pr dr. novi

10
TUGAS SEORANG WANITA 65 TAHUN DENGAN MS, MR, AF RAPID VR, DECOMPENSATIO CORDIS NYHA IV DAN PPOK Oleh : Aldila Desy K G99122012 Penguji : Novi Kurnianingsih, dr., Sp. JP

Upload: gia-noor-pratami

Post on 29-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PR dr. Novi

TUGAS

SEORANG WANITA 65 TAHUN DENGAN MS, MR, AF RAPID VR,

DECOMPENSATIO CORDIS NYHA IV DAN PPOK

Oleh :

Aldila Desy K

G99122012

Penguji :

Novi Kurnianingsih, dr., Sp. JP

KEPANITERAAN KLINIK KARDIOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN VASKULER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD Dr. MOEWARDI

SURAKARTA

2013

Page 2: PR dr. Novi

Vena Jugularis Eksterna

Arteri Carotis

Vena Jugularis Interna

M. Sternocleidomastoideus

1. Anatomi vena jugularis interna dan eksterna

Gambar 1. Anatomi Pembuluh Darah di Leher

Di bagian dalam musculus sternocleidomastoideus terdapat pembuluh

darah besar yang ada di leher, yaitu arteri carotis dan vena jugularis interna.

Sedangkan vena jugularis eksterna terletak diagonal di atas permukaan

musculus sternocleidomastoideus tersebut.

Vena jugularis interna terletak jauh di dalam leher. Berisi darah yang

berasal dari ruang dalam tengkorak dan juga menerima dari vena lingualis,

vena fasialis dan vena tiroidalis. Vena jugularis interna bersatu dengan vena

subklavia di setiap sisi untuk membentuk vena inominata kanan dan kiri.

Kedua vena inominata ini bersatu untuk membentuk vena kava superior.

Vena jugularis eksterna adalah vena tepi yang berbentuk halus di

belakang dan di bawah telinga dan terbentuk oleh penggabungan vena-vena

yang membawa darah dari sisi wajah dan telinga. Kemudian masuk ke dalam

vena subklavia. Sesudah vena tepi yang terletak di sebelah depan leher, yaitu

vena jugularis interna membawa darah dari daerah ini dan bergabung dengan

vena jugularis eksterna.

Page 3: PR dr. Novi

2. Bunyi jantung 3 dan 4

a. Bunyi Jantung 3

Bunyi jantung 3 disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat

pengisian cepat (rapid filling phase) dari ventrikel, sehingga disebut

sebagai gallop ventricular apabila abnormal. Bunyi jantung ini timbul

pada awal dari sepertiga pertengahan masa diastolik. Bunyi jantung ini

normal terdengar pada anak-anak atau orang dewasa muda, tetapi

biasanya merupakan suatu temuan patologis yang dihasilkan oleh

disfungsi jantung, terutama kegagalan ventrikel. Sifat bunyi jantung ini

adalah rumbling dan lemah sehingga sukar dideteksi dengan stetoskop.

b. Bunyi Jantung 4

Bunyi jantung 4 timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut sebagai

gallop atrium. Bunyi jantung 4 biasanya sangat pelan atau tidak terdengar

sama sekali dan hampir tidak pernah terdeteksi dengan stetoskop. Bunyi

ini timbul sesaat sebelum bunyi jantung pertama. Gallop atrium terdengar

bila resistensi ventrikel terhadap pengisian atrium meningkat akibat

berkurangnya peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume

ventrikel.

3. Diagnosis banding bising sistolik dan bising diastolik

Bising merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih lama.

Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah

jantung. Aliran turbulen ini terjadi bila melalui struktur yang abnormal

(penyempitan lubang katup, insufisiensi katup atau dilatasi segmen arteri),

atau akibat aliran darah yang cepat sekali melalui struktur yang normal.

a. Bising Sistolik

Bising sistolik dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising yang terjadi

selama mid-diastolik sesudah fase awal kontraksi isovolumetrik, atau bisa

juga dianggap sebagai bising insufisiensi yang terjadi pada seluruh

sistolik. Bising yang terjadi pada seluruh sistolik disebut sebagai

pansistolik atau holosistolik. Bising sistolik terdengar dalam fase sistolik

Page 4: PR dr. Novi

(di antara BJ 1 dan BJ 2) sesudah bunyi jantung 1. Sering ditemukan pada

stenosis aorta, stenosis pulmonal, defek septum ventrikel dan insufisiensi

mitral. Dikenal 4 macam bising sistolik:

1) Bising holosistolik (Tipe pansistolik)

Timbul sebagai akibat aliran yang melalui bagian jantung yang masih

terbuka (seharusnya dalam keadaan tertutup pada kontraksi jantung)

dan mengisi seluruh fase sistolik. Bising dimulai bersamaan dengan

bunyi jantung 1, terdengar sepanjang fase sistolik dan berhenti

bersamaan dengan bunyi jantung 2, terdapat pada defek septum

ventrikel, insufisiensi mitral, atau insufisiensi trikuspid.

2) Bising sistolik dini

Bising mulai terdengar bersamaan dengan bunyi jantung 1

decresendo, dan berhenti sebelum bunyi jantung 2; bising ini terdapat

pada defek septum ventrikel kecil, biasanya jenis muscular.

3) Bising ejeksi sistolik (ejection systolic)

Timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui bagian yang

menyempit dan mengisis sebagian fase sistolik. Misalnya pada

stenosis aorta, dimana bising tersebut mempunyai punctum maximum

di daerah aorta dan mungkin menjalar ke apeks kordis. Bising dimulai

setelah bunyi jantung 1, bersifat cresendo-decresendo, dan berhenti

sebelum bunyi jantung 2; bising ini terdapat pada bising inosen, bising

fungsional, stenosis pulmonal atau stenosis aorta, defek septum

atrium, atau tetralogy of fallot.

4) Bising sistolik akhir

Bising mulai setelah pertengahan fase sistolik, cresendo, dan berhenti

bersama dengan bunyi jantung 2; terdapat pada insufisiensi mitral

kecil dan prolaps katup mitral.

b. Bising Diastolik

Bising diastolik terjadi sesudah bunyi jantung 2 saat relaksasi ventrikel.

Bising stenosis mitralis dan insufisiensi aorta terjadi selama diastolik.

Page 5: PR dr. Novi

Bising diastolik terdengar dalam fase diastolik (diantara BJ 2 dan BJ 1)

sesudah BJ 2. Macam-macam bising jantung diastolik menurut saatnya:

1) Early diastolic

Terdengar segera sesudah BJ 2. Bila bising ini terutama terdengar di

daerah basal jantung, mungkin sekali disebabkan insufisisensi aorta,

bising ini timbul sebagai akibat aliran balik pada katup aorta. Bising

mulai bersamaan dengan bunyi jantung 2, decresendo, dan berhenti

sebelum bunyi jantung 1; terdapat pada insufisiensi aorta atau

insufisiensi pulmonal.

2) Mid-diastolik

Terjadi akibat aliran darah berlebih (stenosis relatif katup mitral atau

trikuspid), misalnya pada defek septum ventrikel besar, duktus

ateriosus persisten yang besar, defek septum atrium besar, insufisiensi

mitral/ trikuspid berat. Terdengar kurang lebih pada pertengahan fase

diastolik. Bila terdengar dengan punctum maximum di apeks,

menunjukkan adanya stenosis mitral.

3) Diastolik akhir (Pre-systolic)

Dimulai pada pertengahan fase diastolik, cresendo dan berakhir

bersamaan dengan bunyi jantung 1 (terdengar pada akhir fase

diastolik, tepat sebelum BJ 1). Bising jantung tersebut terdapat pada

stenosis mitral organik dengan punctum maximum-nya biasanya di

apeks kordis.

4. Abnormalitas auskultasi pada mitral stenosis dan mitral regurgitasi

a. Penemuan auskultasi pada mitral stenosis

1) Bising diastolik kasar (diastolic rumble) berfrekuensi rendah pada

apeks

2) Bunyi jantung 1 (sewaktu katup AV menutup) mengeras, bunyi

jantung 2 bisa normal atau meningkat

3) Timbul suara saat pembukaan daun katup (opening snap) akibat

hilangnya kelenturan daun katup

Page 6: PR dr. Novi

b. Penemuan auskultasi pada mitral regurgitasi

1) Bising sistolik (berupa pansistolik atau holosistolik) yang bersifat

meniup (blowing) di apeks, menjalar ke aksila, dan mengeras pada

ekspirasi

2) Bunyi jantung 1 melemah, katup tidak menutup sempurna pada akhir

diastolik, bunyi jantung 2 normal/meningkat

3) Terdengar bunyi jantung 3 akibat pengisian cepat ke ventrikel kiri

pada awal diastolik dan diikuti diastolic flow murmur karena volume

atrium kiri yang besar mengalir ke ventrikel kiri

Page 7: PR dr. Novi

DAFTAR PUSTAKA

Bates B (1995). A guide to physical examination and history taking, sixth edition.

Lippincott

Pearce E.C (2006). Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia

Price SA, Wilson LM (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.

Jakarta: EGC

Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS (2003). Buku ajar kardiologi.

Jakarta: FKUI

Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (2006). Buku ajar: Ilmu

penyakit dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI