hb : 12 gr/dL
SaO2 : 94 %
Status fisik ASA : II
Keadaan Intraoperatif :
Pasien Ny S. dilakukan general anestesi. Operasi berlangsung selama 4 jam 55 menit
Tanggal/Jam : 13/01/2015 pada pukul 10.30
Diagnosis preoperatif : Tumor Mediastinum
Rencana Tindakan : Torakotomi + VC
Jenis operasi : Elektif
Lama operasi : 4 jam 55 menit
Lama anestesi : 5 jam 45 menit
Teknik anestesi : General Anastesi
Premedikasi : Midazolam 1 mg, Fentanyl 100 mcg
Induksi : Intravena : Propofol 70 mg, Inhalasi : O2 dan Sevofluran
Ventilasi : Spontan
Jalan napas : ETT ukuran 7,0 dengan Cuff
Posisi : Telentang
Infus : Tangan Kanan ukuran 18, tangan kiri ukuran 18
Obat-obatan intravena: Fentanyl 25 mcg, propofol 90 mg, asam tranexamat 1000 mg,
vitamin C 200 mg, vitamin K 10 mg, efedrin 10 mg,
ondansetron 4 mg, ketorolak 30 mg, tramadol 100 mg
Cairan infus : RL 3500 cc, Nacl 0,9 % 500 cc, Voluven 500 cc,
Gelofusin 500 cc
Darah : PRC 500 cc
Urin output : 950 cc
Perdarahan : 900 cc
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien perempuan dengan usia 45 tahun, merupakan pasien post torakotomi +
VC et causa tumor mediastinum.Pasien torakotomi berisiko mengalami perdarahan
masif akibat prosedur operasi. Terapi cairan pada pasien ini sudah adekuat sehingga,
komplikasi syok hemoragik akibat perdarahan masif torakotomi dapat dihindari.
Terapi cairan adekuat dibuktikan berdasarkan perhitungan cairan dimana,
terpenuhinya balance cairan normal. Perhitungan jumlah cairan yang dibutuhkan oleh
pasien sebgai berikut:
- Maintenance
10 kg pertama : 4 cc/kgBB/jam = 4x10 cc/jam = 40 cc
10 kg kedua : 2cc/kgBB/jam = 2x10 cc/jam = 20 cc
BB>20kg : 1 cc/kgBB/jam = 1x17 cc/jam = 17 cc
Maintenance total yaitu : 40+20+17 = 77 cc/jam
- Penggantian cairan yang hilang (saat puasa)
Pasien dipuasakan selama 6 jam. Ketika puasa terjadi deficit cairan, deficit
cairan (saat puasa) dapat dihitung dengan hasil perkalian antara lamanya
pasien berpuasa (dalam jam) dengan cairan maintenance total
Pada pasien, dinstruksikan puasa selama 6 jam. Jadi didapatkan hasil
penggantian cairan yang hilang (saat puasa) adalah 6 jam x 77 cc/jam =
462 cc
- Intraoperasi (O)
Pembedahan yang dilakukan merupakan pembedahan sedang = 4-6
cc/kgBB
O = 6 x 37 = 222 cc
1 jam pertama = M+1/2P+O = 77+231+222 = 530 cc/jam
1 jam kedua = M+1/4P+O = 77+116+222 = 415 cc/jam
1 jam ketiga = M+1/4P+O = 77+116+222 = 415 cc/jam
Setiap 1 jam selanjutnya = M+O = 77+222 = 299 cc/jam
Dengan demikian, kebutuhan cairan pasien selama operasi 4 jam 55 menit
= 530 + 415 + 415 + 299 cc = 1659 cc
Cairan yang masuk
Cairan infus : RL 3500 cc, Nacl 0,9 % 500 cc, Voluven 500 cc,
Gelofusin 500 cc
Darah : PRC 500 cc
Jumlah : 5.500 cc
Cairan keluar :
- Urin = 950cc
- Perdarahan = 900 cc
Total = 1850 cc
Balans cairan =
Total cairan yang masuk- kebutuhan cairan pasien selama operasi- cairan keluar
= 5.500 cc – 1659 cc- 1850 cc
= 1991 cc
Estimated Blood Volume (EBV) = 70 x 37 = 2590 cc
Allowable Blood Loss = EBVx (Ht pasien-Ht normal)/Ht pasien
= 2590 cc x (36-30)/36= 2590 x 6/36 = 431,667 cc
Tubuh manusia melakukan kompensasi saat terjadi perdarahan (hilangnya cairan
intravaskular) dengan perpindahan cairan dari ruang instertitial ke intravaskular. Oleh karena
itu, cairan kristaloid diberikan sebagai resusitasi awal pasien dengan pendarahan karena lebih
cepat didistribusikan ke ruang interstisial. Sehingga ketika terjadi penurunan volume cairan
interstisial, maka penggunaan kristaloid lebih efektif jika dibandingkan dengan koloid.
1. Ringer lactat 3500 cc
RL lebih dipilih dibandingkan dengan NaCl karen pemberian jumlah banyak
tidak akan menimbulkan komplikasi hiperchloremic acidosis sebagaimana yang dapat
ditimbukan oleh peberian NaCl dalam jumlah banyak.
2. Nacl 500 cc
Adalah cairan kristaloid yang digunakan untuk terapi cairan dan dilusi PRC
3. Voluven 500 cc dan Gelovusin 500 cc
Voluven dan Gelovusin adalah cairan koloid sintetik. Cairan koloid digunakan
sebagai tambahan kristaloid ketika dibutukan pengganti cairan > 4-5 L sebelum
mendapatkan tranfusi.. Koloid memiliki waktu paruh yang lebih lama pada
intravascular (3-6 jam) jika dibandingkan dengan kristaloid (20-30 menit), sehingga
lebih efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah jantung.
Selain terapi cairan, tranfusi darah diberikan kepada pasien karena pasien
mengalami perdarahan sebanyak 34 % dari estimasi volume darah total. Tranfusi
darah yang dipilih adalah PRC karena memiliki kadar hemoglobin yang tinggi.
Hemoglobin digunakan untuk meningkatkan delivery oksigen agar oksigenasi ke
jaringan perifer adekuat
Total urin pasien sebanyak 950 cc. Produksi urin > 1 cc/kgbb/jam. Hal ini
mengindikasikan pasien tidak mengalami kekurangan cairan. Indikator
hemodinamik pasien juga menunjukan pasien tidak mengalami tanda-tanda syok
KESIMPULAN
Terapi cairan yang diterima pasien sudah adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. 13th ed. United
States of America: John Wiley & Sons; 2013.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC. 2010.
3. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R. Buku ajar ilmu
bedah sjamsuhidayat-de jong. Ed 3. Jakarta: EGC. 2010.
4. Mangku, Gde dan Tjokorda Gde Agung Senapathi. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reaminasi. Jakarta : Indeks Jakarta. 2010
5. Latief SA, Suryadi KA dan Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta :
Bagian anestesiologi dan terapi intensif FKUI. 2010
6. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology,10th ed. McGraw-Hill.
7. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology,5th ed. McGraw-
Hill. 2013
8. Hansen, John T. Netter’s Clinical Anatomy 1st edition.USA: ELSEVIER. 2005.
9. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Interna
Publishing. 2009.
10. Barash P, Cullen, Bruce, et al. Clinical Anesthesia. Fifth edition. New York:
Lippincott Williams & Wilkins. 2006.
11. Maier. RV. Approach to the patient with shock.Dalam Longo et al. Harrison’s
principles of internal medicine.Edisi ke 18.New York Mc Grawhill; 2012
12. Liwang et al. Kapita Selekta Kedokteran edisi IV bagian 2.Jakarta. Media
Asculapsius;2012
13. Guyton et al. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Elsevier; 2008
14. Westby et al. National Clinical Guideline Centre : Intravenous fluid therapy.
London : National Clinical guideline centre.2013
15. Kampmeier et al. Evolution of fluid therapy. Best Practice Res Clin
Anasthesiology.2014
16.