pr henokh

13

Click here to load reader

Upload: friedi-kristian-carlos

Post on 01-Oct-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

DR

TRANSCRIPT

Nama: Henokh Rubiyanto

NIM: 11-2013-210

Pertanyaan

1. Anak berusia 4 tahun, BB=4 kg, suhu= 39C. Penatalaksanaannya?

2. Pasien DSS umur 15 tahun BB 50 kg, Ht= 55%, Trombosit= 50.000, bagaimana cara pemberian cairannya?

3. Apa saja penyebab kejang?

4. Apa itu DIC?

5. Pasien asma 15 tahun BB 40 kg. bagaimana pemberian aminofilin, dan nebulizernya?

6. Apa itu bising pansistolik?

7. Berapa dosis digoksin dan dobutamin?

Jawaban

1. Anamnesis: Riwayat imunisasi

Adanya paparan terhadap infeksi

Adanya gejala:

Nyeri menelan

Nyeri telinga

Batuk, sesak napas

Muntah, diare

Nyeri/menangis waktu buang air kecil

Pemeriksaan fisik:

Ukur suhu tubuh

Tentukan derajat sakitnya

Subjektif:

Kualitas tangis

Reaksi terhadap orangtua

Tingkat kesadaran

Warna kulit/ selaput lender

Derajat dehidrasi

Interaksi Objektif:

Tidak tampak sakit

Tampak sakit

Sakit berat/toksikPemeriksaan penunjang:

Bila anak terlihat sakit berat diperlukan pemeriksaan laboratorium termasuk darah lengkap, urinalisis dan biakan urin

Leukosit > 15.000/l meningkatkan risiko bacteremia menjadi 3-5%, bila > 20.000/l risiko menjadi 8-10%

Untuk mendeteksi bacteremia tersembunyi hitung neutrophil absolut lebih sensitive dari hitung leukosit atau batang absolut

Hitung absolut neutrophil > 10.000/l meningkatkan risiko bacteremia menjadi 8-10%

Pemeriksaan biakan darah dianjurkan karena 6-10% anak dengan bacteremia dapat berkembang menjadi infeksi bakteri yang berat, terutama pada anak yang terlihat sakit berat

Tatalaksana

Medikamentosa

anak yang tidak tampak sakit tidak perlu pemeriksaan laboratorium maupun dirawat dan tidak perlu diberi antibiotic apabila dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium menunjukkan hasil risiko tinggi untuk terjadinya bacteremia tersembunyi, harus segerea diberikan antibiotic setelah pengambilan sediaan untuk biakan. Catatan: terutama bila hitung leukosit >15.000/l atau hitung total neutrophil absolut > 10.000/l Pemberian antibiotic secara empiric harus memperhitungkan kemungkinan peningkatan resistensi bakteri.Antibiotik pilihan

Secara empiric antara lain:

Amoksisilin 60-100 mg/kgbb/hari atau

Seftriakson 50-75 mg/kgbb/hari maksimum 2 g/hari

Bila aergi terhadap kedua obat tersebut, pilih obat lain sesua dengan hasil uji resistensi bila perlu rujuk ke Dokter Spesialis Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropis

Indikasi rawat

Anak dengan risiko rendah dan orangtua yang kooperatif dapat berobat jalan dengan pengamatan setiap hari sampai demam turun Demam sebagai predictor bacteremia tersembunyi2. Tatalaksana:

Pertahankan jalan nafas, berikan oksigen bila perlu tunjangan ventilator Pasang akses vascular secepatnya, lalu berikan cairan kristaloid 20 ml/kgbb dalam waktu kurang dari 10 menit. Nilai respons terhadap pemberian cairan dengan menilai perubahan denyut nadi dan perfusi jaringan. Respons yang baik ditandai dengan penurunan denyut nadi, perbaikan perfusi jaringan dan perbaikan tekanan darah bila terdapat hipotensi sebelumnya.

Pasang kateter urin untuk menilai sirkulasi dengan memantau produksi urin

Penggunaan koloid, dalam jumlah yang terukur, dapat dipertimbangkan untuk mengisi volume intravascular.

Pemberian cairan resusitasi dapat diulangi, bila syok belum teratasi, hingga volume intravascular optimal.

Pemberian cairan resusitasi dihentikan bila penambahan volume tidak lagi mengakibatkan perbaikan hemodinamik, dapat disertai terdapatnya ronkhi basah halus tidak nyaring, peningkatan tekanan vena jugular atau pembesaran hati akut.

Bila syok belum teratasi, lakukan pemasangan vena sentral. Bila tekanan vena sentral kurang dari 10 mmHg, pemberian cairan resusitasi dapat dilanjutkan hingga mencapai 10 mmHg.

Bila syok belum teratasi, beri dopamine 2-10 g/kg/menit atau dobutamine 5-20 g/kg/menit

Bila syok belum teratasi, berikan epinephrine 0,05-2 g/kg/menit, bila akral dingin (vasokonstriksi) atau norepinephrine 0,05-2 g/kg/menit, bila akral hangat (vasodilatasi pada syok distributif). Pada syok kardiogenik dengan resistensi vascular tinggi, dapat dipertimbangkan milrinone yang mempunyai efek inotropic dan vasodilator. Dosis milrinone adalah 50 g/kg/ bolus dalam 10 menit, kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,75 g/kg/menit (maksimum 1,13 g/kg/hari) Bila syok masih belum teratasi , pertimbangkan pemberian hidrokortison, atau metil-prednisolon atau deksamethason, terutama pada anak yang sebelumnya mendapat terapi steroid lama. Dosis hidrokortison dimulai dengan 2 mg/kg, setara dengan metil prednisolone 1,3 mg/kg dan dexamethasone 0,2 mg/kg.

Bila syok masih belum teratasi, dibutuhkan pemasangan pulmonary artery catheter (PAC) untuk pengukuran dan intervensi lebih lanjut. Inotropic dan vasodilator digunakan untuk kasus dengan curah jantung rendah dan resistensi vascular sistemik tinggi. Vasopressor untuk kasus dengan curah jantung tinggi dan resistensi vascular sistemik rendah. Saat ini telah tersedia berbagai alat diagnostic untuk mengukur parameter hemodinamik sebagai alternative pemasangan PAC. Target terapi:

Cardiac Index >3,3 dan 100 mg/dl= 1= 0

Keterangan jumlah skor:

> 5 : Sesuai DIC : Skor diulang tiap hari

< 5 : Sugestif DIC : Skor diulang dalam 1-2 hari

Selain itu, ada juga sistem skor yang digunakan dalam praktek praktis yang dikemukakan oleh Mujun Yu dan Nardella untuk dapat menduga terjadinya DIC sebagai berikut:

1. Diagnosis klinik

2. Kejadian trombo hemorrhagic

3. Meningginya PT atau PTT atau TT

4. Trombositopeni

5. Menurunnya kadar fibrinogen

6. Meningginya FDP

7. Meningginya D-dimer

8. Menurunnya AT III= 1 poin= 1 poin= 1 poin= 1 poin= 1 poin= 1 poin= 1 poin= 1 poin Total: 8 poin

Nilai skor untuk menduga adanya DIC diperlukan 5 poin.

PenalataksanaanPenatalaksanaan utama DIC terdiri dari 2 bagian, yaitu: 1). Segera mengatasi penyakit yang mendasari, dan 2) terapi suportif yang agresif, termasuk mengatasi hipovolemia dan hipoksemia. Pemahaman mengenai patofisiologi dan perjalanan penyakit yang mendasari atau pencetus DIC sangat diperlukan untuk penatalaksaan yang logis dan rasional.

Setelah mengidentifikasi dan mengatasi penyakit yang mendasari, yang harus ditentukan adalah apakah diperlukan substitusi faktor pembekuan dan apakah pemberian heparin harus dipertimbangkan. Karena penyebab dan manifestasi klinis yang sangat bervariasi, terapi DIC harus dipertimbangkan secara individual berdasarkan usia, penyebab DIC, lokasi dan beratnya perdarahan atau trombosis, keadaan hemodinamik saat itu dan pengobatan penyakit yang mendasari. Jika kadar fibrinogen, trombosit dan faktor pembekuan rendah dan pasien mengalami perdarahan atau akan menjalani prosedur invasif, pemberian faktor pembekuan seperti kriopresipitat, plasma beku segar atau trombosit konsentrat mungkin diperlukan. Pendapat yang mengibaratkan terapi substitusi ini seperti menambah minyak ke api, secara teori memungkinkan, meskipun ternyata tidak terbukti baik secara klinis maupun pada penelitian eksperimental. Jika pasien memerlukan terapi substitusi dengan/tanpa heparin, kadar trombosit dan fibrinogen harus diperiksa 30-60 menit setelah transfusi dan setiap 6 jam. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah DIC masih aktif dan apakah masih diperlukan substitusi.

Indikasi, dosis, dan cara pemberian heparin yang tepat masih merupakan hal yang kontroversial. Jika terdapat tanda-tanda trombosis seperti nekrosis kulit pada purpura fulminan, iskemia akral aatu kulit, atau tromboemboli vena, terapi heparin merupakan indikasi. Beberapa indikasi dimana heparin mungkin diperlukan adalah: kematian janin intrauterin yang teretensi (retained dead fetus syndrome), hemangioma raksasa (Kasabach-Merrittsyndrome), anuerisma aorta, tumor padat dan APL. Sedangkan keadaan-keadaan seperti sepsis, solusio plasenta, emboli air ketuban, abortus septik atau provokatus dan eklamsia/sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme and Low Platelet) atau penyakit hati, secara umum heparin tidak terbukti bermanfaat, bahkan kadang-kadang dapat berbahaya. Jumlah dan cara pemberian heparin harus ditentukan berdasarkan gambaran dan situasi klinis. Sebagai contoh, pasien dengan emboli air ketuban dengan obstruksi pembuluh darah paru akut, diberikan heparin 5000 unit secara bolus intravena, dilanjutkan dengan infus kontinu 1000 unit per jam. Tetapi pada APL dengan hipofibrinogenemia berat, pemberian heparin bolus dan kontinu dalam jumlah sedang atau berat dapat menyebabkan perdarahan intraserebral yang fatal. Pada DIC kronik, tidak diperlukan pemberian heparin bolus dan cukup diberikan dosis 15 unit per kg berat badan per jam dengan infus kontinu, dengan penyesuaian dosis selanjutnya sesuai dengan respon pasien.

Modalitas terapi lainnya adalah antitrombin (AT)-III dan protein C. Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kadar AT menurun karena konsumsi yang berlebihan dalam proses koagulasi, sintesis yang menurun dan inaktivasi oleh enzim elastase yang dilepaskan oleh neutrofil yang teraktivasi. Berbagai penelitian mengenai pemberian AT pada pasien DIC yang disebabkan oleh sepsis menunjukkan hasil yang bervariasi. Penelitian mengenai terapi protein C yang teraktivasi (activated protein C/APC) menunjukkan berkurangnya mortalitas. Hasil ini juga didapat pada pasien sepsis berat dengan risiko kematian tinggi. Pemberian obat fibrinolisis seperti EACA tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan deposit fibrin yang luas di mikrosirkulasi dan disfungsi atau gagal organ karena iskemia. Pemberian penghambat trombin (direct thrombin inhibitor) terbukti efektif pada binatang tapi belum terbukti pada manusia, sedangkan terapi antibodi anti endotoksin tidak terbukti memperbaiki survival pasien.

5. Aminofilin 1 ampul = 240 mg/10ml

1 ml = 24 mg

Dosis aminofilin 2-4 mg/kgbb

Berat Badan pasien 40 kg, dosis yang dibutuhkan = 40 x 2 mg = 80 mg

Banyaknya aminofilin yang dibutuhkan = 80/24 = 3,333 ml = 3 3,5 ml

Cara pemberian Nebulizernya:

Masukkan aminofilin 3-3,5 ml dalam sungkup nebulizer, lalu diencerkan dengan cairan NaCl 1 ml, lalu jika pasien batuk bisa diberi tambahan obat seperti dextrometorphan. Lalu nebulizer siap digunakan.

Pada pasien asma juga dapat diberikan adrenalin (epinefrin) dosis : 0.01 mg/kg atau 0.3 mg/m2 SC 6. Bising pansistolik yaitu bising yang timbul sebagai akibat aliran yang melalui bagian jantung yang masih terbuka (seharusnya dalam keadaan tertutup pada kontraksi jantung) dan mengisi seluruh fase sistolik. Bising dimulai bersamaan dengan bunyi jantung I, terdengar sepanjang fase sistolik dan berhenti bersamaan dengan bunyi jantung II, terdapat pada defek septum ventrikel, insufisiensi mitral, atau insufisiensi trikuspid.7. Dosis digoksin 0.025 mg/kg BB sehari dalam dosis tunggal atau terbagi, sedangkan dosis dobutamin 5 - 10 mcg/kgbb/menit

5