portfolio internship peb, sirosis hepatis, kdk
DESCRIPTION
portfolio yang dibuat untuk memenuhi tugas selama menjalankan program internship. terdiri dari kasus PEB, Sirosis hepatis, dan KDKTRANSCRIPT
SIROSIS HEPATISKEJANG DEMAM KOMPLEKSPendamping : dr. Sujito
PORTOFOLIO
PREEKLAMPSIA BERAT
Oleh :
dr. Hilda Fakhrani Fardiani
Pendamping :
dr. Sujito
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH
DHARMASRAYA
2015
PORTOFOLIO
No. ID/ Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani
No. ID/ Nama Wahan : RSUD Sungai Dareh
Topik : Preeklampsia Berat
Tanggal Kasus : 6 Juli 2015 Presenter : dr. Hilda Fakhrani Fardiani
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Sujito
Tempat Presentasi : RSUD Sungai Dareh
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Perempuan, 32 tahun, hamil anak ketiga, pandangan kabur 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit
Tujuan : mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah komplikasi dari penyakit
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas Diskusi Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : Ny. Sasmita No. Registrasi :
Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh Terdaftar Sejak : 6 Juli 2015
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien kiriman dari Poli Kebidanan dengan keluhan pandangan kabur sejak satu minggu
SMRS, saat diukur tekanan darah di Poli Kebidanan 250/110 mmHg
Pandangan kabur bertambah berat, riwayat memakai kacamata disangkal
Mual (+), muntah (+), nyeri ulu hati (-)
Sakit kepala (+) sejak satu bulan terakhir, hilang timbul
Tengkuk terasa berat (+)
Nyeri di ari – ari menjalar ke pinggang (-)
Keluar air – air (-)
Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)
Kedua kaki bengkak (+) sejak 1 minggu SMRS
Riwayat tekanan darah tinggi (+) sejak melahirkan anak kedua, tidak minum obat darah
tinggi teratur, riwayat kejang (-). Dalam kehamilan ini riwayat tekanan darah tinggi
selama ANC (+), tensi rata – rata 150/100 mmHg, sudah pernah periksa protein di urin
saat usia kehamilan 28 minggu, hasil (-)
HPHT lupa, dari USG terakhir tanggal 22 Juni 2015 didapat taksiran usia kehamilan 32 –
33 minggu
TP : Awal Juli 2015
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (+) sejak 2012, tensi rata – rata 150/90 mmHg, tidak minum obat
antihipertensi dengan teratur
DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-)
Kejang saat hamil (-)
Riwayat Menstruasi
Menarch : 12 tahun
Siklus : 30 hari
Lama : 5 – 7 hari
Dismenorea (-)
Ganti pembalut 2 – 3 kali/hari
Riwayat Pernikahan
Pernikahan pertama sejak 2007
Riwayat KB
KB spiral tahun 2008 – 2011
Riwayat Kehamilan
Hamil 1 : tahun 2008, lahir spontan per vaginam, anak hidup, komplikasi (-)
Hamil 2 : tahun 2012, lahir spontan per vaginam, anak hidup, komplikasi : hipertensi
sejak melahirkan anak kedua, kejang (-).
Hamil 3 : hamil ini
Riwayat ANC
ANC 4 kali di bidan, tekanan darah rata – rata 150/90 mmHg
Pemeriksaan protein urin 1 kali usia kehamilan 28 minggu, hasil (-)
USG (+) 1 kali usia kehamilan 32 – 33 minggu, hasil normal
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum / Kesadaran : sedang / compos mentis
Tekanan darah : 220/110 mmHg
Frekuensi nadi : 84 x/mnt
Frekuensi nafas : 20 x/mnt
Suhu : 37,0 oC
Status Generalis
o Kepala : Normocephal
o Mata : konjungtiva anemis (-/-), skela ikterik (-/-), pupil bulat isokhor, diameter 3
mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+)
o Hidung : pernafasan cuping hidung (-)
o Telinga : normotia, liang telinga lapang, membrane timpani intak
o Mulut : mukosa lembap, sianosis (-)
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri : ICS
5 MCL sinistra, pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
o Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Abdomen
Inspeksi : membuncit, linea nigra (+), striae (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/ limpa tidak teraba besar
Perkusi : tidak bisa dilakukan
Auskultasi : bising usus (+) normal
o Ekstremitas : CRT < 3detik, akral hangat, pitting edema pretibia (+/+)
Status Obstetri
o Leopold I : teraba bagian bundar, lunak, tidak lenting. TFU 32 cm
o Leopold II : teraba bagian datar keras di kanan, bagian – bagian kecil di sebelah
kiri, DJJ 145x/mnt
o Leopold III : teraba bagian bulat, keras, lenting.
o Leopold IV : konvergen
o His (-)
o Genitalia : pembukaan (-), ketuban (+), kepala belum masuk PAP
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 10,0 gr/dL
Leukosit : 12.800 /mm3
Trombosit : 256.000 /mm3
Waktu Perdarahan : 4’
Waktu Pembekuan : 4’ 30”
Golongan Darah : B
Ureum : 23 mg/dL
Kreatinin : 0,8 mg/dL
SGOT : 31 IU
SGPT : 24 IU
Protein urin : +++
Diagnosis
G3P2A0, Anak Hidup 2, Gravid 34 – 35 minggu
Preeclampsia Berat Superimposed Hipertensi Kronik dengan Tanda Impending
Preeklampsia
Penatalaksanaan
IVFD RL + MgSO4 40 % ½ kolf (guyur), selanjutnya 20 tpm
Pasang folley catheter
Metildopa 3 x 500 mg po
Nifedipin 3 x 10 mg po
Dexametason 2 amp iv
Rencana rujuk RSUP M. Djamil
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Daftar Pustaka
Cunningham F.G., Gant N.F., Leveno K.J., et al. Obstetri Willian. Ed. 22. Jakarta: EGC;
2010.
Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin A, et al. Ilmu Kebidanan. Ed. 3. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowirohardjo; 2005.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Ed. 4. Jakarta:
Media Aesculapius; 2014.
Hasil Pembelajaran
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
Patofisiologi preeclampsia
Diagnosis preeclampsia
Penatalaksanaan preeclampsia
Komplikasi preeclampsia
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
1. SUBJEKTIF
Perempuan, 32 tahun, G3P2A0 Hamil 34 – 35 minggu, pandangan kabur 1 minggu,
dikirim dari Poli Kebidanan karena tekanan darah 250/110 mmHg, pusing, mual, muntah.
Riwayat hipertensi sejak melahirkan anak kedua, tidak minum obat antihipertensi dengan
teratur.
2. OBJEKTIF
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan : Gejala klinis pandangan kabur, sakit kepala, riwayat hipertensi kronis sebelumnya,
riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya Hasil pemeriksaan fisik : tekanan darah 220/110 mmHg, TFU 32 cm, DJJ 145 x/mnt,
edema pretibia
Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung : proteinuria (+++) pada urinalisis
3. ASSESMENT
Preeklampsia merupakan gangguan endotel vaskular dan vasospasme yang
terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu dan dapat menetap sampai 4-6
minggu postpartum. Secara klinis, preeklampsia ditandai dengan hipertensi, proteinuria,
dengan atau tanpa edema.
Secara garis besar selain gangguan hipertensi selama kehamilan diklasifikasikan
menjadi 4 kategori, yaitu:
1. Hipertensi gestasional
- Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kali selama hamil
- Tidak ada proteinuria
- Tekanan darah kembali menjadi normal < 12 minggu postpartum
- Diagnosa akhir dibuat postpartum
- Mungkin memperlihatkan tanda-tanda lain preeklampsia, misalnya nyeri
epigastrium
2. Preeklampsia
Kriteria minimal:
- TD ≥ 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu
- Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥1+ pada dipstik
Peningkatan kepastian Preeklampsia
- TD ≥ 160/110 mmHg
- Proteinuria 2 gram/ 24 jam atau ≥ 2+ pada dipstik
- Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali diketahui telah meningkat sebelumnya
- Trombosit < 100.000/mm3
- Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH)
- Peningkatan ALT/AST
- Nyeri kepala menetap atau gangguan serebrum atau penglihatan lainnya
- Nyeri epigastrium menetap
Eklampsia
- Kejang yang tidak disebabkan oleh hal lain pada seorang wanita dengan
preeklampsia
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeklampsia)
- Proteinuria awitan baru ≥ 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi
tapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu
- Terjadi peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung
tromnbosit < 100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria
sebelum gestasi 20 minggu
4. Hipertensi kronik
- TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20
minggu
- Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu postpartum
Pada pasien ini, diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya tekanan
darah tinggi (mencapai 220/110 mmHg) dan proteinuria (+++) pada pemeriksaan di IGD.
Edema pretibia tidak menjadi dasar diagnosis pasien ini karena ia bukanlah merupakan
tanda kardinal preeklampsia. Data lain yang mendukung diagnosis adalah hasil
anamnesis pasien yang menyatakan bahwa pasien sudah mengidap hipertensi sejak
persalinan anak ke-2. Selain itu, dari buku kontrol kehamilan pasien di bidan juga
didapatkan riwayat hipertensi sejak kontrol awal kehamilan pasien pada usia kehamilan 6
minggu tanpa adanya proteinuria. Oleh karena itu, diagnosis pada pasien ini adalah
preeklampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia).
Patofisiologi preeklampsia sampai saat ini masih belum jelas. Pada preeeklampsia
terjadi defisiensi plasentasi akibat kegagalan gelombang ke-2 invasi trofoblas, sehingga
tidak terjadi perubahan fisiologi pada arteri spiralis. Diameter arteri spiralis yang
seharusnya meningkat 4 sampai 6 kali lebih besar dibandingkan wanita tidak hamil, pada
preeklampsia hanya berukuran 40% dibandingkan pada kehamilan normal. Selain itu juga
ditemukan adanya hiperplasia tunika media dan trombosis. Hal ini menyebabkan tahanan
terhadap aliran darah bertambah, yang pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan
iskemia. Sebagian arteri spiralis dalam desidua atau miometrium tersumbat oleh materi
fibrinoid berisi sel-sel busa dan terdapat akumulasi makrofag yang berisi lemak dan
infiltrasi sel mononukleus pada perivaskuler yang disebut juga “aterosis akut”.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel
endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur
sel endotel. Keadaan ini disebut ‘disfungsi endotel’. Pada waktu terjadi kerusakan sel
endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi:
Gangguan metabolisme prostaglandin (karena salah satu fungsi sel endotel adalah
memproduksi prostaglandin) yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2); suatu
vasodilator kuat
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
ini untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboxan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat
Pada pasien ini, ditemukan gejala berupa pandangan kabur. Hal ini disebabkan
oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau
dalam retina. Gejala ini merupakan salah satu tanda impending preeclampsia (kegawatan
dalam preeklampsia), sehingga penatalaksanaannya membutuhkan tempat dengan
fasilitas yang lebih lengkap.
ProblemMild Pre-Eclampsia Severe Pre-Eclampsia
Blood Pressure >140/90 >160/110
Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)
Edema +/- +/-
Increased reflexes +/- +
Upper abdominal pain - +
Headache - +
Visual Disturbance - +
Decreased Urine Output - +
Elevation of Liver Enzymes - +
Decreased Platelets - +
Increased Bilirubin - +
Elevated Creatinine - +
Penanganan umum berupa:
1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik
90 mmHg
2. Pasang infus Ringer Laktat
3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
4. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
5. Infus cairan dipertahankan 1,5 – 2 L/ jam
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin.
7. Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda edema
paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya
furosemide 40 mg intravena.
9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi setelah
7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia ringan,
dibagi menjadi 2 unsur, yaitu sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat obatan atau
terapi medisinalis, dan sikap terhadap kehamilannya.
1. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Monitoring cairan (melalui
cairan atau infus) dan output (melalui urine) menjadi sangat penting, dan
dilakukan pengukuran secara tepat jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan.
Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urine. Oligouria terjadi bila
produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam..
Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4 atau obat anti kejang yang lain
(diazepam, fenition). Pemberian magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan
dengan fenitoin. Cara pemberian magnesium sulfat:
a. Loading dose : 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
b. Maintanance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6jam; atau diberikan
4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6
jam.
MgSO4 dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi dan setelah 24 jam
pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Pemberian obat antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia adalah
nifedipine sebagai antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20 mg,
diulangi tiap 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu,
diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.
2. Sikap terhadap kehamilannya
Berdasarkan Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Aktif (aggressive management), berarti kehamilan segera diakhiri atau di
terminasi. Indikasi perawatan aktif ialah:
Ibu:
Umur kehamilan mencapai 34 minggu
Adanya tanda- tanda impending eklampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik
dan laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin:
Adanya tanda tanda fetal distress
Adanya tanda tanda IUGR
Terjadinya oligohodramnion
Laboratorik:
Adanya tanda tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
2. Konservatif (ekspektatif), berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm < 34 minggu tanpa disertai tanda tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik.
Pada pasien ini penanganan preeklampsia harusnya bersifat agresif karena sudah
ada tanda impending preeclampsia. Oleh karena itu, rencana untuk merujuk ke RSUP M
Djamil sudah tepat karena pasien ini memang memerlukan fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap.
Komplikasi preeklampsi yang paling sering adalah HELLP syndrome (hemolisis,
elevated liver enzymes and low platelet).
Klasifikasi sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Tennessee:1
Complete : Trombosit < 100.000/ul
LDH 600 u/l
SGOT 70 U/l
Parsial : Hanya satu atau dua dari ciri – ciri di atas yang muncul
Penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai
persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan
dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
4. PLAN
o Diagnosis
Penegakan diagnosis minimal untuk preeklampsia sudah optimal. Akan tetapi, seharusnya pasien ini dikonsulkan ke dokter mata untuk memastikan apakah pandangan kabur pasien ini merupakan tanda preeklampsia atau ada kelainan mata yang lain.
Penegakan komplikasi HELLP syndrome juga sudah optimal karena sudah diperiksa hitung trombosit dan enzim hati. Tanda hemolisis berupa peningkatan LDH tidak bisa diperiksa di rumah sakit ini karena adanya keterbatasan laboratorium.
o Tata laksana Medikamentosa
Penanganan umum preklampsia sudah sesuai dengan standar pelayanan medis.
Pemberian MgSO4 sebagai pencegah kejang sudah sesuai dengan standar pelayanan medis
Antihipertensi juga diberikan pada pasien ini berupa metildopa dan nifedipin
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu, diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam.
Nonmedikamentosa Sikap pada pasien ini direncanakan sikap agresif berupa rencana
terminasi kehamilan. Dasar sikap ini adalah karena sudah adanya tanda impending preeclampsia pada ibu.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari ini, tanggal .......................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani Judul / topik : Preeklampsia Berat
Nama Pendamping : dr. Sujito Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh
No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan
1. dr. Maya Ramadhani
2. dr. Herlina Armariani
3. dr. Ichwan Zuanto
4. dr. Shesilia Agnesti
5. dr. Cynthia Oktarisza
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
( dr. Sujito )
PORTOFOLIO
SIROSIS HEPATIS
Oleh :
dr. Hilda Fakhrani Fardiani
Pendamping :
dr. Sujito
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH
DHARMASRAYA
2015
PORTOFOLIO
No. ID/ Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani
No. ID/ Nama Wahan : RSUD Sungai Dareh
Topik : Sirosis Hepatis
Tanggal Kasus : 23 Juli 2015 Presenter : dr. Hilda Fakhrani Fardiani
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Sujito
Tempat Presentasi : RSUD Sungai Dareh
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki – laki, 58 tahun, BAB dan muntah kehitaman, perut semakin buncit
Tujuan : mendiagnosis, menatalaksana, dan mencegah komplikasi dari penyakit
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas Diskusi Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : Tn. Suwondo No. Registrasi :
Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh Terdaftar Sejak : 23 Juli 2015
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis :
Muntah sejak ± 1 hari SMRS, warna kehitaman, frekuensi ± 3 kali/hari, jumlah ± ½
gelas.
BAB hitam seperti aspal sejak 3 hari, frekuensi 1 kali/hari.
Perut semakin membuncit sejak ± 1 bulan terakhir
Bengkak pada kedua kaki (-)
BAK seperti teh (+), kuning pada mata (+)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit kuning (+) saat pasien masih muda
Sejak 2 tahun yang lalu pasien didiagnosis mengidap penyakit liver, tidak kontrol teratur
Riwayat hipertensi, DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-)
Riwayat Sosial
Penggunaan obat-obatan anti nyeri jangka panjang dan jamu-jamuan (-)
Riwayat konsumsi alkohol (-),
Riwayat penggunaan narkoba jenis suntik dan transfusi disangkal.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum / Kesadaran : sedang / compos mentis
Tekanan darah : 70/palpasi mmHg
Frekuensi nadi : 100 x/mnt
Frekuensi nafas : 20 x/mnt
Suhu : 37,0 oC
Status Generalis
o Kepala : Normocephal
o Mata : konjungtiva anemis (-/-), skela ikterik (+/+), pupil bulat isokhor, diameter
3 mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+)
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri : ICS
5 MCL sinistra, pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
o Thorax
Inspeksi : spider nevi (-), ginekomastia (-),simetris, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Abdomen
Inspeksi : distensi (+), venektasi (+), caput medusae (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar/ limpa sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
o Ekstremitas : CRT < 3detik, akral hangat, pitting edema (-/-), palmar eritem (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 8,0 gr/dL
Leukosit : 19.800 /mm3
Trombosit : 256.000 /mm3
Golongan Darah : B
SGOT : 57 IU
SGPT : 27 IU
Bilirubin total : 2,60 gr/dL
HbsAg : (+)
Diagnosis
Hematemesis dan melena ec susp. Sirosis Hepatis dengan Syok Hipovolemik
Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0,9% guyur 2 kolf + D5% 1 kolf TD akhir 80/60 mmHg
Pasang folley catheter
Asam tranexamat 3 x 1 amp iv
Vit. K 3 x 1 amp iv
Pantoprazole 1 x 1 vial iv
Sucralfat 3 x 2 cth po ac
Konsul dr. Yoviza, SpPD, advis :
- Pasang NGT
- Ceftriaxone 1 x 2 gr iv
- Rencana transfusi PRC 2 kantong/hr sampai HB 10,0 gr/dL
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
Daftar Pustaka
Loren Laine. Gastrointestinal Bleeding on Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16 th
edition: McGraw Hill; 2005.
P. Dite, D. Labrecque. Esophageal Varices. WHO Practice Guidelines. June 2008.
Konsensus Perdarahan Varises Esofagus 2007
Lubel JS, Angus PW. Modern Management of Portal Hypertension. Intern Med J. Jan
2005
Hasil Pembelajaran
Patofisiologi hematemesis melena
Patofisiologi sirosis hepatis
Diagnosis sirosis hepatis
Penatalaksanaan kegawatdaruratan sirosis hepatis
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
1. SUBJEKTIF
Laki – laki, 58 tahun, muntah dan BAB kehitaman sejak 1 hari SMRS, perut
semakin membuncit, BAK pekat seperti teh, kuning pada kedua mata. Pasien memiliki
riwayat sakit kuning dan penyakit liver dari 2 tahun terakhir.
2. OBJEKTIF
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Gejala klinis muntah dan BAB kehitaman, perut membuncit, BAK pekat, kuning pada
kedua mata, serta riwayat sakit kuning dan liver dari 2 tahun terakhir.
Hasil pemeriksaan fisik : tekanan darah 70/palpasi, frekuensi nadi 100 x/mnt, sklera
ikterik, abdomen : distensi (+), venektasi (+), shifting dullness (+).
Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung : Hb : 8,0 gr/dL, Leukosit :
19.800 /mm3, SGOT : 57 IU, SGPT : 27 IU, Bilirubin total : 2,60 gr/dL, HbsAg : (+)
3. ASSESMENT
Hematemesis (muntah kehitaman) dan melena (BAB kehitaman) merupakan salah
satu tanda adanya perdarahan saluran cerna atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna
atas adalah seluruh saluran pencernaan yang berada diatas Ligamentum Treitz.
Hematemesis dan melena dapat terjadi karena darah yang berasal dari perdarahan saluran
cerna atas bercampur dengan cairan lambung yang bersifat asam.
Perdarahan saluran cerna atas merupakan salah satu tanda kegawatdaruratan yang
mengancan nyawa karena banyaknya kehilangan darah. Perdarahan saluran cerna atas
dapat disebabkan oleh beberapa sumber, antara lain adanya tukak/ulkus
lambung/duodenum, pecahnya varises esofagus, robekan Mallory-Weiss, esofagitis
erosif, dan keganasan. Secara klinis, etiologi dari hematemesis melena dibedakan
berdasarkan gejala yang menyertainya. Pada kasus tukak lambung/duodenum didapatkan
gejala dispepsia yang menyertainya. Mungkin juga didapatkan riwayat sering konsumsi
jamu – jamuan, obat penghilang rasa sakit, atau obat pengencer darah sebelunya. Pada
kasus robekan Mallory – Weiss selain adanya hematemesis melena, gejala khas yang lain
adalah adanya nyeri dada teramat sangat.
Pengerucutan etiologi hematemesis melena pada kasus ini didapatkan dari adanya
stigmata sirosis, berupa sklera ikterik, abdomen distensi, venektasi, dan adanya asites.
Diagnosis ini juga didukung oleh adanya riwayat sakit kuning saat pasien masih muda.
Sakit kuning yang dimaksud kemungkinan adalah hepatitis viral. Hal ini didukung dari
adanya pemeriksaan HbsAg yang didapatkan hasil positif.
Perdarahan saluran cerna atas pada kasus sirosis hepatis terjadi karena pecahnya
varises esofagus. Varises esophagus adalah portosistemik kolateral; saluran vaskular yang
menghubungkan vena porta dengan sirkulasi vena sistemik.
Sirkulasi vena pada saluran cerna akan memasuki sistem vena porta terlebih
dahulu sebelum bergambung dengan vena cava inferior. Vena porta memasuki hepar
pada porta hepatis dan terbagi menjadi dua cabang menuju lobus kanan dan kiri. Karena
banyaknya aliran-aliran darah vena yang menuju vena porta sehingga disebut sirkulasi
kolateral. Maka jika sirkulasi portal tersumbat, tekanan pembuluh darah porta akan
meningkat (hipertensi porta) sehingga timbul manifestasi-manifestasi di luar hepar, yaitu
pada organ-organ yang termasuk dalam sirkulasi kolateral, contohnya :
Rectum, dimana vena mesentrica inferior berhubungan dengan vena pudendal
dan menyebabkan varises rectal
Umbilicus, dimana vena umbilical berhubungan dengan vena portal di bagian
kiri dan menyebabkan kolateral di sekitar umbilikus (caput medusa)
Distal esophagus dan proksimal gaster, dimana varices gastroesophageal
membentuk sirkulasi kolateral antara sistem vena porta dengan sistem vena
sistemik
Tersumbatnya sirkulasi porta bisa disebabkan oleh faktor presinusoid, sinusoid,
dan pascasinusoid. Blok vena presinusoid (portal vein thrombosis, schistosomiasis,
sirosis bilier), obstruksi postsinusoid (gagal jantung kanan, obstruksi vena cava inferior),
dan obstruksi sinusoid (sirosis hepatis). Penyebab paling sering adalah faktor sinusoid
yaitu sirosis hepatis.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Penyebab sirosis diantaranya infeksi
(contoh; hepatitis B, hepatitis C, toksoplasmosis, dan lain-lain), penyakit keturunan dan
metabolik (galaktosemia, hemokromatosis, penyakit wilson, dan lain-lain), obat dan
toksin (alkohol, arsenik, obstruksi bilier, kolangitis, dan lain-lain), dan penyebab lainnya
(penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, pintas jejunoileal, dan sarkoidosis).
Gejala klinis pada sirosis awal adalah mudah lemas, mual, kembung, BB
menurun. Pada lelaki buasanya timbul impotensi, buah dada membesar (ginekomastia),
testis mengecil. Pada keadaan sirosis lanjut (dekompensata) timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta muncul seperti, gangguan pembekuan darah,
epistaksis, hematemesis/melena, perubahan mental dan kesadaran, BAK seperti teh
pekat, ikterik, bingung agitasi sampai koma. Timbul stigmata sirosis hepatis seperti,
spider angioma, ikterik, palmar eritem, ginekomastia, asites, encephalopathy, dan
asterik.
Hasil laboratorium yang akan ditemukan adalah peningkatan enzim transaminase,
SGOT dan SGPT. Peningkatan yang terjadi tidak terlalu tinggi, dan bila tidak ada
peningkatan SGOT dan SGPT tidak menghilangkan diagnosis sirosis. Alkali fosfatase
meningkat sampai dua sampai 3 kali batas normal, sering ditemukan pada pasien
kolangitis, sklerosis primer, dan sirosis bilier primer. Gamma-glutamil transpeptidase
(GGT) kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik yang menyebabkan
keluarnya GGT dari hepatosit. Kadar albumin yang di sintesis di hati kadarnya akan
menurun akibat perburukan sirosis. Globulin kadarnya meningkat pada sirosis, akibat
pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid menyebabkan peningkatan
produksi imunoglobulin. Prothrombin time memanjang akibat disfungsi dari hati.
Anemia dengan trombositopenia, leukopenia dan netropenia akibat splenomegali
kongestif karena adanya hipertensi porta.
Gold standard untuk menegakan diagnosis perdarahan saluran cerna atas karena
PVO adalah endoskopi. Jika gold standard tidak dapat dilakukan, kemungkinan yang
akan dilakukan adalah usg doppler. Alternatif lainnya adalah radiography dengan
menggunakan barium enema.
Tujuan untuk tatalaksana perdarahan saluran cerna karena varises esofagus
adalah menghentikan perdarahan. Tebagi dalam tatalaksana farmakologis dan endoskopi.
1. Terapi farmakologis
Propanolol, adalah terapi profilaksis primer yang dapat menurunkan gradien
tekanan portal, penurunan aliran vena azigos dan tekanan varices.
Splanchnic vasokonstriktor seperti vasopressin (analog), somatostatin
(analog) dan non cardioselective beta-blocker diketahui juga akan
menurunkan gradien tekanan portal dengan cara menyebabkan vasokontriksi
pada slpanchnic.
2. Terapi endoskopi
Ligasi varices dan skleroterapi efektif menghentikan perdarahan pada 90%
pasien dengan pecah varices esofagus. Namun, ligasi varices akan lebih sukar
dilakukan pada pasien dengan perdarahan varices yang aktif.. Jika terapi ligasi dan
skleroterapi tidak berhasil, alternatif lainnya adalah dengan pemasangan pintasan
atau, transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS), yaitu membuat jalur
pintasan antara sistem porta dengan sirkulasi sistemik. Tujuannya adalah
mengalihkan aliran darah portal menuju vena hepatic, sehingga menurunkan gradien
tekanan antara sistem portal dengan sirkulasi sistemik.
Tata laksana definitif dari sirosis hepatis adalah transplantasi hepar. Tata
laksana lain disesuaikan dengan komplikasi yang terdapat pada pasien. Pada asites
diberikan diuretik. Awalnya dengan spironolakton dosis 100-200 mg sekali sehari.
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan edema kaki. Bila tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari, bisa ditambah jika tidak
ada respon, dosis maksimal 160 mg/hari. Bila sudah terjadi ensefalopati hepatik,
pemberian L-ornitin L-aspartat adalah tata laksana definitif. LOLA adalah asam
amino yang mengikat amonia. Laktulosa diberikan untuk membantu pasien untuk
mengeluarkan amonia. Peritonitis bakterial spontan diberikan antibiotik seperti
sefotaksim iv atau aminoglikosida.
4. PLAN
o Diagnosis
Gold standard penegakan diagnosis perdarahan saluran cerna karena
PVO adalah dengan esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pada EGD kemungkinan
ditemukan adanya varises, perdarahan, atau bekuan darah. Pada kasus ini EGD
tidak dapat dilakukan karena keterbatasan fasilitas. Penegakan diagnosis hanya
didasari oleh gejala klinis yang menyertai.
Penegakan diagnosis sirosis hepatis juga belum optimal. Diagnosis
definitif sirosis hepatis ditegakkan melalui biopsi hepar. Pada pemeriksaan
histopatologi didapatkan kekacauan dari arsitektur sinusoid hepar. Selain itu
diagnosis sirosis hepatis dapat ditegakkan melalui USG abdomen dan laboratorik.
Pemeriksaan laboratorik yang sugestif sirosis hepatis adalah GGT dan ALP.
o Tata laksana
Medikamentosa
IVFD NaCl 0,9% guyur 2 kolf + D5% 1 kolf TD akhir 80/60
mmHg
Pasang folley catheter
Asam tranexamat 3 x 1 amp iv
Vit. K 3 x 1 amp iv
Pantoprazole 1 x 1 vial iv
Sucralfat 3 x 2 cth po ac
Konsul dr. Yoviza, SpPD, advis :
- Pasang NGT
- Ceftriaxone 1 x 2 gr iv
- Rencana transfusi PRC 2 kantong/hr sampai HB 10,0 gr/dL
Nonmedikamentosa
Terapi definitif untuk perdarahan saluran cerna atas yang
disebabkan PVO adalah ligasi dan skleroterapi pembuluh kolateral
yang pecah. Bila tidak bisa dilakukan alternatifnya adalah mebuat
TIPS (transjugular intrahepatic portosystemic shunt).
Terapi definitif untuk sirosis hepatis adalah transplantasi hati.
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari ini, tanggal .......................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani Judul / topik : Sirosis Hepatis Nama Pendamping : dr. Sujito Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh
No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan
1. dr. Maya Ramadhani
2. dr. Herlina Armariani
3. dr. Ichwan Zuanto
4. dr. Shesilia Agnesti
5. dr. Cynthia Oktarisza
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
( dr. Sujito )
PORTOFOLIO
KEJANG DEMAM KOMPLEKS
Oleh :
dr. Hilda Fakhrani Fardiani
Pendamping :
dr. Sujito
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH
DHARMASRAYA
2015
PORTOFOLIO
No. ID/ Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani
No. ID/ Nama Wahan : RSUD Sungai Dareh
Topik : Kejang Demam Kompleks
Tanggal Kasus : 23 Juli 2015 Presenter : dr. Hilda Fakhrani Fardiani
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Sujito
Tempat Presentasi : RSUD Sungai Dareh
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Bayi laki – laki, 8 bulan, kejang 2 kali, demam
Tujuan : mendiagnosis, dan menatalaksana penyakit
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas Diskusi Presentasi & Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama : By. Abdul Hamid No. Registrasi :
Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh Terdaftar Sejak : 23 Juli 2015
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis :
Kejang pada 2 jam SMRS, durasi 10 menit. Kejang terjadi tiba – tiba. Saat kejang
kelojotan seluruh tubuh, mata mendelik ke atas, keluar busa dari mulut (-). Pasca kejang
pasien menangis. Mengompol (-). 30 menit SMRS, pasien kejang kembali. Durasi 15
menit. Berhenti setelah diberikan obat dari anus di pukesmas.
Demam sejak 2 hari SMRS, terus – menerus, suhu tidak diukur, menggigil (-)
Batuk (+) sejak 2 hari, berdahak, warna kuning. Pilek (+).
Riwayat sakit kepala (-), penurunan kesadaran (-), riwayat jatuh / kepala terbentur (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat epilepsi (-)
Riwayat kejang saat demam (-)
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum / Kesadaran : sedang / compos mentis
Berat Badan : 8 kg
Frekuensi nadi : 110 x/mnt
Frekuensi nafas : 20 x/mnt
Suhu : 39,0 oC
Status Generalis
o Kepala : Normocephal
o Mata : konjungtiva anemis (-/-), skela ikterik (+/+), pupil bulat isokhor, diameter
3 mm/ 3 mm, reflex cahaya (+/+)
o Hidung : konka edem, hiperemis, sekret (+/+)
o Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan : ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri : ICS
5 MCL sinistra, pinggang jantung : ICS 3 PSL sinistra
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
o Paru
Inspeksi : simetris, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesicular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : nyeri tekan (-), soepel
Perkusi : tidak dinilai
Auskultasi : bising usus (+) normal
o Ekstremitas : CRT < 3detik, akral hangat, pitting edema (-/-)
Status neurologis
GCS E4M6V5
Tanda rangsang meningeal (-)
Nervus kranialis : kesan parese (-)
Motorik : kesan lateralisasi (+)
Sensorik : kesan normal
Otonom : kesan normal
Diagnosis
Kejang Demam Kompleks
ISPA
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Kompres hangat
Edukasi banyak minum
Medikamentosa
- O2 2 lpm
- Parasetamol supp 120 mg No. I
- IVFD KaEN 1B 10 tpm
- Fenobarbital 50 mg iv
- Paracetamol syr 120 mg 3 x ¾ cth
- Fenorbarbital pulv 2 x 32 mg (hari 1 dan 2) 2 x 16 mg (hari 3 dan 4)
- CTM 1 mg/ Ambroxol 7,5 mg/ Dexametason 0,1 mg 3 x pulv 1
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Daftar Pustaka
Johnston, Michael V. Nelson Textbook of Pediatrics : Seizure in Childhood, Febrile
Seizure. 18th edition. Saunders Elsevier Inc, Philadelphia 2007.
Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada
Anak. cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.
Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSCM. Jakarta, 2007
Hasil Pembelajaran
Klasifikasi kejang dan kejang demam
Penatalaksanaan kejang demam
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
1. SUBJEKTIF
Bayi laki – laki, 7 bulan, datang dengan kejang pada 2 jam SMRS, durasi 10 – 15
menit, berulang 2 kali, jarak 1,5 jam, kelojotan seluruh tubuh. Post iktal pasien sadar.
Demam sejak 2 hari SMRS. Batuk pilek sejak 2 hari SMRS
2. OBJEKTIF
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Gejala klinis kejang berulang dalam waktu < 24 jam dan demam .
Hasil pemeriksaan fisik : suhu 39 oC, status neurologis dalam batas normal.
3. ASSESMENT
Kejang adalah suatu keadaan berubahnya aktivitas motorik dan perilaku oleh
karena aktivitas elektrik yang abnormal.1 Kejang merupakan kedaruratan neurology
yang sering dijumpai di ruang gawat darurat. Hampir 5% anak berumur di bawah 16
tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama hidupnya. Kebanyakan
kejang pada anak diprovokasi oleh keadaan ekstrakanial, misalnya demam tinggi,
infeksi, trauma kepala, sinkop, hipoksia dan toksin.
Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak
yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari
substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti
meningitis, ensefatitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan
infeksi saluran kemih. Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti
tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak
(morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Pada
seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sedangkan pada orang dewasa hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi kejang. 11
Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium
melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan
bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Terulangnya kejang demam lebih
sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah. 4
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan enrgi
ontuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan
asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu
tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.
Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan berlangsung umum,
dan kejang demam kompleks, yang berlangsung kurang dari 15 menit, fokal, atau
multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Kriteria penggolongan tersebut
dikemukan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil
dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekam otak dan lainnya
Pemeriksaan penunjang dilakuka sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
sekaligus menyingkirkan diagnosis banding penyebab kejang. Pemeriksaan penunjang
yang bisa dilakukan adalah darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit, CT scan, EEG,
dan lumbal pungsi.
Terapi
Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat menghentikan
kejang adalah Diazepam intravena. Dosis Diazepam intravena IV 0,3 – 0,5 mg/kgBB
perlahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit dalam waktu 3 – 5 menit dengan dosis
maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua jika di rumah adalah
diazepam rektal 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan BB <
10 kg dan diazepam rektal 10 mg unuk anak dengan BB > 10 kg.
Pasien kejang demam di rawat di rumah sakit pada keadaan berikut :
Kejang demam pertama
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia < 6 bulan
Ada kelainan neurlogis
Bila pasien dirawat, boleh disusul antikonvulsan masa kerja panjang yaitu fenobarbital
(Luminal IM/ Sibital IM/IV) dengan dosis
Neonatus : 30 mg
< 1 tahun : 50 mg
> 1 tahun : 75 mg
Dilanjutkan fenobarbital 8 – 10 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 2 hari, dilanjutkan 4
– 5 mg/kgBB/hari selama 2 hari. Setelah kejang terkontrol, pemberian boleh dihentikan
kecuali terdapat indikasi pengobatan rumatan.
Indikasi pengobatan rumatan :
Kejang > 15 menit
Adanya kelainan neurologis yang nyata baik sebelum/ sesudah kejang, seperti
hemiparese, parese Todd, cerebral plasy, retardasi mental, hidrosefalus.
Kejang fokal
Pemberian pengobatan rumatan dapat dipertimbangkan bila terdapat
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam lebih dari/sama dengan 4 kali dalam setahun
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan bisa berupa fenobarbital atau asam
valproat. Dosis fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis. Dosis asam valproat
15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis. Pemberian asam valproat sebagai rumatan lebih
terpilih karena pemakaian fenobarbial setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40 – 50 % kasus. Pengobatan rumat diberikan setiap hari
sampai 1 tahun, kemudia dihentikan bertahap dalam 1 – 2 bulan.
4. PLAN
o Diagnosis
Gold standard penegakan diagnosis kejang demam adalah dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Yang paling utama adalah memastikan apakah pasien
benar – benar mengalami kejang atau tidak. Pemeriksaan EEG dan pungsi lumbal
diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis banding kejang akibat proses
intrakranial.
o Tata laksana
Non medikamentosa
Kompres hangat
Edukasi banyak minum
Medikamentosa
- O2 2 lpm
- Parasetamol supp 120 mg No. I
- IVFD KaEN 1B 10 tpm
- Fenobarbital 50 mg iv
- Paracetamol syr 120 mg 3 x ¾ cth
- Fenorbarbital pulv 2 x 32 mg (hari 1 dan 2) 2 x 16 mg (hari 3 dan
4)
- CTM 1 mg/ Ambroxol 7,5 mg/ Dexametason 0,1 mg 3 x pulv 1
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari ini, tanggal .......................................... telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama Peserta : dr. Hilda Fakhrani Fardiani Judul / topik : Kejang Demam Kompleks Nama Pendamping : dr. Sujito Nama Wahana : RSUD Sungai Dareh
No. Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan
1. dr. Maya Ramadhani
2. dr. Herlina Armariani
3. dr. Ichwan Zuanto
4. dr. Shesilia Agnesti
5. dr. Cynthia Oktarisza
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping
( dr. Sujito )