pola pemukiman diy
TRANSCRIPT
ANALISIS POLA PERMUKIMAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
ABSTRAK
Analisis pola permukiman sangat bermanfaat untuk melihat pola persebaran jenis
penggunaan lahan yang dipengaruhi dinamika kehidupan masyarakat serta proses interaksi
yang berjalan antar berbagai elemen lingkungan, serta proses interaksi yang berjalan antar
berbagai elemen lingkungan. Bentuk permukiman yang berkembang di DIY. secara regional
berbentuk radial mengelilingi Gunung Merapi, kemudian menjadi linear dan terserak
(dispersed). Dari analisis tersebut dapat diperkirakan kemungkinan dampak yang akan
ditimbulkan karena adanya pertumbuhan pola permukiman di suatu kawasan, sehingga dalam
proses perencanaan lingkungan permukiman selanjutnya dapat diprioritaskan program-
program pengembangan suatu wilayah. Semakin maraknya pembangunan perumahan, jalan,
pasar, perguruan tinggi menciptakan pusat kegiatan, yang diikuti oleh perkembangan sarana
dan prasarana pokok dan penunjang yang diperlukan oleh masyarakat di sekitar kawasan
pembangunan. Konversi lahan perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari seluruh
komponen, yaitu pemerintah, masyarakat, swasta serta lembaga sosial lainnya. Sehingga
manajemen dapat dilaksanakan secara terpadu, memberdayakan masyarakat dan
berkelanjutan.
Kata Kunci:
pola permukiman, radial, linear, terserak, pusat kegiatan, prioritas program pengembangan
wilayah, terpadu, berkelanjutan
Pentingnya Perencanaan Lingkungan Permukiman
Perencanaan lingkungan permukiman sangat penting dan menentukan dalam pengembangan
suatu wilayah. Penggunaan lahan merupakan suatu proses dan sekaligus produk yang
menyangkut semua sisi kehidupan manusia, dengan demikian situasi dan kondisi yang akan
berkembang dalam konteks sosial, ekonomi, budaya, aspek fisik dan biotis akan berkaitan
langsung dengan pemanfaatan lahan. Pola persebaran jenis penggunaan lahan dipengaruhi
oleh adanya dinamika kehidupan masyarakat, serta proses interaksi yang berjalan antar
berbagai elemen lingkungan sehingga menciptakan kekhasan suatu pola.
Suatu wilayah permukiman dapat tumbuh dan berkembang sendiri secara alamiah tanpa
adanya campur tangan dari pengelola atau pemerintah. Keadaan ini sering mengakibatkan
wilayah mengalami pertumbuhan tanpa terkendali dan tanpa arah, yang cenderung terjadi
secara sporadis dan tak terkontrol. Pembangunan atau pemanfaatan ruang dalam suatu
wilayah akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan serta selera dari masing-
masing individu atau masyarakat tanpa harus mengacu kepada suatu aturan yang perlu
diikuti. Untuk jangka pendek hal demikian tidak menjadi permasalahan yang berarti, akan
tetapi dalam jangka panjang hal tersebut dapat merugikan. Karena wilayah permukiman
tumbuh dan berkembang secara tidak terarah dan tidak terkendali, maka memerlukan
berbagai upaya dan dana yang sangat besar untuk menatanya kembali. Untuk memperkecil
dampak tersebut diperlukan upaya campur tangan pemerintah sedini mungkin guna
mengarahkan dan mengendalikan perkembangan wilayah agar perkembangan wilayah
tersebut memberikan nilai manfaat yang optimal bagi masyarakat secara keseluruhan, dalam
arti tetap terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Fenomena seperti di atas hampir terjadi di semua wilayah di Indonesia dalam intensitas
perkembangan yang berbeda. Pengembangan wilayah dapat terjadi karena ada atau tidaknya
campur tangan stakeholders, sedangkan pembangunan wilayah terjadi karena adanya campur
tangan dari stakeholders terutama pemerintah.Ada wilayah yang tumbuh sangat cepat dan ada
wilayah yang tumbuh dengan lambat. Pertumbuhan suatu wilayah sangat berkaitan dengan
pertumbuhan penduduk dan kegiatan yang berkembang di wilayah tersebut. Kegiatan dan
pertumbuhan penduduk tersebut sebagai akibat adanya dinamika masyarakat dalam upaya
mencukupi seluruh keperluan hidupnya baik jasmani maupun rohani, mulai dari kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier. Implikasi dari pemenuhan kebutuhan tersebut perlu diwaspadai,
salah satunya adalah permukiman.
Analisis Pola Permukiman
Di dalam melakukan suatu analisis pengembangan wilayah, permukiman merupakan salah
satu faktor penting untuk dikaji dalam suatu analisis sistem permukiman. Keberadaan
permukiman pada wilayah akan mempengaruhi situasi dan kondisi lingkungan wilayah yang
bersangkutan, baik terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, keamanan maupun aspek
kondisi fisik alam dan aspek biotik. Artinya pengaruh keberadaan permukiman akan
menciptakan suatu sistem keterkaitan yang luas. Salah satu pendekatan yang diperlukan
dalam pengembangan suatu wilayah atau perencanaan lingkungan permukiman adalah
dengan menganalisis sistem permukiman dengan maksud untuk mengkaji hal-hal sebagai
berikut.
1. Sebaran dari konsentrasi kegiatan permukiman perdesaan serta kaitannya dengan kegiatan-
kegiatan produksi di sekitarnya.
2. Sistem pusat-pusat permukiman perkotaan/sistem kota mencakup: fungsi kota (pusat
kegiatan pemerintahan, pusat kegiatan sosial, ekonomi dan jasa transportasi), hirarki kota
(sebagai pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal), serta keterkaitan antarkota, antara kota
dengan kawasan produksi/kawasan perdesaan yang dipengaruhi oleh pola jaringan
transportasi.
Analisis pola permukiman merupakan salah satu model analisis sistem permukiman, yang
memberikan gambaran tentang karakteristik satuan permukiman/pusat permukiman yang ada
dimana penduduk tinggal dan melakukan kegiatan dan melakukan kegiatan sosial ekonomi
yang memberikan share atau kontribusi terhadap pembangunan wilayah/kawasan. Analisis
pola permukiman dilakukan dengan menggunakan dua peralatan analisis dasar yaitu: analisis
pertumbuhan permukiman (analisis hirarki) serta analisis fungsi permukiman.
Perguruan Tinggi, sebagai salah satu Contoh Pemicu Perkembangan Wilayah
Setiap pusat-pusat kegiatan masyarakat atau keramaian, seperti kantor-kantor pemerintah,
perguruan tinggi, perumahan, dan perumahan yang berada di DIY. memberikan pengaruh dan
memicu pertumbuhan permukiman di sekitarnya. Pada waktu sebelum pengembangan
wilayah pada suatu kawasan dilaksanakan atau pusat-pusat kegiatan masyarakat tersebut
berkembang, pertumbuhan permukiman berjalan dengan normal. Di wilayah DIY.
perkembangannya mengikuti pola permukiman radial yang berkembang ke arah pola
permukiman linear.
Daerah pusat kegiatan (central business district). mempengaruhi dinamika masyarakat dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Park (1936)
dalam Hadi Sabari Yunus (2000), masyarakat manusia terorganisir ke dalam 2 tingkat yaitu
natural dan kultural. Pada tingkat natural ini masyarakat secara alamiah mempunyai
keinginan untuk memenuhi kebutuhan tempat untuk tinggal, mengembangkan keturunan, dan
membutuhkan tempat untuk mencari makan. Kemudian proses ini berkembang semakin
kompleks ke arah tingkatan kultural, karena manusia tidak lagi hanya dipandang sebagai
makhluk hidup saja tetapi dipandang sebagai makhluk berbudaya dan beragama yang
mempunyai kekuatan mencipta, berkarsa, berkarya, yang selalu berkembang baik dalam
kaitannya dengan hubungan manusia (baik individu/grup) dengan manusia lain, dengan
lingkungannya maupun dengan Tuhannya.
Dengan terciptanya pusat kegiatan baru tersebut masyarakat sekitar memanfaatkannya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan
dilakukan masyarakat sekitar wilayah pengembangan. Sebagai contoh dengan tumbuhnya
pusat kegiatan perguruan tinggi, masyarakat kemudian memanfaatkan peluang dengan
mendirikan warung atau rumah makan. Mahasiswa memerlukan kebutuhan akan makanan
secara cepat dan praktis, sehingga pola-pola makanan siap saji (fast food), warung-warung
kaki lima, restoran berkembang membentuk pola permukiman baru di sepanjang jalan di
sekitar lokasi kampus. Keberadaan rumah kos mahasiswa berkembang secara permanen pada
lahan-lahan terbuka, bahkan para pengusaha yang berasal dari luar wilayah berdatangan
melakukan investasi pembelian tanah untuk didirikan sebagai bangunan kos kontrakan
dengan jumlah kamar yang banyak. Masyarakat sekitar yang merupakan masyarakat
perdesaan terpengaruh pula untuk membangun tiga atau lima kamar untuk dikontrakkan.
Bentuk permukiman yang semula tradisional berkembang menyesuaikan ke bentuk
permukiman yang praktis untuk kontrakan. Luas ruangan di dalam rumah yang semula lebar
dipetak-petak terbagi menjadi kamar-kamar untuk memenuhi kebutuhan kontrakan yang
mengalami kecenderungan terus meningkat. Permukiman makin meluas dan menutupi lahan
di kawasan ini.
Usaha-usaha retail, barang-barang kelontong, foto copy dan penjilidan, alat-alat tulis, super
market, cuci motor-mobil, service motor-mobil dan lain-lain mengalami pertumbuhan pesat
membentuk permukiman permanen maupun non permanen. Pertumbuhan permukiman secara
cepat mengikuti pola linear di sepanjang jalan maupun gang-gang yang menuju ke arah
rumah kontrakan para mahasiswa.
Perkembangan pola permukiman tersebut merupakan konsekuensi sebagai sarana pemenuhan
fasilitas para mahasiswa, dosen dan karyawan. Permukiman pada kawasan di sekitar kampus
pada awal sebelum kampus tersebut didirikan merupakan bentuk permukiman perdesaan,
jauh dari permukiman perkotaan. Pusat keramaian dan kegiatan terdekat dengan lokasi
kampus tersebut lama kelamaan akan menjadi satu dan terjadi perubahan yang sangat cepat,
dimana dilihat dari suasana permukiman masih perdesaan tetapi gaya kehidupan sudah
bernuansa perkotaan. Keadaan seperti ini sangat disenangi oleh para eksekutif, pengusaha
dan masyarakat kota, mereka telah jenuh dengan suasana kota yang bising, padat dan penuh
dengan polusi. Suasana perdesaan namun sarana dan fasilitas perkotaan semua terpenuhi akan
memberikan kenyamanan, sehingga bermunculan rumah tempat tinggal baru dengan
arsitektur modern dalam perumahan terpisah sendiri maupun dalam bentuk perumahan real
estate mulai dari komplek perumahan sederhana, menengah maupun mewah. Mengikuti
pertumbuhan akibat adanya perguruan tinggi, perkembangan akhirnya adalah membentuk
pola permukiman yang beragam dan kompleks mulai dari linear mengikuti jalan dan gang di
sekitar wilayah kampus, maupun pola permukiman yang terserak (dispersed) sebagai akibat
tumbuhnya lingkungan baru dari komplek perumahan, kontrakan dan fasilitas penunjang
pelayanan lainnya.
Pertumbuhan permukiman akan terus terjadi beringingan dengan peningkatan kebutuhan
masyarakat. Hal ini harus dilakukan perencanaan sedini mungkin terhadap kemungkinan
pertumbuhan pola permukiman yang baru, perencanaan lingkungan permukiman dilakukan
untuk mengurangi resiko dampak negatif yang akan dapat ditimbulkan dengan adanya
pertumbungan permukiman. Pemerintah, masyarakat, swasta dan lembaga sosial lainnya
harus secara terpadu memberikan kontrol terhadap pertumbuhan permukiman ini, mengingat
permasalahan yang akan ditimbulkan sangat kompleks. Pelaksanaan peraturan perundang-
undangan sebagai dasar dalam tindakan kebijakan perlu dibuat dengan memperhatikan aspek
lingkungan, dan harus dilaksanakan secara konsekuen dan penuh rasa tanggung jawab.
Efektivitas Pola Permukiman
Pola permukiman yang tumbuh dalam setiap pengembangan wilayah sangat potensial
mengalami perkembangan dengan pesat. Hal ini dimungkinkan karena sudah adanya sarana
prasarana fasilitas yang mendukung kebutuhan masyarakat. Fasilitas pelayanan minimal
sudah tersedia dan mudah dijangkau, yaitu listrik, air minum, kantor pos, bank, kesehatan,
telepon, pasar dan pendidikan. Pola jaringan tansportasi tersedia, sehingga sarana
aksesibilitas dapat menjangkau dan meningkatkan keterkaitan fungsional dan ekonomi antar
wilayah, antar kawasan, antara wilayah dengan kawasan produksi baik dalam hal
pengumpulan hasil produksi, pusat kegiatan jasa transportasi dan pusat distribusi barang dan
jasa merupakan sarana penghubung yang membuka akses dan peluang pola permukiman
untuk selalu berkembang.
Tingkat pelayanan prasarana transportasi yang ada sekarang mempunyai kecenderungan
meningkat terus, hal ini terlihat mulai nampak gejala terjadi kemacetan apabila melalui jalun
di sekitar wilayah permukiman. Masyarakat mudah memenuhi kebutuhan hidupnya karena
telah tersedia, tetapi keterbatasan dalam hal ekonomi memungkinkan ketersediaan sarana dan
prasarana tadi menjadi tidak efektif untuk dimanfaatkan. Hal ini perlu diperhatikan dalam
perencanaan lingkungan permukiman yang terpenting adalah bagaimana memberdayakan
potensi masyarakat sekitar untuk memperoleh secara langsung manfaat tersebut dalam bentuk
wujud yang nyata, menuju kepada peningkatan pendapatan serta keadilan sosial.
Komitmen bersama dalam perencanaan diperlukan untuk menekan perkembangan wilayah
yang semula perdesaan ini tetap akan dipertahankan sebagai wilayah perdesaan (rural) yang
mempunyai ciri mata pencaharian masyarakat agraris lebih dari 25% dan kepadatan
penduduk kurang dari 50 juta per hektar, atau mau ditingkatkan menjadi wilayah perkotaan
(urban).
Risiko Lingkungan
Perkembangan pola-pola permukiman dalam suatu wilayah akan membawa risiko yang dapat
merugikan sistem kehidupan. Risiko lingkungan tersebut merupakan dampak negatif akibat
tidak terkontrolnya pengembangan suatu wilayah, diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Perubahan konversi lahan yang semula agraris menjadi non agraris merupakan resiko
paling penting dan harus diupayakan untuk selalu dikontrol dan dikendalikan, agar
ketersediaan bahan pokok makanan bagi masyarakat khususnya di wilayah sekitar dapat
terpenuhi.
2. Perubahan lahan menjadi permukiman akan mengurangi vegetasi dan merusak habitat
spesies baik flora maupun fauna, sehingga ekosistem menjadi tidak stabil karena
terganggunya keseimbangan dan putusnya sistem ekologi kehidupan dan rantai makanan.
3. Berkurangnya vegetasi dan penutupan lahan menyebabkan aliran permukaan (run off)
semakin cepat, sehingga proses infiltrasi atau meresapnya air hujan ke dalam tanah menjadi
terhambat.
4. Secara geografis perkembangan wilayah permukiman pada lereng atas - tengah Gunung
Merapi perlu dikontrol terus menerus, sehingga dapat dikatakan bahwa pengembangan pusat
kegiatan di wilayah ini akan tidak efektif dan akan berdampak negatif terhadap kondisi
lingkungan hidup. Kawasan ini merupakan daerah tangkapan hujan (catchment area) yang
berguna untuk memenuhi cadangan air bawah tanah terhadap daerah di bawahnya.
5. Pengambilan air bawah tanah yang berlebihan dalam setiap kawasan permukiman
menyebabkan berkurangnya cadangan air bawah tanah, sehingga perlu penyadaran kepada
masyarakat untuk berupaya menjaga kelestariannya.
6. Dengan banyaknya bermunculan perumahan-perumahan terutama yang bersifat eksklusif
dan mewah, menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial yang kalau tetap dibiarkan akan
menciptakan kerawanan sosial dan konflik sosial.
7. Sanitasi lingkungan dalam setiap pengembangan wilayah permukiman perlu dikelola
dengan seksama, agar di kemudian hari tidak menimbulkan pencemaran yang dapat
ditimbulkan dari sampah, limbah rumah tangga, dan bakteri coly.
KESIMPULAN
Perencanaan lingkungan permukiman sangat diperlukan dalam proses pembangunan agar
dampak yang mungkin dapat terjadi akibat adanya permukiman dapat dikurangi. Wilayah
pengembangan di bagian lereng atas - tengah Gunung Merapi DIY. perlu mendapatkan
perhatian yang khusus terhadap ketersediaan cadangan air bawah tanah. Demikian pula
dengan ketersediaan lahan untuk pertanian diperlukan untuk menjaga kestabilan jumlah
pangan.
Penyebaran pola permukiman perkembangannya terjadi karena adanya pusat-pusat kegiatan.
Pusat kegiatan tersebut dapat berupa perguruan tinggi, industri, pasar, pusat-pusat
pemerintahan, dan perumahan. Bentuk pola permukiman yang berkembang di wilayah DIY.
secara regional mengikuti pola radial mengelilingi Gunung Merapi, kemudian berkembang
menjadi linear mengikuti jalan yang menghubungkan antarwilayah dan antarkegiatan dalam
dinamika kehidupan. Terdapat pula bentuk pola permukiman yang terserak atau tidak teratur
sebagai perkembangan akhir dari pertumbuhan permukiman.
Perkembangan pola permukiman dapat menggeser penduduk asli yang umumnya mempunyai
pekerjaan sebagai petani, hal ini perlu dikendalikan untuk mencegah terjadinya kesenjangan
sosial. Demikian juga dengan perubahan tata guna lahan dari persawahan, ladang, kebun
menjadi permukiman perlu dibatasi dan dikontrol untuk memberikan katersediaan bahan
pangan dan ruang lahan terbuka. Akhirnya yang perlu digarisbawahi adalah bahwa dalam
setiap pengembangan permukiman di wilayah DIY. perlu dikendalikan dan dikaji secara
mendalam manfaatnya terlebih dahulu dibandingkan dengan kelestarian fungsi lingkungan
hidup sebagai sistem penyangga kehidupan.
http://totoksuharto.blogspot.co.id/2010/02/analisis-pola-permukiman-dalam.html