preeklampsia

33
PREEKLAMPSIA I. Definisi Preeklampsia atau toxemia adalah timbulnya hipertensi disertai protein urine dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Saat ini, edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang shahih untuk preeclampsia karena pengkajian edema bersifat subjektif dan dirasa tidak memiliki nilai diagnostik atau prognostik walaupun Higgins dan de Swiet menyatakan bahwa perkembangan cepat edema berat harus selalu diperiksa karena dapat menandakan perkembangan preeklampsia atau kondisi patologis lain seperti penyakit jantung/ginjal. 2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan berdasarkan etiologinya. Berdasarkan tingginya tekanan darah seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Untuk Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013 1

Upload: phia29

Post on 26-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PREEKLAMPSIA

I. Definisi Preeklampsia atau toxemia adalah timbulnya hipertensi disertai protein

urine dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan. Tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada mola

hidatidosa. Saat ini, edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang shahih untuk

preeclampsia karena pengkajian edema bersifat subjektif dan dirasa tidak memiliki

nilai diagnostik atau prognostik walaupun Higgins dan de Swiet menyatakan

bahwa perkembangan cepat edema berat harus selalu diperiksa karena dapat

menandakan perkembangan preeklampsia atau kondisi patologis lain seperti

penyakit jantung/ginjal.

2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan

berdasarkan etiologinya. Berdasarkan tingginya tekanan darah seseorang

dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Untuk pembagian

yang lebih rinci, The Joint National Committee on prevention, detection,

evaluation and treatment of high blood pressure (JNC), membuat klasifikasi yang

mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Berikut adalah klasifikasi tekanan

darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan JNC VII, 2003.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Usia 18 Tahun atau Lebih Berdasarkan JNC VII, 2003

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)Normal <120 <80Prehipertensi 120 – 139 80 – 89Hipertensi

Tingkat 1 140 – 159 90 – 99Tingkat 2 ≥160 ≥100

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

1

Adapun klasifikasi hipertensi dalam kehamilan berdasarkan Pedoman

Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan berdasarkan Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia

IndikasiKlasifikasi

Tekanan Darah Protein urine Keterangan

Hipertensi Gestasional

≥ 140/90 mmHguntuk pertama kalinya pada kehamilan ( - )

Tekanan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan

Preeklampsia ringan≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu

≥ 300mg/24jam atau dipstik ≥1+ -

Preeklampsia berat≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu

≥ 300mg/24jam atau dipstik ≥1+

Memiliki salah satu tanda preeklampsia berat

Eklampsia Kejang pada preeclampsia disertai koma

Hipertensi kronik dengan superimposed

preeklampsia-

≥ 300mg/24jam setelah kehamilan 20 minggu pada wanita hamil yang sudah mengalami hypertensi sebelumnya

-

Hipertensi kronik ≥ 140/90 mmHg ( - )

Sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan

Sindroma HELLPPreeklampsia-eklampsia dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar dan trombositopenia (hemolisis, elevated liver enzyme, low platelet count)

3. Indikator Keparahan Preeklampsia

Preeklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Berikut adalah

indikator dari keparahan preeklampsia.

Tabel 3. Indikator Keparahan Preeklampsia

Abnormalitas Preeklampsia Ringan Preeklampsia BeratDiastolik < 110 mmHg ≥ 110 mmHgSistolik ≥ 140 mmHg, tetapi

< 160 mmHg≥ 160 mmHg

Protein urine ≤ 2+ ≥ 3+

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

2

Sakit kepala Tidak ada AdaGangguan visual Tidak ada AdaUpper abdominal pain Tidak ada AdaOliguria Tidak ada AdaGangguan hebat (eklampsia) Tidak ada AdaSerum creatinine Normal TinggiThrombositopenia Tidak ada Ada ( < 100.000/mm3 )Serum transaminase elevation Minimal TerlihatPertumbuhan janin terhambat Tidak ada JelasEdema paru – paru atau sianosis Tidak ada AdaKoma Tidak ada Ada

4. Etiologi Preeklampsia

Apa yang menjadi penyebab preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang

belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-

musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak ada yang dapat memberi jawaban

yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal – hal

berikut :

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,

hidramnion, dan mola hidatidosa;

2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan;

3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin

dalam uterus;

4. Sebab jarangnya terjadi eklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya;

5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, protein urine, kejang dan koma.

5. Patogenesis Preeklampsia

Menurut Jaffe, pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang

mendasari patogenesisnya. Tahap pertama adalah hipoksia plasenta yang terjadi

karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena

kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

3

dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar

dengan sempurna akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus di

plasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.

Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat – zat

toksik seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam

sirkulasi darah ibu dan akan menyebabkan terjadinya stress oksidatif yaitu suatu

keadaan dimana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan

antioksidan. Stress oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksik

yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh

darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan

endothel pembuluh darah pada organ – organ penderita preeklampsia. Pada

disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat – zat yang bertindak

sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan

vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan dan angiotensin II sehingga

akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.

Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem

koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara

keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita

preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ

seperti :

a. Pada ginjal terjadi hiperurisemia, protein urine dan gagal ginjal

b. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

4

c. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan edema paru dan

edema menyeluruh

d. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati

e. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati

f. Pada susunan saraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,

pelepasan retina dan pendarahan.

g. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia

janin dan solusio plasenta.

h. Pada jantung dapat terjadi perubahan degeneratif pada miokardium

6. Faktor yang Meningkatkan Resiko Preeklampsia

Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan

dengan multigravida, terutama primigravida muda. Diabetes mellitus, mola

hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan

obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia.

7. Diagnosis

Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan

mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsia sukar

dicegah, namun preeklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat dihindarkan

dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara

sempurna.

Pada umunya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya 2 dari trias

tanda utama: hipertensi, edema, dan protein urine. Hal ini memang berguna untuk

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

5

kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita karena tiap tanda dapat

merupakan bahaya kendatipun ditemukan tersendiri.

Diagnosis diferensial antara preeklampsia dengan hipertensi menahun atau

penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun

adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil, pada kehamilan muda, atau

6 bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Pemeriksaan

funduskopi juga berguna karena perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada

preeklampsia; kelainan tersebut biasanya menunjukkan hipertensi menahun.

Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya protein urine banyak menolong;

protein urine pada preeklampsia jarang timbul sebelum triwulan ke-3, sedang pada

penyakit ginjal timbul lebih dahulu. Test fungsi ginjal juga lebih banyak berguna;

pada umumnya fungsi ginjal normal pada preeklampsia ringan.

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda – tanda lain. Untuk

menegakkan diagnosis preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg

atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmHg

atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya. Apabila

tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90 mmHg atau

lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat.

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam

jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta

pembengkakan kaki, jari tangan dan muka.

Protein urine berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi

0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

6

atau 2 + atau 1 g/liter atau lebih dalam air kencing. Biasanya protein urine timbul

lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu harus

dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Terdapatnya protein urine mengubah

diagnosis hipertensi dalam kehamilan menjadi preeklampsia.

Tabel 4. Pemeriksan Laboratorium (Hematologik, Fungsi hati dan Fungsi Ginjal)

No Test Diagnostik Penjelasan

1 Hemoglobin dan hematokrit

Peningkatan Hb dan Ht berarti :1. Adanya hemokonsentrasi yang mendukung

diagnosis preeklampsia2. Menggambarkan beratnya hipovolemia3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis

2Morfologi sel darah merah pada

apusan darah tepi

Untuk menentukan :1. Adanya mikroangiopatik hemolitik anemia2. Morfologi abnormal eritrosit : schizocytosis dan

spherocytosis3 Trombosit Trombositopenia menggambarkan preeklampsia berat

4Kreatinin serum Asam Urat serum

Nitrogen Urea Darah (BUN)

Peningkatan manggambarkan :1. Beratnya hipovolemia2. Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal3. Oliguria4. Tanda preeklampsia berat

5 Transaminase serumPeningkatan Transaminase serum menggambarkan preeklampsia berat dengan gangguan fungsi hepar

6 Lactic Acid Dehidrogenase (LDH) Menggambarkan adanya hemolisis

7 Albumin serum dan faktor koagulasiMenggambarkan kebocoran endotel dan kemungkinan koagulopati

8. Penanganan Preeklampsia

8.1 Preeklampsia Ringan

Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk

penanganan preeklampsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh

menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal

juga lebih banyak, tekanan vena pada ekstrimitas bawah turun dan resorbsi

cairan dari daerah tersebut bertambah. Selain itu, juga mengurangi kebutuhan

volume darah yang beredar. Oleh sebab itu, dengan istirahat biasanya tekanan

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

7

darah turun dan edema berkurang. Pemberian fenobarbital 3 x 30mg sehari

akan menenangkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah.

a. Berikan obat antihipertensi metildopa 3 x 125 mg (dapat ditingkatkan

sampai dosis maksimal 1500 mg), nifedipin 3 – 8 x 5 – 10 mg atau pindolol

1 – 3 x 5 mg (dosis maksimal 30 mg). tidak perlu diet rendah garam dan

jangan diberi diuretik.

b. Bila keadaan ibu membaik, tunggu persalinan sampai aterm.

Preeklampsia ringan yang ditemukan pada kehamilan >36 minggu

biasanya tidak bermasalah dan prognosisnya baik, sebaliknya preeklampsia

berat < 34 minggu akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu, apalagi

jika dijumpai penyakit penyerta lainnya. Namun, beberapa kasus preeklampsia

ringan tidak membaik dengan penanganan konservatif. Tekanan darah

meningkat, retensi cairan dan protein urine bertambah, walaupun penderita

istirahat dengan pengobatan medik. Dalam hal ini pengakhiran kehamilan

dilakukan walaupun janin masih prematur.

8.2 Preeklampsia Berat

Pada dasarnya pengelolaan preeklampsia berat sedapat mungkin

dipertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm persalinan

pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika

perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda – tanda impending

eklampsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan.

Disamping itu pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan

secara ketat. Biometri janin, biophisical profil janin harus dievaluasi 2 x

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

8

seminggu, bila keadaan janin memburuk terminasi kehamilan harus segera

dilakukan, tergantung dari keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan

pervaginam atau perabdominal.

Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda – tanda dan

gejala – gejala preeklampsia berat segera harus diberi sedatif yang kuat untuk

mencegah timbulnya kejang – kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut

dapat diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik untuk menghentikan

kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah seterusnya bahaya eklampsia.

Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan:

1. Dosis awal MgSO4 2 - 4 gram i.v sebagai larutan 40% selama 5 - 10 menit.

2. Segera dilanjutkan dengan pemberian 10 g larutan MgSO4 50%, masing

masing 5 g dibokong kanan dan kiri secara i.m dalam, ditambah 1 ml

lignokain 2% pada semprit yang sama. Pasien akan merasa agak panas

sewaktu pemberian MgSO4.

3. Berikan nifedipin 3 – 4 x 10 mg oral. Bila tekanan diastolic belum turun

samapai 20%, berikan tambahan 10 mg oral (dosis maksimum 80 mg/hari).

Bila tekanan diastolic meningkat 110 mmHg, berikan tambahan

sublingual. Bila sulit dikendalikan, dapat dikombinasi dengan pindolol.

4. Periksa tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap jam. Pasang kateter dan

kantong urin. Ukur urin setiap 6 jam. Bila <100 ml/4 jam, kurangi dosis

MgSO4 menjadi 1 g/jam.

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

9

9. Pengobatan Medik (Penanganan Konservatif)

9.1 Antikonvulsan

Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsi

berkat khasiat antikonvulsifnya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus

hebat). Disamping itu, kebanyakan obat juga berdaya sedatif (meredakan).

Semua obat antikonvulsan memiliki masa paruh panjang, dieliminasi dengan

lambat dan berkumulasi dalam tubuh pada penggunaan kronis.

Beberapa wanita mengalami peningkatan tekanan darah bersama

dengan protein dalam urin (preeklampsia atau 'toxaemia') dalam kehamilan,

dan ini dapat menyebabkan sakit yang cukup besar bagi ibu dan bayi.

Penelaahan terhadap pengadilan menemukan bahwa magnesium sulfat lebih

efektif dari diazepam dalam mengurangi kematian dan masalah lain bagi

perempuan. Obat lain juga telah dibandingkan dengan magnesium sulfat dalam

tinjauan lain, magnesium sulfat tetap lebih efektif. Magnesium sulfat

merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada

preeklampsia dan eklampsia.

Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah dan

mengurangi terjadinya kejang. Disamping itu juga untuk mengurangi

komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin. Cara kerja magnesium sulfat

sampai saat ini tidak seluruhnya diketahui, diduga ia bekerja sebagai N-methyl

D Aspartate (NDMA) reseptor inhibitor, untuk menghambat masuknya kalsium

ke dalam neuron pada sambungan neuro muskuler (neuro musculer junction)

ataupun pada susunan saraf pusat. Dengan menurunnya kalsium yang masuk,

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

10

maka penghantaran impuls akan menurun dan kontraksi otot yang berupa

kejang dapat dicegah.

Jika MgSO4 tidak tersedia, dapat diberikan diazepam, dengan resiko

terjadinya depresi pernapasan neonatal. Dosis tunggal diazepam jarang

menimbulkan depresi pernapasan neonatal. Pemberian secara terus menerus

secara intravena meningkatkan resiko depresi pernapasan pada bayi yang sudah

mengalami iskemia uteroplasental dan persalinan premature. Pengaruh

diazepam dapat berlangsung beberapa hari. Diazepam 10 mg i.v pelan – pelan

selama 2 menit atau dalam dosis pemeliharaan diazepam 40 mg dalam 500 ml

larutan RL per infuse. Pemberian per rektum dilakukan jika i.v tidak mungkin,

dengan dosis awal 20 mg dalam semprit 10 ml tanpa jarum.

9.2 Antihipertensi

Hipertensi mungkin dapat diturunkan dengan terapi tanpa obat (non

farmakoterapi) atau terapi dengan obat (farmakoterapi). Tujuan pengobatan

hipertensi adalah mengurangi morbiditas atau mortalitas kardiovaskular akibat

tekanan darah tinggi dengan cara seminimal mungkin mengganggu kualitas

hidup pasien. Hal ini dicapai dengan mencapai dan mempertahankan tekanan

darah di bawah 140/90 mmHg sambil mengendalikan faktor – faktor resiko

kardiovaskular lainnya. Strategi untuk menurunkan tekanan darah mungkin

paling baik sebagai berikut :

a. Terapi tanpa obat

b. Terapi diuretik

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

11

Dosis optimal tiazid untuk terapi hipertensi adalah dosis yang serendah

mungkin. Dosis yang lebih tinggi tidak menunjukkan tambahan efek

antihipertensi, tetapi menyebabkan lebih banyak efek samping metabolic.

Suplemen kalium atau diuretic hemat kalium biasanya tidak diperlukan

dalam pengobatan rutin hipertensi, tetapi kadar kalium plasma sebaiknya

dicek 3 – 4 minggu setelah pengobatan dimulai.

c. Beta bloker

Beta bloker digunakan dengan tiazid bila kedua obat tersebut masing –

masing tidak efektif.

d. Penghambat ACE

Dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang cepat terutama pada

pasien dengan gagal ginjal atau pasien yang mendapat terapi diuretika.

Penghambat ACE harus diberikan dalam dosis awal yang rendah dan bila

mungkin terapi diuretika dihentikan selama beberapa hari sebelum terapi

penghambat ACE dimulai.

e. Kalsium antagonis

Menunjukkan efektivitas antihipertensi yang serupa dengan tiazid atau

beta bloker. Namun efektivitas jangka panjangnya masih belum terbukti.

Karena itu, ada beberapa jenis kalsium antagonis dengan perbedaan –

perbedaan penting diantara jenis – jenis tersebut.

f. Obat – obat lain

Vasodilator (hidralazin, minoksidil), alfa-bloker (prazosin, terazosin,

doksazosin), dan obat – obat yang bekerja sentral (metildopa,

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

12

moksonidin) biasanya dicadangkan bagi pasien yang tekanan darahnya

tidak terkendali atau yang menunjukkan kontraindikasi dengan obat –

obat yang sudah dibicarakan sebelumnya.

9.2.1 Antihipertensi untuk Preeklampsia

Pada preeklampsia berat, antihipertensi diberikan jika tekanan darah

180/110 mmHg. Tujuan pemberian antihipertensi adalah untuk mencegah

terjadinya cardiovaskuler atau cerebrovaskuler dan atau mengurangi kejadian

komplikasi akibat tekanan darah tinggi pada si ibu hamil sambil menghindari

terapi yang merugikan fetusnya.

Penting untuk mengendalikan tekanan darah pada kehamilan. Tekanan

darah yang tinggi mungkin disebabkan oleh adanya hipertensi esensial sebelum

hamil atau disebabkan oleh preeklampsia. Metildopa oral aman pada

kehamilan. Beta bloker efektif dan aman pada trimester ketiga, tetapi dapat

menyebabkan retardasi pertumbuhan intra-uterin bila digunakan pada masa

kehamilan yang lebih dini. Injeksi intravena hidralazin dapat digunakan untuk

mengendalikan hipertensi krisis. Berikut adalah obat antihipertensi yang dapat

digunakan pada preeklampsia.

Tabel 5. Obat Antihipertensi untuk Preeklampsia

Jenis Obat Dosis1. Penghambat adrenergik

(adrenolitik)1.1 Adrenolitik sentral

- Metildopa

- Klonidin

3 x 125 mg/hari sampai 3 x 500 mg/hari

3 x 0,1 mg/hari atau 0,30 mg/500 ml glukosa 5% / 6 jam1.2 Beta-bloker

- Pindolol 1 x 5 mg/hari sampai 3 x 10 mg/hari1.3 Alfa-bloker

- Prazosin 3 x 1 mg/hari sampai 3 x 5 mg/hari 1.4 Alfa dan beta-bloker

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

13

- Labetalol 3 x 100 mg/hari2. Vasodilator

- Hidralazin 4 x 25 mg/hari atau parenteral 2,5 mg – 5 mg 3. Antagonis kalsium

- Nifedipin 3 x 10 mg/hari

a. Adrenolitik Sentral

Metildopa

Metildopa merupakan senyawa antihipertensi yang bekerja di

pusat. Senyawa ini merupakan prodrug yang memberikan kerja

antihipertensinya melalui metabolit aktif. Metildopa merupakan senyawa

antihipertensi yang efektif jika diberikan bersama dengan diuretik.

Metildopa lebih baik untuk pengobatan hipertensi selama

kehamilan karena efektif dan aman bagi ibu maupun janin. Metildopa

mengurangi resistensi perifer tanpa banyak mengubah denyut jantung dan

curah jantung. Penurunan tekanan darah mencapai maksimal 6 – 8 jam

setelah dosis oral. Dosis terapi yang lazim digunakan adalah 1 – 2

gram/hari secara oral dengan dosis terbagi.

Klonidin

Efek hipotensif dari klonidin disertai dengan penurunan resistensi

perifer. Curah jantung mula – mula menurun tetapi kembali ke nilai awal

pada pemberian jangka panjang. Dosis maksimum sehari biasanya 1,2 mg.

b. Beta – bloker

Obat ini dipakai secara luas pada kehamilan untuk terapi

hipertensi. Beta-bloker melintasi plasenta dan mungkin menyebabkan

penurunan denyut jantung janin yang tidak berbahaya, tetapi reaktifitas

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

14

kardiotografi tidak terganggu. Jika terapi dengan atenolol dimulai sebelum

umur kehamilan 28 minggu, maka berat badan lahir lebih rendah kalau

dihitung menurut umur kehamilan, tetapi tidak ada bukti tentang efek yang

menetap pada pertumbuhan bayi.

Terapi dengan atenolol, asebutolol dan labetolol telah dikaitkan

dengan penurunan insiden protein urine, dan bahkan perbaikan protein

urine yang sudah ada sebelumnya. Beta-bloker merupakan obat

antihipertensi yang sebanding dengan metildopa serta aman untuk

digunakan dalam trimester ketiga atau pada akhir kehamilan. Meskipun

tidak satupun beta-bloker yang terbukti lebih unggul; kalau terapi harus

dimulai sebelum 28 minggu, metildopa sebaiknya menjadi pilihan

pertama, karena penggunaan beta-bloker pada awal kehamilan dapat

mengganggu pertumbuhan fetus.

c. Alfa-Bloker

Prazosin

Sebagai alfa-bloker, prazosin menyebabkan vasodilatasi arteri dan

vena sehingga jarang menimbulkan takikardi. Obat ini menurunkan

tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama, sehingga harus hati –

hati pada pemberian pertama. Untuk pengobatan antihipertensi, alfa-bloker

dapat digunakan bersama obat antihipertensi lain.

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

15

d. Alfa dan Beta-bloker

Labetalol

Obat antihipertensi yang banyak digunakan adalah labetalol, dapat

diberikan peroral atau intravena. Pemberian intravena memperlihatkan

efek hipotensif setelah 2 – 5 menit pemberian dan mencapai puncaknya

setelah 15 menit. Kerja obat ini dapat berlangsung 4 jam. Obat ini bekerja

dengan menurunkan tahanan perifer dan tidak menurunkan aliran darah ke

otak, jantung dan ginjal.

e. Vasodilator

Hidralazin

Hidralazin bekerja secara langsung pada otot polos arteri dengan

meningkatkan cGMP intraseluler. Sebelum mendapatkan obat golongan

ini, pasien sebelumnya harus diberikan diuretik atau beta-bloker.

Hidralazin menyebabkan sindrom seperti lupus yang sifatnya dose-related,

dan dapat dihindari dengan pemberian dosis dibawah 200mg.

Pada hipertensi kehamilan (preeklampsia), hidralazin bisa

diberikan melalui infuse intravena. Akan tetapi, obat intravena jarang

dibutuhkan, dan obat oral cenderung digunakan bila memungkinkan.

Hidralazin umumnya tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk

pengobatan jangka panjang hipertensi. Dosis lazim hidralazin oral adalah

25-100mg, 2 x sehari. Dosis maksimum hidralazin yang direkomendasikan

adalah 200mg per hari. Hidralazin telah digunakan secara luas untuk

mengobati hipertensi yang terjadi selama kehamilan.

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

16

f. Antagonis Kalsium

Nifedipin

Antagonis kalsium bekerja dengan cara mengahmbat influks ion

kalsium trans- membran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui

kanal kalsium lambat ke dalam sel otot polos, otot jantung dan saraf.

Obat ini telah terbukti menurunkan tekanan darah pada kehamilan

dan mengendalikan hipertensi antenatal dan pascapersalinan. Pada

hipertensi berat akut, nifedipin dapat diberikan per oral dan sublingual

sebagai alternative terhadap obat parenteral. Obat ini mempunyai mula

kerja yang relative cepat. Obat ini juga mempunyai aktifitas tokolitik,

melalui relaksasi otot polos uterus, dan nifedipin sudah digunakan untuk

maksud ini pada persalinan premature pada wanita normotensi.

9.3 Antioksidan

Preeklampsia dapat terjadi selama kehamilan ketika wanita memiliki

tekanan darah tinggi dan protein dalam urin mereka. Dalam beberapa kasus,

dapat mengakibatkan pertumbuhan yang buruk bagi bayi dan kelahiran

prematur. Ada juga komplikasi serius bagi perempuan, kadang-kadang

mempengaruhi hati, ginjal, otak atau sistem pembekuan darah. Baik ibu dan

bayi berada pada risiko kematian. Sebuah faktor perkembangan preeklampsia

mungkin karena kehadiran jumlah berlebihan zat kimia yang disebut radikal

bebas. Preeklampsia sering dihubungkan dengan stress oksidatif. Antioksidan

(β carotene, CoQ10, N-Acetylcystein, selenium, lycopene, asam lipoik dan

terutama vitamin C dan E) bisa menetralisir radikal bebas.

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

17

Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan antioksidan seperti N-

Acetylcystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E dan

berbagai mineral lainya yang nampaknya dapat menurunkan angka kejadian

preeklampsia pada kasus resiko tinggi.

10. Penanganan Obstetrik (Penanganan Non Konservatif)

Penanganan obstetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang

optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup

matur untuk hidup di luar uterus. Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah

dengan tanda – tanda dan gejala – gejala preeklampsia berat segera harus diberi

sedatif yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang – kejang. Apabila sesudah

12-24 jam bahaya akut dapat diatasi, dapat dipikirkan cara yang terbaik untuk

mengakhirkan kehamilan. Tindakan ini perlu untuk mencegah seterusnya bahaya

eklampsia.

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H., “Ilmu Kebidanan”, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2006, hal. 281 – 294.

2. Mansjoer, Arif, dkk, “Kapita Selekta Kedokteran”, Ed. 3, Jil. I, Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, 1999, hal. 270 – 273.

3. Dharma, Rahajuningsih, dkk., “Disfungsi Endotel Pada Pre-eklampsia. Makara Kesehatan”, Vol. 9, Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 64.

4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, “Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal”, Ed. 1, Cetakan Ketiga, JNPKKR-POGI dan YBP-SP, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 208 – 213.

5. Alfianna, W., “Gambaran Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Pre-eklampsia/Eklampsia yang dibedah Sesar di Rumkital Marinir Cilandak Periode Januari 2008 – Januari 2010”, Skripsi Sarjana Farmasi, Jurusan Farmasi, ISTN, FMIPA, ISTN, Jakarta, 2010. hal. 6, 21 – 25.

6. Ganiswarna, S.G., “Farmakologi dan Terapi”, Ed. 5, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007, hal. 341 – 360.

7. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, “Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi”, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2007. hal. 40 – 59.

8. Williams, “Obstetrics”, 23rd Edition, Chapter 34 (Pregnancy Hypertension), United States of America, 2010.

9. Roeshadi, Haryono R., “Upaya Menurunkan Angka kesakitan dan Angka Kematian Ibu Pada penderita Pre-eklampsia dan Eklampsia”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006, hal.4-18.

10. Saifuddin, Abdul B., “Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo, Jakarta, 2002, hal. M33 - M40.

11. Siregar, T., “Pengobatan Ibu Hamil dengan Preklampsia Berat (PEB) serta Dampaknya pada Maternal dan Neonatal di RSUPN Cipto

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

19

Mangunkusumo (Analisis Data Rekam Medik Tahun 2004)”, Tesis Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal. 2.

12. Tjay, T.H., Rahardja, K., “Obat – Obat Penting”, Ed. 5, Cetakan Pertama, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002, hal. 394, 489.

13. Duley L, Henderson-Smart DJ, “Magnesium Sulfat Versus Diazepam For Eclampsia”, Journal Watch Specialties, 2003.

14. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, “Informatorium Obat Nasional Indonesia”, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2000, hal. 47 – 57.

15. Ganiswarna, SG., “Farmakologi dan Terapi”, Ed. 4, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hal. 315 – 342, 714 – 737.

16. Goodman & Gilman, “Dasar Farmakologi Terapi”, Ed. 10, Vol. 1, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, 2008, hal. 845 – 870.

17. Katzung, Bertram G., “Farmakologi Dasar dan Klinik”, Buku 1, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, 2001, hal. 277 – 311, 459.

18. Priyanto, B., “Farmakoterapi dan Terminologi Medis”, Penerbit Leskonfi, Jakarta, 2009, hal. 45 – 205.

19. Neal, JM., “At a Glance Farmakologi Medis”, Ed. 5, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2006, hal. 37.

20. Sentongo, T., Mascarenhas RM.,“Pediatric Clinics of North America”, Vol. 49, Department of Pediatrics, 2002, Pages. 119.

Suriatin (12340069)| Apoteker’XXIV, ISTN, Jakarta 2013

20