documentpr
DESCRIPTION
tvrtvTRANSCRIPT
FUNGAL KERATITIS
1. Itraconazole
Dosis
Dosis: 100-200mg tablet perhari selama 21 hari.
Farmakodinamik dan Farmakokinetik
Itrakonazol bersifat lipopilik dan tidak larut air. Itrakonazol dapat diserap pada pH
lambung yang rendah. Bioavailability secara oral dapat beragam, hanya 50-60% diserap dengan
makanan dan <20% saat lambung kosong. Itrakonazol berikatan erat dengan protein (99%) dan
dimetabolisme di hati, lalu diekskresikan ke saluran empedu. Waktu paruh nya 15-20 jam.
Konsentrasi serum menetap setelah 2 minggu terapi. Pada jaringan yang lipopilik, konsentrasi
obat 2-20 kali lipat dibandingkan di serum. Obat tidak muncul dengan kuantitas signifikan di
urin dan cairan spinal.
Penggunaan
Itrakonazol menggantikan ketokonazol sebagai obat pilihan pada terapi
paracoccidioidomycosis dan chromomycosis, karena toksisitas nya yang rendah. Efektifitasnya
juga dilaporkan untuk terapi aspergilosis. Meskipun konsentrasi cairan serebrospinal yang
sedikit, namun berguna untuk terapi cryptococcal dan coccidioidal meningitis. Kegunaan
tambahan termasuk untuk candidiasis vagina, tinea versicolor, infeksi dermatophyte, dan
onychomycosis.
Efek Samping
Itrakonazol biasanya ditoleransi dengan baik namun bisa menyebabkan nausea. Pusing
dan sakit kepala juga kadang dilaporkan. Dosis tinggi mungkin menyebabkian hipokalemia,
hipertensi dan edema. Hepatotoksik <5% kasus dan biasanya ditandai dengan peningkatan enzim
hepar.
Interaksi Obat
Itrakonazol memiliki interaksi yang signifikan terhadap rifampisin, fentoin dan
karbamazepin. Itrakonazol meningkatkan kadar digoxin dan siklosporin di serum dan dapat
mempengaruhi metabolisme obat – obat hipoglikemi oral. Penyerapan nya dipengaruhi antacid,
H2 bloker, PPI dan obat yang berisi buffer seperti anti retroviral.
2. Natamycin ED
Natamycin kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap obat. Obat ini
termasuk kategori C untuk wanita hamil dan digunakan dengan pengawasan selama kehamilan
dan periode laktasi. Jika penggunaan obat selama 7-10 hari tidak menghasilkan perbaikan, maka
infeksi kemungkinan disebabkan oleh mikroorganisme lain yang tidak sensitif natamycin.
Dosis: inisial 1 tetes dengan interval 1-2 jam perhari. Setelah 3-4 hari frekuensi dikurangi
jadi 6-8 tetes perhari dilanjutkan selama 14-21 hari sampai perbaikan klinis. Kemudian dikurangi
bertahap selama 4-7 hari.
3. Pembedahan
Indikasi operasi (transplantasi kornea) pada fungal keratitis yaitu pasien yang tidak
respon terhadap pengobatan fungal baik topical atau oral.
Infeksi kornea yang berat dapat menyebabkan perforasi akut, skleritis dan endoptalmitis,
dengan kehilangan visus yang cepat. Pada kasus keratitis e.c jamur, tindakan pembedahan
membantu dalam penyaluran obat ke sel-sel. Beberapa metode yang digunakan seperti
debridement dan flap konjungtiva dan bersamaan dengan terapi antifungal. Deberidement epitel
kornea menyebabkan penetrasi yang lebih baik dari amphotericin B topical, dibandingkan
dengan epitel yang masih intak. Lamellar keratectomy merupakan metode lain untuk membuang
filamen – filamen jamur. Disamping itu, flap konjungtiva yang permanen atau transplantasi
membrane amniotic, dan penggunaan zat adhesi jaringan merupakan metode pembedahan lain
yang digunakan untuk berbagai jenis ulkus kornea.
Untuk menghentikan progresifitas infeksi, mencegah komplikasi, dan mempertahankan
anatomi, terapi penetrating keratoplasty (PKP) dilakukan untuk kasus fungal keratitis yang berat.
Studi terbaru pada 52 kasus, 38,5% mata mengalami penolakan graft setelah PKP primer;
dimana 12 diobati dengan antifungal dan 8 lainnya dilakukan sekunder PKP dengan 4
memerlukan graft. Infeksi jamur yang rekuren, dan komplikasi lainnya mungkin muncul selama
PKP. PKP efektif dalam pengobatan mycotic keratitis dengan perforasi kornea. Donor kornea
sudah ditemukan efektif dalam terapi PKP untuk mengontrol fungal keratitis yang berat, dan
infeksi jamur berhasil dieradikasi tanpa komplikasi.
Sebuah studi menyatakan 86,7% dari mata yang diobati berhasil mengeradikasi infeksi
jamur tanpa rekurensi dan integritas anatomi dapat dipertahankan tanpa komplikasi. Optical PKP
setelah pemberian obat PKP dinyatakan berguna untuk kesembuhan tajam penglihatan, dengan
frekuensi rendah adanya penolakan graft, dan graft bertahan dalam jangka panjang. Untuk
memperbaiki terapi keratomycocis dengan PKP, lamellar keratoplasty (LKP) bisa menjadi
metode efektif lainnya.
1. Roach, S. Introductory Clinical Pharmacology. Edisi ke-7. USA: Lippincott Williams &
Wilkins; 2004.
2. C.R.Craig, R.E.Stitzel. Modern Pharmacology with Clinical Applications. Edisi ke-6.
USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2004.
3. Shukla, P.K., Kumar, M., dan Keshava, G.B.S. Mycotic Keratitis: An Overview of
Diagnosis and Therapy. Mycoses [internet] 2008; 51: 183–199