pr dr. khairul edit
DESCRIPTION
ikmTRANSCRIPT
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Tugas Ujian Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman
Disusun Oleh:RAHAYU ASMARANI
PEMBIMBING:dr. M. Khairul Nuryanto, M. Kes
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA2015
Upaya Kesehatan Matra
Istilah matra diarahkan pada kondisi lingkungan yang berubah bermakna
yang mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang atau kelompok. Lingkungan
tersebut bisa terjadi di darat (lapangan), laut maupun udara.
Kondisi matra akibat lingkungan yang berubah bermakna ini bisa terjadi
karena sudah direncanakan maupun tidak direncanakan.
Aktivitas Matra Lapangan yang direncanakan : Haji, Transmigrasi,
Berkemah, Perjalanan mudik lebaran, berkumpulnya penduduk saat festival
ataupun acara-acara keagamaan, perjalanan wisata, kegiatan bawah tanah, dan
kegiatan lintas alam.
Matra laut : Penyelaman, pelayaran, dan kehidupan laut lepas pantai.
Matra Udara : Penerbangan dan kegiatan kedirgantaraan lainnya
Kondisi matra yang tidak direncanakan : Lingkungan pengungsian akibat
terjadinya bencana, gangguan kamtibmas maupun krisis lainnya.
Kesehatan Matra dimaksudkan sebagai upaya terorganisasi untuk
meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna mengatasi masalah kesehatn
akibat lingkungan yang berubah bermakna.
Upaya Kesehatan meliputi Promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi
sebagaimana upaya kesehatan pada umumnya.
Upaya kesehatan matra terbagi dalam kesehatan matra lapangan, kesehatan
matra kelautan dan bawah air serta kesehatan matra kedirgantaraan sebagaimana
isi Kepmenkes No. 215/2004 tentang Pedoman Kesehatan Matra.
Upaya Kesehatan Matra Lapangan
Kesehatan Haji
Kesehatan Transmigrasi
Kesehatan dalam Penanggulangan Korban bencana
Kesehatan Bumi Perkemahan
Kesehatan Situasi Khusus
Kesehatan Lintas Alam
Kesehatan Bawah Tanah
Kesehatan Matra Lapangan yang menjadi domain TNI – Polri yaitu
Kesehatan dalam Penanggulangan Gangguan Kamtibmas (Polri) dan Kesehatan
dalam operasi dan Latihan militer didarat (TNI-AD)
Kesehatan Kelautan dan Bawah Air
Kesehatan Pelayaran
Kesehatan Lepas Pantai
Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik
Kesehatan Matra laut yang dilaksanakan oleh TNI-AL adalah kesehatan dalam
operasi dan latihan militer di laut.
Kesehatan Matra Kedirgantaraan
Upaya Kesehatan Penerbangan
Kesehatan olahraga dirgantara
Kesehatan Ruang Angkasa
Kesehatan Matra kedirgantaraan yang dilaksanakan TNI-AU adalah
kesehatan dalam operasi dan latihan militer di dirgantara
Upaya Kesehatan Matra yang berkaitan operasi tempur dan latihan milter serta
upaya kesehatan matra yang berkaitan dengan gangguan kamtibmas tidak
dilaksanakan oleh KemKes melainkan oleh TNI-Polri. Upaya Kesehatan haji
dikelola tersendiri oleh Subdit Kesehatan Haji mengingat besarnya populasi,
dilaksanakan rutin setiap tahun serta karena kompleksnya masalah kesehatan.
Subdit Kesehatan Matra melaksanakan upaya kesehatan matra lainnya. Kecuali
kesehatan bawah tanah dan kesehatan lintas alam, upaya lainnya sudah memiliki
pedoman atau juknis.
Landasan Hukum
Kesehatan Matra masuk dalam institusi Kementerian Kesehatan sejak
ditetapkannya UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan sebagai Upaya
Kesehatan yang ke 15.
Kesehatan matra termasuk salah upaya yang didesentralisasikan sehingga berlaku
ketentuan otonomi daerah.
Adapun UU yang menjadi Dasar Kesehatan Matra :
UU No. 4/1984 tentang wabah
UU No. 36/2009 tentang kesehatan
UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah
PP No. 40/1991 tentang penanggulangan wabah penyakit menular
Kepmenkes No. 1215/2001 tentang pedoman Kesehatan Matra
Permenkes No. 1575/2005 tentang Organisasi & Tatalaksana Kemkes
- Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Tujuan yang tercantum dalam pedoman kesehatan matra (Kepmenkes
215/2004) adalah “ Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
masyarakat dalam menghadapi kondisi matra agar tetap sehat”. Bila upaya
kesehatan matra telah berjalan maka tujuan dapat lebih dioperasionalkan
dengan sasaran epidemiologis menjadi “menurunkan angka kesakitan,
kecacatan dan kematian akibat kondisi matra”.
Sasaran
Sasaran kesehatan matra adalah meningkatnya kesehatan penduduk
dalam kondisi matra serta menurunnya angka kesakitan, kecacatan dan
kematian penduduk akibat kondisi matra melalui proses pelaksanaan
kegiatan yang terorganisasi lintas program dan lintass sektor dengan
melibatkan swasta dan masyarakat memalui kemitraan yang dinamis.
- Kebijakan dan Strategi
Kebijaksanaan :
Dilaksanakan sesuai aspek legal sebagaimana landasan hukum diatas
Guna memperoleh dukungan perlu dilakukan advokasi dan sosialisasi
Penyelenggaraannya disesuaikan dengan kondisi matra setempat
Pengembangan SDM hingga ke tingkat masyarakat yang berada dalam
kondisi matra
Logistik diperlukan untuk pelayanan kesehatan dan unsur pendukung
lainnya
Melaksanakan koordinasi dan jejaring kerja dengan mitra terkait
Menyediakan informasi melalui surveilans dan pemanfaatan teknologi
Melaksanakan monitoring dan evaluasi agar kegiatan mencapai sasaran
Pengembangan pembiayaan melalui mobilisasi di pemerintahan maupun
di luar pemerintahan
Strategi :
- Pelembagaan
Suatu upaya kesehatan dikatakan telah melembaga di unit kesehatan bila
memiliki fungsi, ada tenaga pengelola serta memiliki kegiatan yang
dilengkapi anggaran.
Pendekatan Kegiatan
Pendekatan operasional didasarkan diarahkan pada 3 hal yaitu :
Peningkatan Kapasitas : pelatihan petugas dan masyarakat, penyediaan
komponen input (peralatan dan logistik), koordinasi dan kemitraan.
Pelayanan Kesehatan : Promosi, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi bagi
penduduk yang berada dalam kondisi matra.
Surveilans : untuk mengetahui faktor resiko dan penyakit akibat kondisi
matra.
Pangembangan kegiatan
Intensifikasi : Meningkatkan upaya yang sudah ada namun belum atau sedang
berkembang (kesehatan penerbangan, kesehatan pelayaran dan lepas pantai).
Ekstensifikasi : Memperlebar kegiatan yang sudah berjalan dengan
melibatkan program, sektor dan swasta terkait (kesehatan transmigrasi,
kesehatan situasi khusus, kesehatan bumi perkemahan, kesehatan
penanggulangan bencana, kesehatan penyelaman).
Inovasi : diarahkan pada kondisi matra spesifik yang tidak dilaksanakan unit
lain (antara lain kesehatan perjalanan/ wisata). Inovasi juga dilaksanakan
untuk mengisi upaya kesehatan matra yang sudah berjalan.
Pengembangan awal : dilakukan untuk kesehatan bawah tanah dan kesehatan
lintas alam manakala kondisi sudah memungkinkan.
Program Kesehatan Haji
Tujuan : meningkatkan kondisi kesehatan calon /jemaah haji Indonesia serta
terbebasnya masyarakat Indoneesia/Internasional dari transmisi penyakit
menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh calon/jemaah haji
Indonesia
Target program kesehatan haji
Puskesmas : pemeriksaan, rujukan dan pembinaan kesehatan sesuai
dengan standar dan prosedur
Cakupan pemeriksaan calon jemaah haji : 100%
Cakupan tes kesehatan calon jemaah haji wanita PUS : 100%
Cakupan imunisasi meningitis meningokokus tetravalent: 100%
Cakupan pelacakan K3JH : 100%
Kesehatan adalah modal dalam perjalanan ibadah haji. Tanpa kondisi
kesehatan yang memadai, niscaya pencapaian ritual peribadatan menjadi tidak
maksimal. Oleh karena itu setiap jemaah haji perlu menyiapkan diri agar memiliki
status kesehatan optimal dan mempertahankannya. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah dengan pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum
keberangkatannya ke Arab Saudi. Agar mencapai tujuan, maka pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan pada jemaah haji sebelum keberangkatan harus dapat
memprediksi risiko kesakitan dan kematian saat melakukan perjalanan ibadah
haji. Risiko kesakitan dan kematian ini selanjutnya dikelola dengan tujuan
menurunkan angka kesakitan dan kematian jemaah haji selama perjalanan ibadah
haji.
Mengingat dan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, penetapan baku mutu
pemeriksaan kesehatan jemaah haji berbasis risiko penyakit dan kematian sebelum
keberangkatan ke Arab Saudi menjadi strategis dan penting. Pemeriksaan
kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan diprioritaskan pada jemaah haji
yang secara epidemiologi memiliki karakteristik berisiko tinggi mendapatkan
kematian sepanjang perjalanan ibadah haji dengan tidak melupakan tujuan
penyelenggaraan kesehatan haji. Tujuan penyelenggaraan kesehatan haji, antara
lain untuk meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum berangkat,
menjaga agar jamah haji dalam kondisi sehat selama menunaikan ibadah sampai
ke tanah air, serta mencegah tejadinya transmisi penyakit menular yang mungkin
terbawa keluar / masuk oleh jemaah haji.
Pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan adalah
pemeriksaan kesehatan pada jemaah haji yang telah mendapatkan nomor porsi dan
telah melunasi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun berjalan,
dilaksanakan di daerah sebelum keberangkatan ke Arab Saudi, yaitu pasca
operasional haji yang baru lalu sampai satu bulan sebelum dimulainya operasional
embarkasi haji tahun berjalan.
Pemeriksaan kesehatan bersifat kontinum dan komprehensif dengan
melaksanakan proses pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan pemeliharaan
kesehatan jemaah haji sesuai standar agar jemaah haji dapat melaksanakan ibadah
haji dengan sebaik-baiknya. Pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan haji
berfungsi sebagai alat prediksi risiko kesakitan dan kematian.
Sejalan dengan Visi Departemen Kesehatan RI yaitu mewujudkan masyarakat
mandiri untuk hidup sehat yaitu kemandirian dapat dicapai melalui berbagai
upaya antara lain penggunaan alat, metode dan teknologi kesehatan yang tepat
guna, sarana pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat dan biaya
kesehatan yang terjangkau. Hal tersebut membutuhkan model pembinaan
kesehatan yang terbukti efektif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
termasuk jemaah haji.
Substansi Pembinaan dalam Peningkatan Kesehatan jemaah
Pengelolaan Kesehatan Mandiri
Aklimatisasi
Kebugaran Jasmani
Gizi pada jemaah haji
Perilaku hidup bersih dan sehat
Kesehatan penerbangan
Identifikasi dan pengelolaan masalah kes. jiwa
Pengenalan masalah kesehatan pada Lansia
Pengelolaan Kesehatan pada jemaah Haji yang memiliki penyakit tertentu
MANASIK KESEHATAN HAJI
Penyelenggaraan manasik kesehatan jemaah haji di Puskesmas mencakup
aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam beribadah haji yang memenuhi
kaidah beribadah dan kemampuan fisik untuk melakukannya. Manasik kesehatan
merupakan upaya pembinaan holistik yang dilakukan kepada perorangan atau
kelompok calon jemaah haji secara paripurna pada semua tahap penyelenggaraan
ibadah haji sejak calon jemaah haji mendaftar sampai kembali ke Tanah Air.
Manasik kesehatan jemaah haji di Tanah Air berawal dari tingkat Puskesmas.
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan baik bagi jemaah haji yang sehat
maupun jemaah haji risti setelah dilakukan pemeriksaan rujukan.
1. PEMERIKSAAN KESEHATAN
Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasistatus kesehatan sebagai
landasan karakterisasi, prediksi danpenentuan cara eliminasi faktor risiko
kesehatan. Dengan demikian, prosedur dan jenis-jenis pemeriksaan mesti
ditatalaksana secara holistik. Tahap - tahap pemeriksaan kesehatan calon jemaah
haji:
a. Pemeriksaan Kesehatan tahap I
b. Pemeriksaan Kesehatan tahap II
a. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama adalah upaya penilaian status
kesehatan pada seluruh jemaah haji, menggunakan metode pemeriksaan medis
yang dibakukan untuk mendapatkan data kesehatan bagi upaya-upaya perawatan
dan pemeliharaan, serta pembinaan dan perlindungan. Pelaksanaan pemeriksaan
dilakukan oleh oleh Tim Pemeriksa Kesehatan di Puskesmas yang ditunjuk oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Jemaah haji mengajukan permintaan Pemeriksaan Kesehatan untuk
mendapatkan Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan bagi kelengkapan
pendaftaran haji. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji di Puskesmas sesuai tempat
tinggal/domisilinya.
Hasil pemeriksaan dan kesimpulannya dicatat dalam Catatan Medik dan
ditulis dalam Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan oleh dokter pemeriksa lalu
diserahkan kepada jemaah sebagai kelengkapan dokumen perjalanan ibadah haji
di Kantor Kementerian Agama. Jemaah haji yang memenuhi syarat dapat segera
diberikan imunisasi Meningitis meningokokus (MM). Pelaksanaannya diatur oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dokter mengeluarkan Surat Keterangan
Vaksinasi atau Profilaksis sebagai dasar penerbitan International Certificates of
Vaccination (ICV) oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
b. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua atau Pemeriksaan Lanjut adalah
pemeriksaan tambahan yang dilakukan pada jemaah haji berdasarkan hasil
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan atau hasil pemeriksaan dalam rangka
perawatan dan pemeliharaan kesehatan yaitu Jemaah haji usia lanjut (60 tahun
atau lebih), jemaah menderita penyakit menular, atau jemaah yang menderita
penyakit yang diperkirakan berpengaruh terhadap kesehatan selama perjalanan
ibadah haji (berisiko tinggi) harus dirujuk ke Pemeriksaan Kesehatan Kedua untuk
mendapat pemeriksaan kesehatan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dilakukan segera
setelah diketahui selepas Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama, dan sudah
selesai selambat-lambatnya satu bulan sebelum operasional embarkasi haji
dimulai.
.
c. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan atas dasar
indikasi medis pada JH yang menderita suatu penyakit, dimana penyakit tersebut
belum dapat ditegakkan diagnosisnya dengan data pemeriksaan pokok dan lanjut.
Jenis pemeriksaan kesehatan bagi Jemaah Haji (JH) dapat dikelompokkan
menjadi pemeriksaan pokok, pemeriksaan lanjut dan pemeriksaan khusus.
Pemeriksaan kesehatan pokok dilakukan secara holistik dengan pemeriksaan
medis dasar harus dilakukan pada semua JH. Data yang diperoleh meliputi
identitas, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik (tanda vital, postur, syaraf kranial,
toraks, abdomen), kesehatan jiwa dan laboratorium klinik rutin.
2. BIMBINGAN DAN PENYULUHAN KESEHATAN JEMAAH HAJI
Bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan jemaah dengan cara-cara promotif untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat jemaah haji
agar mampu sehat mandiri, melalui pembelajaran dari, oleh, dan bersama jemaah
haji, sesuai sosial budaya setempat.
Kegiatan bimbingan dan penyuluhan kesehatan jemaah haji dapat dilakukan
melalui penyuluhan dan bimbingan perorangan, penyuluhan dan bimbingan
berkelompok, kemitraan dalam rangka bimbingan dan penyuluhan kesehatan
jemaah haji serta promosi kesehatan haji. Bimbingan dan penyuluhan kesehatan
dilakukan terus menerus dan berkesinambungan secara komprehensif sebelum
keberangkatan, selama perjalanan ibadah haji dan sekembalinya ke tanah air.
Bimbingan dan penyuluhan kesehatan diprioritaskan pada jemaah haji usia
lanjut, jemaah dengan potensi masalah kesehatan (jemaah risiko tinggi), menderita
penyakit menular, dan jemaah haji hamil. Jemaah haji usia lanjut, jemaah dengan
masalah kesehatan, menderita penyakit menular atau hamil diprioritaskan
mendapat kunjungan rumah oleh Puskesmas atau petugas kelompok bimbingan
jemaah haji agar mendapat pemeliharaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan
kesehatan yang memadai.
World Health Organization (WHO) telah memberikan anjuran untuk menjadi
panduan untuk jemaah haji seluruh dunia ke Arab Saudi. Antara anjuran sebelum
berangkat ke Arab Saudi adalah dengan memastikan telah melakukan
pemeriksaan kesehatan terutama jika mempunyai penyakit berat yang dapat terjadi
eksaserbasi sewaktu perjalanan.
Bimbingan dan penyuluhan yang diberikan kepada bakal jemaah haji juga
meliputi pencegahan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan
dan memproteksi dari dari penyakit, baik sebelum berangkat, semasa dan setelah
pulang dari mengerjakan haji. Sebelum berangkat lagi para bakal jemaah harus
mengamalkan cuci tangan kerap dengan sabun dan air. Apabila tangan tidak
kelihatan kotor, hand rub dapat digunakan. Selain itu, memakan makanan yang
selamat dimakan seperti menghindari makanan tidak masak penuh maupun
makanan yang sanitasinya buruk, membasuh buah dan sayuran sebelum makan
dan mengamalkan hieginitas personal yang baik.
Anjuran untuk semasa melakukan Haji antaranya jika jemaah menderita
infeksi pernafasan akut dengan demam dan batuk dianjurkan untuk menghindari
kontak dengan orang lain, menutup mulut dan hidung dengan tisu ketika batuk
atau bersin dan membuang tisu dalam tempat sampah dan mencuci tangan
setelahnya. Jika tidak memungkinkan, dapat batuk atau bersin ke dalam lengan
dalam baju, tetapi tidak pada telapak tangan. Jemaah tersebut juga harus
melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan yang mendampingi kelompok
jemaah hajinya. Jemaah juga disarankan tidak membuat kontak dengan dusun, dan
hewan domestik maupun hewan liar terutamanya unta, lebih-lebih lagi setelah
tersebarnya virus Middle East Respiratory Cyndrome Coronavirus (MERS-CoV).
Selain itu, hindari dari terpapar ke bawah matahari dalam waktu yang lama,
dianjurkan perjalanan pada waktu malam jika memungkinkan, menutup kepala
pada siang hari (dengan menggunakan payung jika memungkinkan) atau tidak
menggunakan bus yang bumbung terbuka, serta meminum air yang banyak
sepanjang hari.
Anjuran setelah setelah melaksanakan haji adalah melakukan pemeriksaan
medis jika mengalami infeksi pernafasan akut dengan demam dan batuk (parah
hingga mengganggu aktivitas harian) dalam waktu 2 minggu setelah pulang.
Jemaah yang kontak erat dengan jemaah atau individu lain yang menderita infeksi
paru akut dengan demam dan batuk dan terinfeksi sama, harus melapor ke petugas
kesehatan untuk pemeriksaan dan monitor untuk infeksi MERS-CoV. Petugas
kesehatan harus peka dengan kemungkinan infeksi MERS-CoV pada jemaah yang
baru pulang dengan infeksi paru akut, terutamanya disertai demam, batuk, dan
penyakit parenkim paru (contohnya pneumonia dan acute respiratorydistress
syndrome).
Imunisasi
Imunisasi adalah upaya menimbulkan atau meningkatkan kekebalan tubuh jemaah
haji secara aktif sehingga bila terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau sakit ringin. Prioiritas jenis imunisasi saat ini adalah imunisasi meningitis
quadrivalent (ACYW135) bagi semua jemaah, dan influenza sesuai dengan
musim bagi petugas dan jemaah usia lanjut sebagaimana yang telah ditetapkan
oleh Negara Arab Saudi untuk semua negara. Walau bagaimanapun, beberapa
negara lain diharuskan mendapat vaksinasi tambahan antaranya vaksinasi demam
kuning, vaksinasi poliomyelitis.
SISTEM RUJUKAN
Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
vertical dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal dalam arti antara strata sarana
pelayanan kesehatan yang sama.
Macam-macam rujukan Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh puskesmas, ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :
1) Rujkan upaya kesehatan perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit
tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu (baik hotizontal maupun vertical).Sebaliknya
pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, bias
dirujuk kembali ke puskesmas.
Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik
(missal operasi) dan lain lain.
b. Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap.
c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih
kompeten atau melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan atau
menyelenggarakan pelayanan medik spesialis di puskesmas.
2) Rujukan upaya kesehatan masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah
kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan
dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan
apabila satu puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat
tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak
mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka puskesmas wajib
merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten atau kota.
Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
a. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging,
peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audio visual,
bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai dan bahan makanan.
b. Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hokum kesehatan,
penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
c. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan
tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat (antara lain
usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha kesehatan jiwa,
pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas kesehatan kabupaten / kota.
Rujukan operasional diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu
MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH
Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang dilakukan
oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan
urutan masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting
Dalam menetapkan prioritas masalah ada beberapa pertimbangan yang harus
diperhatikan, yakni:
1. Besarnya masalah yang terjadi
2. Pertimbangan politik
3. Persepsi masyarakat
4. Bisa tidaknya masalah tersebut diselesaikan
Cara pemilihan prioritas masalah banyak macamnya. Secara sederhana dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu
Scoring Technique (Metode Penskoran)
Non Scoring Technique
Teknik Non-Skoring
Bila tidak tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim
digunakan adalah dengan teknik non-skorin.
I. Metode Delbeq
Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah melalui
diskusi kelompik namun pesertadiskusi terdiri dari para peserta yang
tidak sama keahliannya, maka sebelumnya dijelaskan dahulu sehingga
mereka mempunyai persepsi yang sama terhadap masalah-masalah
yang akan dibahas.
Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati bersama.
Caranya
1. Peringkat masalah ditentukan oleh sekelompok ahli yang
berjumlah antara 6 sampai 8 orang
2. Mula-mula dituliskan pada white board masalah apa yang akan
ditentukan peringkat prioritasnya
3. Kemudian masing-masing orang tersebut menuliskan peringkat
urutan prioritas untuk setiap masalah yang akan ditentukan
prioritasnya
4. Penulisan tersebut dilakukan secara tertutup
5. Kemudian kertas dari masing-masing orang dikumpulkan dan
hasilnya dituliskan di belakang setiap masalah
6. Nilai peringat untuk setiap masalah dijumlahkan, jumlah paling
kecil berarti mendapat peringkat tinggi (prioritas tinggi).
Delbeque menyarankan dilakukan satu kali lagi pemberian peringkat
tersebut, dengan harapan masing-masing orang akan
mempertimbangkan kembali peringkat yang diberikan setelah
mengetahui nilai rata-rata
Tidak ada diskusi dalam teknik ini, yaitu untuk menghindari orang
yang dominan mempengaruhi orang lain
Kelemahan
1. Menentukan siapa yang seharusnya ikut dalam menentukan
peringkat prioritas tersebut
2. Penentuan peringkat bisa sangat subyektif
3. Cara ini lebih bertujuan mencapai konsensus dari interest yang
berbeda dan tidak untuk menentukan prioritas atas dasar fakta
II. Metode Delphi
Masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang
mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan
menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama. Pemilihan
prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta
yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa
masalah pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah
prioritas masalah yang dicari
Caranya
1. Identifikasi masalah yang hendak/ perlu diselesaikan
2. Membuat kuesioner dan menetapkan peserta/para ahli yang
dianggap mengetahui dan menguasai permasalahan
3. Kuesioner dikirim kepada para ahli, kemudian menerima kembali
jawaban kuesioner yang berisikan ide dan alternatif solusi
penyelesaian masalah
4. Pembentukan tim khusus untuk merangkum seluruh respon yang
muncul dan mengirim kembali hasil rangkuman kepada partisipan
5. Partisipan menelaah ulang hasil rangkuman, menetapkan skala
prioritas/ memeringkat alternatif solusi yang dianggap terbaik dan
mengembalikan kepada pemimpin kelompok/pembuatan keputusan
Teknik Skoring
Pada cara ini pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan score
(nilai) untuk berbagai parameter tertentu yang telah ditetapkan. Parameter
yang dimaksud adalah:
1. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah
2. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate of increase)
3. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut (degree
of unmeet need)
4. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi (social
benefit)
5. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasibility)
6. Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi
masalah (resources availibility)
I . Metode Bryant
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi
1. Prevalence : Besarnya masalah yang dihadapi
2. Seriousness : Pengaruh buruk yang diakibatkan oleh suatu
masalah dalam masyarakat dan dilihat dari
besarnya angka kesakitan dan angka kematian
akibat masalah kesehatan tersebut
3. Manageability : Kemampuan untuk mengelola dan berkaitan
dengan sumber daya
4. Community concern: Sikap dan perasaan masyarakat terhadap
masalah kesehatan tersebut
Parameter diletakkan pada baris dan masalah-masalah yang ingin dicari
prioritasnya diletakkan pada kolom. Kisaran skor yang diberikan
adalah satu sampai lima yang ditulis dari arah kiri ke kanan untuk tiap
masalah. Kemudian dengan penjumlahan dari arah atas ke bawah
untuk masing-masing masalah dihitung nilai skor akhirnya. Masalah
dengan nilai tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas masalah.
Tetapi metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu hasil yang didapat
dari setiap masalah terlalu berdekatan sehingga sulit untuk
menentukan prioritas masalah yang akan diambil.
II. Metode Matematik PAHO (Pan American Health Organization)
Disebut juga cara ekonometrik. Dalam metode ini parameter
diletakkan pada kolom dan dipergunakan kriteria untuk penilaian
masalah yang akan dijadikan sebagai prioritas masalah. Kriteria yang
dipakai ialah:
1. Magnitude : Berapa banyak penduduk yang terkena masalah
2. Severity : Besarnya kerugian yang timbul yang ditunjukan
dengan case fatality rae masing-masing
3. Vulnerability : Menunjukan sejauh mana masalah tersebut
4. Community and political concern : Menunjunkan sejauh mana
masalah tersebut menjadi concern atau kegusaran masyarakat dan
para politisi
5. Affordability : Menunjukan ada tidaknya dana yang tersedia
Parameter diletakkan pada baris atas dan masalah-masalah yang
ingin dicari prioritasnya diletakkan pada kolom. Pengisian dilakukan
dari satu parameter ke parameter lain. Hasilnya didapat dari perkalian
parameter tersebut.
III. MCUA (Multiple Criteria Utility Asessment Method)
Pada metode ini parameter diletakkan pada baris dan harus ada
kesepakatan mengenai kriteria dan bobot yang akan digunakan. Metode
ini memakai lima kriteria untuk penilaian masalah tetapi masing-masing
kriteria diberikan bobot penilaian dan dikalikan dengan penilaian
masalah yang ada. Cara untuk menentukan bobot dari masing-masing
kriteria dengan diskusi, argumentasi, dan justifikasi
Kriteria
1. Emergency : Kegawatan menimbulkan kesakitan atau
kematian
2. Greetes member : Menimpa orang banyak, insiden/prevalensi
3. Expanding scope : Mempunyai ruang lingkup besar di luar
kesehatan
4. Feasibility : Kemungkinan dapat/tidaknya dilakukan
5. Policy : Kebijakan pemerintah daerah /nasional
IV. Metode CARL
Metode CARL merupakan metode yang cukup baru di kesehatan.
Metode CARL juga didasarkan pada serangkaian kriteria yang harus
diberi skor 0 – 10.
1. C = Capability (ketersediaan sumber daya (dana, saran, dan
peralatan)
2. A = Accessibility (kemudahan, masalah yang ada mudah
diatasi atau tidak. Kemudahan dapat didasarkan pada
ketersediaan metode / cara / teknologi serta penunjang pelaksana
seperti peraturan)
3. R = Readiness (kesiapan dari tenaga pelaksana maupun
kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan motivasi)
4. L = Leverage (seberapa besar pengaruh kriteria yang satu
dengan yang lain dalam pemecahan masalah yang dibahas)
V. Metode Reinke
Metode Reinke juga merupakan metode dengan mempergunakan
skor. Nilai skor berkisar 1-5 atas serangkaian kriteria:
1. M = Magnitude of the problem (besarnya masalah yang
dapat dilihat dari % atau jumlah/kelompok yang terkena
masalah, keterlibatan masyarakat serta kepentingan instansi
terkait
2. I = Importancy / kegawatan masalah (tingginya angka
morbiditas dan mortalitas serta kecendrungan dari waktu ke
waktu)
3. V = Vulnerability (sensitif atau tidaknya pemecahan masalah
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Sensitifitsnya
dapat diketahui dari perkiraan hasil (output) yang diperoleh
dibandingkan dengan pengorbanan (input) yang dipergunakan
4. C = Cost (biaya atau dana yang dipergunakan untuk
melaksanakan pemecahan masalah. Semakin besar biaya
semakin kecil skornya
VI. Metode USG
Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk
menyusun urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Caranya dengan
menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan perkembangan isu dengan
menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor
tertinggi merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya, pengertian
urgency, seriousness, dan growth dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan waktu
yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat
yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-
masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu
dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang
dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan
dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
3. Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin
memburuk kalau dibiarkan.
Struktur Organisasi Puskesmas
Organisasi Puskesmas Susunan organisasi Puskesmas terdiri dari:
a. Unsur Pimpinan : Kepala Puskesmas
b. Unsur Pembantu Pimpinan : Urusan Tata Usaha
c. Unsur Pelaksana :
1. Unit yang terdiri dari tenaga / pegawai dalam jabatan fungsional
2. Jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap daerah
3. Unit terdiri dari: unit I, II, III, IV, V, VI dan VII [ lihat bagan ]
Ringkasan Uraian Tugas:
Kepala Puskesmas:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: memimpin, mengawasi dan
mengkoordinir kegiatan Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan
struktural dan jabatan fungsional.
Kepala Urusan Tata Usaha:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: di bidang kepegawaian, keungan,
perlengkapan dan surat menyurat serta pencatatan dan pelaporan.
Unit I:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Kesejahteraan
Ibu dan Anak, Keluarga Berencana dan Perbaikan Gizi.
Unit II:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyakit, khususnya imunisasi, kesehatan lingkungan dan
laboratorium.
Unit III:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Kesehatan Gigi
dan Mulut, Kesehatan tenaga Kerja dan Lansia ( lanjut usia ).
Unit IV:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan Perawatan
Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Sekolah dan Olah Raga, Kesehatan Jiwa,
Kesehatan Mata dan kesehatan khusus lainnya.
Unit V:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan di bidang
pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan masyarakat dan Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat.
Unit VI:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan kegiatan pengobatan
Rawat Jalan dan Rawat Inap ( Puskesmas Perawatan ).
Unit VII:
Mempunyai tugas pokok dan fungsi: melaksanakan pengelolaan Farmasi.
Pekerjaan Formal dan Informal
Dalam melakukan pekerjaan dapat dibagi atas 2 bentuk pekerjaan yakni pekerjaan
di sektor formal dan informal. Kedua bentuk pekerjaan tersebut memiliki
beberapa ciri.
a. Pekerjaan sektor formal Pekerja sektor formal atau disebut pekerja manajerial
(white collar) terdiri dari tenaga professional, teknisi dan sejenisnya, tenaga
kepemimpinan dan ketatalaksanaan, tenaga tata usaha dan sejenisnya, tenaga
usaha penjualan, tenaga usaha jasa. Untuk bekerja pada sector formal biasanya
membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai dan dikenai pajak (Hendri
Saparini dan M. Chatib Basri). Atau secara garis besar pekerja formal adalah
pekerja yang bekerja di sebuah perusahaan, lembaga pemerintah non pemerintah
yang mempunyai struktur organisasi perusahaan.
b. Pekerjaan sektor informal Istilah sektor informal mulai dikenal dunia di awal
tahun 1970‟an dari suatu penelitian ILO di Ghana, Afrika. Sejak saat itu berbagai
definisi dan pengertian dibuat orang. Pengertian yang populer dari pekerjaan
informal pada awalnya adalah sederhana, yakni suatu pekerjaan yang sangat
mudah dimasuki, sejak skala tanpa melamar, tanpa ijin, tanpa kontrak, tanpa
formalitas apapun, menggunakan sumberdaya lokal, baik sebagai buruh ataupun
usaha milik sendiri yang dikelola dan dikerjakan sendiri, ukuran mikro, teknologi
seadanya, hingga yang padat karya, teknologi adaptatip, dengan modal lumayan
dan bangunan secukupnya. Mereka tidak terorganisir, dan tak terlindungi hukum
(Hesti R.Wijaya, 2008). Pekerjaan sektor informal adalah tenaga kerja yang
bekerja pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha
tersebut tidak dikenakan pajak.
Definisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang tidak menghasilkan
pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak terdapat keamanan kerja (job
security), tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut
dan unit usaha atau lembaga yang tidak berbadan hukum. Pekerja blue collar
dapat dimaknai sebagai pekerja pada pekerjaan yang mengandalkan kekuatan
fisik, pada kelompok lapangan usaha di Indonesia biasanya dimasukkan kedalam
jenis pekerjaan di sektor usaha pertanian, kehutanan, Aperburuan, perikanan,
tenaga produksi, alat angkut dan pekerja kasar.
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN KERJA DI PUSKESMAS
1. Definisi
Merupakan serangkain upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang direncanakan,
diatur, dan berkesinmbungan yang diselenggarakan untuk masyarakat pekerja,
yang meliputi upaya peningkatan kesehatan kerja, pencegahan, penyembuhan
serta pemulihan Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja oleh
institusi pelayanan kesehatan kerja dasar.
2. Landasan Hukum
Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28
Undang-undang No.23 Tahun 1992 Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja
Kepmenkes 128/2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas
3. Alasan Diperlukannya Upaya Pelayanan Kesehatan Kerja di Puskesmas
Makin meningkatnya jumlah pekerja dan sebagian besar belum
mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang memadai
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pekerja banyak
mengalami penyakit akibat kerja maupun penyakit akibat hubungan kerja
yang dapat menurunkan produktivitas
Memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan,
pencegahan, dan pengobatan sederhana bagi masyarakat pekerja yang
berisiko terpajan oleh pekerjaan dan lingkungan kerjanya sehingga mereka
mampu menolong dirinya sendiri.
3. Tujuan
a) Tujuan Umum
Terselenggaranya pelayanan kesehatan kerja dasar oleh Puskesmas dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.
b) Tujuan Khusus
Meningkatkan kemampuan tenaga Puskesmas memecahkan masalah
kesehatan kerja di wilayahnya.
Teridentifikasinya permasalahan kesehatan kerja di wilayah
Puskesmas.
Terselenggaranya kemitraan dan koordinasi lintas program dan lintas
sektor dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja.
4. Manfaat
a) Bagi Masyarakat Pekerja
Permasalahan kesehatan kerja dapat dideteksi secara dini dan masyarakat
pekerja dapat memperoleh pelayanan kessehatan kerja yang dapat dijangkau.
b) Bagi Puskesmas
Memperluas jangkauan pelayanan Puskesmas.
Dapat mengoptimalkan fungsi Puskesmas terutama sebagai pemberdayaan
masyarakat.
5. Langkah-langkah dalam Pelayanan Kesehatan Kerja
a)Perencanaan
Pemetaan jenis usaha, jumlah pekerja, dan perkiraan faktor risiko dan
besarnya masalah. Pemetaan diperoleh dari data perusahaan (pekerja
informal) atau kecamatan.
Penentuan prioritas sasaran
Pertemuan koordinasi dengan tingkat kecamatan, perusahaan, dan serikat
pekerja untuk membangun komitmen bersama dalam pelaksanaan kesehatan
kerja di tempat kerja.
b) Pelaksanaan Program
No. Strategi Program Setting Target Peran dan Tanggung Jawab Sumber Daya
1. Pembentukan Pos Upaya Kesehatan
Kerja
Tempat:
Di suatu balai di
lokasi kelompok
kerja, dengan
jumlah pekerja 10-
50 (terutama
kawasan
pertanian,pasar,dan
industri)
- Pekerja informal Penanggung Jawab:
Pimpinan Puskesmas
Fasilitator:
-Sektor terkait seperti
perusahaan untuk pekerja
formal
-Petugas Kesehatan yang
melatih para kader
-Masyarakat yang bersedia
menjadi kader Pos UKK
- Tenaga kesehatan
Puskesmas
-Kader yang sudah dilatih
Sumber Pembiayaan:
- Iuran pekerja
- Iuran penggunan jasa
Pos UKK
- Sumbangan yang terikat
- Dana stimulan dari
pemerintah
2. Pelayanan Promotif
Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
Penyuluhan kesehatan kerja
(jam kerja, posisi kerja yang
ergonomis, penggunaan APD)
Tempat:
-Puskesmas
-Pos UKK
- pekerja informal
- Masyarakat
Penanggung Jawab:
Pimpinan Puskesmas
Fasilitator:
-Dokter
-UPK Gizi
- Tenaga kesehatan
Puskesmas
-Kader yang sudah dilatih
Konsultasi kesehatan kerja
sederhana (seperti gizi, alat
pelindung diri, berhenti
merokok, dan kebugaran)
-UPK Promosi Kesehatan
-Kader
3. Pelayanan Preventif
Mendata jenis pekerjaan agar
dapat mengetahui risiko yang
mungkin menimbulkan
penyakit
Pengenalan risiko bahaya di
tempat kerja
Penyediaan contoh dan
kepatuhan penggunaan APD
sesuai dengan lingkungan kerja
Mendorong upaya perbaikan
lingkungan kerja seperti
perbaikan aliran udara atau
pengelolaan limbah cair.
Membantu pelaksanaan
Tempat:
-Puskesmas
-Pos UKK
- Pekerja informal Penanggung Jawab:
Pimpinan Puskesmas
Fasilitator:
-Dokter
-UPK Gizi
-UPK Promosi Kesehatan
-UPK Kesehatan Lingkungan
-Kader
- Tenaga kesehatan
Puskesmas
-Kader yang sudah dilatih
pemeriksaan kesehatan awal
dan berkala.
4. Pelayanan Kuratif
Pertolongan pertama pada
kecelakaan
Pertolongan pertama pada
penyakit
Tempat:
-Puskesmas
-Pos UKK
-Semua pekerja
(formal dan
informal
Penanggung Jawab:
Pimpinan Puskesmas
Fasilitator:
-Dokter
-UPK Gizi
-UPK Promosi Kesehatan
-UPK Kesehatan Lingkungan
-UPK Pengobatan Dasar
-Kader
- Tenaga kesehatan
Puskesmas
-Kader yang sudah dilatih
c) Evaluasi
Tujuannya adalah menilai sejauh mana pencapaian kegiatan (berhasil atau tidak, dan
hambatan yang timbul selama pelaksanaan). Hasil dari evaluasi diumpanbalikkan ke
para pengandil dan sektor terkait. Indikatornya adalah:
- Indikator keberhasilan pos UKK
Jumlah kader yang terlatih mengenai pelayanan kesehatan kerja
Digunakan standar untuk setiap pos UKK menjangkau 10- 50 peserta dikelola
oleh 1- 5 kader
Ukuran keberhasilan pelayanan
Jumlah dan jenis jenis kegiatan yang dilakukan.
Ukuran tingkat perkembangan
Dibagi 4 yaitu :
Indikator Madya Pratama Purnama Mandiri
P3K kit 1 kit > 50
orang
1 kit = 30-50
orang
1 kit 10-20
orang
1 kit < 10 orang
Jenis obat < 5 jenis 5 - 10 jenis > 10 jenis
Ergonomi < 5 jenis 5 - 10 jenis > 10 jenis
Sarasehan intervensi 2 kali/ tahun 2 - 3 kali/
tahun
> 4 kali/ tahun
Penggunaan APD < 30 % 30% - 60% > 60%
Jumlah pos UKK yang terlah dibentuk dan dibina
Tersedianya data lingkungan kesehatan kerja
Presentase pekerja yang telah mendapat pelayanan kesehatan kerja
Presentase tempat kerja yang telah dibina tentang kesehatan kerja
Tersedianya data Penyakit Akibat Kerja (PAK), Penyakit Akibat Hubungan
Kerja (PAHK)