pemukiman rumah bali new

26
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah adat bali memiliki ciri khas arsitektur yang timbul dari suatu tradisi, kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali yang diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik. Seperti rumah adat, tempat suci (tempat pemujaan yang disebut pura), balai pertemuan, dan lain-lain. Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografi, budaya, adat- istiadat, dan sosial ekonomi masyarakat. Dilihat dari sudut pandang geografi arsitektur bali menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia dan keadaan dataran tinggi ataupun rendah, untuk daerah dataran tinggi pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding di buat pendek, untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya. Sedangkan untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa massa

Upload: uci-maharani

Post on 06-Aug-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemukiman Rumah BAli New

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Rumah adat bali memiliki ciri khas arsitektur yang timbul dari

suatu tradisi, kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali yang

diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik. Seperti rumah adat, tempat

suci (tempat pemujaan yang disebut pura), balai pertemuan, dan lain-

lain. Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu keadaan geografi, budaya, adat-istiadat, dan

sosial ekonomi masyarakat.

Dilihat dari sudut pandang geografi arsitektur bali

menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia dan keadaan dataran

tinggi ataupun rendah, untuk daerah dataran tinggi pada umunya

bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan

lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding di buat pendek,

untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Luas dan

bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan

dengan topografi tempat tinggalnya. Sedangkan untuk daerah dataran

rendah, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa

menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya

berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri.

Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale

dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale

dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung

padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan

brahmana pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi

(pekarangan depan), jaba tengah (pekarangan tengah) dan jero

(pekarangan untuk tempat tinggal). Dari aspek budaya dan adat

istiadat arsitektur bali lebih cenderung membuat  bangunan yang bisa

Page 2: Pemukiman Rumah BAli New

digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti

tidur, memasak dan untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk

upacara..

Dari aspek ekonomi terlihat dari bahan bangungan yang

mencerminkan status sosial pemiliknya. Masyarakat biasa

menggunakan popolan (speci yang terbuat dari lumpur tanah liat)

untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana

menggunakan tumpukan bata-bata. Untuk tempat suci/tempat

pemujaan baik milik satu keluarga maupun milik suatu kumpulan

kekerabatan menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi

masing-masing keluarga. Seperti untuk bahan atap menggunakan ijuk

bagi yang ekonominya mampu sedangkan bagi yang ekonominya

kurang mampu bisa menggunakan alang-alang atau genteng.

Ditinjau dari konteks tropic arsitektur bangunan adat bali yang

terletak didaerah dataran tinggi yang bangunannya kecil dan

mempunyai fungsi yang berbeda di setiap bangunannya. Yaitu

bertujuan untuk menghindari banyaknya cut and fill terhadap kontur

tanah di dataran tinggi yang berkontur tidak rata. Selain itu, hal ini juga

berguna untuk aliran air hujan yang akan melewati bangunan dan

tidak menimbulkan longsor. Tujuan lain dari bangunan kecil ini agar

menjaga suhu ruangan supaya tetap hangat.

Dapat dilihat arsitektur tradisional bali sudah memikirkan

bentuk bangunan yang sesuai dengan keadaan geografi, aspek

ekonomi, dan adat istiadat. Sehingga bangunan ini sudah cukup

nyaman bagi penghuni khususnya warga bali yang tinggal di daerah

dataran tinggi bali

Page 3: Pemukiman Rumah BAli New

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui perbedaan antara rumah adat di berbagai

tempat dengan rumah biasa menurut persyaratan rumah sehat

yang ada.

2. Untuk mempelajari karakteristik rumah adat di Bali

Page 4: Pemukiman Rumah BAli New

BAB II

ISI

A. PENGERTIAN RUMAH

Menurut Undang – Undang No 4 Tahun 1992 tentang

Perumahan dan Pemukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi

sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.

Rumah yang sehat sebagai tempat untuk berlindung, beristirahat, dan

sarana pembinaan keluarga. Sehingga menumbuhkan kehidupan

yang sempurna baik fisik, rohani, maupun sosial.

B. RUMAH ADAT

Di Indonesia mempunyai berbagai macam rumah adat

karena Indonesia mempunyai berbagai suku dan budaya untuk setiap

daerahnya.

C. RUMAH ADAT BALI

1. Bangunan Hunian

Hunian pada masyarakat Bali, ditata menurut konsep Tri Hita

Karana. Orientasi yang digunakan menggunakan pedoman-

pedoman seperti tersebut di atas. Sudut utara-timur adalah tempat

yang suci, digunakan sebagai tempat pemujaan, Pamerajan

(sebagai pura keluarga). Sebaliknya sudut barat-selatan

merupakan sudut yang terendah dalam tata-nilai rumah,

merupakan arah masuk ke hunian.

Pada pintu masuk (angkul-angkul) terdapat tembok yang

dinamakan aling-aling, yang tidak saja berfungsi sebagai

penghalang pandangan ke arah dalam (untuk memberikan privasi),

tetapi juga digunakan sebagai penolak pengaruh-pengaruh

jahat/jelek. Pada bagian ini terdapat bangunan Jineng (lumbung

padi) dan paon (dapur). Berturut-turut terdapat bangunan-

Page 5: Pemukiman Rumah BAli New

bangunan bale tiang sangah, bale sikepat/semanggen dan Umah

meten. Tiga bangunan (bale tiang sanga, bale sikepat, bale

sekenam) merupakan bangunan terbuka.

Ditengah-tengah hunian terdapat natah (court garden) yang

merupakan pusat dari hunian. Umah Meten untuk ruang tidur

kepala keluarga, atau anak gadis. Umah meten merupakan

bangunan mempunyai empat buah dinding, sesuai dengan

fungsinya yang memerlukan keamanan tinggi dibandingkan ruang-

ruang lain (tempat barang-barang penting & berharga).

Hunian tipikal pada masyarakat Bali ini, biasanya mempunyai

pembatas yang berupa pagar yang mengelilingi bangunan/ruang-

ruang tersebut di atas.

2. Kajian Ruang Luar dan Ruang Dalam

Mengamati hunian tradisional Bali, sangat berbeda dengan

hunian pada umumnya. Hunian tunggal tradisional Bali terdiri dari

beberapa masa yang mengelilingi sebuah ruang terbuka. Gugusan

masa tersebut dilingkup oleh sebuah tembok/dinding keliling.

Dinding pagar inilah yang membatasi alam yang tak terhingga

menjadi suatu ruang yang oleh Yoshinobu Ashihara disebut

sebagai ruang luar. Jadi halaman di dalam hunian masyarakat Bali

adalah sebuah ruang luar. Konsep pagar keliling dengan masa-

masa di dalamnya memperlihatkan adanya kemiripan antara

konsep Bali dengan dengan konsep ruang luar di Jepang. Konsep

pagar keliling yang tidak terlalu tinggi ini juga sering digunakan

dalam usaha untuk “meminjam” unsur alam ke dalam bangunan.

Masa-masa seperti Uma meten, bale tiang sanga, bale

sikepat, bale sekenam, lumbung dan paon adalah masa bangunan

yang karena beratap, mempunyai ruang dalam. Masa-masa

tersebut mempunyai 3 unsur kuat pembentuk ruang yaitu elemen

lantai, dinding dan atap (pada bale tiang sanga, bale sikepat

Page 6: Pemukiman Rumah BAli New

maupun bale sekenam dinding hanya 2 sisi saja, sedang yang

memiliki empat dinding penuh hanyalah uma meten).

Keberadaan tatanan uma meten, bale tiang sanga, bale

sikepat dan bale sekenam membentuk suatu ruang pengikat yang

kuat sekali yang disebut natah. Ruang pengikat ini dengan

sendirinya merupakan ruang luar. Sebagai ruang luar pengikat

yang sangat kuat, daerah ini sesuai dengan sifat yang

diembannya, sebagai pusat orientasi dan pusat sirkulasi.

Pada saat tertentu natah digunakan sebagai ruang tamu

sementara, pada saat diadakan upacara adat, dan fungsi natah

sebagai ruang luar berubah, karena pada saat itu daerah ini

ditutup atap sementara/darurat. Sifat Natah berubah dari ‘ruang

luar’ menjadi ‘ruang dalam’ karena hadirnya elemen ketiga (atap)

ini. Elemen pembentuk ruang lainnya adalah lantai tentu, dan

dinding yang dibentuk oleh ke-empat masa yang mengelilinginya.

Secara harafiah elemen dinding yang ada adalah elemen dinding

dari bale tiang sanga, bale sikepat dan bale sekenam yang terjauh

jaraknya dari pusat natah. Apabila keadaan ini terjadi, maka

adalah sangat menarik, karena keempat masa yang

mengelilinginya ditambah dengan natah (yang menjadi ruang

tamu) akan menjadi sebuah hunian besar dan lengkap seperti

hunian yang dijumpai sekarang. Keempatnya ditambah natah akan

menjadi suatu ‘ruang dalam’ yang ‘satu’, dengan paon dan

lumbung adalah fungsi service dan pamerajan tetap sebagai

daerah yang ditinggikan. Daerah pamerajan juga merupakan suatu

ruang luar yang kuat, karena hadirnya elemen dinding yang

membatasinya.

3. Kajian Ruang Positif dan Ruang Negatif

Sebagai satu-satunya jalan masuk menuju ke hunian,

angkul-angkul berfungsi sebagai gerbang penerima. Kemudian

Page 7: Pemukiman Rumah BAli New

orang akan dihadapkan pada dinding yang menghalangi

pandangan dan dibelokan ke arah sembilan-puluh derajat.

Keberadaan dinding ini (aling-aling), dilihat dari posisinya

merupakan sebuah penghalang visual, dimana ke-privaci-an

terjaga. Hadirnya aling-aling ini, menutup bukaan yang disebabkan

oleh adanya pintu masuk. Sehingga dilihat dari dalam hunian, tidak

ada perembesan dan penembusan ruang. Keberadaan aling-aling

ini memperkuat sifat ruang positip yang ditimbulkan oleh adanya

dinding keliling yang disebut oleh orang Bali sebagai penyengker.

Ruang di dalam penyengker, adalah ruang dimana penghuni

beraktifitas. Adanya aktifitas dan kegiatan manusia dalam suatu

ruang disebut sebagai ruang positip. Penyengker adalah batas

antara ruang positip dan ruang negatip.

Dilihat dari kedudukannya dalam nawa-sanga, “natah”

berlokasi di daerah madya-ning-madya, suatu daerah yang sangat

“manusia”. Apalagi kalau dilihat dari fungsinya sebagai pusat

orientasi dan pusat sirkulasi, maka natah adalah ruang positip.

Pada natah inilah semua aktifitas manusia memusat, seperti apa

yang dianalisa Ashihara sebagai suatu centripetal order.

Pada daerah pamerajan, daerah ini dikelilingi oleh

penyengker (keliling), sehingga daerah ini telah diberi “frame”

untuk menjadi sebuah ruang dengan batas-batas lantai dan

dinding serta menjadi ‘ruang-luar’ dengan ketidak-hadiran elemen

atap di sana.Nilai sebagai ruang positip, adalah adanya kegiatan

penghuni melakukan aktifitasnya disana.

Pamerajan atau sanggah, adalah bangunan paling awal

dibangun, sedang daerah public dan bangunan service (paon,

lumbung dan aling-aling) dibangun paling akhir.

Proses ini menunjukan suatu pembentukan berulang suatu

ruang-positip; dimana ruang positip pertama kali dibuat

(Pamerajan atau sanggah), ruang diluarnya adalah ruang-negatip.

Page 8: Pemukiman Rumah BAli New

Kemudian ruang-negatip tersebut diberi ‘frame’ untuk menjadi

sebuah ruang-positip baru. Pada ruang positip baru inilah hadir

masa-masa uma meten, bale tiang sanga, pengijeng, bale sikepat,

bale sekenam, lumbung, paon dan lain-lain. Kegiatan serta aktifitas

manusia terjadi pada ruang positip baru ini.

4. Konsistensi dan Konsekuensi

Tidak seperti di beberapa belahan bumi yang lain dimana

sebuah bangunan (rumah, tempat ibadah) berada dalam satu atap,

di Bali yang disebut sebuah bangunan hunian adalah sebuah

halaman yang dikelilingi dinding pembatas pagar dari batu bata

dimana didalamnya berisi unit-unit atau bagian-bagian bangunan

terpisah yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri.

Sebuah hunian di Bali, sama dengan dibeberapa bagian dunia

yang lain mempunyai fungsi-fungsi seperti tempat tidur, tempat

bekerja, tempat memasak, tempat menyimpan barang (berharga

dan makanan), tempat berkomunikasi, tempat berdoa dan lain-lain.

Ruang - ruang, sebagai wadah suatu kegiatan contoh untuk

aktivitas tidur, di Bali merupakan sebuah bangunan yang berdiri

sendiri.Sedang dilain pihak secara umum sebuah ruang tidur

merupakan bagian sebuah bangunan.Ruang tidur adalah bagian

dari ruang-dalam atau interior. Uma meten, Bale sikepat, Bale

sekenam, Paon merupakan massa bangunan yang berdiri sendiri.

Menurut Yoshinobu Ashihara ruang-dalam adalah ruang dibawah

atap, sehingga Uma meten dan lain-lain adalah juga ruang-dalam

atau interior. Ruang diluar bangunan tersebut (natah) adalah ruang

luar, karena kehadirannya yang tanpa atap. Apabila bagian-bagian

bangunan Hunian Bali dikaji dengan kaidah-kaidah ‘Ruang luar-

Ruang dalam’, terutama juga apabila bagian-bagian hunian Bali

Page 9: Pemukiman Rumah BAli New

dilihat sebagai massa per massa yang berdiri sendiri, maka adalah

konsekuensi apabila pusat orientasi sebuah hunian adalah ruang

luar (natah) yang juga pusat sirkulasi.Pada kenyataannya ruang ini

adalah bagian utama (yang bersifat ‘manusia’) dari hunian Bali.

Apabila dikaji dari rumusan suatu hunian, maka natah

adalah bagian dari aktifitas utama sebuah hunian yang sudah

selayaknya merupakan bagian dari aktivitas ruang-dalam atau

interior. Kemudian apabila dikaitkan dengan keberadaan bale

sikepat, bale sekenam dan bale tiang sanga yang hanya memiliki

dinding dikedua sisinya saja, serta posisi masing-masing dinding

yang ‘membuka’ ke arah natah jelaslah terjadi sebuah ruang yang

menyatu. Sebuah ruang besar yang menyatukan uma meten

disatu sisi dan bale tiang sanga, bale sikepat, bale sekenam serta

natah yang layaknya sebuah hunian. Hunian yang sama dengan

yang ada pada masa kini, dimana bale-bale adalah ruang tidur,

natah adalah ruang tempat berkumpul yang bisa disebut sebagai

ruang keluarga. Apabila dikaitkan lebih jauh, jika kegiatan paon

(dapur) bisa disamakan dengan kegiatan memasak dan ruang

makan, maka hunian Bali, teryata identik dengan hunian-hunian

berbentuk flat pada hunian orang Barat.

Kajian terhadap hunian Bali ini, apabila hunian tersebut

dipandang sebagai satu kesatuan utuh rumah tinggal,

konsekuensinya adalah ruang didalam penyengker (dinding batas)

adalah ruang-dalam. Bangunan dalam hunian Bali tidak dilihat

sebagai massa tetapi harus dilihat sebagai ruang didalam ruang.

Apalagi bila dilihat kehadiran dinding-dinding pada bale tiang

sanga, bale sikepat maupun sekenam yang ‘membuka’ kearah

yang me-enclose ruang, maka keadaan ini memperkuat kehadiran

nuansa ruang-dalam atau interior pada hunian tradisional Bali.

Dengan kondisi demikian maka penyengker adalah batas antara

Page 10: Pemukiman Rumah BAli New

ruang-dalam dan ruang-luar (jalan desa). Hal ini ternyata memiliki

kesamaan dengan pola yang ada di Jepang, yang oleh Ashihara

(1970) dinyatakan:

………………Japanese wooden houses do not directly face

the street but surrounded by fences. Since the garden is invisible

from the street, it is ruled by the order inside the house……………

………………………………..

………………in the case of Japanese houses, garden are ruled by

interior order, and fences serve as boundaries to separate interior

from exterior space.

Pada kajian ini terlihat adanya kesamaan sifat halaman

sebagai ruang-dalam atau interior pada hunian arsitektur

tradisional Bali maupun arsitektur tradisional Jepang. Meskipun

pada hunian Bali kesan ruang-dalam lebih terasa dan jelas

dibandingkan dengan hunian Jepang.

Kajian ini semakin menarik apabila dikaitkan dengan teori

Yoshinubo Ashihara diatas; bahwa ruang-luar adalah ruang yang

terjadi dengan membatasi alam yang tak terhingga (dengan

batas/pagar dll) dan juga ruang-luar adalah ruang dimana elemen

ketiga dari ruang (yaitu atap) tidak ada. Dilain pihak ruang-dalam

adalah lawan dari ruang-luar (dimana terdapat elemen ruang yang

lengkap yaitu alas, dinding dan atap). Maka pada kasus hunian,

teori Yoshinobu Ashihara ternyata saling bertentangan. Baik

pertentangan antara ruang-luar terhadap ruang-dalam dikaitkan

dengan terjadinya maupun keterkaitan dengan elemen alas,

dinding dan atap.

Pada hunian Jepang, dikatakan oleh Yoshinobu Ashihara

dinding pagar adalah batas antara ruang-dalam dan ruang-luar.

Page 11: Pemukiman Rumah BAli New

Pada hunian Bali, penyengker berfungsi sama dengan hal

tersebut. Penyengker bisa menghadap alam bebas, tetangga

maupun jalan desa. Pada kasus penyengker menghadap jalan

desa, kemudian jalan desa menghadap penyengker bangunan

yang lain, maka jalan desa adalah ruang luar yang positip. Pada

jalan desa terjadi aktivitas dimana masyarakat menggunakan baik

untuk kegiatan sehari-hari maupun sarana kegiatan prosesi ritual

dan seni. Aktifitas yang memusat ke dalam (centripetal order) ini

disebut Yoshinobu Ashihara, ruang positip

Page 12: Pemukiman Rumah BAli New

BAB III

PEMBAHASAN

Rumah pada dasarnya merupakan tempat hunian yang sangat

penting bagi kehidupan setiap orang. Rumah tidak sekedar sebagai

tempat untuk melepas lelah setelah bekerja seharian, namun didalamnya

terkandung arti yang penting sebagai tempat untuk membangun

kehidupan keluarga sehat dan sejahtera. Rumah yang sehat dan layak

huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang

sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni. Rumah

sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan perumahan

sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat

kesehatan yang optimal. Untuk menciptakan rumah sehat maka

diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh,

antara lain: 

1. Sirkulasi udara yang baik.

2. Penerangan yang cukup.

3. Air bersih terpenuhi.

4. Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak

menimbulkan pencemaran.

5. Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta

tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor

maupun udara kotor.

Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal menurut Keputusan

Menteri Kesehatan RI Nomor : 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai

berikut:

1. Bahan Bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat

yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai

berikut :

Debu Total tidak lebih dari 150 µg m3

Page 13: Pemukiman Rumah BAli New

Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4jam

Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan

berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan

biologis sebagai berikut:

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan

b. Dinding

- Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana

ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara

- Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan

mudah dibersihkan

c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan

kecelakaan

d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih

harus dilengkapi dengan penangkal petir

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai

ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur,

ruang dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.

f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan

asap.

3. Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung

dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal intensitasnya

60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai

berikut :

a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8°C sampai 30°C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%

Page 14: Pemukiman Rumah BAli New

c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam

d. Pertukaran udara

e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam

f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m3

5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen

minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus bersarang di rumah.

7. Air

a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air

bersih dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan

hygiene.

9. Limbah

a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air,

tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan

tanah.

b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau,

tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah

dan air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan

lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak

dibawah umur 5 tahun.

Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah

tinggal, menurut kami :

Page 15: Pemukiman Rumah BAli New

Rumah bali sudah memenuhi persyaratan rumah sehat

dalam hal atap sudah memenuhi persyaratan rumah sehat karena

terbuat dari genteng, lantai juga sudah sesuai karena terbuat dari

keramik sehingga kedap air, dan mudah dibersihkan. Selain itu,

lantai terletak lebih tinggi daripada bangunan rumah biasa. Hal itu

bertujuan agar air hujan tidak dapat masuk ke dalam rumah.

Jendela di rumah adat Bali jumlahnya sedikit sehingga tidak

memenuhi syarat rumah sehat yang seharusnya luas jendela 10%

dari luas lantai. Tidak hanya itu, jendelanya tidak selalu dibuka

sehingga pertukaran udara tidak dapat berjalan dengan lancar

maka, menyebabkan kelembabannya tinggi dan menyebabkan

rumah tersebut tidak sehat. Luas bangunan menurut persyaratan

60 % dari luas lahan,untuk rumah bali sudah sesuai karena luas

yang digunakan untuk bangunan tidak lebih dari 60 % dibuktikan

dengan adanya halaman yang cukup luas. Kemudian untuk

pencahayaan yang berasal dari atas tidak sesuai dari persyaratan

karena atapnya tertutup oleh genteng tanah liat tanpa genteng

kaca.

Page 16: Pemukiman Rumah BAli New

Rumah Adat Bali tampak dari samping

Page 17: Pemukiman Rumah BAli New

Rumah Adat Bali tampak dari atas

Daftar Pustaka

1. http://arsitekturberkelanjutan.wordpress.com/2010/05/06/163/

2. http://id.wikipedia.org/wiki/Bali

3. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/artiekel-keddy-2.pdf

Page 18: Pemukiman Rumah BAli New

KESIMPULAN DAN SARAN