portofolio rabies
TRANSCRIPT
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
1/8
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
2/8
3. Mengetahui pathogenesis dan patofisiologi rabies4. Mengetahui tatalaksana preventif pasien yang dicurigai terinfeksi rabies5. Mengetahui tatalaksana suportif pada pasien dengan manifestasi rabies6. Mengetahui vaksinasi rabies1. Subjektif:
Keluhan Utama
Keluhan Utama : kejang sejak 2 jam SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
1 hari SMRS pasien hanya mengeluh tidak enak badan dan berhalusinasi melihat
cicak dan kucing
2 jam SMRS, pasien mengalami kejang, penurunan kesadaran (+), demam (-), mulutberbusa, takut air dan angin. Menurut keluarga pasien, pasien terdengar seperti
menggonggong di rumah.
Pasien digigit anjing 1 bulan yang lalu di kening. Pasien berobat ke bidan dandisarankan ke RS. Pasien lalu berobat ke mantri dan diberi obat makan saja. Pasien
tidak berobat ke RS dan tidak disuntik anti rabies, karena dianggap hanya dicakar
anjing. Pasien tidak ada keluhan selama satu bulan terakhir.
Riwayat Penyakit DahuluRiwayat kejang sebelumnya disangkal
2. Objektif:PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : GCS= E1M1V1= 3
BB : 15 kg
Nadi : filiformis
Pernapasan : 24 x/ menit
Temperatur : afebris
Keadaan Spesif ik
Kepala : tampak anemis, pupil dilatasi 4 mm, RC -/-, kornea tampak keruh.
Hipersalivasi (+). Tampak luka uk. 2 cm memanjang, dasar otot,
di regio frontalis antara kedua alis.Thorax : simetris saat statis dan dinamis
Paru : ronki (-), wheezing (-)
Jantung : murmur (-), gallop (-)
Abdomen : lemas, hepar/lien tidak teraba,
Genital : tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral dingin (+)
3. Assessment :Rabies adalah suatu penyakit infeksi akut susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh
virus rabies yang termasuk famili Rhabdoviridae genus Lyssavirus1-7. Virus rabies
mati oleh sinar matahari, larutan formalin, asam kuat, atau dipanaskan lebih dari 56C
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
3/8
dalam waktu 1 jam2. Secara teoritis, virus rabies dapat menyerang semua jenis
binatang berdarah panas dan manusia, namun data menunjukkan infeksi terutama
terjadi pada anjing (98%)4. Pada negara berkembang, kasus terbanyak juga
disebabkan oleh gigitan anjing, sedangkan yang kedua disusul oleh gigitan monyet4.
Pada negara maju, infeksi juga ditularkan oleh rakun, kelelawar, rubah
4,5
musang
6
danserigala3. Data WHO menunjukkan bahwa 30.000 penduduk Asia mati akibat rabies
pertahunnya, dimana 15% pasien berusia dibawah 15 tahun5.
Transmisi virus dapat ditularkan terutama lewat gigitan1-7, tanpa gigitan (cakaran,
inokulasi saliva atau jaringan saraf6ke kulit yang tidak intak atau melalui membran
mukosa), transplantasi organ dari pasien rabies yang tidak teridentifikasi3,4,6,7, melalui
inhalasi pada gua yang dihuni kelelawar yang sangat banyak4 atau pada tempat
tertentu seperti laboratorium6. Transmisi iatrogenik dapat terjadi lewat jarum suntik
jika jarumnya melalui jaringan saraf. Ada kecurigaan bahwa transmisi dapat terjadi
lewat susu pada domba atau pada bayi manusia dari ibunya pada kasus tertentu,namun hal ini belum dapat dibuktikan karena cara transmisi lain belum dapat
disingkirkan6.
Transmisi antar manusia secara teoritis mungkin, namun hal ini belum dapat
dibuktikan. Kontak tertentu terhadap pasien rabies seperti aktivitas seksual, kissing,
berbagi peralatan makanan, minuman serta rokok dianggap memiliki resiko. CDC
merekomendasikan post-exposure prophylaxis (PEP) untuk mereka yang memiliki
resiko berkontak dengan pasien selama 14 hari sebelum onset tanda klinis. Feses,
darah, urine dan cairan tubuh lain diperkirakan tidak mengandung virus yang
infeksius6. Virus ada dalam saliva selama saliva dalam bentuk cair, termasuk saliva
yang berada dalam lingkungan yang basah seperti anjing basah yang diserang oleh
hewan yang terinfeksi rabies ataupun air di dalam mangkok. Pada anjing, kucing, dan
musang, virus rabies diekskresikan melalui saliva lebih dari 10 hari sebelum timbul
gejala klinis4.
Waktu inkubasi bervariasi, antara beberapa hari sampai tahunan2,3,4,5,6. Lamanya
inkubasi dipengaruhi oleh derajat luka, lokasinya yang dekat saraf, jarak luka relatif
terhadap otak, jumlah dan varian virus, serta tingkat proteksi ketika gigitan (misalnya
dilindungi baju ketika digigit) dan faktor lain4. Kecepatan transmisi virus meningkat
jika gigitannya multipel dan inokulasi terjadi pada daerah yang kaya innervasi seperti
wajah dan tangan3.
Pada kasus ini, infeksi ditularkan oleh gigitan anjing pada anak usia 5 tahun dimana
gigitan hanya ada di satu tempat pada daerah frontalis. Daerah frontalis memiliki
banyak inervasi dan relatif dekat dengan otak. Saat digigit, pasien tidak menggunakan
pelindung apapun pada tempat yang luka. Apalagi pada kasus pasien tidak diberi post-
exposure prophylaxis (PEP) karena dianggap hanya dicakar anjing. Padahal
seharusnya PEP tetap diberikan. Transmisi virus diperkirakan terjadi dengan cepat
sehingga dalam waktu satu bulan sudah timbul manifestasi klinis dari rabies.
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
4/8
Setelah masuk melalui inokulasi ke kulit yang luka, melalui traktus respiratorius atau
melalui mukosa, virus akan bereplikasi dengan lambat di dalam sel otot lurik atau
jaringan ikat tempat inokulasi dalam beberapa hari sampai beberapa bulan. Virus tidak
menstimulasi pembentukan antibodi. Virus selanjutnya akan menginfeksi serabut sel
saraf perifer melalui neuromuscular junction
5
menggunakan nicotinic acetylcholinereceptor3dan berpindah secara sentral di dalam axon neuron pada endoneurium sel
Schwann5. Begitu mencapai saraf perifer, virus secara cepat melintasi axon,
melompati celah sinaps sampai masuk ke sistem saraf pusat (SSP). Virus akan berada
di radix ganglia dorsalis dalam 60-72 jam inokulasi sebelum akhirnya sampai ke
medulla spinalis1.
Virus lalu menyebar dengan cepat di otak dan medulla spinalis. Virus akan
menyerang batang otak sehingga menyebabkan disfungsi otonom dan hidrofobia.
Hidrofobia ini disebabkan oleh spasme otot jalan nafas atas ketika pasien akan
menelan yang menyebabkan pasien merasa sangat sakit ketika akan menelan.Meskipun menyerang SSP, virus hanya menyebabkan sedikit kerusakan dan kematian
sel saraf pada otak. Disfungsi neurologis lebih disebabkan karena gangguan
neurotransmitter sentral daripada sitolisis sel saraf3.
Setelah menginfeksi SSP, virus akan bergerak anterograde melalui sistem saraf perifer
menuju semua organ tubuh yang diinervasi saraf perifer. Lewat rute inilah, virus akan
menginfeksi kelenjar saliva. Infeksi pada jantung akan menyebabkan disfungsi
jantung. Kebanyakan pasien meninggal karena gagal jantung atau disritmia yang tidak
terkontrol3.
Ada 2 tipe manifestasi klinis dari rabies:
1. Ensefalitic (furious) RabiesGejala dimulai dengan keluhan non spesifik seperti demam, malaise umum, dan
nyeri ditenggorokan selama beberapa hari, pusing, mual, muntah, dan lemas1,3.
Penderita merasa nyeri, panas dan kesemutan dibekas tempat luka yang menyebar
sepanjang ekstremitas yang terkena. Lalu muncul gejala ensefalitis berat dengan
agitasi, depresi mental, halusinasi5dan kadang-kadang kejang3. Selanjutnya tonus
otot dan aktivitas simpatis meninggi dengan gejala hiperhidrosis.
Khasnya, pada pasien rabies akan dijumpai periode lusid yang intermitten denganperiode ensefalopati yang progresif mengarah ke kondisi koma. Tanda spesifik
dari rabies meliputi hidrofobia yang ditunjukkan oleh agitasi dan ketakutan pasien
untuk minum sehingga menyebabkan pasien tersedak dan aspirasi karena spasme
laring, leher dan dinding dada3. Tanda spesifik berikutnya adalah aerofobia
dimana pasien akan ketakutan jika terkena hembusan angin pada wajah. Sebelum
kematian, otot-otot justru melemas sehingga terjadi parese flaksid otot1. Kematian
biasanya selalu terjadi dalam waktu 2-3 minggu setelah onset3.
2.Paralitic (dumb) RabiesKondisi ini ditandai dengan kelemahan flaksid motorik ascending yang mengenai
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
5/8
kedua ekstremitas dan saraf kranial. Kebanyakan pasien juga menunjukkan gejala
ensefalopati. Kelemahan ini mirip dengan Sindrom Guillain-Barre. Perbedaannya,
Sindrom Guillain-Barre juga mengenai saraf sensoris disamping saraf motorik
dan biasanya pasien dalam kondisi kompos mentis3.
Peluang terjadinya salah satu tipe manifestasi klinis tergantung dari perbedaan respon
imun host. Kasus rabies biasanya fatal. Tercatat hanya ada 6 kasus pasien yang
bertahan dari infeksi rabies, namun hanya ada 2 orang yang menunjukkan outcome
respon neurologis yang memuaskan. Pada tahun 2005 ada laporan menyebutkan 1
orang bertahan dari infeksi rabies yang tidak menerima PEP dan hanya diberi ribavirin
dan amantadin, sedangkan sebagian besar lain tidak ada yang bertahan3.
Tidak ada tes yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis infeksi rabies sebelum onset
klinis penyakit4. Pemeriksaan spesimen seperti saliva, CSF, serum, biopsy kulit yang
berisi folikel rambut dari tengkuk leher, biopsy otak dan tes lain biasanya digunakan
untuk diagnosis laboratoris rabies postmortem.
Pada kasus, pasien mengalami tipe ensefalitic rabies. Gejala prodromal terlihat 1hari SMRS dimana pasien hanya mengeluh tidak enak badan dan berhalusinasi
melihat cicak dan kucing. Pasien lalu mengalami progresivitas gejala yang ditunjukan
dengan 2 jam SMRS, pasien mengalami kejang, penurunan kesadaran (+), mulut
berbusa (hipersalivasi). Cardinal sign rabies takut air dan angin juga ditemukan pada
pasien ini.
Setelah timbul gejala klinis, tidak ada terapi efektif untuk pasien. Pendekatan pasien
rabies difokuskan pada penentuan diagnosis untuk memastikan bahwa tidak adatransmisi dalam RS yang terjadi, untuk memberikan prognosis yang akurat pada
keluarga pasien dan memberikan tatalaksana suportif3,4. Bahkan terapi suportif pun
hanya terbatas untuk mengurangi nyeri pada pasien5
Pasien yang baru saja kontak dengan hewan yang dicurigai rabies membutuhkan
perawatan luka khusus meliputi3,4,5:
1. Pencucian luka gigitanLuka gigitan yang diduga terinfeksi virus rabies harus dicuci dengan sabun atau
deterjen dan disiram dengan banyak air paling tidak 15 menit jika memungkinkan.
Irigasi luka dengan povidone iodine atau etanol 40-70% jika tidak ada povidone
iodine. Pada pajanan ke mata, cuci mata4. Tindakan ini efektif sampai 12 jamsetelah kejadian luka2.
Hindari penjahitan luka jika memungkinkan. Jika dilakukan penjahitan, harus
diberikanRabies Immunoglobuline (RabIg) sebelum penutupan luka4.
2. Berikan antitetatus dan antibiotik profilaksis.3. PEP (post-exposure prophylaxis)
PEP terdiri dari 1 dosis RabIg dan 5 dosis vaksin rabies. RabIg disuntikkan satu
kali pada tempat luka. RabIg diberikan sebanyak 20 IU/kg. RabIg membunuh virus
dan memperlambat atau bahkan menyetop progresi virus melalui saraf5.
Vaksin Rabies diberikan secara IM 1 ml pada otot deltoid atau paha anterolateral
pada hari ke 0,3,7,14,28 setelah pajanan. Injeksi pada gluteus tidak dianjurkan
karena respon imun yang rendah3. Dosis anak sama dengan dewasa. Vaksin ini
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
6/8
aman untuk wanita hamil dan menyusui. Vaksin rabies bekerja dengan cara
menstimulasi sistem imun manusia untuk memproduksi antibodi yang menetralisir
virus5.
Harus diingat bahwa penyuntikan RabIg dan vaksin rabies tidak boleh pada satu
ekstremitas yang sama.
Hewan penggigit harus ditangkap untuk diamati apakah hewan mati mendadak.
Diagnosis dapat dipertegas dengan pemeriksaan saliva atau biopsi jaringan otak untuk
menemukan badan Negri yang merupakan tanda khas rabies. Namun, tidak
ditemukannya badan Negri tidak menyingkirkan diagnosis2,3.
Pada orang-orang yang beresiko berkontak dengan rabies dapat diberikan pre-
exposure prophylaxis seperti wisatawan di daerah yang endemik rabies, petugas
laboratorium, dokter hewan dan lain-lain. Profilaksis diberikan 3 kali secara IM pada
hari 0,7,21 atau 28. Jika pasien yang sudah diberi pre-exposure prophylaxis digigit
hewan yang dicurigai terinfeksi rabies, maka untuk PEP hanya diberikan dua dosis
saja, yakni pada hari 0 dan 3 dan tidak membutuhkan RabIg3
.
4. Plan:Diagnosis : Rabies
Pengobatan :
- O2 5 L/m- IVFD RL kocor 1 kolfpasang 2 line- Inj. Ceftriaxon 750 mg- Inj Sulfas Atropine 1 amp IV- Inj. Diazepam amp IV jika kejang- Isolasi pasien- Rawat di ICU
Prognosis:
Quo ad vitam : malam
Quo ad functionam : malam
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
7/8
FOLLOW UP
Pukul Kondisi Pasien Terapi
09.40
WIB
GCS = 3, RC -/-, pupil isokor,
dilatasi 4 mm, kornea keruh
N = filiformisRR = 24x/m,
T = afebris
Hipersalivasi (+)
kejang tonik klonik
- O2 5 L (sungkup)- Suction- IVFD RL 2 IV linehanyabisa masuk 1 line1 kolf
kocor
- Inj. Diazepam amp (IV)- Observasi tanda vital
10.05
WIB
GCS = 3, RC -/-, pupil isokor,
dilatasi 4 mm, kornea keruh
N = filiformis
RR = 24x/m,
T = afebrisHipersalivasi (+)
- Konsul dr. T. Mirda Z,Sp.A- Informed consent- Inj. Ceftriaxon 750 mg (IV)- Inj. Sulfas Atropine 1 amp
(IV)
- Bolus NaCl 450 cc10.30 GCS = 3, RC -/-, pupil isokor,
dilatasi 4 mm, kornea keruh
N = 180x/m
RR = 24x/m,
T = afebris
Hipersalivasi (+)
- Rawat ICU
11.40
WIB
Pasien apnea, asistol, dilatasi
pupil maksimal, RC -/-, kornea
keruh
RJP 2 siklusrespon (-)
Pasien dinyatakan meninggal
dunia
-
8/13/2019 Portofolio Rabies
8/8