piopneumothoraks bab 2

23
2.2 Pneumothorax 2.2.1 Definisi Pyopneumothorax (juga dikenal sebagai hydropneumothorax terinfeksi atau hydropneumothorax empyema). Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. (3,7) 2.2.2. Etiologi Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan sering membuat fistula bronkopleura. Seperti hydropneumothorax empyema ini juga merupakan faktor resiko seperti thoracentesis, trauma toraks, fistula bronkopleural, fistula oesophagopleural. Jenis kuman yang sering terdapat pada empiema adalah Stafilokokus aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis, bakteri anaerob, jamur dan lain-lain (1,9) Tabel 1. Bakteri Penyebab Empyema

Upload: dwi-astika-sari

Post on 10-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

piop

TRANSCRIPT

Page 1: Piopneumothoraks BAB 2

2.2 Pneumothorax

2.2.1 Definisi

Pyopneumothorax (juga dikenal sebagai hydropneumothorax terinfeksi atau

hydropneumothorax empyema). Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat

udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.

Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan

piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu adalah suatu keadaan terdapatnya udara

atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. (3,7)

2.2.2. Etiologi

Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi, yang mana infeksinya ini berasal dari

mikroorganisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus

ke arah rongga pleura. Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan sering

membuat fistula bronkopleura. Seperti hydropneumothorax empyema ini juga merupakan

faktor resiko seperti thoracentesis, trauma toraks, fistula bronkopleural, fistula

oesophagopleural. Jenis kuman yang sering terdapat pada empiema adalah Stafilokokus

aureus, Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis, bakteri anaerob, jamur dan lain-lain (1,9)

Tabel 1. Bakteri Penyebab Empyema

Page 2: Piopneumothoraks BAB 2

2.2.3 Klasifikasi

A. Berdasarkan penyebabnya, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (4):

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe

ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-

tiba tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan

didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya

fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,

dan infeksi paru ()

2. Pneumotoraks traumatik,

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma

penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada

maupun paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua

jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi

karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena

kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada

parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan

udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk

tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era

antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.

B. Berdasarkan jenis fistulanya, dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4):

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada

dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di

dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah

menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi

Page 3: Piopneumothoraks BAB 2

tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura,

meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi

gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan

bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada

dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar.

Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan

ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan

pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu

ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum

dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah

sisi dinding dada yang terluka (sucking wound)

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama

makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.

Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta

percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang

terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4).

Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi

tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat

menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.

C. Berdasarkan luas kolaps jaringan paru, dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (5):

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kcil

paru (< 50% volume paru).

Page 4: Piopneumothoraks BAB 2

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar paru (>

50% volume paru).

Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen

dengan rumus sebagai berikut:

1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-

masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus (2).

Misalnya : Diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus

rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus

adalah :

83 512______ = ________ = ± 50 % 103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah

dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan

jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan

dikalikan sepuluh.

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm) = __________________ x 10

3

Page 5: Piopneumothoraks BAB 2

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas

hemitoraks.

2.2.4 Patofisiologi

Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang

diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis, dan

sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini oleh

karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui jaringan

intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya

dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai

penyebabnya, yaitu (7):

1) Faktor infeksi atau radang paru.

Infeksi atau radang paru walaupun minimal akan membentuk jaringan parut pada

dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.

2) Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan.

Mekanisme ini tidak dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi

pada waktu penderita sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah

pleura viseralis, maka udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah

fistula bronkopleura. Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat

berfungsi sebagai ventil

2.2.5 Diagnosis

1. Gejala Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

a) Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak

dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal,

pendek-pendek, dengan mulut terbuka.

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB

Page 6: Piopneumothoraks BAB 2

b) Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada

sisi yang sakit, terasa berat, seperti ditusuk, tertekan dan terasa lebih nyeri pada

gerak pernapasan. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak

nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat

mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada

pembuluh darah dimediastinum.

c) Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

d) Denyut jantung meningkat.

e) Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yangkurang.

f) Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya

pada jenis pneumotoraks spontan primer.(6)

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (12):

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansidinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekananintrapleura

tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi Foto Thoraks

Foto Thoraks untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat

ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut (8):

- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami

pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paruyang mengalami

pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak.

Page 7: Piopneumothoraks BAB 2

Bagian paru yang kolaps danyang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh

batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura

visceralis,yang biasa dikenal sebagai pleural white line

Gambar 1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line

Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkandengan anak panah

merupakan bagian paru yang kolaps

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa maka

tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. Normalnya, sudut kostofrenikus

berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah

lateral dari hepar danlien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut

kostofrenikusmenjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang klinisi

harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus yang lebih dalam dari

pada biasanya atau jika menemukan sudut kosto frenikus menjadi semakin dalam dan

lancip pada foto dada seri.Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang

dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks berupa

tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanyaterjadi pada posisi supine di

mana udara berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.

Page 8: Piopneumothoraks BAB 2

Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertaideviasi mediastinum

kanan dan deep sulcus sign (kanan).

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arahhilus atau paru

menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorongmediastinum ke arah kontralateral. Jika

pneumotoraks semakinmemberat, akan mendorong jantung yang dapat menyebabkan

gagalsirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkankematian pada

penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela igamenjadi lebih lebar.

Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan)

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yangdapat masuk ke

dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura(menempelnya pleura parietalis

dan pleura viseralis) akibat adanya reaksiinflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit

tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di

mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit.Pada kedua

pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothorax atau encysted

pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat adanya

Page 9: Piopneumothoraks BAB 2

adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen

di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur.

Gambar 6. Loculated Pneumotoraks

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak sebab

sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisisupinasi. Selain itu, foto dada juga

diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.

Gambar 7. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi(kiri)

dan dalam keadaan ekspirasi (kanan)

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi lebih

padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstansehingga lebih mudah untuk

mendeteksi adanya pneumotoraks utamanyayang berukuran lebih kecil. Perlu diingat,

pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar

daripada ukuran sebenarnya.

Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi denganfoto lateral

dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempattertinggi pada hemitoraks (di

daerah dinding lateral) akan lebih mudahterlihat dibandingkan pada posisi tegak.

Page 10: Piopneumothoraks BAB 2

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini:

Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung mulai dari

basis sampai ke apeks.

Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawahkulit

Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan

sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasaditemui pada kasus

Hidropneumotoraks

Gambar 8. Hidropneumothoraks

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi

meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien

dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas

sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema

bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan

ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer

dan sekunder.

Page 11: Piopneumothoraks BAB 2

2.2.6 Tatalaksana

Prinsip penanggulangan piopneumothoraks adalah (6.7,10) :

a. Pengosongan rongga pleura

Prinsip ini seperti yang dilakukan pada abses dengan tujuan mencegah efek

toksik dengan cara membersihkan rongga pleura dari nanah dan jaringan-

jaringan yang mati. Pengosongan pleura dilakukan dengan cara:

1. Closed drainage = tube thoracostomy = water sealed drainage (WSD)

dengani ndikasi antara lain nanah sangat kental dan sukar diaspirasi, nanah

terus terbentuk setelah 2 minggu, terjadinya piopneumothoraks.

2. Open drainage: karena drainase ini menggunakan kateter thoraks yang

besar, maka diperlukan pemotongan tulang iga. Drainase terbuka ini

dikerjakan pada empyema menahun karena pengobatan yang diberikan

terlambat, pengobatan tidak adekuat atau mungkin sebab lain seperti

drainase yang kurang bersih.

b. Pemberian antibiotik yang sesuai

Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosis harus

adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari

hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung dari hasil kultur dan uji

kepekaan.Obat-obatan yang biasanya digunakan antara lain :

1. Ampicillin 500 mg dan Sulbactam 500 mg2.

2. Amoxcilin 250-500 mg dan Clavulanat 125 mg3.

3. Piperacillin 2- 4 gram dan Tazobactam 250-500 mg4.

4. Vankomisin (vankokin,vancoled,lyphocin) dapat secara intra vena,

dengan dosis 1 gramdalam 200 ml NaCl 0,9% per 12 jam.

5. Eritromicin oral 2 – 4 kali per hari 250-500 mg.

c. Penutupan rongga pleura

Pada empyema menahun, seringkali rongga empyema tidak menutup karena

penebalan dan kekakuan pleura. Bila hal ini terjadi, maka dilakukan

pembedahan,yaitu :

1. Dekortikasi

Tindakan ini termasuk operasi besar yaitu : mengelupas jaringan pleura

yang menebal. Indikasi dekortikasi ialah drainase tidak berjalan baik,

karena kantung-kantung yang berisi nanah, sukar dicapai oleh drain,

empyema totalis yangmengalami organisasi pada pleura visceralis.

2. Torakoplasti

Tindakan ini dilakukan apabila empyema tidak dapat sembuh karena

adanya fistelbronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi.

Page 12: Piopneumothoraks BAB 2

Pada kasus ini pembedahan dilakukan dengan memotong iga

subperiosteal dengan tujuan untuk memperluas ruang gerak paru.

d. Pengobatan kausal

Pengobatan kausal ditujukan pada penyakit-penyakit yang menyebabkan

terjadinya empyema. Dapat diberikan pengobatan spesifik, untuk amebiasis,

tuberculosis, dan sebagainya

Penanggulangan empyema tergantung dari fase empyema :

a. Fase I (fase eksudat)

Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai

tujuan diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran

cairan tersebut dapat dicapaipengembangan paru yang sempurna.

b. Fase II (fase fibropurulen)

Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan

drainase terbuka (reseksi iga open window). Dengan cara ini nanah yang

ada dapat dikeluarkan danperawatan luka dapat dipertahankan. Drainase

terbuka juga bertujuan untuk menunggukeadaan pasien lebih baik dan

proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yanglebih besar

dapat dilakukan.

c. Fase III (fase organisasi)

Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas

mengembang ataudilakukan obliterasi rongga pleura dengan cara dinding

dada dikolapskan (torakoplasti)dengan mengangkat iga-iga sesuai

dengan besarnya rongga empyema.

Sedangkan penatalaksanaan pada pneumothoraks adalah untuk

mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk

kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai

berikut:

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah

menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut

akandi resorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan

tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan

fototoraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan

initerutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.

Page 13: Piopneumothoraks BAB 2

2. Tindakan dekompresi

Indikasi dilakukan dekompresi yaitu:

- Sesak berat

- Nyeri dada

- Pneumothorax >15-25% dari hemithoraks

- Penggunaan ventilator

- Pneumothorax yang terdapat lesi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks

yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuanuntuk

mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan

antararongga pleura dengan udara luar dengan cara:

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga

pleura,dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura

akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum

tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

1) Dapat memakai infus set.

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga

pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal

saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.Setelah klem

penyumbat dibuka, akan tampak gelembungudara yang keluar

dari ujung infus set yang berada di dalam botol.

2) Jarum abbocath.

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri darigabungan

jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang

tetap di dinding toraks sampai menembus kerongga pleura, jarum

dicabut dan kanula tetap ditinggal.Kanula ini kemudian

dihubungkan dengan pipa plastik infusset. Pipa infuse ini

selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem

penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar

dari ujung infuse set yang berada di dalam botol

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan kerongga

pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem

penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukanmelalui celah yang

telah dibuat dengan bantuan insisi kulit disela iga ke-4 pada linea

Page 14: Piopneumothoraks BAB 2

mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat

pula melalui sela iga ke-2 di garis mid Klavikula. Setelah troakar

masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga pleura

dan kemudian troakar dicabut,sehingga hanya kateter toraks yang

masih tertinggal dirongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks

yang ada didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa

plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di

botolsebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air

supayagelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui

perbedaan tekanan tersebut.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila

tekananintrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan

denganmemberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O,

dengantujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru

telahmengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah

negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba

terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24

jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif

maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada

saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks

dengan alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi

Page 15: Piopneumothoraks BAB 2

5. Tindakan Bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari

lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit.

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak bisa mengembang, maka dapat dilakukan

dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan

atau terdapat fistel dari paru yang rusak.

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,

kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel

6. Pengobatan Tambahan

a. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan

ditujukanterhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru

diberi OAT,terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi

antibiotik dan bronkodilator.

b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat

7. Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan

pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau

bersinterlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,

berilahlaksan ringan.

4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan

batuk,sesak napas

2.2.7 Komplikasi

1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema ,

hidropneumotoraks.

2. Gangguan hemodinamika.

Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat tergeser

ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak "output", sehingga

dengan demikian dapat menimbulkan syok kardiogenik.

3. Emfisema dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis (11,12)

Page 16: Piopneumothoraks BAB 2

2.2.8 Diagnosis Banding

1. Emfisema pulmonum

2. Kavitas raksasa

3. Kista paru

4. Infarkjantung

5. Infark paru

6. Pleuritis

7. Abses paru dengan kavitas

2.2.9 Prognosis

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami

kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan

tubethoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang

dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannyacukup baik,

umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraksspontan sekunder tergantung

penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih

berhati-hati karena sangat berbahaya. (3.8)

Page 17: Piopneumothoraks BAB 2

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff H, Mukti A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University

Press.edisi 2. Surabaya: 2002.

2. Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Juni; 91(6):901-96.

Wiedemann HP, Rice TW: Lung abscess and empyema, 19987.

3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010

May 27; cited 2011 January 10. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/827551

4. Buku ajar ilmu penyakit dalam FKUI , Jakarta, Juli 20068.

5. Fishman: Pulmonary Disease and Disorders fourth edition Volume two, United

States. 2008, 2141-609. www.nlm.nih.gov/empyema/000123.html10.

6. Goetz MB, Finegold SM. 2000. Pyogenic bacterial pneumonia, lung abses,

danempyema. In: Textbook of respiratory medicine. Editor: Murray JF, Nadel JA. 3rd

Ed. Philadelphi; WB Sauders. 1031-1032.

7. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :

EGC; 1997. p. 598.

8. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia

Press; 2007. p. 56

9. Nadel, Murray: Text Book of Respiratory Medicine third edition volume

one,Philadelphia. 2000 , 985-1041.2.

10. Palgunadimargono, Benjamin dkk : Pedoman Diagnosa dan Terapi BAG/ SMFIlmu

Penyakit Paru, Edisi 3, Surabaya, 2005.3.

11. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).

Cited : 2011 January 10. Available from :

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

12. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.

Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p. 1063.

13. W. Keinth C. Morgan dan Anthonio Aseaton: Occupation Lung Disease:Saunders

Company, Philadelphia. 1995.11.