perubahan penggunaan lahan dan …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital...tahun 2007...

14
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KESESUAIAN TATA RUANG PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN GORONTALO CHANGES IN LAND USE AND SUITABILITY OF SPATIAL PLANNING ON PADDY FIELD IN GORONTALO REGENCY 1 Moh. Ekafitrawan, 2 Muh. Hatta Djamil, 3 Daniel Huseng 1 Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin (email : [email protected]) 2 Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (email : [email protected]) 3 Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (email : [email protected]) Alamat Korespondensi : Moh. Ekafitrawan Prodi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar 90245 HP : 085214270002 Email : [email protected]

Upload: others

Post on 24-Dec-2019

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KESESUAIAN TATA RUANG PADA LAHAN SAWAH

DI KABUPATEN GORONTALO

CHANGES IN LAND USE AND SUITABILITY OF SPATIAL PLANNING ON PADDY FIELD

IN GORONTALO REGENCY

1Moh. Ekafitrawan, 2Muh. Hatta Djamil, 3Daniel Huseng

1 Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

(email : [email protected]) 2Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

(email : [email protected]) 3Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

(email : [email protected])

Alamat Korespondensi :

Moh. Ekafitrawan

Prodi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah

Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Makassar 90245

HP : 085214270002

Email : [email protected]

Page 2: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

Abstrak

Lahan pertanian menjadi faktor produksi pertanian yang utama dan unik, karena sulit digantikan dalam sebuah

proses usaha pertanian. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan kajian spasial terhadap perubahan

penggunaan lahan khususnya lahan sawah dan kesesuaian pemanfaatan ruangnya dengan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW). Dalam penelitian ini dilakukan analisis perubahan penggunaan lahan dengan membandingan

data tutupan lahan secara multitemporal (time series), serta analisis kesesuaian pemanfaatan ruang dengan membandingkan data tutupan lahan aktual dengan arahan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan dalam

dokumen RTRW. Kedua analisis ini dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) peta menggunakan alat

bantu software pengolah data spasial GIS (Geographic Information Systems). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa dalam kurun waktu 10 tahun (2007-2017), peningkatan jumlah luasan terjadi pada kelas

tutupan/penggunan lahan kebun/perkebunan (1,4%), lahan terbangun (41,37%), tegalan/ladang (1,97%), dan

danau/tubuh air (11,14%). Sementara lahan hutan, sawah, dan semak belukar luasannya menjadi berkurang

masing-masing sebesar 0,12%, 5,09%, dan 6,68%. Hasil overlay peta penggunaan lahan aktual dengan peta pola

ruang RTRW Kabupaten Gorontalo menunjukkan bahwa sebagian besar (65,67%) penggunaan lahan di

Kabupaten Gorontalo masih sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam RTRW. Sedangkan

34,13% penggunaan lahan lainnya teridentifikasi belum sesuai (30,57%) dan tidak sesuai (3,55%) dengan

RTRW. Penggunaan lahan yang belum sesuai masih dimungkinkan untuk berubah menyesuaikan RTRW di

waktu yang akan datang. Terkait dengan lahan sawah, matriks kesesuaian antara penggunaan lahan dengan RTRW menunjukkan 86,18% lahan sawah di Kabupaten Gorontalo sudah sesuai dengan RTRW (berada pada

peruntukan kawasan pertanian lahan basah), sedangkan 13,82% sisanya tidak sesuai dengan RTRW. Terdapat

pula potensi lahan sawah baru dengan luas total 6.293 hektar.

Kata Kunci : penggunaan lahan, rencana tata ruang, lahan sawah

Abstract

Agricultural land is the main and unique factor of agricultural production, because it is difficult to replace in an

agricultural business process. This research is intended to conduct a spatial study of changes in land use,

especially paddy fields and the suitability of spatial use with the regional spatial plan (RTRW). In this study an

analysis of land use change was carried out by comparing multitemporal land cover data (time series), and the suitability analysis of spatial use by comparing actual land cover data with the direction of spatial use specified

in the RTRW document. Both of these analyzes were carried out by overlaying maps using GIS (Geographic

Information Systems) spatial data processing software. The results showed that within 10 years (2007-2017), an

increase in total area occurred in the plantation (1.4%), built land (41.37%), dry land/fields (1.97%) ), and

lake/body of water land use class (11.14%). While the area of forest, paddy fields, and shrubs is reduced by

0.12%, 5.09% and 6.68% respectively. The results of overlaying actual land use maps with spatial pattern maps

on Gorontalo Regency RTRW show that most (65.67%) land use in Gorontalo Regency is still in accordance

with the direction of spatial use which has been specified in the RTRW. Whereas 34.13% of other land uses were

identified as not yet suitable (30.57%) and not suitable (3.55%) with the RTRW. Land use that is not yet suitable

is still possible to change to adjust the spatial Plan in the future. Regarding paddy fields, the land use suitability

matrix with the RTRW shows that 86.18% of the paddy fields in Gorontalo Regency are in accordance with the

RTRW (located in the allotment of wetland agriculture areas), while the remaining 13.82% are not in accordance with the RTRW. There is also the potential for new paddy fields with a total area of 6,293 hectares.

Keywords : land use, spatial planning, paddy fields

Page 3: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

PENDAHULUAN

Sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional.

Salah satu modal utama pada sektor pertanian adalah ketersediaan lahan. Lahan pertanian

menjadi faktor produksi pertanian yang utama dan unik, karena sulit digantikan dalam sebuah

proses usaha pertanian. Secara filosofis, lahan memiliki peran dan fungsi sentral bagi

masyarakat Indonesia yang bercorak agraris. Hal ini disebabkan karena lahan disamping

memiliki nilai ekonomis, juga memiliki nilai sosial, bahkan religius (Panudju, 2012).

Lahan pertanian belakangan ini menghadapi menghadapi permasalahan alih fungsi

lahan dan degradasi lahan yang kian massif. Hukum pasar ekonomi klasik memicu adanya

pergeseran aktivitas pada lahan dari aktivitas yang menghasilkan keuntungan (landrent)

rendah menuju aktivitas-aktivitas dengan landrent yang lebih tinggi (Pramudita, 2015). Posisi

pertanian dalam menghasilkan rente lahan cenderung kalah dengan sektor lain seperti industri,

perumahan, perdagangan, dan jasa. Dari konsep tersebut maka derajat kualitas lahan dapat

dibedakan menurut kualitasnya yang dicerminkan oleh tingkatan nilai lebih (surplus) yang

dikenal dengan sebutan rent (Rustiadi dkk, 2009)

Alih fungsi lahan pertanian terutama lahan sawah tidak hanya berdampak pada

penurunan kapasitas produksi pangan, namun juga mengakibatkan semakin sempitnya luas

garapan usaha tani, yang berimplikasi pada menurunnya kesejahteraan petani (Panudju,

2012). Mempertahankan eksistensi lahan pertanian juga dimaksudkan sebagai salah satu

upaya menjaga stabilitas kualitas lingkungan (mitigasi banjir, pengendali erosi tanah,

pemelihara pasokan air tanah, dan pemelihara keanekaragaman hayati), serta pemelihara nilai

sosial budaya dan daya tarik perdesaan (rural amenity) (Nazam dkk, 2011).

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian melakukan

penelitian laju konversi penggunaan lahan sawah di 9 provinsi sentra produksi padi dalam

rentang waktu tahun 2000-2015. Hasilnya menunjukkan bahwa secara nasional indeks

konversi lahan sawah adalah 0,0119 yang berpotensi mengakibatkan terjadinya alih fungi

lahan sawah sebesar 96.512 hektar setiap tahunnya. Apabila lahan sawah dibiarkan terus

menerus terkonversi dengan rata-rata laju konversi tersebut, maka secara agregat akan terjadi

penurunan luas lahan sawah dengan sangat signifikan dari 8,1 juta hektar pada tahun 2013

menjadi hanya sekitar 5,1 juta hektar pada tahun 2045 (Mulyani dkk, 2016). Kecenderungan

tersebut dapat mengancam ketahanan pangan Indonesia.

Kabupaten Gorontalo merupakan sentra produksi padi di provinsi Gorontalo.

Produksi beras Kabupaten Gorontalo yang mencapai 70.173 ton/tahun berkontribusi terhadap

Page 4: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

52,21 % dari total produksi beras se-Provinsi Gorontalo. Namun demikian, data statistik luas

lahan sawah di Kabupaten Gorontalo dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir menunjukkan

grafik yang bergerak fluktuatif, dimana pada beberapa tahun tertentu terjadi penurunan luasan

lahan sawah. Alih fungsi lahan tentu akan berimplikasi pada ketersediaan lahan sawah dan

kemandirian pangan di masa mendatang.

Kebijakan pemanfaatan ruang dan pengembangan wilayah menurut UU. No. 26

Tahun 2007 didasarkan pada dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten

Kota. Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo telah menetapkan Peraturan Daerah No.4

Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten Gorontalo 2012-2032. Tuntutan kebutuhan terhadap

lahan di daerah ini terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,

pertumbuhan ekonomi, dan kegiatan pembangunan dalam rangka pengembangan wilayah. Hal

ini berpotensi mengakibatkan pemanfaatan sumberdaya lahan menjadi tidak terkendali.

Dengan dalih untuk kepentingan pengembangan wilayah dan peningkatan kesejahteraan

masyarakat, seringkali kegiatan pemanfaatan ruang oleh pemerintah daerah atau masyarakat

justru bertentangan (tidak sesuai) dengan rencana tata ruang. Oleh karena itu, penelitian ini

akan melakukan kajian spasial terhadap perubahan penggunaan lahan khususnya lahan sawah

dalam kurun waktu 2007-2017 dan kesesuaian pemanfaatan ruangnya dengan RTRW

Kabupaten Gorontalo 2012-2032.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi Kabupaten Gorontalo Provinsi

Gorontalo. Kabupaten Gorontalo memiliki luas wilayah ± 2.125,47 Km² yang secara

administrasi terdiri dari 19 kecamatan, 191 Desa, 14 Kelurahan, 66 lingkungan, dan 742

Dusun; dengan jumlah penduduk ±374.923 jiwa dan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar

0,64 persen (BPS Kabupaten Gorontalo, 2018).

Ruang lingkup materi yang akan dikaji dalam penelitian ini akan menitikberatkan

pada pengkajian penggunaan lahan sawah yang memproduksi padi (beras). Penelitian ini

secara umum akan melakukan kajian spasial terhadap kondisi aktual lahan sawah, yang

difokuskan pada perubahan penggunaan lahan sawah dalam kurun waktu 2007-2017; serta

kesesuaiannya dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Gorontalo.

Page 5: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1)

Wawancara (interview) dengan aparatur pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan untuk

memperoleh gambaran umum mengenai kebijakan penataan ruang khususnya terkait

dengan lahan pertanian pangan; (2) Pengumpulan data sekunder pada instansi-instansi

terkait berupa data-data yang berkaitan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

penataan ruang seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri, RTRW, RPJMD; kemudian

data-data keruangan (spasial) seperti peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta arahan

pemanfaatan ruang (rencana pola ruang), peta kesesuaian lahan; serta data-data statistik, yaitu

data kependudukan, data produktivitas lahan, dan tingkat konsumsi pangan.

Metode Analisis Data

Merujuk kepada tujuan penelitian, pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini

secara garis besar meliputi 2 (dua) hal, yakni : analisis perubahan penggunaan lahan dan

analisis kesesuaian pemanfaatan ruang. Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan untuk

mengetahui seberapa besar perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada suatu wilayah

dalam kurun waktu tertentu (Murdaningsih, 2017). Analisis terhadap perubahan penggunaan

lahan dilakukan dengan membandingkan kondisi tutupan lahan secara multitemporal (time

series). Data tutupan atau penggunaan lahan yang dibandingkan terpaut rentang waktu 10

tahun yakni penggunaan lahan tahun 2007 dan tahun 2017.

Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

tingkat kesesuaian (suitability) antara penggunaan lahan saat ini (aktual) dibandingkan dengan

arahan pemanfaatan ruang (rencana pola ruang) berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW). Ketentuan pemanfaatan dapat berupa ketentuan kegiatan dan peruntukan

ruang yang terdapat dalam rencana rinci, atau ketentuan umum peraturan zonasi yang terdapat

pada RTRW Kabupaten/Kota (Lubis dkk, 2013). Kedua proses analisis ini baik analisis

perubahan penggunaan lahan maupun analisis kesesuaian pemanfaatan ruang dilakukan

dengan teknik tumpang susun (overlay) peta-peta menggunakan alat bantu software pengolah

data spasial GIS (Geographic Information System).

Page 6: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

HASIL PENELITIAN

Perubahan penggunaan lahan

Analisis spasial melalui teknik overlay peta yang dilakukan terhadap peta peggunaan

lahan dua periode waktu yakni tahun 2007 dan 2017 (Tabel 1) menunjukkan bahwa di

Kabupaten Gorontalo dalam kurun waktu 10 tahun (2007-2017), kelas penggunaan lahan

kebun/perkebunan, lahan terbangun, tegalan/ladang, dan danau/tubuh air mengalami

penambahan luas, sedangkan kelas penggunaan lahan hutan, sawah, dan semak belukar

luasnya menjadi berkurang. Kelas penggunaan lahan yang mengalami perubahan luas paling

signifikan adalah lahan terbangun, dimana luas lahan terbangun di Kabupaten Gorontalo pada

tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017.

Penggunaan lahan Tegalan/ladang dan danau/tubuh air juga mengalami penambahan luas,

masing-masing bertambah 491 hektar (1,97%) dan 327 hektar (11,14%). Lahan hutan yang

merupakan kelas penggunaan lahan paling dominan, dimana luasannya mencapai 36,7% dari

luas keseluruhan wilayah Kabupaten Gorontalo, cenderung tidak mengalami perubahan luas

yang berarti. Lahan sawah yang menopang ketersediaan pangan masyarakat Kabupaten

Gorontalo juga mengalami penurunan dari luas 14.706 hektar di tahun 2007, terkonversi

menjadi penggunaan lain sebesar 748 hektar (5,09%), sehingga pada tahun 2017 luasan sawah

turun menjadi 13.957 hektar. Demikian halnya dengan semak belukar yang juga mengalami

alih fungsi lahan sebesar ± 2262 hektar (6,68%), sehingga luasannya berkurang dari 33.868

hektar menjadi 31.607 hektar dalam kurun waktu 10 tahun.

Tabel 2 yang berupa matriks perubahan penggunaan lahan, secara lebih detail

menunjukkan pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Gorontalo

sepanjang tahun 2007 hingga tahun 2017. Pada matriks tersebut terlihat perubahan

penggunaan lahan dari hutan menjadi tegalan/ladang (444 hektar), semak belukar (64,4

hektar), kebun (10,4 hektar), dan lahan terbangun (4,05 hektar). Lahan kebun/perkebunan

berubah menjadi lahan terbangun dan sawah masing-masing seluas 1096 hektar dan 211

hektar. Sedangkan lahan sawah juga terkonversi menjadi penggunaan lain seperti hutan, lahan

terbangun, tegalan/ladang, danau/tubuh air dengan total luas lahan yang terkonversi yakni

sebesar ± 1.320 hektar. Luas perubahan tutupan lahan dari semak belukar menjadi lahan

kebun/perkebunan merupakan yang terbesar dibandingkan perubahan penggunaan lahan

lainnya. Perubahan luas yang terjadi mencapai ±1890 hektar. Sementara tegalan/ladang

beralih fungsi menjadi kebun/perkebunan sebesar 322 hektar, menjadi pertanian lahan basah

(sawah) sebesar 105 hektar, serta berubah menjadi lahan terbangun sebesar 65 hektar. Adapun

tutupan lahan berupa danau/tubuah air luasannya relatif bertambah karena adanya konversi

Page 7: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

dari penggunaan lain yakni dari lahan sawah (284 hektar) dan semak belukar (53 hektar).

Namun sebaliknya terdapat ±11,4 hektar dari bagian areal danau Limboto yang berubah

menjadi hutan (mangrove).

Kesesuaian Pemanfaatan Ruang

Hasil overlay peta penggunaan lahan aktual dengan peta pola ruang RTRW

Kabupaten Gorontalo (Tabel 3) menunjukkan bahwa sebagian besar (65,67%) penggunaan

lahan di Kabupaten Gorontalo masih sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang yang

ditetapkan di dalam RTRW. Kelas penggunaan lahan yang memiliki tingkat kesesuaian

tertinggi berturut-turut adalah danau/tubuh air (100%), hutan (91,18%), lahan terbangun

(73,12%), dan sawah (86,18%). Sedangkan dua kelas penggunaan lainnya yaitu semak

belukar dan tegalan/ladang, kesesuaiannya terhadap RTRW relatif kecil yakni hanya berkisar

antara 13-17%.

Total luas penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW teridentifikasi seluas ±

7.646 hektar atau sekitar 3,55% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Gorontalo.

Ketidaksesuaian ini sebagian besar berupa lahan terbangun yang berada bukan pada

peruntukan kawasan terbangun, yakni antara lain berada pada peruntukan kawasan lindung

(144 hektar), kawasan perkebunan (561 hektar), kawasan pertanian lahan basah (266 hektar),

dan kawasan pertanian lahan kering (405 hektar). Selain lahan terbangun, ketidaksesuaian

pemanfaatan ruang juga terjadi pada penggunan lahan lain berupa kebun/perkebunan seluas

3.507 hektar, tegalan/ladang seluas 2.411, dan sawah seluas 350 hektar yang kesemuanya

berada pada peruntukan kawasan lindung.

Sementara penggunaan lahan yang dianggap belum sesuai dan dapat berubah

menyesuaikan RTRW di waktu yang akan datang, total luasannya mencapai ± 65.791 hektar

atau sekitar 30,57% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten Gorontalo. Kelas penggunaan

lahan yang dianggap belum sesuai dan berpeluang untuk berubah menyesuaikan RTRW

antara lain adalah penggunaan lahan berupa semak belukar dengan total luas 27.361 hektar

(86,57%) dan tegalan/ladang dengan total luas 18.590 hektar (73,12%). Lahan semak belukar

yang disebutkan belum sesuai RTRW, sebagaian besar adalah semak belukar yang berada di

peruntukan kawasan perkebunan (11.255 hektar), peruntukan kawasan pertanian lahan kering

(8.407 hektar), serta peruntukan kawasan hutan produksi (7.082 hektar). Sedangkan lahan

tegalan/ladang yang belum sesuai RTRW adalah lahan tegalan/ladang yang berada pada

peruntukan kawasan hutan produksi (10.275 hektar), peruntukan kawasan perkebunan (7.269

Page 8: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

hektar), serta pada peruntukan kawasan pertanian lahan basah (840 hektar). Secara spasial,

kesesuaian penggunaan lahan aktual dengan RTRW disajikan dalam Gambar 1.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa berbagai kelas penggunaan lahan di

Kabupaten Gorontalo dalam kurun waktu 10 tahun (2007-2017) mengalami perubahan luas

dalam jumlah yang beragam, dan sebagian besar pola penggunaan lahan di Kabupaten

Gorontalo masih sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan di dalam Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Lahan terbangun merupakan kelas penggunaan lahan yang mengalami perubahan

luas yang cukup signifikan. Dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun luasannya meningkat

41,37%. Hal ini merupakan konsekuensi dari fungsi kabupaten Gorontalo yang menjadi

penyangga (buffer) bagi Kota Gorontalo sebagai ibukota provinsi. Oleh karena wilayah kota

Gorontalo secara administratif terbatas, maka proses pemenuhan kebutuhan lahan beralih ke

daerah pinggiran kota. Akibatnya timbul kecenderungan pergeseran fungsi-fungsi kekotaan ke

daerah pinggiran kota. Daerah pinggiran kota tersebut akan mengalami proses transformasi

spasial berupa proses densifikasi permukiman dan transformasi sosial ekonomi sebagai

dampak lebih lanjut dari proses transformasi spasial. Proses densifikasi permukiman yang

terjadi di daerah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya kebutuhan akan ruang

di daerah perkotaan. Peningkatan kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan tersebut

mendorong terjadinya perkembangan daerah pinggiran kota (urban fringe) dan perkembangan

daerah secara acak (urban sprawl) (Winarno, 2007)

Proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran akan berakibat pada perubahan fisik

seperti perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta kondisi sosial

ekonomi (Subroto, dkk, 1997). Beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Gorontalo seperti

Kecamatan Telaga, Telaga Biru, Telaga Jaya, Tilango, dan Limboto yang wilayahnya

berbatasan langsung dengan Kota Gorontalo mengalami peningkatan kebutuhan akan lahan

khususnya berkaitan dengan fasilitas permukiman, pendidikan, perkantoran, perdagangan &

jasa. Pada wilayah ini, terjadi konversi lahan dari lahan pertanian (sawah, kebun, dan

tegalan/ladang) menjadi lahan non pertanian seperti permukiman, perkantoran, dan lahan

terbangun lainnya. Hal ini jugalah yang menjelaskan mengapa peningkatan luas lahan

terbangun cukup signifikan jumlahnya.

Page 9: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

Selain lahan terbangun, penggunaan lahan lainnya yang juga mengalami perubahan

luas yang cukup besar adalah semak belukar. Berbeda dengan lahan terbangun, yang

luasannya menunjukkan trend peningkatan, luasan semak belukar pada tahun 2017 jumlahnya

turun dibandingkan tahun 2007. Karakteristik fisik dari penggunaan lahan semak belukar

yang relatif fleksibel dan mudah berubah mengakibatkan jenis tutupan lahan ini mudah

terkonversi menjadi penggunaan lahan lainnya. Perubahan tutupan lahan semak belukar yang

paling dominan adalah konversi lahan semak belukar menjadi menjadi lahan

kebun/perkebunan. Hal ini terjadi seiring dengan masuknya investasi usaha perkebunan

kelapa sawit di daerah ini. Berdasarkan data Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi Gorontalo setidaknya terdapat 3 (tiga) perusahaan kelapa sawit skala besar yang

sudah mulai beroperasi di wilayah Kabupaten Gorontlao, yakni PT. Heksa Jaya Abadi, PT.

Tri Palma Nusantara, dan PT. Agro Palma Katulistiwa, dimana masing-masing perusahaan

mengantongi ijin lokasi ± 20.000 hektar. (Olilingo, 2014). Selain terkonversi menjadi lahan

kebun/perkebunan, lahan semak belukar juga beralih fungsi menjadi pertanian lahan basah

(sawah). Laporan tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Gorontalo periode tahun 2012-2013

menyebutkan bahwa terdapat kegiatan perluasan areal sawah (pencetakan sawah) dengan

menggunakan dana APBD pada sejumlah lokasi di Kabupaten Gorontalo seperti di

Kecamatan Asparaga, Tolangohula, Boliyohuto, dan Mootilango.

Areal lahan sawah di Kabupaten Gorontalo berdasarkan analisis perubahan luas

penggunaan lahan tahun 2007 dan 2017 menunjukkan trend menurun. Luas area lahan sawah

tahun 2017 turun 5,09 % dari luas sawah tahun 2007. Dalam rentang waktu 2007-2017, lahan

sawah beralih fungsi menjadi hutan, lahan terbangun, tegalan/ladang, dan danau/tubuh air.

Hutan yang dimaksud adalah hutan mangrove. Sejumlah lahan sawah yang berada disekitar

danau Limboto akibat dari meluapnya air danau, beralih fungsi menjadi mangrove/rawa dan

bahkan menjadi danau/tubuh air. Hal ini terjadi disebabkan oleh proses sedimentasi yang terus

menerus di dasar danau dan membuat kedalaman danau menjadi dangkal, dan apabila

intensitas hujan tinggi maka air danau dapat meluap (banjir) dan menggenangi daerah

persawahan sekitarnya sehingga lahan sawah tersebut tidak dapat lagi digunakan sebagaimana

fungsinya.

Dalam matriks kesesuaian antara penggunaan lahan dengan arahan pemanfaatan

ruang RTRW, diketahui bahwa terdapat sejumlah lahan (luasannya ± 6.293 hektar) yang

dalam RTRW dialokasikan sebagai kawasan pertanian lahan basah atau sawah namun secara

aktual di lapangan ternyata lahan-lahan tersebut dimanfaatkan untuk penggunaan lainnya

seperti kebun/perkebunan, tegalan/ladang, semak belukar, dan lahan terbangun. Lahan-lahan

Page 10: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

seperti ini secara spasial, memiliki peluang (berpotensi) untuk beralih fungsi berubah menjadi

lahan sawah baru, menyesuaikan arahan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan dalam

RTRW.

Data kesesuaian lahan sawah dan potensi lahan sawah baru menunjukkan bahwa

lahan sawah yang secara spasial sudah sesuai dengan arahan pemafaatan ruang dalam RTRW

mencapai 86,18% (12.028 hektar) yang sebagian besar berada di Kecamatan Tolangohula

(2.326 hektar) dan Mootilango (1.654 hektar). Hal ini disebabkan karena kedua kecamatan

tersebut juga mendapatkan alokasi ruang peruntukan kawasan pertanian lahan basah paling

besar dalam RTRW, masing-masing mendapat alokasi ruang 3.857 hektar dan 2.975 hektar.

Sementara untuk lahan sawah yang belum/tidak sesuai dengan RTRW, sebagian besar

lokasinya berada di Kecamatan Tolangohula (316 hektar), Asparaga (248 hektar), dan

Mootilango (128 hektar).

Adapun potensi lahan sawah baru yang teridentifikasi dengan luas total 6.293 hektar

tersebar di hampir seluruh wilayah Kabupaten Gorontalo. Kecamatan Mootilango memiliki

potensi terbesar dengan luasan mencapai 2.142 hektar. Kondisi geografis Kecamatan

Mootilango yang relatif datar dan ditunjang dengan ketersediaan fasilitas pengairan (irigasi)

yang memadai membuat wilayah ini sangat potensial dikembangkan untuk kegiatan pertanian

lahan basah (sawah). Sedangkan beberapa kecamatan lainnya, seperti Kecamatan

Bongomeme, Biluhu, dan Batudaa Pantai tidak direkomendasikan untuk pengembangan

tanaman pangan khususnya padi (beras), selain karena adanya hambatan geografis dan

fasilitas irigasi, wilayah ini juga tidak ditunjang oleh kebijakan penataan ruang (RTRW).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam kurun waktu 10 tahun (2007-2017) areal lahan sawah di Kabupaten Gorontalo

mengalami penurunan jumlah luasan ± 5,09%. Penurunan luasan tersebut sebagian besar

disebabkan oleh konversi lahan sawah menjadi lahan terbangun sebagai konsekuensi dari

peningkatan kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan yang mendorong terjadinya

perkembangan daerah pinggiran kota (urban fringe) dan perkembangan daerah secara acak

(urban sprawl). Analisis kesesuaian pemanfaatan ruang menunjukkan bahwa terdapat ± 1.926

hektar lahan sawah yang berpotensi terkonversi atau beralih fungsi karena lokasinya tidak

sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW. Pengendalian

pemanfaatan ruang melalui konsistensi pelaksanaan RTRW, peningkatan hasil produksi

dengan pemanfaatan teknologi pertanian, serta pembukaan lahan sawah baru merupakan

Page 11: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah setempat, untuk tetap menjaga

agar ketersediaan lahan sawah senantiasa dapat menopang pemenuhan kebutuhan pangan

penduduk Kabupaten Gorontalo.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo. (2018). Kabupaten Gorontalo dalam Angka

2018, Gorontalo : Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo

Lubis, S., Andri S., & Hani'ah. (2013). Kesesuaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

dengan penggunaan lahan Kecamatan Gayamsari dan Kecamatan Semarang Timur.

Jurnal Geodesi Universitas Diponegoro, 2:13-22

Mulyani, A., Dwi K., Dedi N., & Agus F. (2016). Analisis konversi lahan sawah :

Penggunaan data spasial resolusi tinggi memperlihatkan laju konversi yang

mengkhawatirkan. Jurnal Tanah Dan Iklim, 40(2), 121–133.

Murdaningsih. (2017). Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Untuk

Mendukung Kemandirian Pangan Di Kabupaten Indramayu (Tesis). Bogor :

Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor

Nazam, M., Sabiham S., Pramudya B., Widiatmaka, & I Wayan R. (2011). Penetapan Luas

Lahan Optimum Usaha Tani Padi Sawah Mendukung Kemandirian Pangan

Berkelanjutan Di Nusa Tenggara Barat. Jurnal Agro Ekonomi, 29(2), 113–145.

Olilingo, F. Z. (2014). Analisis potensi dan pemanfaatan lahan APL dan HGU dalam

pengembangan investasi di Provinsi Gorontalo. Laporan Akhir Penelitian Mandiri.

Universitas Negeri Gorontalo.

Panudju, T. I. (2012). Mempertahankan Tanah Agraris. Buletin Tata Ruang, (Maret-April)

:11-16

Pramudita, D. (2015). Insentif Dalam Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Di Kabupaten Kuningan.(Tesis). Pascasarjana Insistut Pertanian Bogor.

Rustiadi, E., Sunsusn S., & Dyah R.P. (2009). Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah.

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Subroto, Yoyok W., Bakti S., & Setiadi. (1997). Proses Transformasi Spasial dan Sosio-

Kultural Desa-Desa di Daerah Pinggiran Kota (Urban Fringe) di Indonesia (Studi

Kasus Yogyakarta). Laporan Penelitian Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan

Dasar Tahun Anggaran 1996/1997. Yogyakarta : PPLH UGM.

Winarno, A. (2007). Studi Tentang Urban Sprawl Kota Semarang Terhadap Kualitas

Tegangan Listrik. Studi Kasus Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang (Tesis).

Bogor : Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.

Page 12: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

Tabel 1. Penggunaan/Penutupan Lahan di Kabupaten Gorontalo tahun 2007 dan 2017.

Kelas

Penggunaan/

Penutupan

Lahan

Luas

(Ha)

Prosentase

(%)

Perubahan

Penggunaan

Lahan Ket

2007 2017 2007 2017 Ha %

Hutan 79154,31 79055,89 36,78 36,74 -98 -0,12 Berkurang

Kebun/

Perkebunan 55947,44 56731,69 26,00 26,36 784 1,40 Bertambah

Lahan Terbangun

3639,96 5145,97 1,69 2,39 1506 41,37 Bertambah

Sawah 14706,19 13957,97 6,83 6,49 -748 -5,09 Berkurang

Semak Belukar 33868,65 31607,07 15,74 14,69 -2262 -6,68 Berkurang

Tegalan/Ladang 24933,37 25424,54 11,59 11,82 491 1,97 Bertambah

Danau/

Tubuh Air 2934,00 3260,80 1,36 1,52 327 11,14 Bertambah

Tabel 2. Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan tahun 2007 dan tahun

2017 di Kabupaten Gorontalo

Penggunaan/

Penutupan

Lahan Tahun

2007

Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2017

Hutan Kebun

Campuran

Lahan

Terbangun Sawah

Semak

Belukar

Tegalan/

Ladang

Danau/

Tubuh

Air

Jumlah

Hutan 78629,32 10,41 4,05 1,74 64,44 444,35

79154,31

Kebun

Campuran 54509,16 1096,53 211,54 9,77 120,25

55947,24

Lahan

Terbangun 3639,96

3639,96

Sawah 415,17

263,79 13383,27

358,98 284,98 14706,19

Semak Belukar

1890,06 76,23 256,17 31529,73 63,24 53,22 33868,65

Tegalan/Ladang

322,06 65,41 105,04 3,12 24437,73

24933,37

Danau/

Tubuh Air 11,4

2922,6 2.934

Jumlah 79055,89 56731,69 5145,97 13957,77 31607,07 25424,54 3260,80 215183,72

Page 13: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

Tabel 3 Hasil Evaluasi Tingkat Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan RTRW di

Kabupaten Gorontalo

Penggunaan/

Penutupan Lahan

Sesuai Belum Sesuai Tidak Sesuai Jumlah

Ha % Ha % Ha %

Hutan 72085,18 91,18 6970,69 8,82 0 0,00 79055,88

Kebun Campuran 41939,42 73,93 11284,91 19,89 3507,36 6,18 56731,69

Lahan Terbangun 3762,93 73,12 5,32 0,10 1377,71 26,77 5145,97

Sawah 12028,84 86,18 1578,57 11,31 350,56 2,51 13957,97

Semak Belukar 4245,47 13,43 27361,59 86,57 0 0,00 31607,07

Tegalan/Ladang 4423,44 17,40 18590,10 73,12 2411,01 9,48 25424,54

Danau/Tubuh Air 3260,80 100,00 0,00 0,00 0 0,00 3260,80

Jumlah 141746,08 65,87 65791,20 30,57 7646,64 3,55 215183,92

Tabel 4 Kesesuaian Lahan Sawah dan Potensi Lahan Sawah Baru di Kabupaten

Gorontalo

No Kecamatan

Potensi Lahan

Sawah

berdasarkan

Alokasi Ruang

dalam RTRW

(Ha)

Lahan Sawah Aktual

(Eksisting) Potensi

Lahan

Sawah

Baru

(Ha)

Sesuai

RTRW

(Ha)

Tidak

Sesuai

RTRW

(Ha)

1 KEC. TELAGA 422,37 362,82 54,45 40,11

2 KEC. TELAGA BIRU 436,55 349,12 113,03 24,08

3 KEC. TELAGA JAYA 270,76 145,65 26,32 58,05

4 KEC. TILANGO 152,50 0,00 0,00 121,00

5 KEC. LIMBOTO 1565,98 1227,81 221,25 290,01

6 KEC. LIMBOTO BARAT 1362,97 1310,83 121,79 48,04

7 KEC. TIBAWA 708,75 638,14 230,34 58,89

8 KEC. PULUBALA 963,52 108,30 49,32 849,05

9 KEC. BONGOMEME 1,66 1,66 0,86 0,00

10 KEC. BATUDAA 122,54 37,82 5,94 81,99

11 KEC. TABONGO 1712,55 1195,31 142,98 492,45

12 KEC. BATUDAA PANTAI 0,00 0,00 0,00 0,00

13 KEC. BILUHU 0,00 0,00 0,00 0,00

14 KEC. DUNGALIYO 700,58 636,63 60,24 54,13

15 KEC. BOLIYOHUTO 2096,74 1414,54 202,47 658,76

16 KEC. MOOTILANGO 3857,83 1654,65 128,89 2142,18

17 KEC. TOLANGOHULA 2975,92 2326,23 316,47 774,81

18 KEC. ASPARAGA 861,64 600,66 248,45 244,98

19 KEC. BILATO 376,70 18,65 6,32 355,23

Jumlah 18589,55 12028,84 1929,13 6293,76

Page 14: PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...tahun 2007 adalah 3.639,96 hektar meningkat 41,37% menjadi 5.145,97 hektar di tahun 2017. Penggunaan

Gambar 1 Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan RTRW