preeklampsia dan eklampsia

44
BAB I PENDAHULUAN Bertepatan dengan momen peringatan Hari Kartini, Kementerian Kesehatan RI mencanangkan kampanye Peduli Kesehatan Ibu di Jakarta (28/4). Kesempatan tersebut juga digunakan mengenang jasa seorang tokoh wanita Indonesia yaitu Ibu Kartini yang lahir pada tanggal 21 April 1879 dan meninggal pada tanggal 19 September 1904 dalam usia 25 tahun, 4 hari setelah melahirkan putra pertama dan anak satu-satunya. Dalam sambutan Menteri Kesehatan RI yang dibacakan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, Menkes mengatakan bahwa masih diperlukan kerja keras untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Mengutip data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak. 1 Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang 1

Upload: rosaldy-mohamed

Post on 15-Nov-2015

24 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

bkjjjkkggu

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Bertepatan dengan momen peringatan Hari Kartini, Kementerian Kesehatan RI mencanangkan kampanye Peduli Kesehatan Ibu di Jakarta (28/4). Kesempatan tersebut juga digunakan mengenang jasa seorang tokoh wanita Indonesia yaitu Ibu Kartini yang lahir pada tanggal 21 April 1879 dan meninggal pada tanggal 19 September 1904 dalam usia 25 tahun, 4 hari setelah melahirkan putra pertama dan anak satu-satunya. Dalam sambutan Menteri Kesehatan RI yang dibacakan Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. Ali Ghufron Mukti, MSc, PhD, Menkes mengatakan bahwa masih diperlukan kerja keras untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Mengutip data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak.1Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul. Yakni pendarahan, preeklamsi berat hingga eklampsia, aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup penting, misalnya pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat terutama suami. 2

Sumber: Departemen Kesehatan

Grafik diatas menunjukkan distribusi persentase penyebab kematian ibu melahirkan, berdasarkan data tersebut bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau preeklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%), anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10 persen sampai hampir 60 persen. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun ia akan menderita akibat kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan.(WHO). 2Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu yang adalah eklampsia (24%), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol saat persalinan. Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu sebelum hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%). Diikuti oleh komplikasi masa nifas (8%), abortus (5%), persalinan lama atau macet (5%), emboli amnion (3%), dan lain-lain (11%).2Melihat masalah ini, maka sudah sewajarnya dan sepantasnya dokter umum, sebagai tenaga medis yang berada di lini depan dan berperan sebagai ujung tombak, mengenali dan mampu menangani masalah-masalah yang dapat terjadi dibahas diatas, terutama bila bekerja di daerah yang tidak ada dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.2

BAB IIPREEKLAMPSIA

A. DEFINISIUntuk memahami preeklamsi dan eklamsi dengan benar, maka kita perlu memahami beberapa terminologi dan beberapa perbedaan seperti penyakit hipertensif dalam kehamilan, preeklamsi dan eklampsia. National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) pada tahun 2000 membagi beberapa terminologi seperti berikut:31. Hipertensi GestationalDahulu lebih dikenal sebagai hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Jika sindrom preeklamsi tidak berkembang dan hipertensi membaik dalam waktu 12 minggu postpartum, maka hal ini dikenal sebagai hipertensi transien. TD sistolik 140 atau diastolik 90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan Tidak ditemukan proteinuria TD kembali normal sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu postpartum Diagnosis akhir hanya dibuat pada saat postpartum Tidak menutup kemungkinan munculnya tanda dan keluhan dari preeklamsi, seperti rasa tidak nyaman di epigastrium dan trombositopenia.

2. Sindrom preeklamsi dan eklampsiaPreeklampsia: Kriteria minimum: TD 140/90 mmHg setelah usia 20 minggu kehamilan Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ pada dipstik

Kriteria yang memperbesar kemungkinan diagnosa preeklampsia untuk ditegakkan: TD 16/110 mmHg Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ pada dipstik Kreatinin serum > 1.2 mg/dl kecuali diketahui sebelum kehamilan telah meningkat Trombosit < 100,000/L Hemolitik mikroangiopati-peningkatan LDH Peningkatan level serum transaminase-SGOT atau SGPT Sakit kepala persisten atau gangguan cerebral atau visual Nyeri epigastrium persisten

Eklampsia:Kejang pada wanita dengan preeklamsi, dimana kejang tersebut tidak dapat dihubungkan dengan penyebab lainnya.

3. Sindrom preeklamsi superimposed dengan hipertensi kronik Proteinuria onset baru 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi, namun tidak ditemukan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu. Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau platelet 300 mg/24 jam albumin pada urin 24 jam.3

b. Perubahan anatomiLesi ginjal yang klasik pada preeclampsia, glomeruloendoteliosis dicirikan dengan pembengkakan dan pembersaran sel endothelial kapiler glomerular, mengakibatkan penyempitan kumen kapiler. Ada peningkatan jumlah sitoplasma dengan vakuol berisi lemak. Sel mesangial juga membengkak. Immunoglobulin, komplemen, fibrin, dan produk degradasi fibrin telah diobservasi pada glomeruli, terapi keberadaanya tidak tetap.3,9

c. Gagal ginjal akutBiasanya jarang akibat dari preeclampsia sendiri, tetapi berhubungan dengan perdarahan obstetric dan tidak diberikan terapi adekuat.3

5. HeparLesi histologis pada hepar dicirikan dengan deposit fibrin sinusoidal pada area periportal dengan dikelilingi perdarahan dan thrombus kapilar portal. Nekrosis sentrilobular mungkin disebabkan karena perfusi yang menurun. Hematom subkapsular mungkin terjadi. Pada kasus yang berat didapatkan nekrosis hepatoseluler dan DIC, hematom intrahepatik dapat menyebabkan rupture hepar. Nyeri perut kuadran kanan atas atau uluhati merupakan gejala klasik karena peregangan kapsul Glisson. Peningkatan serum transaminase merupakan penanda sindrom HELLP. Peningkatan asimptomatik AST dan ALT menjadi penanda preeclampsia berat, jarang melebihi 500 U/L tetapi sempat dilaporkan ada yang melebihi 2000 U/L. keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 hari setelah melahirkan.3,9

6. OtakSakit kepala dan gangguan penglihatan adalah tanda umum preeclampsia berat, dan kejang merupakan eklampsia. Penemuan patologik pada injuri otak karena preeclampsia termasuk nekrosis fibrinoid, thrombosis, mikroinfark, dan hemoragik petekie, terutama pada korteks serebral. Edema serebral merupakan lesi yang sering didapatkan. Pada pemeriksaan CT scan ditemukan hipedensiti fokal pada substansia alba pada hemisfer serebral posterior, lobus temporal, dan brainstem yang mungkin mencerminkan perdarahan petekie dengan edema local. MRI memperlihatkam abnormalitas pada oksipital dan parietal pada distribusi aliran pada arteri besar otak, seperti lesi pada brainstem dan basal ganglia. Perdarahan subarachnoid atau intraventrikuler dapat terjadi pada beberapa kasus.3,9a. Patofisiologi serebrovaskularAda 2 teori yang menjelaskan abnormalitas pada otak:3 Respon terhadap hipertensi akut dan berat, overregulasi serebrovaskular menyebabkan vasospasme. Anggapan ini didasarkan gambaran angografi adanya penyempitan segmental multifocal atau difus yang dicurigai karena vasospasme. Pada pola ini, penurunan aliran darah otak dihipotesiskan menyebabkan iskemia, edema sitotoksik, dan infark.3 Peningkatan tiba-tiba tekanan darah sistemik diatas kapasitas autoregulasi serebrovaskular. Bagian yang menjadi vasodilatasi dan vasokonstriksi, terutama pada area arteri. Pada tingkat kapiler, kerusakan tekanan end kapiler menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, hiperperfusi, dan ekstravasasi plasma dan eritrosit melewati tight junction endothelial sehingga terjadi edema vasogenik.3

Dapat disimpulkan bahwa mekanismenya merupakan kombinasi dari keduanya. Kejang terjadi pelepasan berlebihan neurotransmitter eksitatori terutama glutamate. Kejang yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan otak yang signifikan.3

b. Aliran darah otakAutoregulasi merupakan mekanisme yang membuat aliran darah serebral relatif konstan walaupun ada perubahan pada tekanan perfusi serebral. Pada orang yang tidak hamil, mekanisme ini menjaga otak dari hiperperfusi dengan tekanan lebih dari 160 mmHg.3

7. Mata Vasospasme retina, edema retina, pelepasa retina, dan buta kortikal mungkin muncul pada preeclampsia. Kebutaan tidak biasa dan biasanya hanya sementara, kembali seperti semula beberapa jam sampai hari setelah melahirkan. Kebutaan yang berasal dari lesi retina disebabkan oleh baik iskemik retina atau infark yang disebut juga retinopati Purtscher. Wanita dengan kebutaan permanen karena kombinasi infark retina dan pada nucleus genikulatum lateral bilateral.3,9

8. Perfusi utero-plasentalDefek pada invasi trofoblas dan plasentasi menyebabkan terjadinya sindrom preeclampsia dan pertumbuhan janin terhambat. Perfusi uteroplasental yang terganggu karena vasospasme hamper pasti merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal. Penilaian aliran darah uterus, intervili, dan plasenta mungkin akan member informasi. Penilaian aliran darah arteri uterus sudah digunakan untuk memperkirakan resistensi aliran uteroplasental. Resistensi diukur dengan membandingkan kecepatan gelombang sistolik dan diastolic arterial. Pada kelainan plasentasi didapatkan resistensi tinggi yang persisten pada arteri uterine dan umbilikalis. Notching arteri uterine pada pemeriksaan Doppler juga dihubungkan dengan resiko preeclampsia dan pertumbuhan janin terhambat.3

E. DIAGNOSISKriteria diagnostic untuk preeclampsia adalah awitan baru peningkatan tekanan darah dan proteinuria setelah 20 minggu masa kehamilan. Keadaan lain seperti edema dan peningkatan tekanan darah diatas batas tidak lagi sebagai criteria diagnostic. Preeclampsia berat diindikasikan dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang massif, oliguria, gangguan penglihatan, gejala neurologi, edema paru atau sianosis.10

Perbedaan antara preeklampsia awal dan lanjut menjadi indicator yang baik terhadap signifikan penyakit. Ada bukti yang menyatakan bahwa penyakit akan lebih berat jika dihubungkan dengan awitan lebih awal, yaitu sebelum 34 minggu masa kehamilan, yang menyokong konsep yang menyatakan bahwa etiologi penyakit akan berbeda dengan preeclampsia onset lanjut. Onset awal muncul disebabkan oleh plasenta, dan berhubungan dengan abnormalitas aliran Doppler arteri uterine, pertumbuhan janin terhambat, dan hasil yang merugikan bagi ibu dan anak. Onset lanjut (> 34 minggu) dihubungkan dengan factor konstitusional ibu, seperti BMI, yang dikaitkan dengan hasil yang lebih baik.11

1. AnamnesisSebagai bagian dari penilaian awal prenatal, wanita hamil sebaiknya ditanya tentang factor resiko potensial terjadinya pantifosfolipid.reeclampsia. Harus ditanyakan riwayat kehamilam, terutama munculnya hipertensi atau preeclampsia saat kehamilan sebelumnya. Pada riwayat penyakit harus dinilai kondisi medis yang dapat meningkatkan resiko preeclampsia termasuk diabetes mellitus, hipertensi, penyakit vascular dan jaringan ikat, nefropati, dan sindrom antibody antifosfolipid. Selama control setelah 20 minggu, wanita hamil sebaiknya ditanyakan gejala spesifik seperti gangguan penglihatan, sakit kepala yang persisten, nyeri perut kuadran kanan atas dan uluhati, dan edem.10

2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan tekanan darah harus selalu diukur pada setiap kedatangan. Seperti yang telah disampaikan, peningkatan diatas batas yang melebihi 30 mmHg untuk sistolik atau 15 mmHg untuk diastolic tidak lagi menjadi pertimbangan criteria preeclampsia. Untuk pembacaan yang akurat, harus digunakan manset yang cocok dan pengukuran dilakukan pada saat istirahat atau >10 menit. Pada pemeriksaan sebaiknya pasien diposisikan tegak atau terlentang ke samping kiri dengan lengan sejajar dengan jantung. Tinggi fundus uteri harus diukur sebab jika besarnya kurang dari bulannya, maka dapat diindikasikan terjadi pertumbuhan janin terhambat atau oligohidramnion. Edema wajah yang semakin hebat dan peningkatan berat badan yang cepat harus dicatat karena adanya retensi cairan. Walaupun tidak khas, tetapi ada baiknya diekrjakan pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria.10

3. Pemeriksaan laboratoriumSampai saat ini masih belum ada pemeriksaan tunggal yang hemat biaya dan meyakinkan untuk skrining preeclampsia. Dulu digunakan pemeriksaan asam urat, tetapi hasilnya kurang sensitive dan kurang spesifik. Namun, dapat dipakai untuk mengidentifikasi wanita dengan hipertensi kronik yang dapat menjadi superimpose preeclampsia. Evaluasi laboratorium sebaiknya dilakukan awala pada wanita hamil. Pemeriksaannya dapat berupa enzim hati, trombosit, kreatinin serum, dan pengumpulan urin 12-14 jam untuk menghitung protein total.10Ketika diagnosis preeclampsia telah ditegakkan, pemeriksaan yang lebih dalam harus dikerjakan. Wanita dengan preeclampsia yang tidak progresif, pemeriksaan dilakukan setiap minggu. Jika preeclampsia progresif maka diulang lebih sering. Rasio protein urin dan kreatinin tidak cukup sensitive untuk membedakan preeclampsia ringan dan berat. Namun, rasio kurang dari 0,2 dapat menyingkirkan adanya proteinuria.10,11

F. PENATALAKSANAANTerapi kausal dari preeklamsi adalah persalinan yang segera dilakukan sehingga terjadi penyembuhan yang segera dan menyeluruh dari preeklamsi. Meskipun demikian, persalinan yang terlalu dini akan menyebabkan kondisi preterm pada bayi dan tentunya hal ini memiliki komplikasi yang tidak baik untuk kondisi bayi yang dilahirkan. Disamping itu, menunggu saat persalinan yang aterm tentunya juga menempatkan posisi ibu dalam bahaya perburukan preeklamsi yang dapat terjadi setiap saat.8Oleh karena itu, tatalaksana yang paling tepat adalah memperhatikan keseimbangan kondisi ibu dan janin yang harus terus menerus kita pantau selama kehamilan. Selama kondisi ibu memungkinkan untuk meneruskan kehamilan tanpa komplikasi yang mengikuti ataupun hanya masalah yang tidak mengancam jiwa, kita dapat mempertahankan kehamilan hingga kondisi bayi memungkinkan untuk hidup ekstra uterin, bahkan dipertahankan hingga usia kehamilan aterm.8

Parameter yang dapat diperiksa sewaktu kontrol rutinParameterHasilInterval Kontrol

Tekanan Darah 160 mmHg atau diastolik >100 mmHg2. TD >140/90 mmHg disertai proteinuri > 0,3g/l3. Proteinuri dan Odem yang terjadi dengan cepat atau kenaikan BB (>1kg/mgg)4. Ancaman kesejahteraan janin (contoh: CTG yang suspek, gagal tumbuh, subjektif ibu bahwa bayi bergerak lebih sedikit).5. Sindrom prodromal terlepas dari ringan atau beratnya hipertensi /proteinuri6. Simptom susunan saraf pusat ancaman preeklamsi7. Nyeri perut bagian atas kemungkinan sindrom HELLP 8. Hipertensi dan/atau Proteinuri dan Faktor Resiko(lihat tabel faktor resiko), kehamilan kembar, pertumbuhan janin terlambat, usia gestasi muda (1mg/dl atau creatinin clearance13gr/dl).

1. Terapi HipertensifTujuan dari terapi hipertensi preeklamsi adalah mencegah komplikasi cerebrovaskular dan kardial pada ibu hamil. Hal yang perlu diketahui, menurunkan tekanan darah pada wanita dengan preeklamsi dan tekanan darah yang tinggi akan memberikan keuntungan pada wanita tersebut. Namun, hal ini juga akan memberikan efek yang kurang baik pada janin. Hal ini disebabkan karena efek dari obat penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ke jaringan janin akan menurun dan hal ini akan menyebabkan bayi kekurangan nutrien dan oksigen. Oleh sebab itu, penggunaan obat darah tinggi sebaiknya hanya diberikan, jika TD sistolik >160 mmHg dan/atau diastolik >110 mmHg.8Indikasi pemberian anti-hipertensif :a. Peningkatan TD yang perlahan dan terus menerus.b. Hipertensi yang berat dan akut, dimana obat yang digunakan sebaiknya kerja cepat.

Antihipertensi kerja lama yang dapat diberikan pada kasus preeklamsiGolonganZat aktifDosis awalDosis maksimal

Agonis 2 sentralMetil dopa3x250 mg/hari p.o3 gr/hari p.o

Antagonis kalsiumRetard. Nifedipin2x30 mg/hari p.o150 mg/hari p.o

Antagonis Metoprolol1x50 mg/hari p.o100 mg/hari p.o

Antihipertensi untuk hipertensi yang akut dan berat

GolonganZat aktifDosis

Vasodilator periferDihidralazin 5 mg.iv Lanjut dengan 2-4,5 mg/ jam dengan siringpump dalam NaCl 0,9%

Antagonis kalsiumNifedipin 5-10 mg p.o/s.l 30 mnt kemudian diulang Lanjut dengan 30 mg nifedipin tiap 8 jam

Bloker -reseptorUrapidil 6 sampai max 24 mg/jam i.v Bila perlu 5-10mg i.v(bolus dalam 2 mnt)

2. Terapi antikonvusifMagnesium sulfat:8a. Diketahui memiliki efek profilaksisb. Diindikasikan untuk diberikan pada pasien dengan preeklamsi berat. Bolus inisial 3-4gr dalam 20 menit iv, lanjut 1-2 gr/jam dalam bentuk infus terus menerus sa,apai 24(atau 48 jam) post partum. Namun pemberian post partum ini bergantung pada situasi dan kondisi ibu pasca melahirkan.c. Jika menggunakan magnesium sebagai terapi, beberapa parameter berikut perlu diawasi, misal: Ekresi urin 50ml/jam Pengawasan refleks patella Frekuensi napas (14x/mnt) atau pengawasan saturasi oksigen (95%)

Antidotum: Selalu siapkan larutan kalsium glukonas(1 ampul = 10 ml kalsium glukonas 10% diberikan secara lambat i.v selama 3 menit).8

3. Low-molekul heparina. Tidak diberikan pada preeklamsi berat dan sindrom HELLP (selama resiko perdarahan masih tinggi).8b. Dapat dipikirkan untuk diberikan apabila jumlah trombosit >100.000 dan fibrinogen > 200mg%. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan profilaksis terhadap thrombosis.8

4. Pengawasan JaninPengawasan janin penting pada preeklamsi merupakan suatu keharusan, mengingat bahwa resiko yang mengarah ke pertumbuhan janin yang terhambat, asfiksia janin, dan IUFD cukup signifikan. Metode yang dapat digunakan diantaranya:8a. Non-stress-test(NST): Pada preeklamsi ringan sampai sedang: 1-2x/mgg Pada preklamsi berat: 1-beberapa kali/harib. Fetometri USG: tiap 14 haric. Sonografi doppler dan Amnion Fluid Index: Interval pemeriksaan tergantung dari derajat keparahan preeklamsi ,hasil dari pemeriksaan fetometri dan usia gestasi (tiap 2 hari hingga tiap 2 minggu).

Dari hasil pemeriksaan ini, kita dapat memperkirakan kondisi vital dari janin dan apakah plasenta memungkinkan untuk kelahiran secara spontan atau tidak.

MANAJEMEN BERDASARKAN USIA KEHAMILANPertimbangan cost and benefit:Tatalaksana dari pasien preeklamsi selalu mempertimbangkan balancing of risks untuk anak dan ibu. Oleh karena itu, beberapa hal berikut dapat jadi pertimbangan kita:81. Preeklamsi adalah suatu kondisi progresif yang berbahaya untuk ibu dan janin2. Satu-satunya terapi kausal adalah persalinan3. Persalinan adalah jalan keluar yang paling optimal untuk ibu4. Persalinan dalam banyak kasus memberikan efek yang tidak baik untuk janin, karena persalinan yang sebelum waktunya, akan menyebabkan bayi dalam kondisi prematur5. Kondisi yang buruk dan mengancam bagi ibu akan menyebabkan kondisi janin memburuk dengan sangat cepatAlgoritma Tatalaksana Preeklamsi Ringan

Hipertensi dalam kehamilan atau preeklampsia ringanUsia kehamilan 37 mggUsia gestasi > 33 mgg dan pecah ketuban dan/atau kontraksiLihat tatalaksana preeklamsi beratKondisi ibu dalam keadaan tidak baik atau kesejahteraan janin tergangguTidak didapati penemuan patologi pada janin dan ibupersalinanUsia kehamilan 32 mggUsia Gestasi 23-32 mggUsia Gestasi 32 mgg

Selama persalinan, pengawasan terhadap CTG, perdarahan serta rasa nyeri yang hebat pada ibu harus setiap saat diawasi. Selain itu, penolong persalinan tidak lupa dalam pengawasan tekanan darah.8

Manajemen Postpartal1. Dalam waktu 48 jam setelah persalinan, pengawas sebaiknya tetap waspada, karena kondisi terburuk (seperti eklamsi, sindrom HELLP, kegagalan multiorgan) masih dapat terjadi sehingga harus dilakukan pengawasan yang ketat:a. Adakah tanda-tanda preeklamsi beratb. Pemeriksaan TD yang rutinc. Menghitung balans cairan input dan output. Bahaya odem paru meningkat akibat meningkatnya ekstravasi cairan disertai plasma leakage.2. Diuresis bisa ditingkatkan dengan pemberian Furosemid (10-20mg single dose)3. Pemberian magnesium masih dilakukan sampai dengan 24 jam post partum.4. Tekanan darah yang tinggi dapat kembali normal dalam waktu 1 minggu post partum. Pada TD yang tinggi dan persisten (>160/110 mmHg), maka terapi antihipertensif yang dapat diberikan:a. Nifedipin retard (2x30mg), ataub. Antagonis reseptor-

Pasien dapat dipulangkan, jika tekanan darah berada dalam kisaran normal (meskipun dibawah pengaruh obat-obatan). Tekanan darah terus dikontrol dan obat-obatan dapat dihentikan bila tekanan darah dalam batas normal dalam beberapa hari.8

G. PROGNOSISPreeclampsia dan eklampsia diduga menjadi penyebab kematian ibu per tahun sebesar 14% (50.000-70.000). morbiditas dan mortalitas pada preeclampsia dan eklampsia tergantung pada:121. Disfungsi endotel sistemik2. Vasospasme dan thrombosis pembuluh darah kecil yang menyebabkan iskemik jaringan dan organ3. Kejadian terhadap susunan saraf pusat seperti kejang, stroke, dan perdarahan4. Nekrosis tubular akut5. Koagulopati6. Solusio plasenta pada ibu

Kekambuhan pada wanita yang mempunyai riwayat preeclampsia pada kehamilan sebelumnya sebesar 10%. Jika mengalami preeclampsia berat (termasuk HELLP dan/atau eklampsia) resikonya dapat mencapai 20% pada kehamilan berikutnya. Jika preeclampsia muncul pada usia kehamilan < 30 minggu, maka kekambuhan dapat mencapai 40%.12

BAB IIIEKLAMPSIA

A. EPIDEMIOLOGIInsidens pada eklampsia di negara maju berkisar 4-5/10.000 persalinan dan pada negara berkembang dengan pengawasan dan perawatan kehamilan yang kurang baik, maka insidensnya akan cukup tinggi (lihat sub bab epidemiologi preeklamsia).8

B. ETIOLOGISampai sekarang etiologi yang dapat menjelaskan proses eklamsi masih belum diketahui.

C. MANIFESTASI KLINISPeriode terjadinya eklampsia, 2/3 eklampsi terjadi sewaktu prenatal dan 1/3 eklampsi terjadi 2 hari post partal. Kebanyakan preeklampsi terjadi tanpa terlihat dan terjadi tanpa gejala prodromal yang khas. Jika suatu gejala muncul, maka gejala yang lain dapat muncul dengan cepat pula.8Gejala susunan saraf pusat adalah gejala peringatan terjadinya suatu ancaman eklampsia. Tidak ada korelasi langsung antara derajat keparahan dengan hipertensi. Karakteristik kejang bersifat Tonik klonik. Pada umumnya kejang dimulai di ekstremitas dan menyebar ke seluruh tubuh dan hampir tidak bisa dibedakan dengan kejang pada epilepsi. Eklamsia adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa ibu dan janin.8

D. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDINGPenegakan diagnosis hamper sama seperti preeclampsia dan kriterianya ditambahkan dengan adanya kejang. Pada pasien harus disingkirkan adanya trauma. Pada pemeriksaan CT scan dan MRI dapat diperlihatkan adanya gambaran edema otak, perdarahan, dan infark. Namun, pemeriksaan radiologi ini jarang dikerjakan.13

Diagnosis banding dapat berupa: 1. Epilepsi2. Perubahan serebrovaskular (stroke iskemik dan hemoragik, trombosis vena dan odem otak)3. Massa desak ruang intracranial4. Meningitis / encefalitis5. Gangguan metabolit dan toksisitas (penggunaan kokain, hipoglikemi, hiperglikemi, hiponatremi, hipokalsemi)

E. PENATALAKSANAANTindakan yang penting:81. Mempertahankan fungsi vital ibu: Pembebasan jalan napas, pemberian oksigen2. Pengawasan intensif (penghitungan TD, frekuensi nadi, saturasi oksigen secara continue)

Terapi simptomatis dan profilaksis terhadap kejang:1. Magnesium sulfat:Diberikan dosis inisial: 3-4 gram MgSO4 iv dalam 5 menit dan kemudian: 1-3 gram MgSO4/jam sebagai maintenance. Dengan terapi ini, maka gejala eklamsia dapat segera hilang. Efek samping: Rasa panas, flush, mual, muntah, sakit kepala, palpitasi. MgSO4 dapat melalu sawar plasenta sehingga seringkali menurunkan frekuensi dasar jantung janin dan menyempitkan amplitudo oscillasi dari CTG.8

2. Diazepam:Dosis yang diberikan 0,1-0,3mg/kgBB, dapat berfungsi pula untuk menangani kejang pada eklamsia, meskipun demikian kombinasi antara magnesium dengan diazepam akan menyebabkan efek samping susah dinilai. Dalam hal ini efek samping yang dimaksudkan adalah gangguan respirasi, dikarenakan kedua obat tersebut menyebabkan gangguan respirasi, namun dengan mekanisme yang berbeda.8

Tatalaksana lain yang dapat diberikan:1. Penilaian kesejahteraan janin: CTG dan USG2. Menurukan TD (pertimbangkan dengan hidralazin), jika TD>160/110 mmHg3. Setelah stabilisasi kondisi ibu (untuk persalinan), awasi terus menerus kemungkinan serangan simptomatik eklamsi lainnya.

F. PENCEGAHANHal-hal yang dapat diberikan untuk mencegah suatu preeklamsia:81. Pada ibu dengan risiko rendah: dapat diberikan suplemen magnesium, zink, minyak ikan, antioksidan dalam bentuk vitamin (mis. Vit C), Aspirin dosis rendah (60 dan 100 mg/ hari). Meskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa pemberian ini tidak memberikan hasil yang signifikan, namun penelitian lain menunjukkan bahwa substansi diatas dapat memberikan efek yang meringankan preeklamsi.2. Pada kehamilan denga resiko tinggi: mulai dari usia kehamilan 12 mgg hingga 36 minggu, maka dapat diberikan aspirin dosis rendah.

G. PROGNOSISSemakin dini hipertensi muncul, semakin besar kemungkinan progresi dari preeklamsi ke eklamsia.1. Tinggi rendahnya dari Tekanan Darah: Berhubungan dengan outcome dari ibu dan/atau anak.2. Hipertensi gestational ringan: Sebagian kasus terjadi setelah usia kehamilan 36 mgg. Prognosis untuk ibu dan anak baik. Namun, angka induksi persalinan dengan obat dan persalian operatif cenderung lebih tinggi daripada kehamilan dengan tensi yang normal.3. Preeklamsia dengan manifestasi yang parah: Biasa terjadi, bila preeklamsi sudah terjadi sebelum usia kehamilan 35 mgg.a. Morbiditas ibu yang disebabkan oleh gejala eklamsi, odem paru, gagal ginjal atau kegagalan fungsi hepar yang akut, DIC dan pendarahan cenderung tinggi.b. Angka preterm