pidsus pertemuan 8

10
13 Maret 2014 Ada lebih dari 50 pasal yang mengatur tindak pidana pemilu legislatif, tetapi kalau kita cermati dari pasal – pasal tersebut ternyata ada pasal – pasal yang didalamnya tidak hanya memuat satu ayat saja tetapi beberapa ayat. Contoh: pasal 301 yang mengatur masalah politik uang / money politics itu terdiri dari 3 ayat, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa tindak pidana pemilu legislatif yang diatur dalam UU No. 8 tahun 2012 ini perbuatannya bisa lebih dari 50 perbuatan. Dari sini kita juga bisa mengetahui bahwa tindak pidana pemilu legislatif didalam UU pemilu legislatif itu ternyata dibedakan menjadi 2 yaitu: kejahatan dan pelanggaran. Dalam Bab Ketentuan Pidana ditutup dengan pasal 321 yang mengatur pemberatan pidana apabila tindak pidana pemilu legislatif itu dilakukan oleh penyelenggara pemilu (ditambah 1/3 dari pidana pokok). Sekarang kita akan coba lihat mana perbuatan – perbuatan didalam UU pemilu legislatif yang dikategorikan sebagai pelanggaran dan kejahatan. Contoh pelanggaran: (273 – 291 ) - Didalam pasal 273 itu dirumuskan “Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”

Upload: irene-gabriella-megakurnia

Post on 11-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

FH UGM 2012

TRANSCRIPT

13 Maret 2014Ada lebih dari 50 pasal yang mengatur tindak pidana pemilu legislatif, tetapi kalau kita cermati dari pasal pasal tersebut ternyata ada pasal pasal yang didalamnya tidak hanya memuat satu ayat saja tetapi beberapa ayat. Contoh: pasal 301 yang mengatur masalah politik uang / money politics itu terdiri dari 3 ayat, sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa tindak pidana pemilu legislatif yang diatur dalam UU No. 8 tahun 2012 ini perbuatannya bisa lebih dari 50 perbuatan. Dari sini kita juga bisa mengetahui bahwa tindak pidana pemilu legislatif didalam UU pemilu legislatif itu ternyata dibedakan menjadi 2 yaitu: kejahatan dan pelanggaran. Dalam Bab Ketentuan Pidana ditutup dengan pasal 321 yang mengatur pemberatan pidana apabila tindak pidana pemilu legislatif itu dilakukan oleh penyelenggara pemilu (ditambah 1/3 dari pidana pokok).Sekarang kita akan coba lihat mana perbuatan perbuatan didalam UU pemilu legislatif yang dikategorikan sebagai pelanggaran dan kejahatan. Contoh pelanggaran: (273 291 ) Didalam pasal 273 itu dirumuskan Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) Melakukan kampanye diluar jadwal yang ditetapkan oleh KPU. Jadi kalau ada peserta pemilu yang kemudian melakukan kampanye diluar jadwal yang ditetapkan KPU juga bisa dijerat tindak pidana pemilu legislatif kategori pelanggaran. Mengenai jadwalnya itu sendiri kalau kita lihat di dalam UU Pemilu Legislatif, kampanye itu dilakukan selama 21 hari (tetapi ini untuk kampanye yang menggunakan cara cara tertentu misalnya: rapat umum). 21 hari itu dihitung H-3. Jadi kalau misalnya pemilu legislatifnya itu tanggal 9 April 2014, kemudian selama 3 hari masa tenang (tanggal 6,7,8) maka tanggal 5 April ke belakang merupakan jadwal kampanye. Kampanye bisa dengan berbagai cara misalnya: pertemuan terbatas, sosialisasi di media massa dll. pelaksana kampanye (pelaksana kampanye bisa parpol, calon legislatif, orang perorangan, juru kampanye, dan organisasi yang ditunjuk oleh peserta pemilu) harus didfatarkan ke KPU. Kalau ada pelaksana kampanye ini mengikutsertakan orang orang tertentu yang mempunyai posisi atau kedudukan tertentu maka dapat dijerat dengan tindak pidana pemilu legislatif. Orang orang tertentu tersebut misalkan:PNS, Polri , Anggota TNI, Kepdes, perangkat desa, pejabat negara tertentu seperti hakim, pejabat BI, pejabat BUMN BUMD. Kalau peserta kampanye mengikutsertakan orang orang ini maka pelaksana kampanye itu sendiri bisa dijerat tindak pidana pemilu legislatif. Lalu bagaimana dengan orang orang tertentu yang punya posisi dan kedudukan tersebut dilibatkan dalam kampanye? Apakah mereka juga bisa dipidanakan? Baik pelaksana kampanye maupun orang orang yang diikutsertakan ini bisa dipidanakan. Hanya untuk orang orang yang dilibatkan dalam kampanye ini ada pembedaannya didalam penempatan tindak pidana pemlu legislatif. Kalau yang menjadi pelaksana kampanye itu PNS , Anggota TNI, POLRI , kepdes, perangkat desa maka bisa dijerat dengan tindak pidana pemilu legislatif tapi kategori pelanggaran Kalau yang menjadi pelaksana kampanye itu pejababat negara tertentu (hakim, pejabat BI, pejabat BPK, pejabat BUMN BUMD maka bisa dijerat dengan tindak pemilu legislatif kategori kejahatan. Rationya: mereka adalah pejabat negara yang punya posisi tertentu, sehingga penempatannya tidak sama.Pejabat pejabat negara lain seperti Presiden, Menteri menteri, gubernur, bupati tidak apa apa untuk melakukan kampanye selama mengikuti peraturan KPU (seperti mengajukan cuti).

Kategori kejahatan: Kalau ada pejabat pejabat negara tertentu (hakim, pejabat BI, pejabat BPK, pejabat BUMN BUMD) menjadi pelaksana kampanye maka bisa dijerat dengan tindak pemilu legislatif kategori kejahatan. Sumbangan dapat diberikan kepada peserta pemilu dalam rangka pembiayaan kampanye. Hanya saja sumbangin ini ada batasnya, kalau sumbangan melibihi batas yang ditentukan oleh UU Pemilu Legislatif justru si penyumbang itu bisa dipidana kategori kejahatan.Batas maksimal sumbangan yang bisa diberikan kepada parpol / calon legislatif: Orang perorangan bisa memberikan sumbangan kepada calon anggota DPD (perorangan) tetapi batas maksimalnya Rp 250.000.000 Kelompok orang atau perusahaan bisa memberikan sumbangan kepada calon anggota DPD (perorangan) tetapi batas maksimalnya adalah Rp 500.000.000 Orang perorangan bisa memberikan sumbangan kepada partai politik maksimal Rp 1.000.000.000 Kelompok orang / perusahaan bisa memberikan sumbangan kepada partai politik maksimal Rp 7.500.000.000Bagaimana dengan parpol atau calon anggota DPD yang menerima sumbangan lebih dari batas yang ditentukan? Agar parpol / calon perseorangan itu tidak dipidana maka ia tidak boleh menggunakan kelebihan itu. Kelebihan tersebut harus dilaporkan kepada KPU dan menyerahkan ke KPU. Nantinya KPU akan meneruskan ke kas negara. Tetapi kalau parpol / calon perseorangan tersebut tidak mengindahkan, maka bisa dijerat UU Pemilu legislatif. Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan dalam Pasal 74 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah). Lembaga quick count ketika hari pemungutan suara mengumumkan hasil penghitungan cepat tidak sesuai dengan UU Pemilu Legislatif. Dalam UU ini menentukan lembaga quick count boleh mengumumkan hasil quick countnya tetapi pengumuman itu baru bisa diumumkan 2 jam setelah pemungutan suara selesai (khusus di daerah WIB). Politik Uang. ***Soal ujian : pengertian politik uang dan buat skema / konstruksi politik uang dalam UU PEMILU LEGISLATIFMengenai politik uang, pengaturannya ada didalam pasal 301 UU Pemilu Legislatif. Pasal ini sendiri terdiri dari 3 ayat, dan 3 ayat ini mengatur perbuatan yang dikategorikan sebagai politik uang dengan konstruksi / skema yang berbeda. Perbedaannya hanya pada tempus delicti, sanksi, subyek, dan obyeknya tetapi kalau untuk tujuan / motifnya hampir sama.Kalau kita lihat didalam pasal 301 ayat (1) (3) kita tidak bisa menemukan pengertian politik uang. Tetapi kita bisa mengetahui apa elemen elemen / perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai politik uang. Elemen / unsur politik uang:a. Unsur kesengajaanPerbuatan ini dilakukan dengan sengaja. b. Perbuatannya berupa memberikan atau menjanjikan sesuatu. Yang dimaksud sesuatu bisa berwujud uang atau materi lainnya. Yang dimaksud materi lainnya itu bisa berupa barang berwujud / tidak berwujud. Namun materi lainnya ini ada pengecualiannya yaitu tidak termasuk atribut atribut yang berkaitan dengan kampanye. c. Langsung / tidak langsungd. Ada motif / tujuan untuk mempengaruhi. Jadi orang yang sengaja memberikan / menjanjikan sesuatu tadi, dia mempunyai tujuan untuk mempengaruhi atau untuk memperoleh imbalan dari orang yang dijanjikan / diberikan sesuatu tadi.

Sekarang kita lihat skemanya:Pasal 301 ternyata mengatur / merumuskan politik uang itu tempusnya berbeda beda. Politik uang itu bisa dilakukan pada:1. Masa kampanyeKampanye bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Ada 7 cara dalam pasal 77 UU Pemilu legislatif. Tetapi yang jadwalnya 21 hari itu untuk Kampanye berupa Rapat Umum. Tetapi kalau mengiklankan diri dll itu 3 hari setelah calon masuk dala Daftar Calon Tetap. Pada masa kampanye, subyek yang bisa melakukan tindak pidana politik uang adalah pelaksana kampanye. Kalau ada orang memberikan janji / memberikan sesuatu pada masa kampanye tetapi ia bukan pelaksana kampanye melaikan suruhan maka dapat dihubungkan dengan delik - delik penyertaan. Padahal yang namanya pelaksana kampanye harus didaftarkan kepada KPU. Dalam pasal 301 yang namanya politik uang dalam masa kampanye inisiatifnya harus dari pelakasana kampanye. Lalu bagaimana kalau inisiatifnya bukan dari pelaksana tetapi masyarakat / peserta kampanye? Ini lah yang menjadi kelemahan dalam perumusan UU pemilu legislatif.Objek yang dituju dalam masa kampanye adalah peserta kampanye yaitu anggota masyarakat. Motif / tujuannya disebutkan secara eksplisit didalam pasal 89: Agar pesert kampanye tidak menggunakan hak pilihnya Agar peserta kampanye menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; Agar peserta kampanye memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; Agar peserta kampanye memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota tertentu; atau agar peserta kampanye memilih calon anggota DPD tertentuSanksi pidananya yaitu pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan dan denda maksimal 24 juta rupiah

2. Masa tenangPada masa tenang, subyek yang bisa melakukan tindak pidana politik uang adalah pelaksana, peserta dan petugas kampanye. Petugas kampanye disini adalah seluruh pihak yang memfasilitasi jalannya kampanye. Obyek yang dituju dalam masa kampanye adalah pemilih (WNI yang sudah tercantuk sebagai daftar pemilih tetap). Motifnya didalam pasal 84 (sama dengan pasal 89)Ancaman pidananya adalah pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda maksimal 48juta rupiah. Rationya adalah karena masa tenang ini diperlukan suasana yang kondusif , tetapi kalau kemudian masa tenang diobok obok dengan politik uang maka ancamannya pidananya diperberat.

3. Hari pemungutan suaraSubyek yang bisa melakukan adalah setiap orang tidak melihat kapasitas apakah sebelumnya orang tersebut merupakan pelaksana kampanye, peserta kampanye, atau petugas kampanye. Jadi siapa saja yang memenuhi unsur politik uang.Objeknya adalah pemilihMotif / tujuannya adalah agar pemilih tindak menggunai hak pilih / golput dan memilih peserta pemilu tertentu. Ancaman pidana nya adalah penjara maksimal 3 tahun dan pidana denda maksimal 36 juta rupiah.

Pertanggungjawaban Pidana Tindak Pidana Pemilu Legisaltif

Subyek tindak pidana pemilu legislatif:1. OrangDidalam UU pemilu legislatif tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan orang. Karena itu kita bisa merujuk pada ketentuan umum di KUHP. Didalam KUHP menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan orang adalah manusia / natura persoon. Bahkan di dalam pasal 59 KUHP kita bisa menarik kesimpulan bahwa kalau tindak pidana dilakukan oleh korporasi yang bisa dipertanggungjawabkan adalah pengurusnya. Pengurusnya itu adalah manusia.2. Korporasi : Perusahaan pencetak suaraDidalam UU Pemilu Legislatif tidak ada satu pasal pun yang menyebut nomenklatur korporasi. Tetapi dari pasal pasal tindak pidana, ada yang merumuskan subyek tindak pidana pemilu legislatif itu adalah Perusahaan Pencetak Surat Suara. Nah yang namanya perusahaan itu kan berarti korporasi. Apalagi perusahaan perusahaan yang ikut tender sebagai pencetak suarat suara harus berbadan hukum. Jadi secara implisit UU ini mengatur subyek tindak pidana korporasi, hanya didalam pertanggungjawaban pidananya nanti ternyata UU ini tidak mengatur. Kalau tidak mengatur maka kita kembali merujuk pada ketentuan umum yaitu KUHP. Sehingga yang bisa dipidana adalah pengurusnya.3. Subyek hukum khusus: KPU, PPK, PPS, PPLN, KPPS, KPPSLN, Panwaslu Pelaksana, peserta, petugas kampanye MA, PU, PA, PM, PTUN, MK BPK, BI, BUMN, BUMD PNS, TNI, POLRI Kepala desa , perangkat desa Majikan / atasan Pelaksana kegiatan penghitungan cepatTerhadap mereka ini ada pasal pasal tertentu didalam UU pemilu legislatif. Yang mana pasal tersebut hanya berlaku bagi mereka ini.