pneumo thorak s

24
PNEUMOTORAKS (Evi Sulistiana, Iriani Bahar) A. PENDAHULUAN Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru- paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. 1 Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini dapat dibedakan menjadi pleura viseral yang melapisi paru dan pleura parietal yang yang melapisi dinding dalam hemithorax. Diantara kedua pleura tadi terbentuk ruang yang disebut rongga pleura yang merupakan ruang potensial. Pada keadaan normal rongga pleura tersebut berisi cairan pleura dalam jumlah yang sedikit yang menyelimuti kedua belah pleura yang memisahkan pleura parietal dan pleura viseral. 2 Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan. Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun. 3 1

Upload: elisa-vina-jayanti

Post on 24-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sasf

TRANSCRIPT

PNEUMOTORAKS(Evi Sulistiana, Iriani Bahar)

A. PENDAHULUAN

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan

adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-

paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika

bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks

spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat

bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.1

Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini dapat

dibedakan menjadi pleura viseral yang melapisi paru dan pleura parietal yang yang melapisi

dinding dalam hemithorax. Diantara kedua pleura tadi terbentuk ruang yang disebut rongga

pleura yang merupakan ruang potensial. Pada keadaan normal rongga pleura tersebut berisi cairan

pleura dalam jumlah yang sedikit yang menyelimuti kedua belah pleura yang memisahkan pleura

parietal dan pleura viseral.2

Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan.

Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak insidens pada usia

awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering terjadi pada usia 60 – 65

tahun.3

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah sesak napas,

didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien serta

batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.2

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pneumothoraks

adalah pemeriksaan Foto Thoraks dan CT-Scan Thoraks.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1

Gambar 1. Anatomi Paru-paru dan dinding dada.4

Rongga thoraks berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Paru-paru dan pleura mengisi

sebagian besar rongga thoraks dengan jantung di antaranya. Pleura terbagi atas 2 lapisan, yaitu:

pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan selaput tipis dari membrana

serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah yang menghadap mediastinum, pleura ini

beralih meliputi paru-paru sehingga disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura

visceralis ini membugkus paru-paru dan melekat erat pada permukaannya.5

Volume dan kapasitas paru-paru dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut

spirometer. Dengan menggunakan alat ini, volume paru diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas

normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.

2

Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan

di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya mencapai 3000

mililiter.

Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstar maksimal yang dapat diekspirasi

melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidak normal; jumlah normalnya adalah sekitar

1100 mililiter.

Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi

paling kuat; volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.5

Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena

gerak otot pernapasan yaitu m.intercostalis dan diafragma yang menyebabkan rongga dada

membesar sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus.5

Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus mengembang dan mengempis bergantung

pada membesar atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang membesar akan menyebabkan

paru-paru mengembang sehingga udara akan terhirup ke dalam alveolus. Sebaliknya bila

m.intercostalis melemas maka dinding dada akan mengecil sehingga udara akan terdorong keluar.

Sementara itu, karena adanya tekanan intra abdominal maka diafragma akan terdorong ke atas

apabila tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu lenturnya dinding thoraks, kekenyalan jaringan

paru, dan tekanan intra abdominal menyebabkan ekspirasi jika m.intercostalis dan diafragma

kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi.5

Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini dapat

dibedakan menjadi pleura viseral yang melapisi paru dan pleura parietal yang yang melapisi

dinding dalam hemithorax. Diantara kedua pleura tadi terbentuk ruang yang disebut rongga

pleura yang merupakan ruang potensial. Pada keadaan normal rongga pleura tersebut berisi cairan

pleura dalam jumlah yang sedikit yang menyelimuti kedua belah pleura yang memisahkan pleura

parietal dan pleura viseral.1

Adanya lubang di dinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara masuk

ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut

dengan gerak napas dinding thoraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks.5

C. DEFINISI3

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang

menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.5

Gambar 2. Pneumothoraks 4.

D. ETIOPATOGENESIS

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 2,3 :

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini dapat

diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba

tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari

oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik,

penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumotoraks traumatik

4

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi

maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena

jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi

dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau

komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke

dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada

pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga jenis, yaitu 5 :

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada),

sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya

mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru

disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada

rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan

pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

5

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus

yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini

tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan

intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan

oleh gerakan pernapasan.

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi

positif 5. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat

ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).2

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin

bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi

udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura

melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar 5.

Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan

atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering

menimbulkan gagal napas 2. Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka

pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu 5 :

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil paru

(< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>

50% volume paru).

E. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah 2,5,6 :

6

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan

mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-

pendek, dengan mulut terbuka.

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi

yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada

jenis pneumotoraks spontan primer.

2. Pemeriksaan Radiologi

a. Pemeriksaan Foto Thoraks

Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan dengan melihat

tanda-tanda sebagai berikut :

- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami pneumotoraks.

Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami pneumothoraks dengan paru

yang kolaps memberikan gambaran radiopak. Bagian paru yang kolaps dan yang

mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis

yang berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

Gambar 3. Tanda panah menunjukkan pleural white line(kanan).7

7

Gambar 4. Tanda panah menunjukkan bagian paru yang kolaps.3

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa maka tanda

yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.8 Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk

lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar

dan lien. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung

yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara

berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.8

Gambar 5. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi

mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).7

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi

kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Jika

pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung yang dapat menyebabkan 8

gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkan kematian pada

penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga menjadi lebih lebar. 9,10

Gambar 6. Tension Pneumothoraks.3

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk ke

dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura parietalis

dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit

tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di

mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit. Pada kedua

pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothorax atau encysted

pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya

adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen

di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur. 11

9

Gambar 7. Loculated Pneumotoraks. 12

b. Pemeriksaan CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan

pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk

membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.7

Gambar 8. CT-Scan pneumothoraks parsialis, menekan pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru). 7

10

Gambar 9. CT-Scan pneumothoraks totalis, mengenai sebagian besar paru (> 50% volume paru). 7

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Analisa Gas Darah

Analisa gas darah juga penting dilakukan pada kasus Pneumotoraks dalam

pemeriksaan ini dapat diketahui tekanan fungsi O2 dan CO2 dalam darah bervariasi

tergantung pada tingkatan tekanan fungsi paru perubahan mekanisme pernafasan dan

kemampuan untuk kompensasi pada kasus Pneumotoraks PaO2 biasanya menurun.2

F. DIAGNOSIS BANDING

1. Bleb atau Bulla

Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang hiperlusen, dengan

dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa kasus, dimana bleb atau bulla

menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan gambaran radiologi yang mirip dengan

pneumotoraks. Untuk membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada

daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah

hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular, sedangkan

pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang mengalami bleb atau

bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di sekitar bulla akan mengalami

pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut kepada jaringan paru.14,15

11

Gambar 10. Gambaran foto thoraks bulla paru.14

Gambar 11. CT-Scan pulmonary bullae.16

2. Emfisema

Emfisema bullosa merupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran antara 1-2cm

atau lebih besar, yang kadang-kadang sukar dibedakan dengan pneumotoraks. Penyebabnya

sering tidak diketahui tapi dianggap sebagai akibat suatu penyakit paru yang menyebabkan

penyumbatan seperti bronkiolitis atau peradangan akut lainnya dan perangsangan atau iritasi gas

yang terhisap. Sering factor penyebabnya sudah tidak tampak lagi, tetapi akibatnya adalah

12

emfisema bullosa yang tetap atau bertambah besar. Gambaran radiologik berupa suatu kantong

radiolusen di perifer lapangan paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal paru dimana

jaringan paru normal sekitarnya akan terkompresi sehingga menimbulkan keluhan sesak nafas. 17

Gambar 12. Gambaran foto thoraks Emfisema. 17

Gambar 13. CT-Scan Emfisema Bullosa. 17

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari

rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya,

penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

13

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka

udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan

meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan

foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari.2 Tindakan ini terutama ditujukan untuk

pneumotoraks tertutup dan terbuka.5

2. Tindakan dekompresi

Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan

antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian tekanan

udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui

jarum tersebut.2,5

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set

2) Jarum abbocath

3) Pipa water sealed drainage (WSD) 2,5

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu

torakoskop.5

4. Tindakan bedah 5

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang

menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit.

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak

bisa mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

14

c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat

fistel dari paru yang rusak.

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua pleura

dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

H. KOMPLIKASI 13

1. Tension Pneumothoraks dengan gejala dispneu yang makin berat, sianosis, gelisah.

komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru

mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah

vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong dan

diafragma pada sakit tertekan kebawah. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi

pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalu tidak akan berakibat fatal.

2. Piopneumothoraks. Berarti terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara

bersamaan pada satu sisi paru.

3. Hidro-pneumothoraks/Hemo-pneumothoraks. Pada kurang lebih 25% penderita

pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya

bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul

dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan

intrapleura atau perforasi esofagus (cairan lambung masung kedalam rongga pleura).

Hemopneumothoraks selain terdapat gejala dispneu dan sianosis, disertai pula gejala

akibat kehilangan darah seperti anemia, renjatan dan lain-lain.

4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan. Pneumomediastinum dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan foto dada. Insidensinya adalah 1% dari seluruh pneumothoraks.

Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan

kemungkinan didikuti oleh pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum

(menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher

(menimbulkan emfisema subkutan).

5. Pneumothoraks simultan bilateral. Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara

serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai

lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan

15

interstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari

perforasi esofagus.

6. Pneumothoraks kronik. Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-

pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini

adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan

pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang

melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi penyakit seperti

nodul reumatoid atau tuberkuloma.

I. PROGNOSIS

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan,

setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan

jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-

pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.

2. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P. 1063-1068.

3. Bascom, R. Pneumothorax. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/82755. Diakses tanggal 10 Juli 2014.

4. Anonym. https://www.google.com/search=image. Diakses tanggal 10 Juli 2014.

5. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.

Jakarta : EGC. 2005. P.404-419.

6. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).

Available from http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm. Diakses

tanggal 12 Juli 2014.

16

7. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Available from www.emedicine.com.

Diakses tanggal 12 Juli 2014.

8. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second

Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.

9. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.

10. Reed, James, C. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam : Radiologi Thoraks.

Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 2009. P. 63-64.

11. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and Imaging. Vol. 1.

7th edition. London : Churchill Livingstone. 2002. P. 371-374.

12. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Available from

http://www.radiopedia.org/cases/loculated-pneumothorax. Diakses tanggal 14 Juli

2014.

13. Asril, Bahar. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid

II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

14. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae. Available

from http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584. Diakses tanggal 17 Juli

2014.

15. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Available from

http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema. Diakses tanggal 19 Juli

2014.

16. Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Available from

http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-bullae. Diakses tanggal 22 Juli 2014.

17. Blackmore, David. Pulmonary emphysema. Available from

http://radiopaedia.org/articles/pulmonary-emphysema. Diakses tanggal 30 Juli 2014.

17