potensi limbah jerami padi menjadi bioetanol
DESCRIPTION
proses pembuatan etanol dari jerami padi ada 3 yaitu pretreatment, hidrolisis, dan fermentasi..TRANSCRIPT
-
Karya Tulis IlmiahPosted on February 7, 2013
Jerami Padi (Oryza sativa) Agen Penghasil
Bahan Bakar Nabati (BBN) Terbarukan Sebagai
Solusi Alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM)
Untuk Membangun Kalimantan Barat yang
Mandiri dan Bebas Emisi.
Diajukan untuk mengikuti Kompetisi LKTI 2013
Diusulkan Oleh :
Edi Kurnawan I11110013
Angga Dominius I11112063
Universitas Tanjungpura
Pontianak
Permadani Gubuk
-
2013
RINGKASAN
Jerami Padi (Oryza sativa) Agen Penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN) Terbarukan Sebagai
Solusi Alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM) Untuk Membangun Kalimantan Barat yang
Mandiri dan Bebas Emisi.
Oleh : Edi Kurnawan* dan Angga Dominius*
*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UNTAN.
Saat ini Indonesia umumnya dan Kalimantan Barat (Kalbar) khususnya sedang menghadapi permasalahan
yang cukup serius berkaitan Bahan Bakar minyak (BBM) fosil, termasuk premium. Dengan harga premium
yang semakin tinggi yang diakibatkan menipisnya minyak mentah dunia, ketika harga minyak dunia US$ 60
perbarel pemerintah Indonesia pasti harus menanggung beban subsidi Rp 90 triliun/tahun.
Sejak bulan Oktober hingga Desember 2012 daerah Kalimantan dan sekitarnya termasuk Kalbar mengalami
kelangkaan BBM yang diakibatkan minimnya kuota BBM yang dianggarkan pemerintah pusat untuk daerah
Kalimantan. Kondisi ini kontras dengan kontribusi yang diberikan Kalimantan khususnya Kalbar dalam hal
sumber daya alam. Masyarakat Kalbar seolah-olah dianaktirikan dari pembangunan listrik, infrastruktur dan
kuota BBM.
Pemerintah dan rakyat seolah buta bahwa ada banyak sumber energi selain BBM dan listrik. Bahan bakar
yang tak bisa diperbarui itu sudah mengikat masyarakat sedemikian eratnya sehingga terus dicari dan diburu
kendati harganya selalu melambung tinggi. BBM yang dipakai kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat
beracun seperti CO , CO, HC, NO , SPM dan debu. Kesemuanya menyebabkan gangguan pernapasan, kanker,
bahkan pula kemandulan. Solusinya ? Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis bioetanol dari jerami padi (
sativa) salah satu alternatif jawabannya. Seiring dengan isu menipisnya cadangan minyak mentah dunia dan
bahan baku yang melimpah di Indonesia dan Kalbar. Peluang bioetanol sebagai bahan bakar alternatif di
masa mendatang bakal menanjak. Itulah sebabnya peluang usaha bioetanol di Kalbar semakin terbuka.
Dengan begitu bioetanol tidak hanya menyelamatkan Kalbar dari krisis BBM tapi juga dari krisis ekonomi.
Bioetanol dari jerami padi dapat di produksi melalui 3 tahap umum, yaitu: metode Sakarifikasi Selulotik-
Fermentasi Simultan (SSFS) dengan memanfaatkan fungi Trichoderma viride dan khamir Saccharomycess
cerevisiae selanjutnya, tahap destilisasi bertingkat untuk menambah persentasi kemurnian etanol hingga 95
% volume dan tahap terakhir adalah metode molecular sieve dengan absorben zeolit alam teraktivasi guna
meningkatkan kemurnian etanol hingga diatas 99,5 % volume agar etanol tersebut dapat dijadikan bahan
bakar murni atau campuran.
Kata Kunci: Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Nabati (BBN), Bioetanol, Jerami padi
(Oryza sativa), Sakarifikasi Selulotik-Fermentasi Simultan (SSFS), Trichoderma viride,
2 X
-
Saccharomycess cerevisiae, Destilisasi bertingkat, Molecular sieve.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan
hidayah-Nya penulisa mampu menyelesaikan tulisan ilmiah ini. Karya Ilmiah yang berjudul Jerami Padi
(Oryza sativa) Agen Penghasil Bahan Bakar Nabati (BBN) Terbarukan Sebagai Solusi Alternatif
Bahan Bakar Minyak (BBM) Untuk Membangun Kalimantan Barat yang Mandiri dan Bebas
Emisi. ini terselesaikan tepat pada waktunya dalam rangka mengikuti Kompetisi LKTI 2013.
Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis menucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang memberikan
kontribusi dalam penulisan karya tulis ini. Secara khusus, ucapan terima kasih penulis hanturkan kepada:
1. Kedua Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan berupa moril maupun materil, serta doa
untuk kesuksesan penulis.
2. Rekan-rekan mahasiswa dan pihak-pihak lain yang telah membantu dengan tulus ikhlas dan motivasi
penuh sejak penulisan ini dimulai.
Segenap upaya telah dilakukan dalam penulisan karya ilmiah ini agar tidak terjadi kekeliruan. Namun, jika
masih ditemukan kesalah dalam penulisan ini, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Pontianak, 7 Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
RINGKASAN. i
KATA PENGANTAR ..ii
DAFTAR ISI..iii
DAFTAR GAMBAR.iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ..1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan .3
-
1.4 Manfaat Penulisan . 4
BAB II METODE PENELITIAN 5
BAB III PEMBAHASAN.7
3.1 Pengenalan Bioetanol. ..7
3.2 Mekanisme Kerja..8
3.2.1 Metode Sakarifikasi
Selulotik dan Fermentasi.8
3.2.2 Destilisasi..11
3.2.3 Metode Molecular sieve13
3.2.4 Bagan Alur Kerja..15
3.3 Aplikasi Pada Kendaraan ..16
BAB IV PENUTUP....18
4.1 Kesimpulan ..18
4.2 Saran.19
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 0.1 Rumus Struktur Etanol.7
Gambar 0.2 Reaksi Sakarifikasi Selulotik9
Gambar 0.3 Skema Rekasi Fermentasi
Etanol Secara Anaerob.10
Gambar 0.4 Ilustrasi Bagan Alir Destilator..12
-
DAFTAR TABEL
Tabel 0.1 Molecular sieve 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini Indonesia menghadapi permasalahan yang cukup serius berkaitan bahan bakar minyak (BBM) fosil,
termasuk premium. Kebutuhan bahan bakar jenis premium pada tahun 2012, diperkirakan mencapai 45,27
juta (Kilo Liter) KL, terdiri dari Premium 28,34 juta KL, Kerosene 1,20 juta KL dan Solar 15,73 juta KL
(Kompas.com, 2012). Di tahun 2012, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merencanakan
subsidi BBM sebesar Rp. 123 trilliun namun, pada akhir tahun 2012 angka ini melonjak hingga menembus
angka Rp. 137 trilliun (Tvonenews.tv, 2012). Sedangkan di tahun 2013, diprediksikan oleh Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahwa konsumsi BBM bersubsidi pada 2013 akan jebol 3,64 juta KL. Hal
ini bisa terjadi jika tanpa ada pengendalian konsumsi BBM di semua wilayah. Direktur Pembinaan Usaha
Hilir Migas Umi Asngadah menjelaskan, volume konsumsi BBM bersubsidi pada 2013 diperkirakan mencapai
49,65 juta KL. Padahal kuota BBM Bersubsidi yang telah disepakati pemerintah hanya 46,01 juta KL
(Kompas.com, 2012). Semua masalah ini dikarenakan Indonesia masih mengikuti harga minyak mentah
dunia, dimana harga tersebut terus meningkat di triwulan I dan cenderung turun di awal triwulan II sebagai
akibat mulai meredanya ketegangan di Timur Tengah dan membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS).
Sedangkan, di triwulan III harga minyak mentah kembali melonjak ini disebabkan memburuknya situasi
geopolitik di Timur Tengah.
Sejak bulan Oktober hingga Desember 2012 daerah Kalimantan dan sekitarnya termasuk Kalimantan Barat
(Kalbar) mengalami kelangkaan BBM yang diakibatkan minimnya kuota BBM yang dianggarkan pemerintah
pusat untuk daerah Kalimantan. Kondisi ini kontras dengan kontribusi yang diberikan Kalimantan khususnya
Kalbar dalam hal sumber daya alam (Kompas.com, 2012). Masyarakat Kalbar seolah-olah dianaktirikan dari
pembangunan listrik, infrastruktur dan kuota BBM (Kompas.com, 2012).
Pemerintah dan rakyat seolah buta bahwa ada banyak sumber energi selain BBM dan listrik. Bahan bakar
yang tak bisa diperbarui itu sudah mengikat masyarakat sedemikian eratnya sehingga terus dicari dan diburu
kendati harganya selalu melambung tinggi. Rasanya sudah jemu para pemerhati lingkungan dan ilmuwan
mengingatkan bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tak bisa diperbarui, juga tidak ramah
lingkungan. Selain terancam punah, bahan bakar jenis ini dikenal pemicu polusi udara nomor satu. BBM yang
dipakai kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat beracun seperti CO , CO, HC, NO , SPM dan debu.
Kesemuanya menyebabkan gangguan pernapasan, kanker, bahkan pula kemandulan.
Solusi dari semua masalah ini adalah pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) alternatif BBM. Pemerintah
harus memberi perhatian khusus pada pengembangan sumber energi bahan bakar alternatif ramah
lingkungan ini. BBN terdiri dari biodiesel, bioetanol dan biogas. Untuk menyelesikan masalah premium yang
mahal, kelangkaan dan kepunahannya kelak di Kalbar maka dapat diganti dengan bioetanol. Bioetanol adalah
2 X
-
etanol yang dibuat dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik atau fermentasi) (Mulyono
al., 2011). Bioetanol merupakan bahan bakar yang seharusnya diprogramkan Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Daerah Kalbar yang dapat menggantikan premium. Bioetanol memiliki beberapa keunggulan
yaitu, mampu menurunkan emisi CO hingga 18 % karena memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium
88, dapat diperbarukan dan biaya produksinya tergolong murah.
Kalbar berpotensi sebagian produsen bioetanol. Bioetanol atau etanol merupakan senyawa alkohol yang tidak
bersifat racun. Etanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung pati atau dari bahan
tanaman yang mengandung lignoselulosa, melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme
(Amutha dan Gunasekaran, 2001 dalam Sari et al., 2008). Namun, dalam pemilihan sumber bahan bioetanol
perlu dipertimbangkan dari segi ramah lingkungan, mudah didapatkan, murah dan tidak bersaing dengan
peruntukan pangan dan pakan. Jerami padi (Oryza sativa) merupakan bahan bioetanol yang dipandang
dapat menjadi komoditi utama yang sesuai dengan beberapa poin pertimbangan sebelumnya. Seperti kita
ketahui makanan pokok bangsa Indonesia adalah nasi, tidak dipungkiri bahwa hampir semua pulau di
Indonesia bahkan hingga Indonesia bagian Timur memunyai ladang pertanian yang luas. Dimana dihasilkan
padi yang berlimpah maka berbanding lurus pula dengan limbah yang dihasilkan yaitu jerami padi. Jerami
padi merupakan sumber selulosa yang terdiri dari selulosa 35%, hemiselulosa 35% dan lignin 6 % (Mulyono
al., 2011). Proses produksi bioetanol dari bahan sumber selulosa adalah metode Sakarifikasi Selulotik-
Fermentasi Simultan (SSFS) dengan memanfaatkan fungi Trichoderma viride dilanjutkan fermentasi etanol
dengan khamir Saccharomycess cerevisiae kemudian untuk meningkatkan nilai murni bioetanol hingga layak
digunakan sebagai bahan bakar yaitu, 99,5% maka dilakukan destilisasi (penyulingan) bertingkat dan metode
Molecular Sieve. Sehingga, kedepannya diharapkan Kalbar dapat menjadi daerah mandiri energi dan tidak
bergantung penuh lagi pada pemerintah pusat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas maka permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimana mekanisme kerja pembuatan bioetanol dari jerami padi hingga dihasilkan BBN murni ?
2. Apakah BBN yang telah dihasilkan dapat langsung diaplikasikan pada kendaraan bermotor ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk menyelesaikan krisis BBM yang dialami provinsi Kalbar khususnya dan Indonesia umumnya.
2. Untuk menjadikan Kalbar mandiri dan maju dalam bidang bioenergi terbarukan. Sehingga, masalah klasik
mengenai keterbatasan kuota BBM dari pemerintah pusat dapat teratasi.
3. Agar Kalbar dapat menjadi provinsi percontohan yang mengembangkan BBN demi keasrian dan
kelestarian lingkungan sekitar.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana dan bahan pembelajaran serta analisis masalah dalam usaha meningkatkan pembangunan
2
-
dan kemajuan di bidang bioenergi provinsi Kalbar
2. Bagi Pemerintah
Sebagai bahan acuan untuk lebih memerhatikan dan mengembangkan potensi jerami padi sebagai sumber
BBN untuk menggantikan BBM yang hampir punah.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Tahapan Penulisan
Penulisan karya tulis ini dilakukan dengan cara studi dan telaah literatur, yang terbagi menjadi literatur
primer, sekunder dan gray literalure. Literatur primer berupa jurnal dan prosiding, literatur sekunder berupa
review dan buku bacaan sedangkan, gray literature berupa report dan skripsi. Pengkajian terhadap
permasalahan yang ada dilakukan melalui cara pendekatan secara ilmiah, yang terdiri dari 4 tingkatan proses,
yaitu deskripsi (menjelaskan masalah kelangkaan BBM di Kalbar dan solusi penanganannya), analisis
(bioetanol sebagai BBN solusi alternatif BBM), interpretasi (pengembangan BBN jenis bioetanol) dan
pengambilan kesimpulan (pengembangan BBN jenis bioetanol dapat menjadi solusi alternatif dalam
memecahkan masalah BBM di Kalbar).
Usaha yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah BBM di Kalbar adalah dengan memelajari masalah
yang terkait di Kalbar kemudian memelajari bioetanol manfaat dan keunggulannya dibandingkan premium
selanjutnya mencari bahan dasar bioetanol yang tepat serta mendata ketersediaan bahan tersebut di provinsi
Kalbar. Melalui telaah pustaka kemudian dapat dilakukan pengkajian terhadap solusi alternatif tersebut
bahwa kelangkaan BBM sejak bulan Oktober hingga Desember 2012 disebabkan minimnya kuota BBM yang
dianggarkan pemerintah pusat untuk daerah Kalimantan. Dalam telaah pustaka lebih lanjut, diketahui solusi
yang dapat digunakan adalah dengan melepaskan ketergantungan pada BBM dengan cara menggunakan
bahan bakar alternatif lain yaitu BBN jenis bioetanol. Bioetanol memiliki sifat hampir sama dengan premium
namun, bioetanol memiliki angka oktan lebih tinggi dibanding premium, menghasilkan emisi yang lebih
ramah lingkungan serta mudah dan murah untuk didapatkan. Studi lebih lanjut mengatakan, bioetanol dapat
dibuat dari jerami padi (Oryza sativa) dimana bahan tersebut sangat melimpah di seluruh Indonesia bahkan
di provinsi Kalbar.
Mengetahui peluang keuntungan dari jerami padi sebagai bahan baku bioetanol maka dikembangkan solusi
alternatif dengan mengembangkan jerami padi agen penghasil BBN terbarukan sebagai solusi alternatif BBM
untuk membangun Kalbar yang mandiri dan bebas emisi. Setelah itu dilakukan penjabaran secara terperinci
dalam bentuk karya tulis ilmiah berdasarkan pemikiran yang logis, sistematis dan objektif sehingga diperoleh
kesimpulan tentang cara untuk pemecahan masalah secara keseluruhan.
BAB III
PEMBAHASAN
-
3.1 Pengenalan Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik atau
fermentasi) (Mulyono et al., 2011). Etanol dipasaran dikenal dengan nama alkohol. Alkohol merupakan istilah
umum bagi senyawa organik yang memiliki gugus -OH atau hidroksil. Alkohol atau etanol ini adalah cairan
yang bening, tidak berwarna, mudah menguap, memiliki aroma yang tajam, dan terasa pedih di kulit
(Kusuma, 2010). Etanol dengan rumus senyawa C H OH pada gambar 0.1 adalah cairan dari proses
fermentasi glukosa dari sumber tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dengan bantuan
mikroorganisme dalam kasus ini menggunakan khamir Saccharomycess cerevisiae.
H H
| |
H C C O H
| |
H H
Gambar 0.1 Rumus Struktur Etanol
Karateristik bioetanol menurut Kardono (2008) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki angka oktan yang tinggi.
2. Mampu menurunkan tingkat opasiti asap, emisi partikulat yang membahayakan kesehatan dan emisi CO
dan CO .
3. Mirip dengan bensin, sehingga penggunaanya tidak memerlukan modifikasi mesin.
4. Tidak mengandung senyawa timbal.
Etanol adalah senyawa alkohol yang tidak bersifat racun. Sebagian besar alkohol digunakan sebagai pelarut
dalam industri farmasi, pereaksi pada industri kimia dan pengawet contoh-contoh biologik (hewan dan
tumbuhan) (Riawan, 1990 dalam Sari, 2008). Namun, dalam perkembangannya etanol banyak digunakan
sebagai bahan bakar alternatif, karena semakin berkurangnya cadangan minyak bumi dan meningkatnya
biaya eksplorasi dan eksploitasi bahan bakar, yang menyebabkan industri petrokimia menghadapi kesulitan
untuk pengembangan lebih lanjut (Flickinger dan Tsao, 1978 dalam Sari, 2008).
Produksi etanol banyak dilakukan secara biologi atau melalui teknologi biokonversi yaitu teknologi berupa
konversi bahan baku secara enzimatik dan biologik (melalui fermentasi) (Sari, 2008). Ada 3 kelompok
tanaman sumber etanol: tanaman yang mengandung pati (seperti singkong, kelapa sawit, tengkawang, kelapa,
kapuk, jarak pagar, rambutan, sirsak, malapari dan nyamplung), bergula (tetes tebu atau molase, nira aren,
nira tebu, nira surgum manis) dan serat selulosa (batang sorgum, batang pisang, jerami padi, kayu dan
bagas). Jerami padi sangat berpotensi untuk menjadi sumber bahan baku bioetanol. Sebab, bahan ini tidak
sulit untuk didapatkan, murah, ramah lingkungan karena membantu mendaur limbah pertanian, memiliki
nilai kalor sebesar 14000 Kj/Kg dan energi potensialnya mencapai 52.831.823 Megawatt-hour
2 5
2
-
(Febijanto, 2007). Jerami padi mengandung selulosa dan hemiselulosa sebesar 35% dan lignin sebesar 6%
(Mulyono et al., 2011). Untuk mengubah jerami padi menjadi bioetanol di perlukan 1 tahap utama dan 2
tahap pemurnian yaitu: metode Sakarifikasi Selulosa-Fermentasi Simultan (SSFS) dengan memanfaatkan
fungi Trichoderma viride, fermentasi dengan bantuan khamir Saccharomycess cerevisiae kemudian, dalam
proses pemurnian yaitu dengan destilisasi bertingkat dan metode Molecular Sieve.
3.2 Mekanisme Kerja
3.2.1 Metode Sakarifikasi Selulotik dan Fermentasi
Metode sakarifikasi selulotik adalah hidrolisis selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa (Mulyono
2011). Metode ini secara mikrobiologi melakukan aktivitas mikrob melepas enzim selulase untuk
mendegradasi dan mentransformasi makro molekul selulosa menjadi senyawa sederhana glukosa yang mudah
diabsorpsi sel (Gianfreda dan Rao, 2004 dalam Mulyono, 2011). Fungi merupakan organisme yang lebih
powerfull dalam menghasilkan enzim ekstra seluler, termasuk selulase (Gianfreda dan Rao, 2004 dalam
Mulyono, 2011). Fungi yang memunyai aktivitas selulotik tinggi salah satunya adalah Trichoderma
et al., 2003; Haakana et al., 2004), khususnya jenis Trichoderma viride. Metode ini memanfaatkan fungi
Trichoderma viride yang dapat mendegradasi karbohidrat berupa selulosa dan hemiselulosa menggunakan
enzim yang dihasilkannya. Selulosa didegradasi dengan enzim selulase menghasilkan glukosa, sedangkan
hemiselulosa didegradasi dengan enzim xilanase menghasilkan gula pentosa (xilosa, arabinosa), gula heksosa
(mannosa, glukosa, galaktosa) dan asam gula (Saha, 2003 dalam Sari, 2008). Berikut skema reaksi yang
terjadi lihat gambar 0.2:
Selulase
C H O )n + hemiselulosa ->C H O + Gula Pentosa, heksosa dan Asam gula
xilanase
Gambar 0.2 Reaksi Sakarifikasi Selulotik.
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung
karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba hidup tertentu
(Tjokroadikoesoemo, 1986 dalam Kusuma, 2010). Proses fermentasi etanol adalah untuk mengonversi glukosa
menjadi etanol dan CO . Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol glukosa menjadi 2 mol etanol dan 2 mol
CO . Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk
2 mol asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur respirasi anaerob, sedangkan asam piruvat yang
dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi
etanol. Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae
jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap
kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32. Khamir Saccharomycess
cerevisiae dapat memfermentasi glukosa yang telah didegradasi oleh fungi tersebut dengan skema reaksi pada
gambar 0.3:
Glikolisis keluar 2CO Masuk 2NADH keluar 2NAD
C H O > 2 As. Piruvat > 2 Asetaldehida > 2 etanol
Gambar 0.3 Skema Rekasi Fermentasi Etanol Secara Anaerob.
6 10 5 6 12 6
2
2
2 +
6 12 6
-
Berdasarkan percobaan yang pernah dilakukan Mulyono et al (2011), metode fermentasi terdiri dari dua
macam yaitu, Sakarifikasi Selulosa-Fermentasi Simultan (SSFS) dan Sakarifikasi Selulosa-Filtrasi Fermentasi
(SSFF). Berdasarkan percobaan tersebut, terbukti bahwa metode SSFS lebih efektif dalam menghasilkan
etanol dibandingkan dengan metode SSFF. Sebab, pada SSFS terjadi sinergi kerja antara fungi Trichoderma
viride dan khamir Saccharomycess cerevisiae sehingga, pada saat fungi Trichoderma viride menghidrolisis
pati menjadi glukosa Saccharomycess cerevisiae langsung merubahnya menjadi etanol (Mulyono et al
Sedangkan pada SSFF, fungi Trichoderma viride disterilisasi terlebih dahulu sebelum inokulasi
Saccharomycess cerevisiae dilakukan, ini berarti pada saat fermentasi berlangsung produksi glukosa telah
berhenti, sehingga pada saat fermentasi berlangsung tidak ada penambahan glukosa lagi (Mulyono
2011).
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka penulis lebih cenderung menggunakan metode SSFS. Berikut
merupakan mekanisme kerja dari metode ini:
Sakarifikasi, medium jerami padi diinokulasi dengan spora Trichoderma viride, kemudian ditebarkan
secara merata dengan ketebalan 1,5 cm di atas baki pelastik berlubang. Baki-baki plastik diletakkan pada
inkubator yang telah diberi perangkat penjaga kelembaban. Kultur padat ini diinkubasikan pada temperatur
ruang selama 4 hari dan dilanjutkan inkubasi 55 selama 2 hari (Mulyono et al., 2011).
Fermentasi, aquades steril sebanyak 500 ml ditambahkan pada kultur jerami padi pasca inkubasi 55 dan
dicampur secara merata. Kultur jerami padi diinokulasi Saccharomycess cerevisiae dan diinkubasikan secara
anaerob selama 4 hari. Setiap hari dilakukan pengambilan sampel kultur untuk dianalisis kadar etanol dan
glukosa. Larutan etanol dipanen dengan cara penyaringan menggunakan kain mori. Fraksi cairan yang
merupakan larutan etanol ditampung (Mulyono et al., 2011).
Kadar glukosa dapat diukur dengan metode glucose oxidase (Sudarmadji et., 2004 dalam Mulyono
2011) dan Kadar bioetanol diukur dengan metode gas chromatography (GC) (Prihandana et al., 2007 dalam
Mulyono et al., 2011).
3.2.2 Destilasi
Etanol yang terbentuk belum dapat dikatakan bioetanol dan BBN. Sebab, etanol tersebut masih mengandung
banyak air dan terdapat kadar tertentu suatu etanol dapat digunakan sebagai BBN, kadar tersebut sering
disebut sebagai Fuel Grade Ethanol (FGE). Bioetanol yang memunyai FGE 90 %-96,5 % volume biasanya
digunakan pada industri, FGE 96 %-99,5 % volume digunakan dalam campuran miras dan pada bahan dasar
industri farmasi. Besarnya FGE bioetanol yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar harus benar-benar kering
dan anhydrous (tidak mengandung air) agar tidak terjadi korosi pada mesin sehingga bioetanol harus
memunyai FGE sebesar 99,5 % hingga 100 % volume.
Proses pemurnia diperlukan untuk meningkatkan FGE tersebut. Ada dua proses yaitu, destilasi dan metode
Molecular Sieve. Distilasi atau penyulingan merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan
perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan (Dwinarso, 2010). Ketika bahan
dipanaskan, etanol akan terlebih dahulu menguap daripada air karena etanol mempunyai titik didih yang
lebih kecil (78C), sedangkan air mempunyai titik didih mencapai 100C (Dwinarso, 2010). Pada hasil
-
fermentasi yang mengandung etanol 10 %, proses destilasi sederhana pada suhu 79-82C akan menghasilkan
etanol kadar 40-45 % (Dwinarso, 2010). Etanol 40 % ini apabila di destilasi lagi akan menghasilkan kadar 60-
70 % (Dwinarso, 2010). Jadi untuk menaikkan kadar etanol sampai 95% keatas diperlukan destilasi berulang-
ulang (Dwinarso, 2010). Intinya adalah cairan yang mengandung etanol apabila dipanaskan akan
menghasilkan uap yang mengandung etanol lebih kaya dari pada saat masih berbentuk cair yang diakibatkan
perbedaan titik didih (Dwinarso, 2010). Dengan prinsip ini, apabila kita bisa membuat cairan yang
mengandung etanol menguap, lalu mencair, lalu menguap lagi, dan lalu mencair lagi, demikian berulang-
ulang dalam satu kali rangkaian proses dalam satu alat, maka sama saja etanol yang dihasilkan telah
mengalami rangkaian destilasi yang berulang (Dwinarso, 2010).
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali
ke dalam bentuk cairan (Dwinarso, 2010). Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih
dulu. Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa (Dwinarso, 2010).
Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan
menguap pada titik didihnya (Dwinarso, 2010). Bahan yang akan didestilasikan pada drum pemasakan tidak
boleh penuh, melainkan harus menyediakan sedikitnya 10% ruang kosong dari kapasitas penuh drum
pemasakan (Kister, 1992 dalam Dwinarso, 2010).
Alat yang digunakan dalam proses destilasi disebut destilator. Destilator yang digunakan merupakan alat
sederhana yang terbuat dari alumunium dan terdiri atas tiga bagian utama yaitu tempat bahan, pipa aliran
uap, dan pipa keluaran (Dwinarso, 2010). Ilustrasinya seperti berikut ini lihat gambar 0.3:
Gambar 0.4 Ilustrasi Bagan Alir Destilator
keterangan:
1. Tempat bahan.
2. Pipa aliran uap.
3. Pipa keluaran.
Ketika dipanaskan, etanol akan menghasilkan uap yang kemudian akan melewati pipa aliran. Agar uap
kembali mencair, maka temperaturnya harus diturunkan. Penambahan kondensor dimaksudkan untuk
mempercepat penurunan suhu agar proses pengembunan berlangsung lebih cepat (Suyamto dan Wargiono,
2006 dalam Dwinarso, 2010) dan selanjutnya uap air tersebut akan mengalir menuju pipa keluaran untuk
ditampung. Dengan beberapa kali pengulangan akan diperoleh etanol berkadar 95 %-95,5 % (Dwinarso,
-
2010). Etanol dengan kadar ini sudah dapat digunakan oleh berbagai industri alkohol. Alat yang paling sering
digunakan untuk melihat kadar ini adalah hidrometer alkohol. Penggunaan alkohol meter sangat sederhana,
pertama masukkan bioetanol ke dalam gelas ukur atau tabung atau botol yang tingginya lebih panjang dari
panjang alkohol meter. Kemudian masukkan batang alkohol meter ke dalam gelas ukur. Alkohol meter akan
tenggelam dan batas cairannya akan menunjukkan berapa kandungan alkohol di dalam larutan tersebut
(Tjahjono dan Yudiarto, 2007 dalam Dwinarso, 2010).
3.2.3Metode Molecular Sieve
Molecular sieve adalah materi sintetis atau alami dari golongan aluminium silikat dengan bentuk bulat,
memiliki banyak pori kecil yang berukuran seragam serta memilik kemampuan menyerap gas ataupun cairan
hingga 22% massanya (Victor, 2010). Ini merupakan suatu absorben alami atau sintetis berbentuk pellet yang
dapat secara selektif mengikat molekul air (Victor, 2010). Selain murah harganya, metode ini tidak
meninggalkan residu pada etanol yang diperoleh (Victor, 2010). Molecular sieve yang telah terpakai juga
dapat dipakai kembali setelah dikeringkan (Mathewson, S.W. 1980 dalam Victor, 2010). Molecular sieve
secara umum dapat dibagi atas dua tipe yakni tipe A(AlO ) dan tipe X(SiO ) kemudian berdasar kemampuan
absorbsinya, molecular sieve dibagi menjadi 5 jenis seperti yang tertera pada tabel 0.1:
Tabel 0.1 Molecular sieve
Tipe Molecular
sieve
Ukuran Pori Aplikasi
3A 3 Untuk menyerap H O, bagus untuk pengering pelarut polar.
4A 4 Untuk menyerap H2O, CO2, SO2, H2S, bagus untuk
mengeringkan pelarut pelarut non-polar.
5A 5 Untuk menyerap senyawa hidrokarbon rantai lurus.
10X 8 Untuk menyerap senyawa hidrokarbon rantai cabang.
13X 10 Untuk menyerap di-n-butil.
(Fieser, L.F. dan Fieser, M. 1967 dalam Victor, 2010).
Salah satu contoh dari bahan molecular sieve adalah zeolit alam. Penggunaan zeolit alam merupakan upaya
untuk memanfaatkan bahan lokal sebagai bahan adsorben dengan harga murah dan aman (Rahman dan
Setyawati, 2012). Zeolit merupakan mineral alam yang ditemukan dalam keadaan campur dengan mineral-
mineral lain, seperti kalsit, batuan lempung (clay) dan feldspar (Day, D.H. 1985 dalam Las et al., 2010). Zeolit
juga terdapat di antara celah-celah batuan atau di antara lapisan batuan, zeolit jenis ini biasanya terdiri dari
beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit, fluorit
4 4
2
-
dan mineral sulfida (Lestari, 2010). Berdasarkan data Neraca Sumber Daya Alam Spesial (NSDAS) Kalbar
tahun 2005 diketahui mineral batu lempung (clay) khususnya ball clay terdapat sebesar 7,8 juta ton di
kabupaten Bengkayang, feldsper terdapat sebesar 2,2 juta ton di kabupaten Sanggau, Sintang dan Sambas
serta Kwarsa sebesar 633,6 juta ton di semua kabupaten provinsi Kalbar.
Zeolit alam yang telah diaktivasi mempunyai kemampuan sebagai adsorben (Rahman dan Setyawati, 2012).
Proses aktivasi menyebabkan terjadinya perubahan perbandingan Si/Al, luas permukaan meningkat dan
terjadi peningkatan porositas zeolit (Setiadji, 1996 dalam Rahman dan Setyawati, 2012). Hal ini akan
berdampak pada kinerja zeolit, yaitu kemampuan adsorpsi zeolit akan meningkat sehingga lebih efisien dalam
pemurnian bioethanol (Rahman dan Setyawati, 2012). Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan baik secara fisika
maupun secara kimia (Lestari, 2010). Aktivasi secara fisika dilakukan melalui pengecilan ukuran butir,
pengayakan, dan pemanasan pada suhu tinggi, tujuannya untuk menghilangkan pengotorpengotor organik,
memperbesar pori, dan memperluas permukaan penyerapan (Lestari, 2010). Sedangkan aktivasi secara kimia
dilakukan melalui pengasaman (Lestari, 2010). Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik.
Pengasaman ini akan menyebabkan terjadinya pertukaran kation dengan H (Ertan dan Orzkan, 2005 dalam
Lestari, 2010). Menurut Setiadi dan Pertiwi (2007) dalam Lestari (2010), proses aktivasi dan modifikasi
merupakan cara untuk meningkatkan kualitas dari zeolit yaitu dengan meningkatkan keasaman pada inti
aktif zeolit alam. Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan dengan pertukaran ion selama 20-120 jam
menggunakan NH Cl 1M pada temperatur ruang untuk menggantikan ion Ca dengan NH
didapatkan NH -NZ. Kalsinasi pada 60C selama 2 jam dilakukan agar struktur zeolit lebih stabil dan lebih
tahan pada temperatur reaksi yang cukup tinggi.
3.2.4Bagan Alur Kerja
3.3 Aplikasi Pada Kendaraan
Penggunaan bahan bakar bioetanol untuk kendaraan bermotor membutuhkan mesin khusus yang mampu
menampung uap etanol, demikian dikatakan Peneliti Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Haznan Abimanyu (Antaranews.com, 2012). Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan aditif (campuran) atau
sebagai bahan bakar murni untuk kendaraan (Antaranews.com, 2012). Haznan mengatakan, nilai oktan pada
bahan bakar premium sebesar 88 dapat ditingkatkan dengan bioetanol hingga 90 atau 92 (Antaranews.com
2012). Dikarenakan etanol mudah menguap maka diperlukan ruang bakar yang sanggup menampung uap
etanol yg begitu cepat, selain itu, diketahui titik bakar etanol lebih cepat dari premium (Antaranews.com
2012). Di Indonesia bahkan negara lain, belum terdapat mesin kendaraan yang dapat menggunakan bahan
bakar murni bioetanol (Antaranews.com, 2012).
+
42+
4
4
-
Berdasarkan bukti tersebut, diketahui hingga saat ini di Indonesia belum ditemukan mesin kendaraan
bermotor yang sesuai dengan bioetanol murni dengan kadar > 99,5 %. Dengan demikian, aplikasi BBN jenis
bioetanol ini belum bisa secara murni digunakan. Salah satu solusi yang terbaik adalah dengan menjadikan
bioetanol tersebut sebagai bahan aditif pada BBM jenis premium. Rasio pencampuran bioetanol dengan
premium akan mencapai titik efektif jika dicampur pada rasio 10:90. Dimana 10 ml bioetanol dicampur
dalam 90 ml premium (Kusuma, 2010). Sebab, diketahui pada kondisi ini bahan bakar campuran tersebut
memiliki sifat-sifat fisika yang paling mendekati premium murni (Kusuma, 2010) bahan bakar campuran
tersebut sering disebut sebagai gasohol BE-10. Etanol absolut (murni) memiliki angka oktan 117, sedangkan
premium hanya 87-88 (Simanjuntak, 2009). Gasohol BE-10 secara proporsional memiliki angka oktan 92
atau setara BBM jenis pertamax (Simanjuntak, 2009). Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai
anhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan
Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Methyl Tertiary Buthy Ether (MTBE) (Simanjuntak, 2009).
Angka oktan yang tinggi seperti 92 memiliki keuntungan yaitu mesin bisa menerima tekanan yang
berkompresi tinggi Sehingga, dapat bekerja dengan optimal pada gerakan piston. Hasilnya, tenaga mesin yang
menggunakan gasohol BE-10 lebih maksimal, karena gasohol BE-10 digunakan secara optimal. Sedangkan
pada mesin yang menggunakan premium, BBM terbakar dan meledak tidak sesuai dengan gerakan piston.
Gejala ini yang dikenal dengan knocking. Hal ini dapat menyebabkan dua kali ledakan besar pada piston
yaitu, pada saat bensin terbakar akibat kenaikan suhu dan ketika disulut oleh busi. Bisa dibayangkan, jika hal
ini terjadi terus menerus maka akan merusak mahkota piston, kubah kepala silinder, klep, busi dan injektor
(injeksi langsung). Alhasil, umur mesin menjadi pendek, boros dan menghasilkan polusi tinggi. Keadaan akan
berbanding terbalik apabila, suatu kendaraan menggunakan bahan bakar beroktan tinggi maka akan
membantu menghemat BBM, menjaga daya tahan mesin dan meningkatkan efisiensi mesin.
Kesimpulannya, BBN jenis bioetanol murni > 99,5% memiliki angka oktan tinggi dan dapat menjaga daya
tahan mesin, menghemat bahan bakar dan pembakaran dalam piston akan sempurna. Namun, kita
menyadari di Indonesia belum ditemukan mesin kendaraan yang layak diaplikasikan BBN bioetanol murni ini
maka, bioetanol tersebut dicampur dengan premium sehingga diperoleh pula bahan bakar beroktan tinggi
hingga 92
.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil yang dapat disimpulkan dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Sejak bulan Oktober hingga Desember 2012 daerah Kalimantan dan sekitarnya termasuk Kalimantan
Barat (Kalbar) mengalami kelangkaan BBM yang diakibatkan minimnya kuota BBM yang dianggarkan
pemerintah pusat untuk daerah Kalimantan.
2. Solusi dari semua masalah ini adalah pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) alternatif BBM. Salah
-
satunya adalah bioetanol dari bahan dasar jerami padi.
3. Proses pembuatan bioetanol dari jerami padi melalui metode Sakarifikasi Selulosa-Fermentasi Simultan
(SSFS) kemudian dilanjutkan dengan 2 proses pemurnian yaitu destilasi bertingkat dan metode
sieve dengan bahan baku zeolit alam teraktivasi.
4. Metode SSFS adalah sebuah proses yang mencakup 2 tahap yaitu sakarifikasi selulosa dan fermentasi
etanol. Sakarifikasi selulosa adalah hidrolisis selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer glukosa secara
mikrobiologi dengan bantuan Trichoderma viride yang mampu menghasilkan enzim ekstra seluler.
Fermentasi etanol adalah mengonversi glukosa hasil sakarifikasi selulosa menjadi etanol dan CO
bantuan khamir Saccharomycess cerevisiae. Langkah terakhir adalah pemurnian etanol dengan destilasi
bertingkat yang menggunakan alat destilator alumunium yang selanjutnya melalui tahap pemurnian
lanjutan dengan zeolit alam teraktivasi.
5. BBN jenis etanol murni yang telah dihasilkan belum bisa diaplikasikan secara langsung pada kendaraan
bermotor saat ini. Sebab, etanola murni merupakan cairan yang sangat mudah menguap sehingga,
diperlukan mesin dengan ruang bakar yang mampu menampung uap alkohol tersebut. Saat ini, Indonesia
masih belum menemukan mesin tersebut. Sehingga, BBN etanol murni > 99,5% dicampurkan dengan
premium dengan rasio 10:90 guna meningkatkan angka oktan sehingga, dapat menhemat penggunaan
bensin dan menjaga daya tahan mesin.
4.2 Saran
Di masa depan, diharapkan dilakukan suatu penelitian serius mengenai BBN bioetanol murni ini. Sebab, jika
BBN ini berhasil dikembangkan di Kalbar maka, provinsi ini dapat menjadi provinsi penghasil BBN dan dapat
memeroleh predikat mandiri dalam bidang energi. Di awal penulisan karya ilmiah ini, sebenarnya tujuan awal
penulis adalah untuk mengembangkan bioetanol untuk menjadi BBN murni bukan campuran dengan bahan
bakar lain. Namun, disadari masih terdapat kendala yang menghalanginya yaitu, aplikasi BBN etanol murni
ini belum bisa langsung di terapkan pada mesin kendaraan bermotor masa kini melainkan diperlukan suatu
mesin khusus, Oleh sebab itu, diharapkan para ilmuwan dan peneliti untuk menemukan mesin yang pantas
dalam pengaplikasian BBN etanol murni ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amutha R, Gunasekaran P. 2001. Production of Ethanol from Liquefield Cassava Starch Using Co
Immobilized Cells of Zymomonas mobilis and Sacharomyces diastaticus. Department of Microbial
Technology, School of Biological Sciences, Madurai Kamaraj University, Madurai 625 021, India.
Dr. Ir. Kardono, MEng. 2008. Potensi Pengembangan Biofuel Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Disampaikan
dalam Gelar Teknologi dan Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Dwinarso, Bayu. 2010. Rancangan Bangun Alat Destilasi Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu (Manihot
esculenta Crantz) [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Ertan, A., and Ozkan, 2005, CO2 and N2 Adsorption on the Acid (HCl, HNO3, H2SO4, and H3PO4) Treated
Zeolites. Adsorption, Vol 11, 151-156.
-
Febijanto, Irhan. 2007. Potensi Biomassa Indonesia Sebagai Bahan Bakar Pengganti Energi Fosil
Sains dan Teknologi Indonesia. Vol. 9 No. pp. 65-75.
Fieser, L.F. dan Fieser, M.(1967). Reagents for Organic Synthesis. First Volume. New York: John Wiley &
Sons. pp. 703-705.
Flickinger, Tsao MC dan GT Tsao. 1978. Fermentation Substrate From Cellulosic Material. In Annual Reports
on Fermentation Process volume 2. New York: Acedemic Press.
Gianfreda, L. Dan Rao, M.A. 2004. Potential of Extra CellulerEnzymes in Remediation of Poluted Soils
Review Enzyme Microb Tech, 35: 339-354.
Kister, H. Z. 1992. Distillation Design. McGraw-Hill, California, USA.
Kusuma, I Gusti Bagus Wijaya. 2010. Pengolahan Sampah Organik Menjadi Etanol dan Pengujian Sifat
Fisika Biogesoline. Dalam Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9. Palembang, 13-15 Oktober
2010. ISBN : 978-602-97742-0-7.
Las, Thamzil, et al. 2010. Penyerapan Merkuri Dalam Limbah Simulasi Menggunakan Zeolit Klinoptilolit
Jakarta: Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah.
Lemos, M.A., J.A. Teixeira, M.R.M. Domingues. M. Mota and F.M. Gama. 2003. The Enhancement of The
Celluloytic Activity of Collobiohydrolase I and Endoglucanase by The Addition of Cellulose Binding Domain
Derived from Trichoderma reesei. Enzyme Microb Tech, 32: 35-40.
Lestari, Dewi Yuanita. 2010. Kajian Modifikasi dan Karakterisasi Zeolit Alam dari Berbagai Negara.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2010. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Mathewson, S.W. 1980. Drying the Alcohol. Chapter 12. In: The Manual for the Home and Farm Production
of Alcohol Fuel. California: Ten Speed Press.
Meryana, Ester. 2012. Kuota BBM Dibatasi, Kalimantan Merugi Triliunan. Harian Kompas Edisi: Senin, 14
Mei 2012. (online)
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/05/14/18571188/Kuota.BBM.Dibatasi.Kalimantan.Merugi
Diakses Pada Tanggal 7 Februari 2013.
Mulyono, Ali Mursyid Wahyu et al. 2011. Fermentasi Etanol dari Jerami Padi. Proceeding Seminar Hasil
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Soekoharjo: Universitas Veteran Bangun Nusantara, pp. 23-27.
Pakar: Bahan Bakar Bioetanol Perlu Mesin Khusus. Antaranews Edisi: Senin, 1 Mei 2012. (online)
http://www.antaranews.com/berita/308617/pakar-bahan-bakar bioetanol-perlu-mesin-khusus. Diakses Pada
Tanggal 6 Februari 2013.
Prihandana, R et al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan.Jakarta: AgroMedia Pustaka.
-
Purwanto, Didik. 2012. 2013, Konsumsi BBM Bakal Jebol Lagi. Harian Kompas Edisi: Senin, 31 Desember
2012. (online)
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/12/31/13494551/2013.Konsumsi.BBM.Bakal.Jebol.Lagi
Diakses Pada Tanggal 4 Februari 2013.
Racman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. PAU-IPB. Bogor.
Rahman, Nanik Astuti dan Setyawati, Harimbi. 2012. Peningkatan Kadar Bioetanol dari Kulit Nanas
Menggunakan Zeolit Alam dan Batu Kapur.Jurnal Berkala Ilmiah Teknik Kimia. Vol. 1, No. 1. Hlm: 13-16.
Riawan S. 1990. Kimia Organik. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.
Saha BC. 2003. Hemicellulose Bioconver-sion. LJ Ind Microbiol Biotechnol . 30. pp: 279-291.
Sari, Iris Mustika et al. 2008. Pemanfaatan Jerami Padi dan Alang-Alang dalam Fermentasi Etanol
Menggunakan Kapang Trichoderma viride dan Khamir Saccharomycess cerevisia. Jurnal VIS Vitalis, Vol.
01 No. 2, ISSN 1978-9513.
Setiadi dan Pertiwi, A., 2007, Preparasi dan Karakterisasi Zeolit Alam untuk Konversi senyawa ABE
menjadi Hidrokarbon, Prosiding Konggres dan Simposium Nasional Kedua MKICS, ISSN : 0216-4183, 1-4.
Setiadji, A. H. B. 1996. Zeolit Material Unggulan Masa Depan. Makalah dalam Lokalakarya Nasional Kimia,
Yogyakarta.
Simanjuntak, Gunawan. 2009. Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar
Premium dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-15 dan Be-20) [Skripsi]. Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Subsidi BBM APBN-P 2012 Ditetapkan Rp. 137 Trilliun. Tvonenews Edisi: Senin, 26 Maret 2012. (online)
http://ekonomi.tvonenews.tv/berita/view/54704/2012/03/26/subsidi_bbm_apbnp_2012_ditetapkan_rp137_triliun.tvOne
Diakses Pada Tanggal 5 Februari 2013.
Sudarmadji, S. B. Haryono dan Suhardi. 2004. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian
Yogyakarta: Liberty.
Suyamto dan J. Wargiono. 2006. Potensi dan Peluang Pengembangan Ubi kayu untuk Industri Bioetanol
Prosiding Lokakarya Pengemabangan Ubi Kayu. Balitkabi. Malang.
Tjahjono, A. E dan M. A. Yudiarto. 2007. Pemilihan Bahan Baku dan Teknologi Pengolahan Bioetanol Skala
Kecil dan Industri. Jakarta: Trubus.
Victor. 2010. Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu (Manihot utilissima Pohl.) dengan Jamur Aspergillus
awamori dan Ragi Saccharomyces cerevisiae [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
-
About angga_dominius
my name is angga, i come from Indonesia, West Borneo, Pontianak city, Kubu Raya Regency. my dream is be a seven stars
doctor and help more poor people. i very proud with my country. oneday, i want to be a Health Minister Republic of Indonesia.
i hope it'll come true. my religion is Catholic. i trust in Allah, Yesus as Prophet and Holly spirit. for me, varietas in religions are
good. because they create the life's colorfull..
View all posts by angga_dominius
Share this:
Sv hssdq F` bdannj 1
This entry was posted in Biotechnology. Bookmark the permalink.
Permadani Gubuk
, .
Like
One blogger likes this.
V
The Twenty Ten Theme. Create a free website or blog at WordPress.com.