dm pr. rahma.docx

48
Diabetes Melitus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus, penyakit gula, atau penyakit kencing manis, diketahui sebagai suatu penyakit disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada sistem metabolismekarbohidrat, lemak dan juga protein dalam tubuh. Penyebab diabetes melitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin, yang sebenarnya jumlahnya cukup. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Pada penanggulangan diabetes, obat merupakan pelengkap dari diet. Obat diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berkhasiat mengendalikan kadar gula darah. Obat antidiabetes oral akan berguna Siti Rahmawati Rizki Ririn Kusumawardani, S.Farm 150 2013 0294

Upload: rahma-wati

Post on 07-Nov-2015

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Diabetes Melitus

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangDiabetes melitus, penyakit gula, atau penyakit kencing manis, diketahui sebagai suatu penyakit disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama pada sistem metabolismekarbohidrat, lemak dan juga protein dalam tubuh. Penyebab diabetes melitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin, yang sebenarnya jumlahnya cukup. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin.Pada penanggulangan diabetes, obat merupakan pelengkap dari diet. Obat diberikan bila pengaturan diet secara maksimal tidak berkhasiat mengendalikan kadar gula darah. Obat antidiabetes oral akan berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau yang tidak menggunakan suntikan insulin. Penggunaannya harus dipahami, agar ada kesesuaian dosis dengan indikasinnya, supaya menimbulkan hipoglikemia. Karena obat antidiabetes oral kebanyakan memberikan efek samping yang tidak diinginkan, seperti timbulnya hipoglikemia, mual, rasa tidak enak di perut, dan anoreksia, maka para ahli mengembangkan sistem pengobatan tradisional untuk diabetes mellitus yang relatif aman.Maka dari itu, praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa puasa, dan setelah di induksi oleh larutan glukosa pada mencit (Mus musculus) .B. Maksud PercobaanUntuk mengetahui dan memahami efek farmakologi dari obat antidiabetes yaitu glimepirid, glukobay (akarbose), dan renabetic (glibenklamid), pada hewan coba mencit (Mus musculus).C. Tujuan PercobaanUntuk menetukan efek farmakologi dari obat antidiabetes yaitu glimepirid, glukobay (akarbose), dan renabetic (glibenklamid), pada hewan coba mencit (Mus musculus).D. Prinsip PercobaanPenentuan efek obat antidiabetes dari obat hipoglikemik oral yaitu obat Glimepirid, Renabetic (Glibenklamid), dan glukobay (Akarbose) berdasarkan pengukuran kadar glukosa darah menggunakan glukometer yang sebelumnya telah diinduksi dengan glukosa 10% pada hewan coba mencit (Mus musculus).

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Teori UmumDiabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis, mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Sukandar, 2008).Penyakit diabetes melitus ditandai dengan gejala 3P, yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Disamping naiknya kadar glukosa darah, gejala diabetes melitus bercirikan adanya gula dalam kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang disekresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa haus, kehilangan energi dan turunnya berat badan serta rasa letih.Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya yang disertai pembentukan zat-zat perombakan, antara lain aseton, asam hidroksibutirat, dan diasetat, yang membuat darah menjadi asam.Keadaan ini yang disebut ketoasidosis, amat berbahaya, karena akhirnya dapat menyebabkan pingsan.Napas penderita yang sudah menjadi sangat kurus seringkali berbau aseton (Tjay, 2012).Kriteria penderita diabetes melitus berdasarkan nilai diagnostik kadar glukosa darah secara enzimatik sesudah beban glukosa 75 g (mg/dL) (Dalimarta, 2005) :1. Seseorang dikatakan menderita penyakit diabetes melitus bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasanya 126 mg/dL (plasma vena), atau pada pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram hasilnya 200mg/dL.2. Seseorang dikatakan terganggu terhadap toleransi glukosa bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasanya 110-125 mg/dL (plasma vena), atau pada pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram hasilnya antara 140-199 mg/dL.3. Seseorang dikatakan normal (tidak mengidap diabetes melitus) jika hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasanya 110 mg/dL (plasma vena), atau pada pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam setelah minum larutan glukosa < 180 mg/dL, dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah minum larutan glukosa < 140 mg/dL.Keadaan penyakit yang mendasarin diagnosa diabetes melitus kini diklasifikasikan ke dalam 4 kategori : tipe 1 , diabetes dependen-insulin, tipe , diabetes non dependen- insulin ; tipe 3, yang lain ; dan tipe 4, diabetes melitus gestasional (katzung,2014) :

1. Diabetes Melitus Tipe 1Tanda utama diabetes tipe 1 adalah kerusakan selektif sel beta (sel B) dan defisiensi insulin yang parah atau absolut.Diabetes tipe 1 dibagi lebih lanjut menjadi kausa imun dan kausa idiopatik.Benyuk imun adalah bentuk tersering diabetes tipe 1.Meskipun kebanyakan pasien berusia kurang dari 30 tahun saan didiagnosis, awitan dapat terjadi kapan saja.Diabetes tipe 1 dijumpai pada semua kelompok etnik, tetapi insidens tertinggi adalah para orang dari Eropa utara dan dari Sardinia.Kerentanan tampaknya melibatkan suatu keterkaitan genetik multifaktor, tetapi hanya 10-15 % dari pasien memperlihatkan riwayat keluarga yang positif.2. Diabetes Melitus Tipe 2Diabetes tipe 2 ditandai oleh resistensi jaringan terhadap efek insulin dikombinasikan dengan definisiensi relatif sekresi insulin.Seorang pasien mungkin lebih mengalami resistensi atau defisiensi sel beta yang lebih besar, dan kelainannya mungkin ringan atau parah.Meskipun pada para pasien ini insulin diproduksi di sel-sel beta, jumlahnya kurang memadai untuk mengatasi resistensi, dan glukosa darah meningkat. Etrganggunya efek insulin juga mempengaruhi metabolisme lemak sehingga terjadi peningkatan fluks asam lemak dan kadar trigliserida serta penurunan lipoprotein berdensitas tinggi (HDL).

3. Diabetes Melitus Tipe 3Sebutan tipe 3 merujuk kepada berbagai kasus spesifik lain peningkatan glokosa darah: pankreatektomi, pankreatitis, panyakit non-pankreas, pemberian obat, dsb. Untuk daftar terinci pembaca dipersilakan merujuk ke referensi Expert Committee, 2003.4. Diabetes Melitus Tipe 4Diabetes gestasional (gestational diabetes, GD) didefinisikan sebagai setiap kelainan dalam kadar glukosa yang diketahui pertama kali sewaktu kehamilan. Diabetes gestasional di diagnosis pada sekitar 7% dari semua kehamilan di AS.Selama kehamilan, plasenta dan hormon-hormon plasenta menciptakan suatu resistensi insulin yang paling nyata pada trimester terakhir.Penilaian resiko untuk diabetes disarankan dimulai sejak kunjungan pranatal pertama.Wanita beresiko tinggi harus segera menjalani pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan penyaring dapat ditunda bagi wanita beresiko rendah sampai usia gestasi 24 sampai 28 minggu.Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel pulau langerhans dalam pankreas. Insulin adalah polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Suatu prekursor , yang disebut proinsulin, dihidrolisis dalam granula penyimpanan untuk membentuk insulin dan peptida C residual. Granula menyimpan insulin sebagai kristal yang mengandung zink dan insulin (Neal,2006). Sekresi insulin diatur dengan ketat untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang stabil baik sesudah makan atau waktu puasa. Hal ini dapat dicapai karena adanya koordinasi peran berbagai nutrien, hormon saluran cerna, hormon pankreas, dan neurotranmiter otonom. Glukosa, asam amino, asam lemak dan benda keton akan merangsang sekresi insulin. Sel-sel Langerhans dipersarafi saraf adrenergik dan kolinergik. Stimulasi reseptor 2 adrenergik menghambat sekresi insulin, sedang 2 adrenergik agonis dan stimulasi saraf vagus akan merangsang sekresi. Secara umum setiap kadar akan mengaktivasi saraf adrenergik (seperti hipoksia, hipotermia, operasi, luka bakar berat) menekan sekresi insulin melalui perangsangan reseptor 2 adrenergik. (sulistia 2012).Glukosa oral merupakan stimulan paling kuat untuk sekresi insulin karena juga menyebabkan sekresi hormon saluran cerna dan stimulasi aktivitas vagal saat terjadi pencernaan glukosa atau makanan.Beberapa hormon saluran cerna merangsang sekresi insulin, yang paling kuat a.l.gastrointestinal inhibitory peptide dan glukagon-like peptide-1.Kecuali itu gastrin, sekretin, kolesistokinin, vaso activ intestinal peptide, gastrin-releasing peptide dan enteroglukagon juga merangsang sekresi insulin. Bila dirangsang oleh glukosa terjadi sekresi insulin yang bifasi, fase 1 mencapai puncak sesudah 1-2 menit dan masa kerja pendek; fase 2 mula kerja lambat tapi masa kerja lama (sulistia 2012).Masuknya glukosa ke sel melalui glucose transporter 2 (GLUT 2), suatu transporter yang spesifik.Kemudian glukosa ini mengalami fosforilasi oleh glukokinase.Enzim ini terutama terdapat di organ tempat terjadinya regulasi metabolisme glukosa seperti hepar atau sel pancreas (sulistia 2012).Sekresi insulin sangat tergantung dari kadar Ca2+ intrasel metabolisme glukosa yang diinduksi oleh glukokinase menyebabkan perubahan rasio ATP/ADP dan hal ini menyebabkan menutupnya kanal ion K+ yang sensitif ATP (ATP/sensitive K+ channel) dan terjadi depolarisasi sel . Sebagai kompensasi, terjadi aktivasi kanal Ca2+ dan ion ini akan masuk ke sel , selanjutnya Ca2+ intrasel ini merangsang sekresi insulin dan granulanya (sulistia 2012).Peningkatan kadar Ca2+ bebas juga terjadi sebagai respons adanya stimulasi fosfolipase C oleh asetilkolin, kolesistokinin dan hormon yang dapat meningkatkan kadar siklik AMP di sel-sel dapat diaktivasi oleh glukagon, gastro intestinal inhibitory peptide dan glukogen-like peptide-1, dan dihambat oleh somatostatin dan agonis reseptor 2 adrenergik. Hampir semua nutrien dan hormon yang merangsang sekres insulin dapat pula meningkatkan biosintesisnya. Meski kedua proses tersebut berhubungan, ada hal-hal yang dapat mempengaruhi proses yang satu tetapi tidak pada yang lain, misal menurunnya kadar Ca2+ ekstrasel akan menghambat sekresi insulin tetapi biosintesisnya tidak dipengaruhi (sulistia 2012).

Penggolongan Obat Hipoglikemik :1. Hipoglikemik orala. SulfonilureaSulfonilurea menyebabkan hipoglikemia dengan cara menstimulasi pelepasan insulin dari sel pankreas. Namun efeknya untuk pengobatan diabetes lebih kompleks.Pemberian akut sulfonilurea ke pasien DM tipe 2 meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas. Sulfonilurea juga selanjutanya dapat meningkatkan kadar insulin dengan cara mengurangi bersihan hormon di hati. Pada bulan-bulan awal pada pengobatan sulfonilurea, kadar insulin plasma saat puasa dan respon insulin terhadap glukosa oral meningkat. Pada pemberian kronis, kadar insulin dalam sirkulasi menurun dibandingkan sebelum pengobatan, tetapi meskipun kadar insulin ini berkurang, penurunan kadra glukosa plasma tetap dipertahankan (goodman and gilman, 2012). Hal ini belum dijelaskan secara dipasti, tetapi mungkin berkaitan dengan menurunnya glukosa plasma menyebabkan insulin dalam sirkulasi memberikan efek lebih nyata pad jaringan target, dan juga berdasarkan fakta bahwa hiperglikemia kronis sendiri menggangu sekresi insulin (toksisitas glukosa) (goodman and gilman, 2012).Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksemid dan klorpropamid. Generasi 2 yang potensi hipoglikemik lebih besar al. Gliburid (=glibenklamid), glipzid, gliklazid dan glimepiride (Sulistia, 2012).b. BiguanidMetformin, satu-satunya biguanid yang saat ini tersedia, digolongkan sebagai penyensititasi insulin ; obat ini meningkatkan ambilan glukosa dan penggunaannya oleh jaringan-jaringan target sehingga menurunkan resistensi insulin. Seperti sulfoniluera metformin memerlukan insulin untuk kerjanya, tetapi obat ini berbeda dengan sulfoniluera karena tidak memicu sekresi insulin.kerja utama dari metformin adalah reduksi keluaran (output) glukosa hepatik, sebagian besar dengan menghambat glukoneogenesis hepatik. Memperlambat absorbsi gula oleh usus dan meningkatkan ambilan dan penggunaan glukosa di perifer.(Richard,2013).c. MeglitidAgen-agen golongan ini meliputi repaglinid dan nateglinid. Seperti sulfoniluera, kerja obat-obat ini bergantung kepada fungsi sel-sel pankreas. Obat-obat ini berikatan pada lokasi yang berbeda pada reseptor sulfoniluera yangterkait kanal kalium sensitif-ATP; dengan demikian, mengawali serangkaian reaksi yang puncaknya adalah pelepasan insulin.Terapi kombinasi agen-agen ini dengan metformin atau glitazon tampaknya lebih baik daripada monoterapi dengan salah satu dari dua agen tersebut dalam perbaikan kontrol glikemik. Meglitinide tidak boleh digunakan dalam bentuk kombinasi dengan sulfoniluera karena mekanisme kerjanya yang tumpang tindih (Richard,2013). d. Penghambat glukosidaseAkarbose dan miglitol merupakan obat-obat peroral yang aktif digunakan untuk terapi pasien dengan diabetes tipe 2.obat-obat ini digunakan saat permulaan makan. Obat-obat ini bekerja menunda pencernaan karbohidrat sehingga mengakibatkan penurunan kadar glukosa pascaprandial. Kedua obat ini menghasilkan efek dengan menghambat -glukosidase yang terikat membran secara reversibel pada batas vili usus(Richard,2013).e. Tiazolidindion/glitazonMeskipun insulin diperlukan untuk kerja obat-obat ini, obat-obat ini tidak memicu pelepasan insulin dari sel pankreas sehingga tidak terjadi hiperinsulinemia.Saat ini, dua anggota kelompok ini telah tersedia, pioglitazon dan rosiglitazon.agen ini diketahui menargetkan reseptor- yang diaktivasi proliferator peroksisom (peroxisome prolirefator-activated reseptor- /PPAR) suatu reseptor hormon nukleus. Ligan-ligan untuk PPAR mengatur produksi adiposit dan sekresi asam lemak, serta metabolisme glukosa, yang mengakibatkan peningkatan sensitifitas insulin pada jaringan adiposa, hepar dan otot rangka(Richard,2013).

f. Penghambat dipeptidil peptidase tipe 4Sitagliptin merupakan penghambat dipeptidil peptidase IV (DPP) yang aktif per oral dan digunakan untuk terapi pasien dengan diabetes tipe 2. Sitagliptin menghambat enzim DPP-IV, yang bertanggung jawab untuk inaktivasi hormon-hormon incretin, seperti peptida-1 mirip glukagon (glucagon-like peptide-1/GLP-1). Pemanjangan aktivitas hormon-hormon icreatin mengakibatkan peningkatan pelepasan insulin sebagai respons terhadap makan reduksi sekresi glukagon yang tidak sesuai. Sitagliptin dapat digunakan sebagai monoterapi atau dalam bentuk kombinasi dengan sulfoniluera, metformin atau glitazone (Richard,2013).2. Inkretinmimetik :Inkretin adalah hormon yang diproduksi oleh usus halus sebagai respons terhadap peningkatan gula darah sesudah makan.Hormon ini meningkatkan produksi insulin yang lebih tinggi setelah pemberian glukosa oral dibanding dengan glukosa intravena.Incretin terdiri dari 2 hormon, yaitu GIP dan GLP-1.selain meningkatkan sekresi insulin, GLP-1 menghambat sekresi glukagon, sedangkan GIP tidak mempengaruhi sekresi glukagon. Pada diabetes tipe 2 terjadi defisiensi GLP-1 sehingga respons insulin post prandial berkurang, sedangkan produksi GIP tidak berkurang.Kedua hormon ini cepat dipecah oleh DPP4 (Sulistia, 2012).

3. Analog amilinPramlintid suatu analog sintetik amilin, adalah obat anti-hiperglikemik suntikan yang memodulasi kadar glukosa pasca-makan serta telah disetujui untuk digunakan sebelum makan pada pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2. Obat ini diberikan sebagai tambahan untuk insulin pada mereka yang tidak mampu mencapai target kadar gula darah pasca-makan mereka. Pramlintid menelan pelepasan glukagon melalui mekanisme yang belum diketahui, menunda pengosongan lambung, dan memiliki aktivitas anorektikmelalui efek pada susunan saraf pusat (katzung,2014).B. Uraian Obat0. Glimepirid (Sukandar,2008)Golongan : Sulfonilurea

Indikasi :NIDDM ringan-sedang

Kontraindikasi:Wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis

Peringatan: Penggunaannya harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal.

Efek samping:Gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik termaksuk trombositopenia, agranulositosis, dan anemia aplastik dapat terjadi walau jarang sekali. Klorpropamid dapat meningkatkan anti diuretik hormon (ADH), dan dengan frekuensi sangat jarang menyebabkan hiponatraemia dan fotosensitivitas. Hipoglikemik dapat terjadi bila dosis tidak tepat atau diet terlalu ketat ; juga pada gangguan fungsi hati/ ginjal atau pada orang usia lanjut.

1. Renabetic (Glibenklamid) (Mims, 2013)Komposisi : Glibenklamid

Indikasi :NIDDM

Dosis:Dewasa tablet/hari. Dosis dapat ditingkatkan tablet/hari setiap kalinya dengan interval 3-5 hari s/d kontrol metabolik tercapai. Dosis maks : 20mg/hari. Usia lanjut, kerusakan fungsi ginjal dan hati awal 1.25 mg/hari. Dosis > 10 mg/hari, sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi.

Pemberian obat: Diberikan bersama makanan

Kontra indikasi:IDDM, koma diabetik, dekompensasi metabolik DM, gangguan ginjal berat.

Perhatian: Hamil dan menyusui. Usia lanjut

Efek samping:Gangguan GI dan reaksi hipersensitif

Interaksi obat:Alkohol mempotensi efek hipoglikemik, bloker, bezafibrat, biguanida, kloramfenikol, klofibrat, derivat kumarin, MAOI, salisilat dan tetrasikli. Melunakkan dan mengeraskan metabolisme dengan laksatif, kortikosteroid, asam nikotin, estrogen, derivat fenotiazin, saluretik, simpatomimetik, hormon tiroid.

1. Glucobay (akarbose) (Mims, 2013)Komposisi : Akarbose

Indikasi :DM dalam kombinasi dengan diet. Gangguan toleransi glukosa (impaired glucose tolerance/IGT) dalam kominasi dengan diet dan olahraga.

Dosis:Tergantung respon individu, biasanya 50mg dapat ditingkatkan s/d 100-200 mg 3 x/ hari. Dosis dapat ditingkatkan dengan interval 4-8 minggu atau lebih.

Pemberian obat: Diberikan bersama makanan, berikan bersama suapan pertama makanan utama.

Kontraindikasi:Gangguan GI kronik berkaitan dengan absorbsi dan pencernaan, keadaan yang bisa memburuk karena pembentukan gas dalam usus. Kerusakan ginjal berat (bersihan kreatinin < 25 mL/menit). Hamil, laktasi. Pasien