pr dr. ariadnee

13
PR Ujian Kompre dr. Ariadne Tiara H, Sp.A, M.Si Med 1. Imunisasi a. Imunisasi Dasar Lengkap Jenis Imunisa si Dosis Cara Pemberi an Penyimpanan Isi KIPI BCG 0,05 ml Intra Kutan di M. deltoid dextra Kamar dingin (cold room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin yang mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5 M 3 ) sampai dengan 100.000 liter (100 M 3 ). Suhu bagian dalamnya mempunyai kisaran antara +2 o C s/d +8 o C. Mycobacterium bovis yang dilemahkan Reaksi Lokal contoh abses pada tempat suntikan, limfadenitis , selulitis. Hepatit is B 0,5 ml Intra Muskule r di M. Vastus Lateral is Zat mirip HbsAg (hasil rekayasa genetik) Gejala klinis : -demam -Syok anafilaksis (timbul saat 4 jam post vaksin) DPT + HiB 0,5 ml Intra Muskule r di M. Vastus Lateral is Difteri : toksoid Pertusis : seluler / killed bacteria Tetanus : Toksoid - Toksoid (DPT, DT, TT) : Demam hebat, Syok anafilaksis (4 jam), Neuritis brakial (2- 28 hari)

Upload: sofiakusumadewi

Post on 10-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

anak

TRANSCRIPT

Page 1: PR Dr. Ariadnee

PR Ujian Kompre dr. Ariadne Tiara H, Sp.A, M.Si Med

1. Imunisasi

a. Imunisasi Dasar Lengkap

Jenis Imunisasi

Dosis Cara Pemberian

Penyimpanan Isi KIPI

BCG 0,05 ml Intra Kutan di M. deltoid dextra

Kamar dingin (cold room) adalah sebuah tempat penyimpanan vaksin yang mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5 M3) sampai dengan 100.000 liter (100 M3). Suhu bagian dalamnya mempunyai kisaran antara +2oC s/d +8oC.

Mycobacterium bovis yang dilemahkan

Reaksi Lokal contoh abses pada tempat suntikan, limfadenitis, selulitis.

Hepatitis B 0,5 ml Intra Muskuler di M. Vastus Lateralis

Zat mirip HbsAg (hasil rekayasa genetik)

Gejala klinis :-demam-Syok anafilaksis (timbul saat 4 jam post vaksin)

DPT + HiB 0,5 ml Intra Muskuler di M. Vastus Lateralis

Difteri : toksoidPertusis : seluler / killed bacteriaTetanus : Toksoid

- Toksoid (DPT, DT, TT) : Demam hebat, Syok anafilaksis (4 jam), Neuritis brakial (2-28 hari)

- Pertusis whole-cell (DPT, DTP-HB) : Syok anafilaksis (4 jam), Ensefalopati 72 jam

Campak 0,5 ml Sub Kutan di M. Deltoid sinistra

Virus morbili yang dilemahkan dan ditanam di media embrio ayam, kemudian di ekstrak

Demam, Syok anafilaktik (pada individu yang alergi terhadap telur ayam/ produk dari ayam), SSPE (subacut sclerosis pan ensefalitis).

Polio 2 tetes Oral: Kamar beku (freeze Oral : sabin (virus Acute Flaccid

Page 2: PR Dr. Ariadnee

(oral)

0,5 ml (injeksi)

mulut

Injeksi : Intra Muskular M. Deltoid Sinistra

room) adalah sebuah tempat penyimpananvaksin yang mempunyai kapasitas (volume) mulai 5.000 liter (5M3) sampai dengan 100.000 liter (100 M3), suhu bagiandalamnya mempunyai kisaran antara -15oC s/d -25oC.

polio yg dilemahkan)

Injeksi : salc (virus polio yang telah dimatikan)

Paralyse

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013

Tentang Penyelenggaraan Imunisasi

b. DPT aseluler dan whole

DPwT merupakan imunisasi DPT whole cell pertusis atau yang di dalamnya

terdapat komponen lengkap protein pertussis, sedangkan DPaT merupakan imunisasi

DPT acelullar, hanya di dalamnya terdapat sedikit protein dalam pertussis. Sehingga pada

DPaT di mana protein pertusis telah di kurangi, hal ini bisa menyebabkan kemungkinan

timbul efek sampingnya berkurang. Tetapi, bukan berarti DPaT bebas demam. Namun

jika timbul demam tak setinggi DPwT (Soedjatmiko dan Tumbelaka, 2008).

c. Polio Oral / Injeksi

Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (Oral Polio Vaccine) dan IPV

(Inactivated Polio Vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut, sedangkan IPV

diberikan melalui suntikan (dalam kemasan sendiri atau kombinasi DpaT). Vaksin polio

oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi dasar

(Soedjatmiko dan Tumbelaka, 2008).

Dosis

OPV diberikan 2 tetes per-oral.

Page 3: PR Dr. Ariadnee

IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuskular. Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau

dalam kemasan kombinasi (DTaP/IPV, DTaP/Hib/IPV).

d. BCG

Menurut Baretto et al (2006), anak-anak yang telah divaksin BCG saat bayi,

kurang dari 60 % menunjukan skar setelah 2 tahun pasca vaksinasi. Pembentukan skar

bukan merupakan indikator keberhasilan vaksinasi BCG pada bayi. adanya skar

mengindikasikan vaksinasi BCG sebelumnya, tetapi tidak ada literature yang

membuktikan adanya hubungan skar dengan proteksi / imunitas terhadap TB. Apabila

tidak muncul skar pasca vaksinasi, maka tak perlu diulang (booster). Sebab vaksin BCG

berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan

vaksin berisi kuman mati, sehingga memerlukan pengulangan.

2. Tatalaksana Kejang pada Neonatus

a. Medikamentosa untuk menghentikan kejang (IDAI,2011):

Fenobarbital 20 mg/kgBB intravena (IV) dalam waktu 10-15 menit, jika kejang tidak

--berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak 2 kali dengan selang

waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena, dapat diberikan intramuskular

(IM) dengan dosis ditingkatkan 10-15%.

Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kgBB IV dalam larutan garam --

fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit.

Bila kejang masih berlanjut, dapat diberikan

Golongan benzodiazepine misalnya lorazepam 0,05 – 0,1mg/kgBB setiap 8-12

jam

Midazolam bolus 0,2mg/kgBB dilanjutkan dengan dosis titrasi 0,1-0,4

mg/kgBB/jam IV

Piridoksin 50-100 mg/kgBB IV dilanjutkan 10-100 mg/kgBB/hari peroral

b. Pengobatan rumatan (IDAI,2011)

Fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam secara IV --

atau peroral.

Fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari IV atau peroral, dosis terbagi dua atau tiga.

Page 4: PR Dr. Ariadnee

c. Suportif (IDAI,2011)

Menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka serta pemberian oksigen untuk

mencegah hipoksia otak yang berlanjut.

Menjaga kehangatan bayi

Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi adekuat

Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk menghindari

bangkitan kejang pada penderita tetanus

Pemberian nutrisi bertahap, diutamakan ASI.

Bila memerlukan ventilator mekanik, maka harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan

fasilitas Pelayanan Neonatal Level III yang tersedia fasilitas NICU

3. Jelaskan mengenai :

a. Definisi Asfiksia

Asfiksia adalah suatu stres pada bayi baru lahir karena kurang tersedianya oksigen

dan atau kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ. Secara klinis tampak bahwa

bayi tidak dapat bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir. Dampak dari keadaan

asfiksia tersebut adalah hipoksia, hiperkarbia dan asidemia yang selanjutnya akan

meningkatkan pemakaian sumber energi dan menggangu sirkulasi bayi (Manoe dan

Amir, 2003).

Asfiksia adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau

beberapa saat setelah lahir yang merupakan gangguan pada janin dan atau pada neonatus

yang berhubungan dengan kekurangan O2 (hipoksia) dan/atau gangguan perfusi

(iskemia) pada berbagai organ (Kosim, 2006).

b. Definisi Gangguan Nafas

Gangguan nafas / distress respirasi didefinisikan sebagai gangguan sistem

respirasi dalam memenuhi kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara

udara dan darah tanpa bantuan. Distres Respirasi ditandai dengan adanya peningkatan RR

lebih dari 60 x/menit, dispneu dengan adanya retraksi

(intercostal/subcostal/sternal/diafragmatical). Pada distress respirasi dapat ditemukan

adanya grunting (Kumar dan Bhatnagar, 2005).

Page 5: PR Dr. Ariadnee

Skor Downe (Mathai, 2007)

Total nilai 1-3 : tidak ada gawat napas , 4-7 : gawat napas , > 7 : ancaman gawat napas

c. Tabel Nilai normal RR dan HR berdasarkan usia

Sumber : Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit

Tabel Respiration Rate

Usia Respiration Rate

Neonatus 30-60 x/menit

1-6 bulan

30-50 x/menit

6-12 bulan

24-46 x/menit

1-4 tahun

20-30 x/menit

4-6 tahun

20-25 x/menit

6-12 tahun

16-20 x/menit

>12 tahun

12-16 x/menit

Sumber : Pediatric Mini Notes, Edisi 2014

Page 6: PR Dr. Ariadnee

Tabel Heart Rate

Usia Heart Rate2-12 bulan

< 160 x/menit

1-2 tahun

< 120 x/menit

3-8 tahun

< 110 x/menit

Sumber : Pediatric Mini Notes, Edisi 2014

Page 7: PR Dr. Ariadnee

4. Tatalaksana Serangan Asma Pada Anak (IDAI, 2000)

Page 8: PR Dr. Ariadnee

Algoritma Tatalaksana Asma Jangka Panjang pada Anak (IDAI, 2000)

Page 9: PR Dr. Ariadnee
Page 10: PR Dr. Ariadnee

DAFTAR PUSTAKA

Barreto, ML, Pereira, S.M., Ferreira, A.A.. 2006. BCG vaccine efficacy and indications for

vaccination and revaccination. Journal of Pediatri. 82: 45-54

Ikatan Dokter Anak Indonesia, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi. 2000. Konsensus Nasional

Asma Anak. Sari Pediatri. Vol. 2, No. 1.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Edisi II. Jakarta : Badan

Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

Kosim, M.S. 2006. Gawat Darurat Neonatus pada Persalinan Preterm. Sari Pediatri. Vol 7, No.4

Kumar A, Bhatnagar V. 2005. Respiratory Distress in Neonates. Indian J Pediatr. 72(5):425-38.

Manoe, V.M., dan Amir,I.. 2003. Gangguan Fungsi Multi Organ pada Bayi Asfiksia Berat. Sari

Pediatri. Vol 5, No.2

Mathai S, Raju C, Kanitkar C. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI.

2007;63(269-72).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan Imunisasi.

Soedjatmiko, dan Tumbelaka, A.R.. 2008. Buku Pedoman Imunisasi Di Indonesia. Jakarta :

Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

World Health Organization. 2009. Pelayaan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Pedoman Bagi

Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta : WHO dan Depkes RI.