pola pemukiman diy

11
ANALISIS POLA PERMUKIMAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ABSTRAK Analisis pola permukiman sangat bermanfaat untuk melihat pola persebaran jenis penggunaan lahan yang dipengaruhi dinamika kehidupan masyarakat serta proses interaksi yang berjalan antar berbagai elemen lingkungan, serta proses interaksi yang berjalan antar berbagai elemen lingkungan. Bentuk permukiman yang berkembang di DIY. secara regional berbentuk radial mengelilingi Gunung Merapi, kemudian menjadi linear dan terserak (dispersed). Dari analisis tersebut dapat diperkirakan kemungkinan dampak yang akan ditimbulkan karena adanya pertumbuhan pola permukiman di suatu kawasan, sehingga dalam proses perencanaan lingkungan permukiman selanjutnya dapat diprioritaskan program-program pengembangan suatu wilayah. Semakin maraknya pembangunan perumahan, jalan, pasar, perguruan tinggi menciptakan pusat kegiatan, yang diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana pokok dan penunjang yang diperlukan oleh masyarakat di sekitar kawasan pembangunan. Konversi lahan perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari seluruh komponen, yaitu pemerintah, masyarakat, swasta serta lembaga sosial lainnya. Sehingga manajemen dapat dilaksanakan secara terpadu, memberdayakan masyarakat dan berkelanjutan. Kata Kunci: pola permukiman, radial, linear, terserak, pusat kegiatan, prioritas program pengembangan wilayah, terpadu, berkelanjutan

Upload: fitri-yani

Post on 03-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pola Pemukiman DIY

ANALISIS POLA PERMUKIMAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ABSTRAK

Analisis pola permukiman sangat bermanfaat untuk melihat pola persebaran jenis

penggunaan lahan yang dipengaruhi dinamika kehidupan masyarakat serta proses interaksi

yang berjalan antar berbagai elemen lingkungan, serta proses interaksi yang berjalan antar

berbagai elemen lingkungan. Bentuk permukiman yang berkembang di DIY. secara regional

berbentuk radial mengelilingi Gunung Merapi, kemudian menjadi linear dan terserak

(dispersed). Dari analisis tersebut dapat diperkirakan kemungkinan dampak yang akan

ditimbulkan karena adanya pertumbuhan pola permukiman di suatu kawasan, sehingga dalam

proses perencanaan lingkungan permukiman selanjutnya dapat diprioritaskan program-

program pengembangan suatu wilayah. Semakin maraknya pembangunan perumahan, jalan,

pasar, perguruan tinggi menciptakan pusat kegiatan, yang diikuti oleh perkembangan sarana

dan prasarana pokok dan penunjang yang diperlukan oleh masyarakat di sekitar kawasan

pembangunan. Konversi lahan perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari seluruh

komponen, yaitu pemerintah, masyarakat, swasta serta lembaga sosial lainnya. Sehingga

manajemen dapat dilaksanakan secara terpadu, memberdayakan masyarakat dan

berkelanjutan.

Kata Kunci:

pola permukiman, radial, linear, terserak, pusat kegiatan, prioritas program pengembangan

wilayah, terpadu, berkelanjutan

Pentingnya Perencanaan Lingkungan Permukiman

Perencanaan lingkungan permukiman sangat penting dan menentukan dalam pengembangan

suatu wilayah. Penggunaan lahan merupakan suatu proses dan sekaligus produk yang

menyangkut semua sisi kehidupan manusia, dengan demikian situasi dan kondisi yang akan

berkembang dalam konteks sosial, ekonomi, budaya, aspek fisik dan biotis akan berkaitan

langsung dengan pemanfaatan lahan. Pola persebaran jenis penggunaan lahan dipengaruhi

oleh adanya dinamika kehidupan masyarakat, serta proses interaksi yang berjalan antar

berbagai elemen lingkungan sehingga menciptakan kekhasan suatu pola.

Suatu wilayah permukiman dapat tumbuh dan berkembang sendiri secara alamiah tanpa

adanya campur tangan dari pengelola atau pemerintah. Keadaan ini sering mengakibatkan

Page 2: Pola Pemukiman DIY

wilayah mengalami pertumbuhan tanpa terkendali dan tanpa arah, yang cenderung terjadi

secara sporadis dan tak terkontrol. Pembangunan atau pemanfaatan ruang dalam suatu

wilayah akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan serta selera dari masing-

masing individu atau masyarakat tanpa harus mengacu kepada suatu aturan yang perlu

diikuti. Untuk jangka pendek hal demikian tidak menjadi permasalahan yang berarti, akan

tetapi dalam jangka panjang hal tersebut dapat merugikan. Karena wilayah permukiman

tumbuh dan berkembang secara tidak terarah dan tidak terkendali, maka memerlukan

berbagai upaya dan dana yang sangat besar untuk menatanya kembali. Untuk memperkecil

dampak tersebut diperlukan upaya campur tangan pemerintah sedini mungkin guna

mengarahkan dan mengendalikan perkembangan wilayah agar perkembangan wilayah

tersebut memberikan nilai manfaat yang optimal bagi masyarakat secara keseluruhan, dalam

arti tetap terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Fenomena seperti di atas hampir terjadi di semua wilayah di Indonesia dalam intensitas

perkembangan yang berbeda. Pengembangan wilayah dapat terjadi karena ada atau tidaknya

campur tangan stakeholders, sedangkan pembangunan wilayah terjadi karena adanya campur

tangan dari stakeholders terutama pemerintah.Ada wilayah yang tumbuh sangat cepat dan ada

wilayah yang tumbuh dengan lambat. Pertumbuhan suatu wilayah sangat berkaitan dengan

pertumbuhan penduduk dan kegiatan yang berkembang di wilayah tersebut. Kegiatan dan

pertumbuhan penduduk tersebut sebagai akibat adanya dinamika masyarakat dalam upaya

mencukupi seluruh keperluan hidupnya baik jasmani maupun rohani, mulai dari kebutuhan

primer, sekunder, dan tersier. Implikasi dari pemenuhan kebutuhan tersebut perlu diwaspadai,

salah satunya adalah permukiman.

Analisis Pola Permukiman

Di dalam melakukan suatu analisis pengembangan wilayah, permukiman merupakan salah

satu faktor penting untuk dikaji dalam suatu analisis sistem permukiman. Keberadaan

permukiman pada wilayah akan mempengaruhi situasi dan kondisi lingkungan wilayah yang

bersangkutan, baik terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan maupun aspek

kondisi fisik alam dan aspek biotik. Artinya pengaruh keberadaan permukiman akan

menciptakan suatu sistem keterkaitan yang luas. Salah satu pendekatan yang diperlukan

dalam pengembangan suatu wilayah atau perencanaan lingkungan permukiman adalah

dengan menganalisis sistem permukiman dengan maksud untuk mengkaji hal-hal sebagai

berikut.

1. Sebaran dari konsentrasi kegiatan permukiman perdesaan serta kaitannya dengan kegiatan-

kegiatan produksi di sekitarnya.

Page 3: Pola Pemukiman DIY

2. Sistem pusat-pusat permukiman perkotaan/sistem kota mencakup: fungsi kota (pusat

kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan sosial, ekonomi dan jasa transportasi), hirarki kota

(sebagai pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal), serta keterkaitan antarkota, antara kota

dengan kawasan produksi/kawasan perdesaan yang dipengaruhi oleh pola jaringan

transportasi.

Analisis pola permukiman merupakan salah satu model analisis sistem permukiman, yang

memberikan gambaran tentang karakteristik satuan permukiman/pusat permukiman yang ada

dimana penduduk tinggal dan melakukan kegiatan dan melakukan kegiatan sosial ekonomi

yang memberikan share atau kontribusi terhadap pembangunan wilayah/kawasan. Analisis

pola permukiman dilakukan dengan menggunakan dua peralatan analisis dasar yaitu: analisis

pertumbuhan permukiman (analisis hirarki) serta analisis fungsi permukiman.

Perguruan Tinggi, sebagai salah satu Contoh Pemicu Perkembangan Wilayah

Setiap pusat-pusat kegiatan masyarakat atau keramaian, seperti kantor-kantor pemerintah,

perguruan tinggi, perumahan, dan perumahan yang berada di DIY. memberikan pengaruh dan

memicu pertumbuhan permukiman di sekitarnya. Pada waktu sebelum pengembangan

wilayah pada suatu kawasan dilaksanakan atau pusat-pusat kegiatan masyarakat tersebut

berkembang, pertumbuhan permukiman berjalan dengan normal. Di wilayah DIY.

perkembangannya mengikuti pola permukiman radial yang berkembang ke arah pola

permukiman linear. 

Daerah pusat kegiatan (central business district). mempengaruhi dinamika masyarakat dalam

rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Park (1936)

dalam Hadi Sabari Yunus (2000), masyarakat manusia terorganisir ke dalam 2 tingkat yaitu

natural dan kultural. Pada tingkat natural ini masyarakat secara alamiah mempunyai

keinginan untuk memenuhi kebutuhan tempat untuk tinggal, mengembangkan keturunan, dan

membutuhkan tempat untuk mencari makan. Kemudian proses ini berkembang semakin

kompleks ke arah tingkatan kultural, karena manusia tidak lagi hanya dipandang sebagai

makhluk hidup saja tetapi dipandang sebagai makhluk berbudaya dan beragama yang

mempunyai kekuatan mencipta, berkarsa, berkarya, yang selalu berkembang baik dalam

kaitannya dengan hubungan manusia (baik individu/grup) dengan manusia lain, dengan

lingkungannya maupun dengan Tuhannya.

Dengan terciptanya pusat kegiatan baru tersebut masyarakat sekitar memanfaatkannya untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan

dilakukan masyarakat sekitar wilayah pengembangan. Sebagai contoh dengan tumbuhnya

pusat kegiatan perguruan tinggi, masyarakat kemudian memanfaatkan peluang dengan

Page 4: Pola Pemukiman DIY

mendirikan warung atau rumah makan. Mahasiswa memerlukan kebutuhan akan makanan

secara cepat dan praktis, sehingga pola-pola makanan siap saji (fast food), warung-warung

kaki lima, restoran berkembang membentuk pola permukiman baru di sepanjang jalan di

sekitar lokasi kampus. Keberadaan rumah kos mahasiswa berkembang secara permanen pada

lahan-lahan terbuka, bahkan para pengusaha yang berasal dari luar wilayah berdatangan

melakukan investasi pembelian tanah untuk didirikan sebagai bangunan kos kontrakan

dengan jumlah kamar yang banyak. Masyarakat sekitar yang merupakan masyarakat

perdesaan terpengaruh pula untuk membangun tiga atau lima kamar untuk dikontrakkan.

Bentuk permukiman yang semula tradisional berkembang menyesuaikan ke bentuk

permukiman yang praktis untuk kontrakan. Luas ruangan di dalam rumah yang semula lebar

dipetak-petak terbagi menjadi kamar-kamar untuk memenuhi kebutuhan kontrakan yang

mengalami kecenderungan terus meningkat. Permukiman makin meluas dan menutupi lahan

di kawasan ini.

Usaha-usaha retail, barang-barang kelontong, foto copy dan penjilidan, alat-alat tulis, super

market, cuci motor-mobil, service motor-mobil dan lain-lain mengalami pertumbuhan pesat

membentuk permukiman permanen maupun non permanen. Pertumbuhan permukiman secara

cepat mengikuti pola linear di sepanjang jalan maupun gang-gang yang menuju ke arah

rumah kontrakan para mahasiswa.

Perkembangan pola permukiman tersebut merupakan konsekuensi sebagai sarana pemenuhan

fasilitas para mahasiswa, dosen dan karyawan. Permukiman pada kawasan di sekitar kampus

pada awal sebelum kampus tersebut didirikan merupakan bentuk permukiman perdesaan,

jauh dari permukiman perkotaan. Pusat keramaian dan kegiatan terdekat dengan lokasi

kampus tersebut lama kelamaan akan menjadi satu dan terjadi perubahan yang sangat cepat,

dimana dilihat dari suasana permukiman masih perdesaan tetapi gaya kehidupan sudah

bernuansa perkotaan. Keadaan seperti ini sangat disenangi oleh para eksekutif, pengusaha

dan masyarakat kota, mereka telah jenuh dengan suasana kota yang bising, padat dan penuh

dengan polusi. Suasana perdesaan namun sarana dan fasilitas perkotaan semua terpenuhi akan

memberikan kenyamanan, sehingga bermunculan rumah tempat tinggal baru dengan

arsitektur modern dalam perumahan terpisah sendiri maupun dalam bentuk perumahan real

estate mulai dari komplek perumahan sederhana, menengah maupun mewah. Mengikuti

pertumbuhan akibat adanya perguruan tinggi, perkembangan akhirnya adalah membentuk

pola permukiman yang beragam dan kompleks mulai dari linear mengikuti jalan dan gang di

sekitar wilayah kampus, maupun pola permukiman yang terserak (dispersed) sebagai akibat

tumbuhnya lingkungan baru dari komplek perumahan, kontrakan dan fasilitas penunjang

Page 5: Pola Pemukiman DIY

pelayanan lainnya.

Pertumbuhan permukiman akan terus terjadi beringingan dengan peningkatan kebutuhan

masyarakat. Hal ini harus dilakukan perencanaan sedini mungkin terhadap kemungkinan

pertumbuhan pola permukiman yang baru, perencanaan lingkungan permukiman dilakukan

untuk mengurangi resiko dampak negatif yang akan dapat ditimbulkan dengan adanya

pertumbungan permukiman. Pemerintah, masyarakat, swasta dan lembaga sosial lainnya

harus secara terpadu memberikan kontrol terhadap pertumbuhan permukiman ini, mengingat

permasalahan yang akan ditimbulkan sangat kompleks. Pelaksanaan peraturan perundang-

undangan sebagai dasar dalam tindakan kebijakan perlu dibuat dengan memperhatikan aspek

lingkungan, dan harus dilaksanakan secara konsekuen dan penuh rasa tanggung jawab.

Efektivitas Pola Permukiman

Pola permukiman yang tumbuh dalam setiap pengembangan wilayah sangat potensial

mengalami perkembangan dengan pesat. Hal ini dimungkinkan karena sudah adanya sarana

prasarana fasilitas yang mendukung kebutuhan masyarakat. Fasilitas pelayanan minimal

sudah tersedia dan mudah dijangkau, yaitu listrik, air minum, kantor pos, bank, kesehatan,

telepon, pasar dan pendidikan. Pola jaringan tansportasi tersedia, sehingga sarana

aksesibilitas dapat menjangkau dan meningkatkan keterkaitan fungsional dan ekonomi antar

wilayah, antar kawasan, antara wilayah dengan kawasan produksi baik dalam hal

pengumpulan hasil produksi, pusat kegiatan jasa transportasi dan pusat distribusi barang dan

jasa merupakan sarana penghubung yang membuka akses dan peluang pola permukiman

untuk selalu berkembang.

Tingkat pelayanan prasarana transportasi yang ada sekarang mempunyai kecenderungan

meningkat terus, hal ini terlihat mulai nampak gejala terjadi kemacetan apabila melalui jalun

di sekitar wilayah permukiman. Masyarakat mudah memenuhi kebutuhan hidupnya karena

telah tersedia, tetapi keterbatasan dalam hal ekonomi memungkinkan ketersediaan sarana dan

prasarana tadi menjadi tidak efektif untuk dimanfaatkan. Hal ini perlu diperhatikan dalam

perencanaan lingkungan permukiman yang terpenting adalah bagaimana memberdayakan

potensi masyarakat sekitar untuk memperoleh secara langsung manfaat tersebut dalam bentuk

wujud yang nyata, menuju kepada peningkatan pendapatan serta keadilan sosial.

Komitmen bersama dalam perencanaan diperlukan untuk menekan perkembangan wilayah

yang semula perdesaan ini tetap akan dipertahankan sebagai wilayah perdesaan (rural) yang

mempunyai ciri mata pencaharian masyarakat agraris lebih dari 25% dan kepadatan

penduduk kurang dari 50 juta per hektar, atau mau ditingkatkan menjadi wilayah perkotaan

(urban).

Page 6: Pola Pemukiman DIY

Risiko Lingkungan

Perkembangan pola-pola permukiman dalam suatu wilayah akan membawa risiko yang dapat

merugikan sistem kehidupan. Risiko lingkungan tersebut merupakan dampak negatif akibat

tidak terkontrolnya pengembangan suatu wilayah, diantaranya adalah sebagai berikut. 

1. Perubahan konversi lahan yang semula agraris menjadi non agraris merupakan resiko

paling penting dan harus diupayakan untuk selalu dikontrol dan dikendalikan, agar

ketersediaan bahan pokok makanan bagi masyarakat khususnya di wilayah sekitar dapat

terpenuhi. 

2. Perubahan lahan menjadi permukiman akan mengurangi vegetasi dan merusak habitat

spesies baik flora maupun fauna, sehingga ekosistem menjadi tidak stabil karena

terganggunya keseimbangan dan putusnya sistem ekologi kehidupan dan rantai makanan.

3. Berkurangnya vegetasi dan penutupan lahan menyebabkan aliran permukaan (run off)

semakin cepat, sehingga proses infiltrasi atau meresapnya air hujan ke dalam tanah menjadi

terhambat.

4. Secara geografis perkembangan wilayah permukiman pada lereng atas - tengah Gunung

Merapi perlu dikontrol terus menerus, sehingga dapat dikatakan bahwa pengembangan pusat

kegiatan di wilayah ini akan tidak efektif dan akan berdampak negatif terhadap kondisi

lingkungan hidup. Kawasan ini merupakan daerah tangkapan hujan (catchment area) yang

berguna untuk memenuhi cadangan air bawah tanah terhadap daerah di bawahnya.

5. Pengambilan air bawah tanah yang berlebihan dalam setiap kawasan permukiman

menyebabkan berkurangnya cadangan air bawah tanah, sehingga perlu penyadaran kepada

masyarakat untuk berupaya menjaga kelestariannya.

6. Dengan banyaknya bermunculan perumahan-perumahan terutama yang bersifat eksklusif

dan mewah, menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial yang kalau tetap dibiarkan akan

menciptakan kerawanan sosial dan konflik sosial.

7. Sanitasi lingkungan dalam setiap pengembangan wilayah permukiman perlu dikelola

dengan seksama, agar di kemudian hari tidak menimbulkan pencemaran yang dapat

ditimbulkan dari sampah, limbah rumah tangga, dan bakteri coly.

KESIMPULAN

Perencanaan lingkungan permukiman sangat diperlukan dalam proses pembangunan agar

dampak yang mungkin dapat terjadi akibat adanya permukiman dapat dikurangi. Wilayah

pengembangan di bagian lereng atas - tengah Gunung Merapi DIY. perlu mendapatkan

perhatian yang khusus terhadap ketersediaan cadangan air bawah tanah. Demikian pula

Page 7: Pola Pemukiman DIY

dengan ketersediaan lahan untuk pertanian diperlukan untuk menjaga kestabilan jumlah

pangan. 

Penyebaran pola permukiman perkembangannya terjadi karena adanya pusat-pusat kegiatan.

Pusat kegiatan tersebut dapat berupa perguruan tinggi, industri, pasar, pusat-pusat

pemerintahan, dan perumahan. Bentuk pola permukiman yang berkembang di wilayah DIY.

secara regional mengikuti pola radial mengelilingi Gunung Merapi, kemudian berkembang

menjadi linear mengikuti jalan yang menghubungkan antarwilayah dan antarkegiatan dalam

dinamika kehidupan. Terdapat pula bentuk pola permukiman yang terserak atau tidak teratur

sebagai perkembangan akhir dari pertumbuhan permukiman.

Perkembangan pola permukiman dapat menggeser penduduk asli yang umumnya mempunyai

pekerjaan sebagai petani, hal ini perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya kesenjangan

sosial. Demikian juga dengan perubahan tata guna lahan dari persawahan, ladang, kebun

menjadi permukiman perlu dibatasi dan dikontrol untuk memberikan katersediaan bahan

pangan dan ruang lahan terbuka. Akhirnya yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam

setiap pengembangan permukiman di wilayah DIY. perlu dikendalikan dan dikaji secara

mendalam manfaatnya terlebih dahulu dibandingkan dengan kelestarian fungsi lingkungan

hidup sebagai sistem penyangga kehidupan.

http://totoksuharto.blogspot.co.id/2010/02/analisis-pola-permukiman-dalam.html