pneumokoniosis.docx

20
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga berkembang dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lainnya. Semua hal ini akan meningkatkan taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain pihak, kemajuan ekonomi merangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas. Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat mencemani udara seperti debu batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-lain. Tergantung dari jenis paparan yang terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul pada para pekerja (Yunus, 1997). Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh 1

Upload: reza-akbar

Post on 29-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pneumo

TRANSCRIPT

Page 1: Pneumokoniosis.docx

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun,

peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan

majunya industri maka terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di

sekitar perindustrian juga berkembang dalam bidang sarana transportasi,

komunikasi, perdagangan dan bidang lainnya. Semua hal ini akan meningkatkan

taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain pihak, kemajuan ekonomi

merangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih

luas. Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf

hidup, tetapi berbagai dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat. Salah

satu dampak negatif adalah terhadap paru para pekerja dan masyarakat di sekitar

daerah perindustrian. Hal ini disebabkan pencemaran udara akibat proses

pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat mencemani udara

seperti debu batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas beracun, dan lain-

lain. Tergantung dari jenis paparan yang terhisap, berbagai penyakit paru dapat

timbul pada para pekerja (Yunus, 1997).

Menurut International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1

juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan oleh

pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya

adalah kematian karena penyakit akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta

penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya. Dari data ILO tahun

1999, penyebab utama kematian yang berhubungan dengan pekerjaan adalah

kanker 34% dan pneumokoniosis berada pada peringkat kedua yaitu 21%

(Yulaekah, 2007).

2. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas penyakit pneumokoniosis

yang mencakup pengertian, diagnosis, penanganan dan pencegahan penyakit

tersebut

1

Page 2: Pneumokoniosis.docx

PEMBAHASAN

1. Definisi

Pneumokoniosis adalah akumulasi debu dalam jaringan paru dan reaksi

jaringan paru terhadap adanya akumulasi debu tersebut. Bila pengerasan alveoli

telah mencapai 10% akan terjadi penurunan elastisitas paru yang menyebabkan

kapasitas vital paru akan menurun dan dapat mengakibatkan berkurangnya suplai

O2 ke dalam jaringan otak, jantung dan bagian tubuh lainnya (Yulaekah, 2007).

Penyakit pneumokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel

(debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Macam-macam penyakit

pneumokoniosis berdasarkan jenis partikel (debu) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Macam jenis pneumokoniosis berdasarkan partikel penyebabnya.

Sumber : Michael E. Hanley,MD, Carolyn H. Welsh,MD. 2003. McGraw-Hill Section IX.

Occupational & Environmental Lung Diseases

a. Asbestosis

Penyakit ini terjadi akibat inhalasi debu asbes, menimbulkan

penumokoniosis yang ditandai oleh fibrosis paru. Paparan dapat terjadi di daerah

industri dan tambang, juga bisa timbul pada daerah sekitar pabrik atau tambang

yang udaranya terpolusi oleh debu asbes. Pekerja yang dapat terkena asbestosis

2

Page 3: Pneumokoniosis.docx

adalah yang bekerja di tambang, penggilingan, transportasi, pedagang, pekerja

kapal dan pekerja penghancur asbes (Yunus, 1997).

b. Silikosis

Penyakit silikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu

silica bebas (SiO2) yang terhisap kemudian mengendap menyebabkan peradangan

dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Paparan terjadi di daerah besi

dan baja, keramik, beton, timah putih, dan pasir (WHO, 1986).

c. Pneumokoniosis Penambang Batubara

Penyakit pneumokoniosis pada penambang batu bara atau coal workers

pneumoconiosis (CWP) adalah penyakit yang terjadi akibat penumpukan debu

batubara di paru dan menimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut.

Penyakit ini terjadi bila paparan cukup lama, biasanya setelah pekerja terpapar

lebih daii 10 tahun (Yunus, 1997).

d. Beriliosis

Penyakit ini diperoleh terutama pada pemurnian berilium. Secara klinis,

menyerupai sarkoidosis kronik (fibrosis difus tidak teratur). Pemberian kortikosteroid

disebutkan masih berfungsi untuk menangani penyakit tersebut (Seaton, 1999).

2. Epidemiologi

Dalam studi epidemiologi pneumokoniosis, radiografi dari pekerja yang

terpajan harus selalu dibandingkan dengan standar film dari International Labour

Organization (ILO), dan dinilai dari kategori 0 (normal) hingga kategori 3. Di

Inggris, pneumokoniosis pekerja batu bara tradisional di diagnosis kurang dari

100 orang /tahun, yang sebagian besar individu adalah mantan penambang dengan

usia lebih dari 50 tahun. Risiko pneumokoniosis pada penambang batubara

tradisional dan fibrosis masif progresif (PMF) adalah berkaitan dengan debu

batubara pada tambang yang terpapar. Sekitar 5% dari penambang terpapar debu

sebanyak 8 mg/m3 seluruh masa kerja mereka mengalami pneumokoniosis

3

Page 4: Pneumokoniosis.docx

kategori 2 pekerja batu bara tradisional. Risiko lebih tinggi terjadi pada mereka

yang terpapar batubara jenis sangat mudah terbakar (misalnya antrasit), dan lebih

rendah peringkat batubara uap. Jika debu mengandung lebih dari sekitar 10%

kuarsa, akan cenderung terjadi. Pria dengan PMF (Fibrosis Masif Progresif) dan

yang pekerja batu bara pneumokoniosis tradisional yang relatif dini meningkatkan

risiko kematian dini. Namun, pneumokoniosis pekerja batu bara tradisional tidak

terkait dengan peningkatan risiko kanker paru-paru atau TB. Pekerja batu bara

pneumokoniosis tradisional tidak menyebabkan bronkitis kronis atau obstruksi

saluran napas, tapi ada hubungan yang terpisah antara paparan debu batubara dan

pengembangan sindrom ini, dan banyak pasien memiliki keduanya. Merokok

memiliki efek adiktif dengan obstruksi sehubungan dengan saluran udara. Risiko

centri-asinar emfisema meningkat dengan meningkatkan paparan debu batubara

terespirasi.

Menurut survey yang dilakukan oleh Health and Safety Executive, di Inggris,

pada tahun 2010 terdapat sekitar 345 kasus pneumokoniosis baru dan 60 kasus

silikosis. Kematian dari pneumokoniosis pekerja batubara telah berkurang selama

10 tahun terakhir dengan 131 pada tahun 2009. Ada 18 kematian akibat silikosis

pada tahun 2009, sedikit lebih dari pada 5 tahun sebelumnya. Untuk lebih lengkap

perhatikan gambar 1 berikut.

4

Page 5: Pneumokoniosis.docx

Gambar 1. Pneumokoniosis dan Silikosis di Great Britain, 1992-2010

Sedangkan pada negara berkembang seperti di Cina, pneumokonios ini

telah lama menjadi penyakit akibat kerja yang paling serius dan belum dapat

dicegah. Kasus baru diperkirakan 7500-10000 setiap tahun, mewakili lebih dari

70% dari jumlah kasus yang dilaporkan penyakit akibat kerja akhir tahun. Kasus

yang tercatat di Cina antara tahun 1949 dan 2001 mencapai 569.129. Sebagian

besar kasus terjadi di industri pertambangan, khususnya di tambang batubara

(Liang et al, 2012)

3. Patogenesis

Pneumokoniosis merupakan hasil dari interaksi antara partikel debu dan

mekanisme pertahanan paru-paru. Hanya partikel dengan ukuran kecil yang dapat

mencapai asinus paru (terminal bronkus dan alveolus) yang kemungkinan akan

menyebabkan bahaya, hal tersebut akan bahaya untuk makrofag yang

menyebabkan endapan partikel di paru-paru, yang tergantung pada ukuran, bentuk

dan kepadatan. Partikel sferis dengan diameter sekitar 0,5-10 mm umumnya

paling mungkin disimpan di asinus paru-paru, partikel yang lebih besar akan

menyerang di saluran napas. Penghancuran mereka tergantung pada integritas dari

sistem limfatik paru dan mekanisme mukosiliar.

Di dalam asinus, makrofag menelan partikel dalam upaya untuk eliminasi.

Partikel inert (misalnya asap, besi oksida) dapat dihilangkan sampai pada

kapasitas tertentu dengan cara dieliminasi oleh mukosiliaris atau dibawa ke

kelenjar getah bening dan hilus intrapulmonal. Partikel yang lebih beracun

(misalnya kuarsa-kristal, silikon dioksida) merangsang makrofag untuk

melepaskan faktor inflamasi yang dapat menyebabkan peradangan dan

fibrogenesis. Sel-sel inflamasi lainnya kemudian menuju asinus, sehingga

menyebabkan proliferasi fibroblas. Kuarsa bersifat toksik bagi sel-sel karena

dapat merusak dan mengoksidasi lipid membran lisosomal, dan akhirnya

membunuh makrofag. Mineral lainnya (misalnya batubara) yang bersifat kurang

toksik secara langsung, namun demikian secara tidak langsung juga dapat

5

Page 6: Pneumokoniosis.docx

menyebabkan fibrosis. Distribusi fibrosis mencerminkan lokasi debu. Batubara

dan kuarsa menyebabkan fibrosis tipe nodular sepanjang jalur debu dari acinus ke

node hilus (Seaton, 1999)

4. Diagnosis

Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip

dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu di lingkungan kerja.

Untuk menegakan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi

riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena

penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama. Anamnesis

mengenai riwayat pekerjaan yang akurat dan rinci sangat diperlukan. Berbagai

faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungan perlu diketahui secara

rinci. Karena menunjang penegakan diagnosa penyakit paru yang mungkin

diakibatkan oleh pekerjaan/ lingkungan pekerjaan (Yunus, 1997).

Langkah pada anamnesis sebagai berikut:

1. Riwayat penyakit sekarang:

a. Gejala-gejala yang berhubungan dengan pekerjaan.

b. Pekerjaan lain yang terkena gejala serupa.

c. Paparan saat ini terhadap debu, gas bahan kimia - dan biologi yang

berbahaya.

d. Laporan terdahulu tentang kecelakaan kerja.

2. Riwayat pekerjaan

a. Catatan tentang semua pekerjaan terdahulu, hari kerja yang khusus

b. Proses pertukaran pekerjaan.

3. Tempat kerja

a. Ventilasi, higiene industri dan kesehatan, pemeriksaan pekerja,

pengukuran proteksi.

b. Keamanan cahaya

4. Riwayat penyakit dahulu

a. Paparan terhadap kebisingan, getaran, radiasi

6

Page 7: Pneumokoniosis.docx

b. Paparan terhadap zat-zat kimia.

5. Riwayat lingkungan

a. Rumah dan lokasi tempat kerja sekarang dan sebelumnya.

b. Pekerjaan lain yang bermakna

c. Sampah/limbah yang berbahaya

d. Polusi udara

e. Hobi: mencat, memahat, mematri, pekerjaan yang berhubungan dengan

kayu.

f. Alat pemanas rumah

g. Zat-zat pembersih dan tempat kerja

h. Paparan peptisida

i. Alat pemadam kebakaran di rumah atau ditempat kerja.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk menegakkan diagnosis dan

menilai kerusakan paru akibat debu adalah pemeriksaan radiologis dan

pemeriksaan faal paru dengan spirometri. Pemeriksaan foto toraks sangat berguna

untuk melihat kelainan yang ditimbulkan oleh debu pada pneumokoniosis.

Pembacaan foto toraks pneumokoniosis perlu dibandingkan dengan foto standar

untuk menentukan klasifikasi kelainan. Kualitas foto harus baik atau dapat

diterima untuk dapat menginterpretasikan kelainan paru lewat foto Rontgen.

Pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan untuk keperluan penegakan

diagnosis adalah CT Scan, Broncho Alveolar Lavage (BAL) dan Biopsi (Yunus,

1997).

a. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto toraks sangat berguna untuk melihat kelainan yang

ditimbulkan oleh debu pada pneumokoniosis. Klasifikasi standar menurut ILO

dipakai untuk menilai kelainan yang timbul.

7

Page 8: Pneumokoniosis.docx

Perselubungan Halus (Small Opacities)

Perselubungan ini digolongkan menurut bentuk, ukuran, banyak dan luasnya.

Menurut bentuk dibedakan atas perselubungan halus bentuk lingkar dan bentuk

ireguler. Perselubungan lingkar dibagi berdasarkan diameternya, yaitu: p =

diameter sampai 1,5 mm, q = diameter antara 1,5-3 mm dan r = diameter antara

3-10 mm. Bentuk ireguler dibagi berdasarkan lebarnya, yaitu: s = lebar sampai 1,5

mm, t = lebar antara 1,5-3 mm dan u = lebar antara 3-10 mm.

Untuk pelaporan bentuk dan ukuran kelainan digunakan dua huruf. Huruf

pertama menunjukkan kelainan yang lebih dominan, contoh p/s. ini berarti

perselubungan lingkar ukuran p lebih banyak, tetapi juga ada perselubungan

ireguler ukuran s tetapi jumlahnya sedikit. Kerapatan (profusion) kelainan

didasarkan pada konsentrasi atau jumlah perselubungan halus persatuan area.

Dibagi atas 4 kategori, yaitu:

Kategori 0= Tidak ada perselubungan atau kerapatan kurang dari 1.

Kategori 1 = Ada perselubungan tetapi sedikit.

Kategori 2= Perselubungan banyak, tetapi corakan paru masih tampak.

Kategori 3= Perselubungan sangat banyak sehingga corakan paru sebagian

atau seluruhnya menjadi kabur.

Foto toraks pada pneumokoniosis mempunyai 12 kategori, yaitu:

0/-, 0/0, 0/1, 1/0, 1/1, 1/2, 2/1, 2/2, 2/3, 3/2, 3/3, 3/+.

Angka pertama menunjukkan kerapatan yang lebih dominan daripada

angka dibelakangnya. Kerapatan adalah petunjuk penting .untuk menentukan

beratnya penyakit. Luasnya distribusi perselubungan didasarkan atas area yang

terkena. Lapangan paru dibagi atas 6 area, masing-masing belahan paru

mempunyai 3 area yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus bawah.

Perselubungan Kasar (Large Opacities)

Perselubungan kasar dibagi atas 3 kategori yaitu:

8

Page 9: Pneumokoniosis.docx

Kategori A = Satu perselubungan dengan diameter antara 1-5 cm, atau

beberapa perselubungan dengan dimater masing-masing lebih dari 1 cm,

tapi bila diameter semuanya di jumlahkan tidak melebihi 5 cm.

Kategori B = Satu atau beberapa perselubungan yang lebih besar atau

lebih banyak dari A dengan luas perselubungan tidak melebihi luas

lapangan paru kanan atas.

Kategori C = Satu atau beberapa perselubungan yang jumlah luasnya

melebihi luas lapangan paru kanan atas atau sepertiga lapangan paru kanan

(Yunus, 1997).

b. Pemeriksaan Faal Paru

Pemeriksaan faal paru yang sederhana, cukup sensitif dan bersifat

reprodusibel serta digunakan secara luas adalah pemeriksaan Kapasitas Vital Paru

(KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) pada detik pertama. Selain berguna

untuk menunjang diagnosis juga perlu untuk melihat laju penyakit, efektivitas

pengobatan dan menilai prognosis. Pemeriksaan sebelum seseorang bekerja dan

pemeriksaan berkala setelah bekerja dapat mengidentifikasi penyakit dan

perkembangannya, pada pekerja yang sebelumnya tidak memiliki gejala.

Pemeriksaan faal paru lain yang lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan di

saluran napas kecil adalah pemeriksaan Flow Volume Curve dan Volume of

Isoflow.

Tabel 2. Klasifikasi Penilaian Fungsi Paru

9

Page 10: Pneumokoniosis.docx

Sumber : American Thoracic Society, Medical Section of The Asian Lung

Association Am. Rev Respir.

Pengukuran kapasitas difusi paru sangat sensitif untuk mendeteksi

kelainan di interstisial, tetapi pemeriksaan ini rumit dan memerlukan peralatan

yang lebih canggih, dan tidak dianjurkan digunakan secara rutin. Pekerja yang

pada pemeriksaan awal tidak menunjukkan kelainan, kemudian menderita

kelainan setelah bekerja dan penyakitnya terus berlanjut, dianjurkan untuk

menukar pekerjaannya. Ini bisa berarti beralih pekerjaan, atau pindah pada

bagian/divisi yang lain di dalam komunitas para pekerja.

6. Penatalaksanaan dan Pencegahan

Dalam penatalaksanaan dan pencegahan pada pekerja yang terindikasi penyakit paru

akibat kerja, Djojodibroto (1999) dalam bukunya membagi menjadi:

a. Penilaian cacat

Penilaian cacat sangat penting untuk membuat diagnosis yang tepat serta

memberi nasihat kepada penderita terhadap prospek pekerjaannya, untuk

menentukan kecacatan paru akibat kerja diperlukan 5 langkah yang harus

dilakukan. penilaian cacat sangat penting untuk membuat diagnosis yang tepat

meliputi:

1. Diagnosis

2. Hubungan diagnosis dengan pekerjaan

3. Derajat kelainan / gangguan fungsi

4. Penilaian kebutuhan kerja

5. Penilaian kecacatan

b. Obat-obatan

Ada banyak jenis penyakit paru akibat kerja, obat memegang peran yang

sangat sedikit dan terapi pada umumnya terdiri dari anjuran untuk menghindari

pajanan lebih lanjut terhadap bahan yang berbahaya. Obat yang diberikan

biasanya bersifat simtomatis.

10

Page 11: Pneumokoniosis.docx

c. Menghindari pajanan

Beberapa cara yang dapat dilakakan antara lain: a). mengganti (subtitusi)

bahan yang berbahaya dengan bahan yang kurang atau tidak berbahaya, b).

membatasi bahan pajanan, c). ventilasi keluar dan d). memakai APD (Alat

Pelindung Diri). Penatalaksanaan penyakit paru akibat kerja termasuk mengganti

pekerjaan yang menyebabkan penyakit atau pembatasan menyangkut apa yang

boleh atau yang tidak boleh dilakuakan.

7. Prognosis

Prognosis ditetapkan berdasarkan pengetahuan tentang riwayat perjalanan

penyakitnya serta hasil- hasil pemeriksaan yang lain, dibekali dengan informasi

tersebut, dokter dapat membuat rencana pengobatan untuk penghentian peburukan

penyakitnya serta mengurangi keluhan. Salah satu progam yang penting adalah

rehabilitasi, merupakan proses untuk membantu induvidu yang mengalamai

kecacatan dalam mempertahankan tingkat maksimal dari setiap fungsinya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Debu industri di tempat kerja dapat menimbulkan kelainan dan penyakit

paru. Berbagai faktor berperan pada mekanisme timbulnya penyakit, diantaranya

adalah jenis, konsentrasi, sifat kimia debu, lama paparan dan faktor individu

pekerja. Timbulnya pneumokoniosis terjadi karena paparan debu batubara yang

lama, biasanya pekerja yang telah berkerja selama >10 tahun, oleh karena itu

berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya

penyakit ataupun mengurangi laju penyakit akibat kerja. Dalam penanganan

proses preventif, pengetahuan tentang zat-zat yang dapat menimbulkan kelainan

pada paru di industri juga harus ditangani. Kadar debu pada tempat kerja

diturunkan serendah mungkin dengan memperbaiki teknik pengolahan bahan,

misalnya pemakaian air untuk mengurangi debu yang berterbangan. Bila kadar

debu tetap tinggi, pekerja diharuskan memakai alat pelindung diri (APD) yang

11

Page 12: Pneumokoniosis.docx

telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan selama proses kerja berlangsung.

Pemeriksaan faal paru dan radiologis sebelum dan setelah seseorang menjadi

pekerja harus dilakukan secara berkala untuk mendeteksi secara dini kelainan-

kelainan yang timbul. Bila pekerja telah menderita penyakit akibat debu,

berpindah ke tempat yang tidak ada paparan debu merupakan pilihan yang tepat

untuk mengurangi perjalan penyakit semakin parah. Pekerja yang merokok

hendaknya mengurangi konsumsi rokok sedikit-demi sedikit, terutama bila

bekerja di tempat-tempat yang beresiko terjadi penyakit industri dan kanker paru,

karena konsumsi rokok dapat meningkatkan resiko timbulnya penyakit.

Pengobatan penyakit paru akibat debu industri hanya bersifat simtomatis

(mengurangi gejala) dan suportif, sehingga usaha pencegahan merupakan langkah

penatalaksanaan yang penting.

12

Page 13: Pneumokoniosis.docx

DAFTAR PUSTAKA

American Thoracic Society. 1995. Standard for The Diagnosis And Care Of Patient With Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) and Asthma. Am. Rev. Respir Dis: 225 - 43.

Becker CE. 1985. Principles of Occupational Medicine. In: Wyngaarden JB, Smith LH (eds). Cecil Textbook of Medicine, Philadelphia, WB Saunders Co; 2277-9

Djojodibroto, R D. 1999. Kesehatan kerja di Perusahaan. Gramedia. Jakarta

Health and Safety Executive, 2011.http://www.hse.gov.uk/statistics/causdis/ pneumoconiosis/pneumoconiosis-and-silicosis.pdf

Michael E. Hanley,MD, Carolyn H. Welsh,MD. Denver,Colorado. September 2003. McGraw-Hill Section IX. Occupational & Environmental Lung Diseases > Chapter 31.Pneumoconiosis.

Seathon, A. 1999. Systemic and Parenchymal Lung Diseases. The Medicine Publishing Company

World Health Organization. 1986. Early Detection of Occupational Diseases. Singapore, World Health Organization; 272

Liang Y X, O Wong, H Fu, et al. 2012. The economic burden of pneumoconiosis in China. doi: 10.1136/oem.60.6.383 2003 60: 383-384 Occup Environ Med

Yunus, F. 1997. Dampak Debu Industri pada Paru Pekerja dan Pengendaliaannya. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bagian Pulmonologi FKUI/ Unit Paru RSUP Persahabatan Jakarta. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.pdf/14DampakDebuIndustripadaParuPekerja115.html

Yulaekah, S. 2007. PAPARAN DEBU TERHIRUP DAN GANGGUAN FUNGSI PARU PADA PEKERJA INDUSTRI BATU KAPUR. Universitas Diponegoro. Semarang.

13