portfolio cc app akut.doc
TRANSCRIPT
FORMAT PORTOFOLIO
Nama Peserta : dr. Dessi Melisa Malik
Nama Wahana : RS Pusddikes TNI AD Kramat Jati
Topik: Appendisitis Akut
Tanggal (kasus): 20 Juli 2015 No. RM
Tangal presentasi: 11 agustus 2015 Pendamping: dr. Satyaningtyas
Tempat presentasi:
Obyektif presentasi:
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi: Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang dengan keluhan terdapat nyeri pada
perut kanan bawah.
□ Tujuan: Penegakan diagnosis hingga tatalaksana appendisitis akut beserta komplikasi dan
pencegahannya.
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas: □ Diskusi □Presentasi dan diskusi □ E‐mail □ Pos
Data pasien: Nama: Tn. S No registrasi:
Nama klinik: - Telp: - Terdaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Identitas Pasien :
Nama : Tn. S
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jl. Dukuh V no 27 rt 01/10 kramat jati
2. Diagnosis/ Gambaran Klinis :
Keluhan Utama
Terdapat nyeri perut kanan bawah sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Program Dokter Internship Indonesia
Keluhan Tambahan
Terdapat mual, muntah dan meriang sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki rujukan dari Puskesmas Kelurahan Dukuh dengan suspek
appendisitis akut datang ke IGD RS Pusddikes dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah. Keluhan tersebut sudah mulai dirasakan pasien sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit dan dirasakan semakin memberat sejak tadi pagi. Nyeri perut
kanan bawah ini dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri terus menerus, menetap,
dan dirasakan bertambah berat serta sangat mengganggu aktivitas. Keluhan ini
diperberat jika melakukan aktivitas (bergerak) dan diperingan pada saat pasien
berbaring.
Pasien juga mengeluhkan meriang sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Selain itu pasien juga mengeluhkan mual serta muntah yang terdiri dari air dan
makanan sejak tadi pagi. BAB (Buang Air Besar) normal, BAK (Buang Air Kecil)
normal. Tidak ada riwayat operasi di daerah perut sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat trauma pada abdomen (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat Maag (+)
4. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :
Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu disangkal. Riwayat alergi
dalam keluarga disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal yang sama dengan pasien.
6. Riwayat Pengobatan :
Pasien sempat menggunakan obat panadol.
7. Riwayat Kebiasaan :
Program Dokter Internship Indonesia
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan pedas .
8. Lain‐lain :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital :
Nadi : 100 kali/menit, kuat, penuh, teratur
Laju Pernapasan : 22 kali/menit
Suhu Tubuh : 37,5 ⁰CTekanan darah : 100/70 mmHg
A. STATUS GENERALIS
Kulit : Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak hiperemis,
turgor cukup, tidak tampak jejas trauma, tidak tampak bekas operasi.
Kepala : Normocephal, distribusi rambut merata.
Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemik, pupil
isokor dengan diameter 3 mm/3mm, reflek cahaya langsung
dan tidak langsung +/+.
Hidung : Sekret -/- , tidak ada deviasi septum.
Mulut : Mukosa bibir basah, faring tidak hipermis, dan tonsil T1-T1.
Telinga : Aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/-
Leher : Kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Pemeriksaan Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V linea midklavikularis sinistra
Perkusi :
Batas kanan atas : sela iga II linea parasternalis desktra
Batas kanan bawah : sela iga IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri atas : sela iga II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : sela iga V linea midklavikularis sinistra
Program Dokter Internship Indonesia
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, dan retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, NT (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Ekstremitas
Inspeksi : Eutrophy, Gerak involunter (-)
Palpasi : Akral hangat, tidak terdapat edema di keempat
ekstremitas, capillary refill time < 2 detik
Kekuatan motorik : 5 5 Tonus N N
5 5 N N
Reflek Fisiologis + + Reflek Patologis - -
+ + - -
B. STATUS LOKALIS
Regio abdomen (inguinal dextra)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada, sikatrik tidak ada, tidak tampak
massa, tidak tampak bekas jejas trauma.
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Nyeri tekan di regio inguinal dextra titik Mc Burney (+),
Defence muskular (-), Obturator sign (+), Psoas sign (+),
hepatosplenomegali (-), massa (-), ballotemen (-), buli-buli
tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra -/-.
Regio Anal
Inspeksi : Tidak tampak masa
Program Dokter Internship Indonesia
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Rectal Toucher
Tonus sfincter ani normal, ampula recti tidak kolaps, dan mukosa
rectum licin, nyeri di jam 9 dan 11.
Sarung tangan: Feses (+), darah (-), lendir (-)
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12,9 11,5 – 16,5 g/dL
Leukosit 14600 5000 – 10.000/µL
Hematokrit 35,1 35-55%
Trombosit 177.000 150.000 -
450.000/µL
Limfosit 10,0 15 – 50 %
Segmen 84,5 35 – 80%
Basofil 0 0 - 1 %
Eosinofil 1 1 – 3%
Monosit 5 2 – 8 %
S. Parathypi AH Negatif Negatif
S. Parathypi BH Negatif Negatif
S.Thypi H Negatif Negatif
S.parathypi AO Negatif Negatif
S. Parathypi BO Negatif Negatif
S. Thypi O Negatif Negatif
Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan
Daftar Pustaka:
1. Price, SA, Wilson,LM. Patofisiologi Proses-Proses Penyakit.
Program Dokter Internship Indonesia
Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994.
2. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004.
3. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of
Modern Surgical Practice. 16th edition. USA: W.B Saunders companies. 2002.
4. Schwartz. Principles of Surgery. 7th edition. USA:The
Mcgraw-Hill companies. 2005.
5. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995.
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis Appendisitis Akut.
2. Penatalaksanaan Appendisitis Akut.
3. Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, penatalaksanaan appendisitis akut yang
tepat, serta pencegahannya.
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subyektif
Pasien laki-laki berusia 28 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit dan dirasakan semakin memberat sejak tadi
pagi. Nyeri perut kanan bawah ini dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri terus menerus,
menetap, dan dirasakan bertambah berat serta sangat mengganggu aktivitas. Keluhan ini
disertai dengan meriang, mual, muntah, serta penurunan nafsu makan sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga memiliki kebiasaan kurang makan-makanan
yang berserat seperti sayur-sayuran serta buah-buahan.
Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi
nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di
daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena
apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, yaitu berasal dari n. torakalis
X (parasimpatis), sehingga nyeri viseral pada appendisitis bermula disekitar umbilikus,
maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan
periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6
jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah
Program Dokter Internship Indonesia
terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale
dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila
melakukan aktivitas. Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus
akibat aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus
hanya sekali atau dua kali. Apendisitis paling sering dijumpai pada usia 20 sampai 40
tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang sangat muda atau orang tua,
dikarenakan bentuk anatomis apendiks yang berbeda pada usia tersebut. Appendisitis
disebakan oleh adanya sumbatan lumen, yang bisa diakibatkan oleh adanya fecalith
(feses yang keras). Pada pasien terdapat faktor resiko berupa kebiasaan kurangnya
makan-makanan yang berserat seperti sayur-sayuran dan buah buahan yang dapat
memicu timbulnya fecalith serta menyebabkan sumbatan lumen appendiks.
Beberapa diagnosis banding appendisitis akut yang perlu dipikirkan, antara lain:
Kelainan bidang gastroinestinal seperti divertikulitis menunjukkan gejala yang hampir
sama dengan apendisitis tetapi lokasi nyeri lebih ke medial. Kolitis ditandai dengan feses
bercampur darah, nyeri tajam pada perut bagian bawah, demam dan tenesmus. Obstruksi
usus biasanya nyeri timbul perlahan-lahan di daerah epigastrium. Pada pemeriksaan fisis
akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, terdengar metalic sound pada
auskultasi. Kelainan bidang urologi seperti batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya
riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran
yang khas. Namun pada pasien gejala dan tanda tersebut tidak ditemukan.
2. Obyektif
Adapun pemeriksaan fisik yang mendukung anamnesis dan menggambarkan keadaan
appendiksitis akut pada pasien diantaranya adalah :
Suhu Tubuh : 37,5 ⁰CPada appendisitis akut demam terjadi tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5⁰C –
38,5 tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
Pemeriksaan status lokalis regio abdomen (inguinal dextra)
Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada, sikatrik tidak ada, tidak tampak
massa, tidak tampak bekas jejas trauma.
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : Nyeri tekan di regio inguinal dextra titik Mc Burney (+),
Program Dokter Internship Indonesia
Defence muskular (-), Obturator sign (+), Psoas sign (+),
hepatosplenomegali (-), massa (-), ballotemen (-), buli-buli
tidak teraba.
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok sudut
costovertebra -/-.
Rectal Toucher
Tonus sfincter ani normal, ampula recti tidak kolaps, dan mukosa
rectum licin, nyeri di jam 9 dan 11. Feses (+), darah (-), lendir (-)
Appendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis oleh karena obstruksi
lumen apendiks,yang merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Appendiks
terletak pada dinding abdomen dibawah titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan
menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke umbilikus. Titik tengah garis ini
merupakan tempat pangkal appendiks. Maka apabila terjadi peradangan pada appendiks
maka akan timbul nyeri di titik Mc Burney. Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan
muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Obturator sign adalah rasa
nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam
dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hipogastrium.
Terdapat tanda lain dari appendisitis akut berupa nyeri lepas serta Rovsing sign.
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan
melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan
setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc Burney.
Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah, apabila kita melakukan
penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas
yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. Defans musculer (+)
karena rangsangan musculus rektus abdominis. Defance muscular adalah nyeri tekan
kuadran kanan bawah abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal. Namun pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda tersebut. Jika sudah terjadi
peritonitis maka bunyi peristaltik usus berkurang atau tidak terdengar sama sekali saat
auskultasi. Pada appendisitis juga didapatkan saat rectal toucher / colok dubur , nyeri
Program Dokter Internship Indonesia
tekan pada jam 9-12.
Pemeriksaan penunjang laboratorium pada pasien ditemukan leukositosis (WBC
14600) Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis moderat (10.000-
20.000/ µL). Jika leukosit lebih tinggi biasanya dicurigai telah terjadi perforasi.
3. “Assessment” (Penalaran Klinis) :
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang
dilakukan maka diagnosis yang dapat ditegakkan pada pasien diatas adalah appendisitis
akut. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan dengan menggunakan Alvarado Scoring
System.
Alvarado Scoring Sytem
Pada pasien terdapat gejala seperti nyeri pada perut bagian bawah kanan, disertai
dengan mual, muntah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda berupa demam yang
ditandai dengan peningkatan suhu 37,50C serta pada palpasi abdomen didapatkan nyeri
tekan Mc Burney (+). Hasil laboratorium pasien menunjukkan adanya leukositosis
(WBC 14.600) .
Hasil interpretasi dari Alvarado Scoring System yaitu jika nilai yang didapatkan 7-10
maka diagnosis appendisitis akut, jika skor 5-6 maka curiga apendisitis akut, dan jika
skor 1-4 maka bukan apendisitis akut. Berdasarkan temuan klinis serta laboratorium
Program Dokter Internship Indonesia
tersebut maka didapatkan hasil Alvarado Scoring System yaitu 8 maka diagnosis
appendisitis akut dapat ditegakkan.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan appendisitis akut yaitu foto polos abdomen, dikerjakan apabila dari hasil
pemeriksaan riwayat sakit dan pemeriksaan fisik meragukan. Pada foto polos abdomen
akan terlihat adanya fecalith pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan
lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Appendicogram, hanya
digunakan pada kasus-kasus menahun (appedisitis kronik). Ultrasonografi, ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks. Pemeriksaan
dengan Ultrasonografi (USG) pada apendisitis akut, ditemukan adanya fecalith, udara
intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2
mm dan pengumpulan cairan perisekal. Pada kondisi perforasi gambarannya dapat
berupa lesi tubuler dengan air-fluid level di regio iliaca dextra. Ultrasound juga berguna
pada wanita sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan ovarium, tuba
falopii dan uterus yang gejalanya menyerupai appendisitis. CT-Scan, ditemukan bagian
yang menyilang dengan appendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum. Pada keadaan normal apendiks, jarang
tervisualisasi dengan pemeriksaan scanning ini. Gambaran penebalan diding apendiks
dengan jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang
meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90 –
100%, serta akurasi 94 – 100%. Namun pada pasien beberapa pemeriksaan penunjang
tersebut tidak dilakukan. Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgen
thorak untuk persiapan operasi appendectomy.
Komplikasi apendisitis yang dapat terjadi adalah perforasi. Keterlambatan
penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin
hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan
defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena
ileus paralitik.
Komplikasi yang lain yaitu peritonitis generalisata dan terbentuknya massa
periapendikular. Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran
infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas
Program Dokter Internship Indonesia
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi,
gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri
abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.
Namun pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi appendisitis akut.
4. “Plan”
Diagnosis : Appendisitis Akut
Pengobatan:
a. IVFD RL 20 tetes/menit (makro)
b. Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam
c. Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
d. Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
e. Bed rest
f. USG Abdomen, foto polos Abdomen, Appendicogram
g. Konsul Sp. Bedah Umum
Pembedahan :
Appendectomy cito
Bila diagnosis appendisitis akut telah ditegakkan, maka harus segera dilakukan
appendektomi. Hal ini disebabkan perforasi dapat terjadi dalam waktu < 24 jam setelah
onset appendicitis. Penundaan tindakan pembedahan ini dapat mengakibatkan terjadinya
abses atau perforasi.
Appendectomi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara terbuka dan
laparoscopy. Dengan cara terbuka dilakukan insisi di abdomen kanan bawah kemudian
ahli bedah mengeksplorasi dan mencari appendix yang meradang. Setelah itu dilakukan
pengangkatan appendik, dan abdomen ditutup kembali.
Tindakan laparoscopy merupakan suatu teknik baru untuk mengangkat appendix
dengan menggunakan lapariscopy. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus yang
meragukan dalam menegakkan diagnosis appendisitis. Pada pasien dilakukan
appendectomy dengan cara terbuka.
Program Dokter Internship Indonesia
Pendidikan: Memberikan edukasi kepada pasien serta keluarga mengenai penyebab serta
faktor resiko dari appendisitis akut yang diderita oleh pasien serta komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari penyakit appendisitis akut. Menjelaskan kepada pasien serta keluarga
pasien mengenai mengenai tindakan appendectomy segera untuk mencegah komplikasi
yang dapat timbul dalam waktu < 24 jam. Memberikan edukasi mengenai pencegahan
penyakit appendisitis akut diantaranya merubah pola kebiasaan makan yaitu dengan
meningkatkan konsumsi makanan yang tinggi serat seperti sayur-sayuran serta buah-
buahan.
Konsultasi: Dijelaskan secara rasional tentang penatalaksanaan pembedahan yang
dilakukan untuk mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dari appendisitis akut.
Perlunya konsultasi dengan spesialis bedah serta anestesi untuk tindakan pembedahan
segera appendectomy serta perawatan pasca pembedahan.
Kontrol :
No. Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
1. Pemantauan tanda-tanda
perbaikan maupun
perburukan pasien post
pembedahan
(Appendectomy), serta
penilaian luka post operasi
appendectomy.
Setelah dilakukan operasi
appendectomy di ruang
perawatan bangsal bedah
Terdapat perbaikan
keluhan pasien post
pembedahan. Luka post
operasi baik.
2. Kontrol perawatan luka
post appendectomy dan
edukasi penyebab, faktor
risiko, penatalaksanaan,
serta pencegahan
appendisitis akut, serta
pentingnya mengkonsumsi
makan-makanan berserat
untuk mencegah
appendisitis akut.
Setiap kali kunjungan
visit post pembedahan,
serta saat kontrol di poli
bedah.
Luka post operasi baik.
Pasien serta keluarga
memahami penyebab
dari appendisitis akut,
komplikasi appendisitis
akut, serta pencegahan
appendisitis akut.
Program Dokter Internship Indonesia