pr martyn
DESCRIPTION
DRTRANSCRIPT
Nama : Martyn Pangestu
Nim : 11.2013.182
Apakah yang dimaksud dengan reflek Oppenheim?
Oppenheim test : Tanda atau reflek patologis ini dapat dibangkitkan dengan mengurut
tulang tibia dari atas ke bawah menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Bila respon positif
mengindikasikan ada lesi di lower motor neuron.
Laryngomalacia
Laringomalasia merupakan suatu kelainan dimana terjadi kelemahan struktur supraglotik
sehingga terjadi kolaps dan obstruksi saluran nafas. Stuktur supraglotik atau Daerah supraglotis
terdiri dari epilaring dan vestibulum. Epilaring merupakan gabungan dari permukaan epiglotis,
plika ariepiglotika dan aritenoid, sedangkan vestibulum terdiri dari pangkal epiglotis, plika
vestibularis, dan ventrikel. Jadi jika terjadi kelemahan pada daerah supraglotik diatas, maka akan
menyebabkan laringomalasia.
Laringomalasia atau laring flaksid kongenital merupakan penyebab tersering dari
kelainan laring kongenital, berupa stridor inspiratoris kronik pada anak. Keadaan ini merupakan
akibat dari flaksiditas dan inkoordinasi kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika
ariepiglotik dan epiglotis. Biasanya, pasien dengan keadaan ini menunjukkan gejala pada saat
baru dilahirkan, dan setelah beberapa minggu pertama kehidupan secara bertahap berkembang
stridor inspiratoris dengan nada tinggi dan kadang kesulitan dalam pemberian makanan.
Laryngomalacia (juga disebut stridor laring kongenital) merupakan kelainan yang di
dapatkan sejak lahir, dimana kelainan ini pada laring (kotak suara) berupa kelemahan struktur
didalam laring, dapat menyebabkan stridor. Stridor merupakan suara bernada tinggi yang
terdengar jelas ketika napas anak dalam (inspirasi).
Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui, namun di duga kelainan kongenital laring pada
laringomalasia kemungkinan merupakan akibat dari kelainan genetik atau kelainan embriologik.
Selama perkembangan janin, struktur di laring mungkin tidak sepenuhnya berkembang.
Akibatnya, ada kelemahan dalam struktur saat lahir, menyebabkan stuktur tersebut colaps atau
runtuh saat bernafas. Selain itu terdapat juga hipotesis yang dibuat berdasarkan embriologi yaitu
epiglotis yang biasanya dibentuk oleh lengkung brankial ketiga dan keempat, pada
laringomalasia terjadi pertumbuhan lengkung ketiga yang lebih cepat dibanding yang keempat
sehingga epiglotis melengkung ke dalam. Meskipun laryngomalacia tidak terkait langsung
dengan gen tertentu, ada bukti bahwa beberapa kasus dapat diwariskan dan sering di jumpai pada
penderita Down Syndrome. Selain itu ada juga dua teori besar yang diduga mengenai penyebab
kelainan ini adalah bahwa kartilago imatur kekurangan struktur kaku dari kartilago matur,
sedangkan yang kedua mengajukan teori inervasi saraf imatur yang menyebabkan hipotoni.
Sindrom ini banyak terjadi pada golongan sosio ekonomi rendah, sehingga kekurangan gizi
mungkin merupakan salah satu faktor etiologinya. Peneliti lain berpendapat bahwa penyakit
refluks gastroesofageal (naiknya asam lambung keesofagus dan laring) yang ditemukan pada
63% bayi dengan laringomalasia, mungkin berperan, karena menyebabkan edema supraglotis
dan mengubah resistensi aliran udara, sehingga menimbulkan obstruksi nafas.
Walaupun dapat terlihat pada saat kelahiran, beberapa kelainan baru nampak secara klinis setelah
beberapa bulan atau tahun. Gejala utama dari gangguan ini adalah stridor yang didengar sebagai
bayi menghirup (inspirasi), tetapi juga dapat didengar ketika ekspirasi pada bayi.
Karakteristik dari stridor ini dapat meliputi:
Stridor karena perubahan dengan aktivitas yaitu meningkatkan ketika menangis keras
Stridor biasanya kurang bising ketika anak berbaring telungkup.
Stridor semakin memburuk jika bayi mengalami infeksi saluran pernapasan atas
Stridor inspiratoris biasanya baru tampak beberapa hari atau minggu dan awalnya ringan,
tapi semakin lama menjadi lebih jelas dan mencapai puncaknya pada usia 6 – 9 bulan.
Perbaikan spontan kemudian terjadi dan gejala-gejala biasanya hilang sepenuhnya pada
usia 18 bulan atau dua tahun, walaupun dilaporkan adanya kasus yang persisten di atas
lima tahun. Stridor tidak terus-menerus ada; namun lebih bersifat intermiten dan memiliki
intensitas yang bervariasi.
Umumnya, gejala menjadi lebih berat pada saat tidur dan beberapa variasi posisi dapat
terjadi; stridor lebih keras pada saat pasien dalam posisi supinasi dan berkurang pada saat dalam
posisi pronasi (tengkurap). Baik proses menelan maupun aktivitas fisik dapat memperkeras
stridor. Selain stidor inspirasi dapat juga di sertai keluhan lain berupa adana obstruksi jalan nafas
dan juga tangis abnormal yang dapat berupa tangis tanpa suara (muffle). Bayi dengan
laringomalasia biasanya tidak memiliki kelainan pernapasan pada saat baru dilahirkan.
Masalah makan sering terjadi akibat obstruksi nafas yang berat. Penderita laringomalasia
biasanya lambat bila makan yang kadang-kadang disertai muntah sesudah makan. Keadaan ini
dapat menimbulkan masalah gizi kurang dan gagal tumbuh. Berdasarkan pemeriksaan radiologi,
refluks lambung terjadi pada 80% dan regurgitasi pada 40% setelah usia 3 bulan. Masalah makan
dipercaya sebagai akibat sekunder dari tekanan negatif yang tinggi di esofagus intratorak pada
saat inspirasi. Ostructive sleep apnea (23%) dan central sleep apnea (10%) juga ditemukan pada
laringomalasia. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia akibat obstruksi nafas atas yang lama akan
berisiko tinggi untuk terjadinya serangan apnea yang mengancam jiwa dan timbul hipertensi
pulmonal yang dapat menyebabkan kor pulmonal, aritmia jantung, penyakit paru obstruksi
kronis, masalah kognitif dan personal sebagai akibat sekunder dari laringomalasia.
Penatalaksanaan
Laringomalasia merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, yang mula-mula terjadi
segera setelah kelahiran, dan memberat pada bulan keenam, serta membaik pada umur 12-18
bulan. Terkadang kelainan kongenital ini dapat menjadi cukup berat sehingga membutuhkan
penanganan bedah. Kira-kira hampir 90% kasus laringomalasia bersifat ringan dan tidak
memerlukan intervensi bedah. Pada keadaan ini, hal yang dapat dapat dilakukan adalah memberi
keterangan dan keyakinan pada orang tua pasien tentang prognosis dan tidak lanjut yang teratur
hingga akhirnya stridor menghilang (stridor rata-rata hilang setelah dua tahun) dan pertumbuhan
yang normal dicapai.
Pada keadaan ringan, bayi diposisikan tidur telungkup, tetapi hindari tempat tidur yang
terlalu lunak, bantal dan selimut. Jika secara klinis terjadi hipoksemia (saturasi oksigen kurang
dari 90%), harus diberikan oksigenasi. Pada laringomalasia yang berat, akan tampak gejala
obstruksi nafas yang disertai retraksi retraksi sternal dan interkosta, baik saat tidur atau
terbangun, sulit makan, refluks berat dan gagal tumbuh. Anak-anak yang mengalami hal ini
berisiko mengalami serangan apnea. Keadaan hipoksia akibat obstruksi nafas dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal dan terjadi korpulmonal. Pada keadaan yang berat ini maka
intervensi bedah tidak dapat dihindari dan penatalaksanaan baku adalah membuat jalan pintas
berupa trakeostomi sampai masalah teratasi. Namun pada anak-anak, resiko morbiditas dan
mortalitas trakeostomi berisiko tinggi.
Pada tahun 1922, Iglauer mempelopori tindakan operasi pada laringomalasia dengan cara
membuang ujung epiglotis. Di tahun 1944, Schwartz membuang sebagian epiglotis dengan irisan
berbentuk V. Zalza dkk, 1987 melaporkan pada akhir-akhir ini peran bedah endoskopi pada
struktur supra glotis telah menjadi alternatif dibanding trakeostomi, dan memberikan harapan
yang lebih baik. Peran bedah laring mikro dengan menggunakan laser CO2 telah mulai
digunakan sejak tahun 1970-an. Vaugh merupakan orang pertama yang melakukan
epiglotidektomi dengan laser CO2 dengan pendekatan endoskopi pada tahun 1978. Jenis operasi
yang dilakukan pada laringomalasia adalah supraglotoplasti yang memiliki sinonim
epiglotoplasti dan ariepiglotoplasti.
Morbilli pada anak
Kira-kira 30 juta kasus campak dilaporkan setiap tahunnya. Insiden terbanyak terjadi di
Afrika. Biasanya penyakit campak ini terjadi pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Berdasarkan penelitian di Amerika, lebih dari 50% kasus campak
terjadi pada usia 5-9 tahun. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita campak akan mendapat
kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan, dan setelah itu kekebalan
menurun sehingga bayi dapat menderita campak. Bila si ibu belum pernah menderita campak,
maka bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan sehingga dapat menderita campak
begitu dilahirkan. Bila seorang wanita menderita campak ketika dia hamil 1 atau 2 bulan, maka
50% kemungkinan akan mengalami abortus. Bila menderita campak pada usia kehamilan
trimester pertama, kedua atau ketiga maka mungkin dapat melahirkan seorang anak dengan
kelainan bawaan, atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak
yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
Etiologi
Penyebab campak adalah measles virus (MV), genus virus morbili, famili
paramyxoviridae. Virus ini menjadi tidak aktif bila terkena panas, sinar, pH asam, ether, dan
trypsin dan hanya bertahan kurang dari 2 jam di udara terbuka. Virus campak ditularkan lewat
droplet, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring. Virus ini masuk melalui saluran
pernafasan terutama bagian atas, juga kemungkinan melalui kelenjar air mata. Dua sampai tiga
hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada kelenjar limfe regional dan terjadi
viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul
viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan
merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema,
bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan
kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam
yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari
ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam
makulopapuler warna kemerahan. Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan
menimbulkan gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan
hipervaskularisasi mereda dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi
desquamasi dan hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat
perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.1,4,5
Manifestasi Klinis
1. Inkubasi
Biasanya tanpa gejala dan berlangsung 10-12 hari.
2. Prodromal
Biasanya berlangsung 2-5 hari. Gejala yang utama muncul adalah demam, yang terus
meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,40– 40,60C pada hari ke- 4 atau 5, yaitu pada
saat ruam muncul. Gejala lain yang juga bisa muncul batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan,
stomatitis, dan konjungtivitis. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum
dikelilingi eritema hampir selalu didapatkan pada akhir stadium prodromal. Bercak Koplik ini
muncul pada 1-2 hari sebelum muncul rash (hari ke-3 – 4) dan menghilang setelah 1-2 hari
munculnya rash. Cenderung terjadi berhadapan dengan molar bawah, terutama molar 3, tetapi
dapat menyebar secara tidak teratur pada mukosa bukal yang lain.
Erupsi (Rash)
Measles2Terjadinya eritema berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan.
Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga kemudian
menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada pada sekitar
24 jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh punggung, abdomen,
seluruh lengan, dan paha. Ruam umumnya saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi
confluent. Bertahan selama 5-6 hari. Suhu naik mendadak ketika ruam muncul dan sering
mencapai 40-40,5 °C. Penderita saat ini mungkin tampak sangat sakit, tetapi dalam 24 jam
sesudah suhu turun mereka pada dasarnya tampak baik. Selain itu, batuk dan diare menjadi
bertambah parah sehingga anak bisa mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Tidak jarang pula
disertai muntah dan anoreksia. Otitis media, bronkopneumonia, dan gejala-gejala saluran cerna,
seperti diare dan muntah, lebih sering pada bayi dan anak kecil. Kadang-kadang terdapat
perdarahan ringan pada kulit. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
di daerah leher belakang. Dapat pula terjadi sedikit splenomegali. Ketika ruam mencapai kaki
pada hari ke 2-3, ruam ini mulai menghilang dari muka. Hilangnya ruam menuju ke bawah pada
urutan yang sama dengan ketika ruam muncul. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas
(hiperpigmentasi) yang akan menghilang setelah 1-2 minggu. Hiperpigmentasi merupakan gejala
yang patognomonik untuk morbili.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah didapatkan jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada
komplikasi infeksi bakteri. Pemeriksaan antibodi IgM merupakan cara tercepat untuk
memastikan adanya infeksi campak akut. Karena IgM mungkin belum dapat dideteksi pada 2
hari pertama munculnya rash, maka untuk mengambil darah pemeriksaan IgM dilakukan pada
hari ketiga untuk menghindari adanya false negative. Titer IgM mulai sulit diukur pada 4 minggu
setelah muncul rash. Sedangkan IgG antibodi dapat dideteksi 4 hari setelah rash muncul,
terbanyak IgG dapat dideteksi 1 minggu setelah onset sampai 3 minggu setelah onset. IgG masih
dapat ditemukan sampai beberapa tahun kemudian. Virus measles dapat diisolasi dari urine,
nasofaringeal aspirat, darah yang diberi heparin, dan swab tenggorok selama masa prodromal
sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya
34 jam dalam suhu kamar.
Komplikasi
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi
anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini mempermudah
terjadinya komplikasi sekunder. Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak
yang lebih kecil. Komplikasi yang mungkin muncul, antara lain gangguan respirasi
(bronkopneumoni, otitis media, pneumoni, laringotrakeobronkitis), komplikasi neurologis
(seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis), juga diare,
miokarditis, trombositopeni, malnutrisi pasca serangan campak, keratitis, hemorragic measles
(morbili yang parah dengan perdarahan multiorgan, demam, dan gejala cerebral) serta kebutaan.
Terapi
Terapi pada campak bersifat suportif, terdiri dari:
a. pemberian cairan yang cukup, misal air putih, jus buah segar, teh, dll untuk mengembalikan
cairan tubuh yang hilang karena panas dan berkeringat karena demam.
b. kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya
komplikasi
c. suplemen nutrisi
d. antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
e. anti konvulsi apabila terjadi kejang
f. anti piretik bila demam, yaitu non-aspirin misal acetaminophen.
g. pemberian vitamin A
Terapi vitamin A untuk anak-anak dengan campak di negara-negara berkembang terbukti
berhubungan dengan penurunan angka kejadian morbiditas dan mortalitas.
Dosis 6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU per oral sebagai dosis tunggal
> 1 tahun : 200.000 IU per oral sebagai dosis tunggal
Ulangi dosis hari berikutnya dan minggu ke-4 bila didapatkan keluhan oftalmologi sehubungan
dengan defisiensi vitamin A
h. antivirus
Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara in vitro
terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat dan penderita dewasa yang
immunocompromissed. Namun penggunaan ribavirin ini masih dalam tahap penelitian dan
belum digunakan untuk penderita anak.
i. pengobatan komplikasi
Pencegahan
Imunisasi Aktif
Termasuk dalam Program Imunisasi Nasional. Dianjurkan pemberian vaksin campak
dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan pada usia 9 bulan. Imunisasi
ulangan diberikan pada usia 6-7 tahun melalui program BIAS.
Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)
Indikasi :
- Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak dengan
pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.
- Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyai resiko yang
tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini, maka harus diberikan imunoglobulin
sesegera mungkin dalam waktu 7 hari paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera
mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin.
Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat
0,5 ml/kgBB untuk pasien dengan HIV
maksimal 15 ml/dose IM.
Mumps pada anak
Penyakit gondongan atau dalam istilah kedokteran dikenal dengan parotitis atau mumps
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus (Paramyxovirus) dan menyerang
jaringan kelenjar dan saraf. Penyakit ini sering menyerang anak-anak usia 5-10 tahun dengan
gejala khas rasa nyeri dan bengkak pada salah satu atau kedua kelenjar leher (parotis). Seorang
anak akan mendapatkan kekebalah tubuh terhadap virus Paramyxovirus dari ibunya sampai usia
12-15 bulan saja. Itupun jika ibu pernah menderita gondongan atau mendapatkan imunisasi
sebelumnya. Virus penyebab gondongan dapat menyebar melalui kontak langsung dengan
percikan ludah, bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau
mulut. Virus memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar getah bening
lokal. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian
virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium
(indung telur) pada wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung
atau otak.
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan. Sebanyak 30-40% penderita
tidak menunjukkan gejala sakit, tetapi tetap menjadi sumber penularan. Gejala awal penyakit
gondongan berupa demam, rasa lesu, nyeri otot terutama daerah leher, nyeri kepala, nafsu makan
menurun diikuti pembesaran cepat dari satu atau dua kelenjar leher (parotis). Gejala klasik yang
muncul dalam 24 jam adalah anak akan mengeluh sakit telinga dan diperberat jika mengunyah
makanan terutama makanan asam. Demam akan turun dalam 1-6 hari, dimana suhu tubuh akan
kembali normal sebelum pembengkakan kelenjar hilang. Pembengkakan kelenjar menghilang
dalam 3-7 hari. Pada anak laki-laki yang belum pubertas dapat juga muncul pembengkakan testis
pada minggu pertama atau kedua. Testis yang terserang terasa nyeri, bengkak dan kulit
sekitarnya berwarna merah. Jika menyerang indung telur pada wanita dapat ditemukan keluhan
nyeri perut bagian bawah. Komplikasi dapat berupa infeksi otak (ensefalitis) dan ketulian namun
jarang.
Diagnosis penyakit parotitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tidak memerlukan
pemeriksaan laboratorium, kecuali gejala klinis yang muncul tidak klasik untuk parotitis.
Parotitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pengobatan yang diberikan hanya
untuk mengurangi gejalanya saja yaitu parasetamol untuk mengurangi rasa nyeri dan
menurunkan demam. Pengobatan dengan anti virus sampai saat ini masih belum terbukti dapat
bermanfaat, begitu pula dengan obat imunomodulator yang bertujuan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh. Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat dapat membantu mempercepat
penyembuhan.
Penderita penyakit gondongan masih dapat menjadi sumber penularan sampai 10-14 hari
setelah keluhan bengkak ditemukan. Sebaiknya selama periode tersebut, penderita dianjurkan
untuk tidak masuk sekolah atau melakukan aktifitas di keramaian. Untuk mencegah penularan
gondongan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan, mulai dari cuci tangan, mencuci bersih
peralatan makan atau mainan atau benda lain yang sering disentuh Pencegahan adalah solusi
terbaik supaya terhindar dari penyakit ini. Cara pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan
imunisasi MMR (mumps, measles, rubella) yang merupakan bagian dari jadwal imunisasi rutin
rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Vaksin ini merupakan kombinasi
dengan vaksin measles (campak) dan rubella (campak Jerman). Diberikan sebanyak 2 kali, yaitu
pada usia 15 bulan dan kemudian usia 5-6 tahun.
Guillian Bare Syndrome
Guillain-Barre (Baca: giyaburei) Syndrome (GBS) adalah sebuah penyakit yang
menyerang sistem syaraf perifer. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit autoimun. Respon ini
dapat dipicu oleh imunisasi, infeksi, atau operasi. Presentasi klinis umum yang terjadi adalah
acute areflexic paralysis dengan albuminocytologic dissociation dimana terjadi tingginya kadar
protein pada LCS dengan cell count normal. Adanya acute inflammatory demyelinating
polyradiculoneuropathy (AIDP) yang menyerang selubung myelin tadinya diyakini sebagai satu-
satunya sebab, namun ternyata ada acute motor axonal neuropathy (AMAN) and acute motor and
sensory axonal neuropathy (AMSAN), yang langsung bertarget pada axon. Setelah adanya
eradikasi poliomyelitis, GBS adalah penyakit penyebab kelumpuhan terbesar di dunia dan
merupakan salah satu penyatik kegawatdaruratan neurologis yang serius.
Epidemiologi
Epidemiologi penyakit ini 1,11 per 100.000 orang/tahun dan lebih sering menyerang
anak-anak di atas 2 tahun. 30% Penderita GBS juga mengalami infeksi dari Campylobacter
jejuni dan 10% terkena infeksi CMV. Infeksi lain yang biasa timbul dengan GBS adalah EBV,
Virus Varicella-zoster, dan Mycoplasma pneumoniae.
Diagnosis
Gejala awal GBS adalah kebal, paresthesia, lemah, sakit pada sendi, atau kombinasinya.
FItur utamanya adalah progresif bilateral dan adanya kelemahan simetris pada sendi dan
kelemahan tersebut berlanjut dengan periode 12 jam hingga 28 hari sebelum mencapai plateau.
Pasien biasanya hyporeflexia dan areflexia. Riwayat adanya gejala infeksi saluran pernafasan
atas atau diare 3 hari hingga 6 minggu sebelum onset juga tidak jarang.
Diagnosis banding untuk GBS sangat luas. Biasanya akan dilakukan Lumbar Puncture untuk
menghilangkan kemungkinan infeksi. Adanya paresthesia meningkatkan kemungkinan penyakit
GBS, apabila dibarengi dengan hilang atau berkurangnya kemampuan sensorik, maka penyakit
seperti poliomyelitis, myasthenia gravis, ketidakseimbangan elektrolit, botulisme, atau miopati
akut harus dipertimbangkan.
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Tatalaksana yang mungkin dilakukan adalah IVIG untuk kompensasi imun dan plasmaferesis
untuk pengobatan simptomatik.
Prognosis
Prognosisnya baik, meskipun 20% menderita cacat dan 5% meninggal, dan lebih baik lagi jika
terjadi pada anak-anak.
Tortikolis
Definisi
Tortikolis Spasmodik adalah nyeri yang hilang timbul atau kejang yang terus menerus
pada otot-otot leher, sehingga mendorong kepala berputar dan miring ke depan, ke belakang atau
ke samping. Tortikolis terjadi pada 1 dari 10.000 orang dan sekitar 1,5 kali lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan dengan pria. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur tetapi paling
sering ditemukan pada usia antara 30-60 tahun.
Penyebab
Biasanya penyebabnya tidak diketahui. Kadang beberapa keadaan berikut bisa
menyebabkan terjadinya tortikolis:
- Hipertiroidisme
- Infeksi sistem saraf
- Diskinesia tardiv (gerakan wajah abnormal akibat obat anti-psikosa)
- Tumor leher.
Bayi baru lahir bisa mengalami tortikolis (tortikolis kongenitalis) karena adanya kerusakan otot
leher pada proses persalinan. Ketidakseimbangan otot mata dan tulang atau kelainan bentuk otot
tulang belakang bagian atas bisa menyebabkan tortikolis pada anak-anak.
Gejala
Kejang otot leher disertai nyeri tajam bisa terjadi secara tiba-tiba dan bisa terjadi terus
menerus atau hilang-timbul. Biasanya hanya satu sisi leher yang terkena. Arah dari miring dan
berputarnya kepala tergantung kepada otot leher mana yang terkena. Sepertiga penderita juga
mengalami kejang di daerah lainnya, yaitu biasanya di kelopak mata, wajah, rahang atau tangan.
Kejang terjadi secara mendadak dan jarang timbul pada waktu tidur. Tortikolis bisa menetap
sepanjang hidup penderita dan menyebabkan nyeri berkepanjangan, terbatasnya gerakan leher
serta kelainan bentuk sikap tubuh.
Diagnose
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan riwayat cedera atau
kelainan leher sebelumnya. Kadang dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menentukan
penyebab dari kejang otot leher, seperti rontgen, CT scan dan MRI.
Pengobatan
Kadang kejang bisa dikurangi untuk sementara waktu dengan menjalani terapi fisik dan
pemijatan. Obat berfungsi membantu mengurangi kejang otot dan pergerakan diluar sadar dan
biasanya bisa membantu meringankan nyeri karena kejang. Biasanya digunakan obat
antikolinergik (menghambat rangsangan saraf tertentu) dan benzodiazepin (obat penenang).
Kadang diberikan obat pengendur otot (muscle relaxant) dan obat anti-depresi. Kadang
dilakukan pembedahan untuk mengangkat saraf dari otot yang mengalami kelainan. Pembedahan
dilakukan jika pengobatan lainnya tidak berhasil. Jika penyebabnya adalah masalah emosional,
maka dilakukan terapi psikis. Pada tortikolis kongenitalis dilakukan terapi fisik yang intensif
untuk meregangkan otot yang rusak, yang dimulai pada bulan-bulan pertama. Jika terapi fisik
tidak berhasil dan dimulai terlalu lambat, maka otot harus diperbaiki melalui pembedahan.
Pola makan bayi 0-12 bulan
- Usia 0-3 bulan
Si kecil baru memiliki rooting reflex, yaitu gerakan refleks untuk mencari puting ibu
ataupun dot pada botol susunya.Si kecil minum susu setiap 1-2 jam sekali, dengan durasi
waktu ½-1 jam per minum susu. Karena sistem pencernaannya sedang berkembang,
maka tidak diperbolehkan untuk memberikan si kecil makanan semi padat ataupun padat.
- Usia 3-6 bulan
Mempersiapkan si kecil untuk mulai mengenalkannya pada MPASI yang agak padat. Si
kecil masih mengonsumsi ASI atau susu bayi. Ketika memasukki usia 6 bulan si kecil
mulai belajar makan makanan yang sedikit padat, namun masih dengan tekstur yang
lunak. Awalnya, berikan si kecil 1 sendok teh makanan lunak atau sereal yang dicampur
dengan 3-4 sendok teh ASI atau susu bayi.
- Usia 6-9 bulan
Konsumsi ASI atau susu bayi
Konsumsi bubur bayi dari bahan dasar beras, barley, atau gandum.
Konsumsi bubur bayi dari bahan dasar buah
Konsumsi bubur bayi dari bahan dasar sayuran
Konsumsi bubur bayi dengan campuran daging, ayam, ataupun ikan
Konsumsi bubur bayi dengan campuran tahu
Konsumsi bubur bayi dengan campuran beberapa jenis kacang-kacangan.
Berikan bubur bayi sereak sebanyak 3-9 suap sendok makan pada setiap 2-3 jam makan.
Atau berikan bubur bayi dengan buah-buahan sebanyak 1 sendok teh buah dicampur
dengan1/4-1/2 cangkir air putih
- Usia 9-12 bulan
Konsumsi ASI atau susu bayi
Konsumsi keju pasteurisasi dan yoghurt
Konsumsi bubur bayi dari bahan sereal, oat, atau gandum
Konsumsi buah-buahan yang dihaluskan, seperti pisang, apel, pear, alpukat, wortel
matang, serta kentang manis.
Konsumsi bubur makanan finger food, misalnya pisang dengan potongan kecil, bagel
panggang yang ringan, dan lain-lain)
Porsi yang diberikan adalah 1/4 sampai 1/3 cangkir ASI, 1/4 sampai 1/2 cangkir yang
berisikan sereal yang mengandung zat besi, 1/4 to 1/2 cangkir berisi buah segar, 1/4 to
1/2 cangkir sayuran serta, 1/8 to 1/4 cangkir makanan berprotein. Biarkan si kecil mulai
mengenal beberapa jenis makanan baru.